Share

Kepergok Rizal

last update Last Updated: 2022-10-28 16:35:25

Aku dan Bang Rizal saling pandang. Dengan cepat suamiku menggelengkan kepala. Jelas dia melarang aku mencabut tuntutan pada Mas Alvan.

"Tolong bebaskan aku, Alia, Bang Rizal. Bagaimana aku bisa mencari Aira dan Syasya jika aku masih berada di sini?" ucap Mas Alvan mengiba.

Jujur saja aku tidak tega melihat wajahnya. Namun apa yang ia katakan benar? Apa mereka benar-benar hilang? Bukan akal bulus Mas Alvan agar bisa keluar dari jeruji besi. Kenapa aku menjadi sulit mempercayai ucapan lelaki yang dulu mengiri relung hati?

"Dari mama kamu tahu Syasya dan anakmu menghilang, Mas?"

Aku tak ingin salah mengambil keputusan hingga berakibat fatal bahkan menimbulkan penyesalan.

"Syasya datang kemari, Al. Syasya bercerita jika Bapak membuang Aira ke panti asuhan karena... Karena ...." Mas Alvan tak melanjutkan kata-katanya. Perlahan air bah jatuh membasahi pipi lelaki itu. Baru kali ini kulihat Mas Alvan menangis seperti itu.

Dulu saat kami resmi berpisah, dia memang sempat menangis tapi tid
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Salah Kirim Paket   Salah Masuk

    Aku menelan ludah dengan susah payah. Sejak kapan Bang Rizal di rumah. Bukankah dia sudah berangkat dari setengah jam yang lalu? "A-abang kenapa pulang lagi?""Ada file yang tertinggal," ucapnya lalu melangkah ke arahku. "Ponsel kamu jatuh, Sayang." Dia jongkok lalu memunguti ponsel yang telah pecah menjadi dua bagian itu. "Iya, a-aku kaget melihat kamu tiba-tiba muncul, Sayang," ucapku terbata. Setengah mati kuhilangkan rasa gugup yang mendera. Namun justru semakin tampak. Tidak pandai berbohong membuat rasa gugup semakin menjadi. Ya Tuhan, jangan sampai Bang Rizal mengetahuinya. "Kenapa gugup begitu?" Bang Rizal memberikan benda pipih yang sudah hancur menjadi dua bagian. Benar dugaanku, Bang Rizal pasti tahu aku tengah menyembunyikan sesuatu. Dia begitu peka, apa kali ini dia akan tahu pembicaraanku dengan Pak Yusuf barusan? "Ti-tidak apa-apa, Bang.""Tadi telepon dengan siapa? Kenapa harus merahasiakannya dariku?"Diam, aku tak tahu harus menjawab apa? Apa yang harus kukatak

    Last Updated : 2022-10-29
  • Salah Kirim Paket   Meminta Bantuan Yusuf

    "Marcel."Aku menggelengkan kepala, tak percaya jika lelaki itu yang ada di kursi kemudi. Astaga, kenapa aku sampai salah masuk mobil Marcel? "Iya, kenapa? Kamu terkejut?" Dia tersenyum tanpa merasa bersalah sedikit pun. "Kenapa kamu bisa di sini?""Harusnya aku yang bertanya, kenapa kamu bisa menganggapku driver taksi online?"Aku meringis, lalu menggelengkan kepala. Aku sendiri tak tahu kenapa bisa duduk di mobil ini, apa lagi dia? "Sekarang mau ke mana?" tanya lelaki itu sambil melirikku dari balik kaca spion yang ada di dalam mobil. Apa aku meminta bantuan pada Marcel? Namun jika mulutnya ember bagaimana? Ah, jadi serba salah. "Kenapa, kamu terburu-buru, kan? Masih sungkan dengan mantan pengemar rahasia?" Aku mencebikkan bibir, lelaki itu sungguh menyebalkan."Hallo, Mbak saya bