Share

Masa Lalu

Penulis: Losi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Rhea berjalan gontai memasuki apartemennya di mana ia baru saja pulang dari rumah sakit. Mendudukkan bokongnya dengan sedikit kasar ke sofa, kepalanya menengadah menatap langit ruangan. Rasanya ia masih tak percaya bahwa saat ini ada kehidupan kecil di dalam perutnya. Tangannya bertengger di atas perut dan mencengkramnya ringan, memejamkan matanya, setetes air mata pun kembali jatuh melewati ujung mata. Kenapa semua ini harus terjadi padanya? Dikhianati pria yang ia cintai juga sahabatnya kemudian harus menanggung aib dari pria yang tidak dikenal. Apakah ia bisa melewati ini semua? 

Tiba-tiba perhatian Rhea teralihkan saat dering ponselnya terdengar. Mengambil ponsel dari dalam tas, dilihatnya siapa meneleponnya. Dan melihat nama siapa yang tertera pada layar, ibu jarinya mengusap layar mengangkat panggilan. "Halo."

"Halo. Rhe."

Rhea tersenyum tipis. "Ada apa?" 

"Aku di rumahmu sekarang. Tapi sepertinya rumahmu sepi. Kau tidak di rumah?"

"Aku sekarang menyewa apartemen."

"Apa? Kenapa tidak mengatakannya padaku?!"

Rhea melirik ponsel yang menempel di telinga di mana sebelah alisnya terlihat meninggi. "Memangnya ada apa? Jika ada hal yang penting, katakan saja sekarang." 

"Baiklah jika kau tak mau memberitahuku. Aku akan segera menemukanmu." 

Setelah mengatakan itu panggilan dari seseorang itu pun segera terputus. 

Rhea menatap layar ponselnya dalam diam. Ia yakin sebentar lagi orang itu pasti menemukannya. Perlahan tangan Rhea terkulai di atas sofa. Ia tak peduli, bahkan jika orang itu tahu ia tengah hamil pun ia tak peduli. Lagipula hidupnya kini tak berarti. 

Beberapa saat kemudian di luar, terlihat seorang pria yang berdiri di depan pintu apartemen sebelah apartemen Rhea. Pria tersebut memakai hoodie berwarna navy dan celana jeans hitam dengan wajahnya yang tertutupi masker berwarna senada dengan topi yang menutupi rambutnya. Tangannya masih bertengger memegang gagang pintu dengan pandangan tertuju ke arah pintu apartemen Rhea yang tertutup rapat. Tak dapat ditebak seperti apa raut wajahnya sekarang, namun arah pandangnya tak teralihkan sampai seseorang terlihat keluar dari lift di ujung lorong dan berjalan ke arahnya. 

Seorang pria terlihat berjalan cepat dari arah lift dan berhenti tepat di depan pintu apartemen Rhea. Merogoh ponsel dalam saku celana, diperhatikannya layar ponselnya seperti hendak memastikan sesuatu sampai tiba-tiba ia melirik pria yang berdiri di depan pintu sebelah. Pria itu tak beranjak, sampai saat ia sengaja menatap ke arahnya, pria tersebut segera membuka pintu dan masuk ke dalam apartemennya. Menempelkan ponselnya ke telinga setelah menekan nomor, ia masih tak mengalihkan perhatian dari pintu apartemen pria tersebut yang kini telah tertutup rapat. "Aku di luar," ucapnya. 

Tak berselang lama, pintu apartemen Rhea terbuka menunjukkan Rhea yang terlihat pucat di mata pria tersebut. Diperhatikannya Rhea dari ujung rambut hingga ujung kaki dan ia dapat melihat tubuh Rhea lebih kurus dari terakhir kali mereka bertemu. 

***

Rhea meletakkan dua kaleng minuman bersoda ke atas meja kemudian duduk di sofa tunggal berhadapan dengan tamunya. "Jadi, sejak kapan kau kembali?" tanyanya.

Pria tersebut membuka jasnya dan menyampirkannya di tanganan sofa. "Aku baru kembali dan segera ke rumahmu," jawabnya.

Rhea meraih sekaleng minuman bersoda yang sebelumnya ia bawa, membukanya dan hendak meminumnya sampai tiba-tiba gerak tangannya terhenti saat kaleng menyentuh bibir. Sekarang ada kehidupan lain di perutnya dan ia tak boleh sembarangan memasukkan makanan dan minuman. 

"Kuperhatikan kau tampak lebih kurus, wajahmu juga pucat, kau sakit?" tanya pria tersebut yang tampak prihatin.

Rhea tersenyum kecut kemudian meletakkan kaleng minumannya ke atas meja. Ia yang menunduk, melirik pria itu dan mengatakan, "Kau sudah tahu?" 

Damian Rossi, nama pria tersebut, hanya menatap Rhea dalam diam. Tentu saja, bahkan kepulangannya dari Inggris ke Indonesia setelah ia tahu kabar yang beredar mengenai Rhea, meski sangat terlambat. "Kemarin," jawabnya. 

Damian merupakan mantan kekasih Rhea dan sampai saat ini masih menyimpan rasa terhadapnya. "Kenapa kau tak memberitahuku?" tanyanya disertai senyum kecut. Rhea tak memberitahunya bahwa ia menikah, apalagi mengenai kejadian yang menimpanya. 

Rhea menggigit bibir bawahnya. Bagaimana mungkin ia menceritakan semuanya pada mantan kekasihnya? Bisa saja Damian akan menertawakannya dan semakin membuatnya terpuruk. Meski sebenarnya ia tahu Damian tak akan mungkin melakukan itu.

"Kau tahu aku masih mencintaimu, tak bisakah kita kembali seperti dulu?" ucap Damian dengan sorot mata sendu mengingat masa lalu.

"Seperti dulu? Sama seperti saat orang tuamu mengusirku? Dan pada akhirnya, kau tetap memilih orang tuamu," sergah Rhea segera. 

Damian terdiam, saat itu ia memang tak bisa melawan kedua orang tuanya yang tak merestui hubungan mereka. Kedua orang tuanya memintanya menikah dengan wanita sederajat dan terhormat, bukan seperti Rhea yang tak memiliki keluarga. 

Rhea kembali teringat masa lalu, Damian adalah mantan kekasihnya sebelum Rylan. Saat itu usianya 21 tahun, dan usia Damian 23 tahun. Karena kedua orang tua Damian mengharuskannya pergi ke Inggris setelah lulus kuliah, Damian dengan berani mengenalkan Rhea pada kedua orang tuanya sebagai bentuk keseriusan. Namun siapa kira, kedua orang tua Damian seketika tak menyetujui hubungan mereka. Sejak saat itu Rhea memutuskan hubungan karena ia tahu, Damian tak bisa menentang kedua orang tuanya.

"Padahal tahun dan tahun telah berlalu, tapi nyatanya perasaanku masih sama. Sekarang aku yakin, aku memang tak bisa melepaskanmu. Dan jika harus menentang orang tuaku, aku akan melakukannya," kata Damian tanpa ragu. 

Rhea mengangkat kepala menatap Damian dengan pandangan tak terbaca. Mantan kekasihnya itu masih sama, masih tetap tampan bahkan semakin terlihat dewasa dan berwibawa. Tatapan mereka saling bertemu dan Rhea dapat melihat Damian bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Damian pria yang baik, jika saat itu ia tak memikirkan ucapan kedua orang tua Damian, mungkin ia tak berusaha melupakannya. Namun pertemuannya dengan Rylan telah mengubah segalanya. Rylan adalah obatnya melupakan Damian. Tapi sekarang, obat yang dulu menyembuhkan luka justru menjadi penyebab luka menganga dalam hatinya. 

Rhea menyunggingkan senyum tersirat. "Apa kau yakin? Jika kedua orang tuamu tahu apa yang terjadi padaku kemarin, mereka akan semakin menentangmu."

"Aku lebih tahu dirimu dan aku percaya semua berita itu tidak benar!" potong Damian. Dari berita yang ia dengar, ia hanya tahu bahwa Rhea dituduh selingkuh dari suami yang baru menikahinya. Namun ia tak serta merta percaya begitu saja. 

"Damian, sebenarnya apa tujuanmu ke sini hanya untuk membicarakan ini? Bukankah kau tahu, aku tetap tidak bisa."

"Karena kau sudah melupakanku? Kalau begitu kita ulangi semuanya dari awal, aku akan membuatmu jatuh cinta lagi padaku. Mengenai orang tuaku, kau tak perlu memikirkannya. Aku berhak menentukan pilihanku sendiri sekarang."

Rhea menggeleng lemah. "Apa kau yakin? Meski sekarang aku adalah bekas orang lain?"

"Apa maksudmu, Rhe? Kau mengira aku pria yang hanya mementingkan hal semacam itu? Apa yang terjadi padamu menyadarkanku dan aku tak ingin terlambat lagi dan kembali kehilanganmu. Aku tak peduli kau pernah menikah sekalipun. Aku–"

"Aku hamil."

Seketika mata Damian melebar, suaranya tercekat di tenggorokan mendengar penuturan Rhea.

Bab terkait

  • Salah Ranjang   Susu Hamil

    "Aku hamil dan bukan anak Rylan, pria yang menikahiku waktu itu. Aku hamil dan ini adalah anak dari pria yang bahkan tidak aku kenal. Apa kau masih tetap bersikukuh ingin kita kembali seperti dulu?" Rhea mengatakannya dengan jelas. Tak ada keraguan sedikitpun dari ucapannya meski suaranya terdengar sedikit bergetar. Ia bahkan tersenyum saat mengatakannya. Senyum yang sengaja ia tunjukkan untuk menutupi luka di hatinya. Rhea sengaja mengatakan kebenaran agar Damian menyerah. Ia tak ingin kembali merasakan luka yang sama dan sengaja mencari alasan agar Damian berhenti berharap. Luka yang Rylan torehkan bahkan masih basah, dan saat Damian kembali, luka lama yang telah ia pendam kembali terbuka. Ia ingin menutup hatinya, menyembuhkan dua luka yang nyaris membunuhnya perlahan. Ia tahu Damian tak bersalah, hanya saja ia tak ingin kembali merasakan luka yang sama untuk kedua kalinya. Ucapan kedua orang tua Damian bahkan rasanya masih membekas. Damian masih terdiam dengan raut wajahnya yang

  • Salah Ranjang   Bukan Pria Baik

    "Ka– kau tahu mengenal Rylan?" tanya Lucy sedikit terbata."Hanya sebatas tahu siapa dia. Tentu kau lebih mengenalnya bukan? Dan tentu kau juga tahu mengenai kehamilan Rhea. Kau adalah sahabatnya, sebenarnya apa yang terjadi pada Rhea? Siapa laki-laki itu? Katakanlah padaku mengenai semua yang kau tahu," cerocos Damian yang begitu penasaran.Lucy terdiam cukup lama kemudian mengambil cangkir kopinya dan menyeruputnya perlahan tanpa berani menatap Damian. Tenggorokannya terasa begitu kering hingga menelan ludah saja terasa menyakitkan. Meski begitu lelehan cappucino yang mengaliri kerongkongan masih tak mampu membuatnya tenang. Bahkan tangannya pun terlihat gemetar. Dahi Damian tampak berkerut melihat sikap Lucy. Ia merasa ada yang coba Lucy sembunyikan darinya.“Me– mengenai itu … aku tidak tahu. Bukankah akan lebih jelas jika kau menanyakannya sendiri pada Rhea?” kata Lucy seraya meletakkan kembali cangkirnya ke atas meja.“Apakah telah terjadi sesuatu yang di antara kalian?”Tangan

  • Salah Ranjang   Balasakan Dendamku

    Rhea membuka pintu saat ia hendak keluar untuk membeli sesuatu. Tiba-tiba saja ia menginginkan makanan kecut dan berniat membelinya. Dan kini ia telah rapi dengan penyamaranya. Masker untuk menyembunyikan wajahnya dan topi hitam untuk menyembunyikan helai mahkotanya. Namun langkahnya seketika terhenti saat mendapati sebuah bingkisan di depan pintu apartemennya berisikan beberapa kotak susu untuk ibu hamil dan vitamin. Rhea menatap bingkisan itu kemudian mengedarkan pandangan melihat siapa yang meninggalkan bingkisan tersebut namun ia tak mendapati seorang pun. Pikiran buruk pun tiba-tiba menyerang, ia takut jika yang mengirimkan bingkisan itu adalah stalker yang mengetahui keberadaannya dan itu berarti juga tahu bahwa ia tengah hamil sekarang. Ia pun segera menutup pintu dan membiarkan bingkisan itu tetap berada di luar. Rhea berdiri di balik pintu dengan tubuh gemetar. Saat denting ponsel tanda pesan masuk terdengar ia pun sampai terjingkat karena kaget dan ketakutan. Mengambil pon

  • Salah Ranjang   Terpaksa Luluh

    Hening. Tak ada yang membuka suara setelah Rhea mengatakan keinginannya pada Damian. Tak dapat dipungkiri bahwa ia menyimpan dendam. Bukan hanya pada Rylan, tapi juga pada Lucy. Dia juga berniat membalas apa yang mereka lakukan, sayangnya niatnya terhalang keadaannya yang berbadan dua. Walau tak menginginkan kehadiran calon bayi dalam perutnya namun ia sama sekali tak berpikir untuk menggugurkannya. Dan ia khawatir, jika niat balas dendamnya akan menimbulkan sesuatu yang buruk bagi kehidupan kecil yang saat ini tengah proses bertumbuh dalam rahim. Tiba-tiba Rhea berbalik dan berusaha menahan air mata yang terasa mulai menggenang. Hanya teringat apa yang Rylan dan Lucy lakukan membuat emosinya kembali ke udara. Akhir-akhir ini sejak dinyatakan hamil, emosinya memang menjadi labil. Rhea menarik nafas panjang dan mengembuskannya perlahan kemudian kembali berbalik menatap Damian. “Maaf, lupakan,” ucapnya dengan berusaha menekan emosi jiwa.“Baiklah.” Namun dengan mantap Damian menjawab.

  • Salah Ranjang   Janji

    Rhea mengerjap dan merasakan kedua matanya yang pedas dan sembab. Membuka kedua matanya sempurna, kesadaran pun diraihnya. Tepat di saat itu Damian membuka pintu kamar dengan senyuman tercipta. “Sudah bangun?” Rhea bangun menegakkan punggungnya, menyeret bokongnya dan bersandar kepala ranjang. “Kua masih di sini?” Damian yang telah berdiri di sisi ranjang hanya mengangguk. “Mana mungkin aku meninggalkanmu di rumah sendiri dengan keadaanmu seperti ini?” ucapnya seraya mendudukan bokongnya di tepi ranjang. Rhea berusaha mengingat-ingat kemudian senyum kecutnya pun tercipta. Ia ingat jika sebelumnya melampiaskan seluruh perasaanya pada Damian sampai dirinya tertidur. Seingatnya mereka bicara di ruang tamu, tapi melihat di mana dirinya sekarang, sudah jelas Damian pasti menggendongnya. Sekarang saat mengingatnya, dia benar-benar malu. “Maaf, kau harus mendengar keluh kesahku. Kuharap kau melupakannya,” ucapnya. “Dan maaf, aku berat,” lanjutnya kemudian. “Kenapa aku harus melakukannya

  • Salah Ranjang   Petunjuk?

    Rhea begitu terkejut, tepat saat ia membuka pintu, sudah ada Damian yang berdiri di hadapannya.Sebelah alis Damian terlihat meninggi “Mau ke mana?” tanyanya karena mendapati Rhea telah lengkap dengan atribut penyamarannya. Topi hitam, kacamata hitam serta masker yang menutupi wajah ayunya. Dan jangan lupakan hoodie yang dipakainya yang juga berwarna hitam.“Harusnya aku yang tanya. Apa yang kau lakukan di sini?” Bukannya menjawab, Rhea justru bertanya pada Damian. Pasalnya harusnya Damian sudah pergi dari sana.“Ponselku tertinggal. Sepertinya di ruang tamu tadi,” jawab Damian dengan senyum kecil yang mengembang.Hela nafas panjang terdengar lolos dari mulut Rhea, ia pun berbalik memasuki apartemennya untuk mengambilkan ponsel Damian. Dan benar saja, ponsel pria itu berada di atas meja. “Terima kasih,” ucap Damian saat Rhea mengembalikan ponselnya. “Jadi, kau mau ke mana?” tanyanya kemudian.“Ingin mencari udara segar.” Rhea sempat berpikir mengurungkan niatnya karena ketahuan Damia

  • Salah Ranjang   Pria Misterius

    “Tunggu lah di sini,” perintah Damian. Damian sengaja menghentikan mobilnya saat melihat toko buah. Membuka sabuk pengamannya, ia segera turun dari mobil. Sementara Rhea tetap duduk dan mengarah pandangannya pada Damian yang bertanya pada si penjual buah di seberang jalan. Tok! Tok!Rhea begitu terkejut mendengar ketukan pada kaca mobil. Menoleh, ia dapat melihat seorang anak berdiri di luar. Memakai masker yang sebelumnya ia buka, ia menurunkan kaca. “Iya? Ada yang bisa kakak bantu?” tanyanya.“Kakak mau beli mangga muda?” kata bocah laki-laki berusia sekitar sepuluh tahu itu seraya mengangkat satu kantong plastik transparan berisi mangga muda.Seketika mata Rhea berbinar. “Wah, benarkah? Tentu saja!” ucapnya seraya meminta mangga itu dari bocah itu. Kemudian ia segera mengambil uang dan diberikannya pada si bocah. “Ini terlalu banyak, Kak,” kata bocah itu menolak uang Rhea senilai seratus ribu.“Tidak apa-apa. Ambil saja kembaliannya. Terima kasih, ya,” ucap Rhea dengan senyuman m

  • Salah Ranjang   Karma

    Hampir dua minggu berlalu sejak Rhea mendapat mangga muda kala itu. Saat ini ia berdiri di atas timbangan digital yang mana menunjukkan berat badanya yang bertambah. Hela nafas panjang lolos dari mulut seraya turun dari benda berbentuk persegi itu. Padahal baru beberapa minggu, tapi berat badannya sudah mulai bertambah. Bahkan ia yakin, berat badannya akan terus naik melihat nafsu makannya yang tak dapat dikendalikan. Rhea berjalan menuju kulkas dan mengambil sepiring potongan buah. Tiba-tiba ia teringat sesuatu kala mulai memasukkan potongan melon ke dalam mulut. Membawa piring berisi potongan melon dan pepaya, ia duduk menikmati camilan siangnya. Entah hanya perasannya saja atau memang suatu kebetulan? Setiap kali ia menginginkan sesuatu, apa yang diinginkannya seolah datang dengan sendirinya. Seperti saat ia menginginkan mangga muda kemarin, brownies pelangi, dan beberapa makanan lainnya. Yang paling membuatnya terus memikirkannya adalah saat ia menginginkan kue rangi yang sekaran

Bab terbaru

  • Salah Ranjang   Karma

    Hampir dua minggu berlalu sejak Rhea mendapat mangga muda kala itu. Saat ini ia berdiri di atas timbangan digital yang mana menunjukkan berat badanya yang bertambah. Hela nafas panjang lolos dari mulut seraya turun dari benda berbentuk persegi itu. Padahal baru beberapa minggu, tapi berat badannya sudah mulai bertambah. Bahkan ia yakin, berat badannya akan terus naik melihat nafsu makannya yang tak dapat dikendalikan. Rhea berjalan menuju kulkas dan mengambil sepiring potongan buah. Tiba-tiba ia teringat sesuatu kala mulai memasukkan potongan melon ke dalam mulut. Membawa piring berisi potongan melon dan pepaya, ia duduk menikmati camilan siangnya. Entah hanya perasannya saja atau memang suatu kebetulan? Setiap kali ia menginginkan sesuatu, apa yang diinginkannya seolah datang dengan sendirinya. Seperti saat ia menginginkan mangga muda kemarin, brownies pelangi, dan beberapa makanan lainnya. Yang paling membuatnya terus memikirkannya adalah saat ia menginginkan kue rangi yang sekaran

  • Salah Ranjang   Pria Misterius

    “Tunggu lah di sini,” perintah Damian. Damian sengaja menghentikan mobilnya saat melihat toko buah. Membuka sabuk pengamannya, ia segera turun dari mobil. Sementara Rhea tetap duduk dan mengarah pandangannya pada Damian yang bertanya pada si penjual buah di seberang jalan. Tok! Tok!Rhea begitu terkejut mendengar ketukan pada kaca mobil. Menoleh, ia dapat melihat seorang anak berdiri di luar. Memakai masker yang sebelumnya ia buka, ia menurunkan kaca. “Iya? Ada yang bisa kakak bantu?” tanyanya.“Kakak mau beli mangga muda?” kata bocah laki-laki berusia sekitar sepuluh tahu itu seraya mengangkat satu kantong plastik transparan berisi mangga muda.Seketika mata Rhea berbinar. “Wah, benarkah? Tentu saja!” ucapnya seraya meminta mangga itu dari bocah itu. Kemudian ia segera mengambil uang dan diberikannya pada si bocah. “Ini terlalu banyak, Kak,” kata bocah itu menolak uang Rhea senilai seratus ribu.“Tidak apa-apa. Ambil saja kembaliannya. Terima kasih, ya,” ucap Rhea dengan senyuman m

  • Salah Ranjang   Petunjuk?

    Rhea begitu terkejut, tepat saat ia membuka pintu, sudah ada Damian yang berdiri di hadapannya.Sebelah alis Damian terlihat meninggi “Mau ke mana?” tanyanya karena mendapati Rhea telah lengkap dengan atribut penyamarannya. Topi hitam, kacamata hitam serta masker yang menutupi wajah ayunya. Dan jangan lupakan hoodie yang dipakainya yang juga berwarna hitam.“Harusnya aku yang tanya. Apa yang kau lakukan di sini?” Bukannya menjawab, Rhea justru bertanya pada Damian. Pasalnya harusnya Damian sudah pergi dari sana.“Ponselku tertinggal. Sepertinya di ruang tamu tadi,” jawab Damian dengan senyum kecil yang mengembang.Hela nafas panjang terdengar lolos dari mulut Rhea, ia pun berbalik memasuki apartemennya untuk mengambilkan ponsel Damian. Dan benar saja, ponsel pria itu berada di atas meja. “Terima kasih,” ucap Damian saat Rhea mengembalikan ponselnya. “Jadi, kau mau ke mana?” tanyanya kemudian.“Ingin mencari udara segar.” Rhea sempat berpikir mengurungkan niatnya karena ketahuan Damia

  • Salah Ranjang   Janji

    Rhea mengerjap dan merasakan kedua matanya yang pedas dan sembab. Membuka kedua matanya sempurna, kesadaran pun diraihnya. Tepat di saat itu Damian membuka pintu kamar dengan senyuman tercipta. “Sudah bangun?” Rhea bangun menegakkan punggungnya, menyeret bokongnya dan bersandar kepala ranjang. “Kua masih di sini?” Damian yang telah berdiri di sisi ranjang hanya mengangguk. “Mana mungkin aku meninggalkanmu di rumah sendiri dengan keadaanmu seperti ini?” ucapnya seraya mendudukan bokongnya di tepi ranjang. Rhea berusaha mengingat-ingat kemudian senyum kecutnya pun tercipta. Ia ingat jika sebelumnya melampiaskan seluruh perasaanya pada Damian sampai dirinya tertidur. Seingatnya mereka bicara di ruang tamu, tapi melihat di mana dirinya sekarang, sudah jelas Damian pasti menggendongnya. Sekarang saat mengingatnya, dia benar-benar malu. “Maaf, kau harus mendengar keluh kesahku. Kuharap kau melupakannya,” ucapnya. “Dan maaf, aku berat,” lanjutnya kemudian. “Kenapa aku harus melakukannya

  • Salah Ranjang   Terpaksa Luluh

    Hening. Tak ada yang membuka suara setelah Rhea mengatakan keinginannya pada Damian. Tak dapat dipungkiri bahwa ia menyimpan dendam. Bukan hanya pada Rylan, tapi juga pada Lucy. Dia juga berniat membalas apa yang mereka lakukan, sayangnya niatnya terhalang keadaannya yang berbadan dua. Walau tak menginginkan kehadiran calon bayi dalam perutnya namun ia sama sekali tak berpikir untuk menggugurkannya. Dan ia khawatir, jika niat balas dendamnya akan menimbulkan sesuatu yang buruk bagi kehidupan kecil yang saat ini tengah proses bertumbuh dalam rahim. Tiba-tiba Rhea berbalik dan berusaha menahan air mata yang terasa mulai menggenang. Hanya teringat apa yang Rylan dan Lucy lakukan membuat emosinya kembali ke udara. Akhir-akhir ini sejak dinyatakan hamil, emosinya memang menjadi labil. Rhea menarik nafas panjang dan mengembuskannya perlahan kemudian kembali berbalik menatap Damian. “Maaf, lupakan,” ucapnya dengan berusaha menekan emosi jiwa.“Baiklah.” Namun dengan mantap Damian menjawab.

  • Salah Ranjang   Balasakan Dendamku

    Rhea membuka pintu saat ia hendak keluar untuk membeli sesuatu. Tiba-tiba saja ia menginginkan makanan kecut dan berniat membelinya. Dan kini ia telah rapi dengan penyamaranya. Masker untuk menyembunyikan wajahnya dan topi hitam untuk menyembunyikan helai mahkotanya. Namun langkahnya seketika terhenti saat mendapati sebuah bingkisan di depan pintu apartemennya berisikan beberapa kotak susu untuk ibu hamil dan vitamin. Rhea menatap bingkisan itu kemudian mengedarkan pandangan melihat siapa yang meninggalkan bingkisan tersebut namun ia tak mendapati seorang pun. Pikiran buruk pun tiba-tiba menyerang, ia takut jika yang mengirimkan bingkisan itu adalah stalker yang mengetahui keberadaannya dan itu berarti juga tahu bahwa ia tengah hamil sekarang. Ia pun segera menutup pintu dan membiarkan bingkisan itu tetap berada di luar. Rhea berdiri di balik pintu dengan tubuh gemetar. Saat denting ponsel tanda pesan masuk terdengar ia pun sampai terjingkat karena kaget dan ketakutan. Mengambil pon

  • Salah Ranjang   Bukan Pria Baik

    "Ka– kau tahu mengenal Rylan?" tanya Lucy sedikit terbata."Hanya sebatas tahu siapa dia. Tentu kau lebih mengenalnya bukan? Dan tentu kau juga tahu mengenai kehamilan Rhea. Kau adalah sahabatnya, sebenarnya apa yang terjadi pada Rhea? Siapa laki-laki itu? Katakanlah padaku mengenai semua yang kau tahu," cerocos Damian yang begitu penasaran.Lucy terdiam cukup lama kemudian mengambil cangkir kopinya dan menyeruputnya perlahan tanpa berani menatap Damian. Tenggorokannya terasa begitu kering hingga menelan ludah saja terasa menyakitkan. Meski begitu lelehan cappucino yang mengaliri kerongkongan masih tak mampu membuatnya tenang. Bahkan tangannya pun terlihat gemetar. Dahi Damian tampak berkerut melihat sikap Lucy. Ia merasa ada yang coba Lucy sembunyikan darinya.“Me– mengenai itu … aku tidak tahu. Bukankah akan lebih jelas jika kau menanyakannya sendiri pada Rhea?” kata Lucy seraya meletakkan kembali cangkirnya ke atas meja.“Apakah telah terjadi sesuatu yang di antara kalian?”Tangan

  • Salah Ranjang   Susu Hamil

    "Aku hamil dan bukan anak Rylan, pria yang menikahiku waktu itu. Aku hamil dan ini adalah anak dari pria yang bahkan tidak aku kenal. Apa kau masih tetap bersikukuh ingin kita kembali seperti dulu?" Rhea mengatakannya dengan jelas. Tak ada keraguan sedikitpun dari ucapannya meski suaranya terdengar sedikit bergetar. Ia bahkan tersenyum saat mengatakannya. Senyum yang sengaja ia tunjukkan untuk menutupi luka di hatinya. Rhea sengaja mengatakan kebenaran agar Damian menyerah. Ia tak ingin kembali merasakan luka yang sama dan sengaja mencari alasan agar Damian berhenti berharap. Luka yang Rylan torehkan bahkan masih basah, dan saat Damian kembali, luka lama yang telah ia pendam kembali terbuka. Ia ingin menutup hatinya, menyembuhkan dua luka yang nyaris membunuhnya perlahan. Ia tahu Damian tak bersalah, hanya saja ia tak ingin kembali merasakan luka yang sama untuk kedua kalinya. Ucapan kedua orang tua Damian bahkan rasanya masih membekas. Damian masih terdiam dengan raut wajahnya yang

  • Salah Ranjang   Masa Lalu

    Rhea berjalan gontai memasuki apartemennya di mana ia baru saja pulang dari rumah sakit. Mendudukkan bokongnya dengan sedikit kasar ke sofa, kepalanya menengadah menatap langit ruangan. Rasanya ia masih tak percaya bahwa saat ini ada kehidupan kecil di dalam perutnya. Tangannya bertengger di atas perut dan mencengkramnya ringan, memejamkan matanya, setetes air mata pun kembali jatuh melewati ujung mata. Kenapa semua ini harus terjadi padanya? Dikhianati pria yang ia cintai juga sahabatnya kemudian harus menanggung aib dari pria yang tidak dikenal. Apakah ia bisa melewati ini semua? Tiba-tiba perhatian Rhea teralihkan saat dering ponselnya terdengar. Mengambil ponsel dari dalam tas, dilihatnya siapa meneleponnya. Dan melihat nama siapa yang tertera pada layar, ibu jarinya mengusap layar mengangkat panggilan. "Halo.""Halo. Rhe."Rhea tersenyum tipis. "Ada apa?" "Aku di rumahmu sekarang. Tapi sepertinya rumahmu sepi. Kau tidak di rumah?""Aku sekarang menyewa apartemen.""Apa? Kenapa

DMCA.com Protection Status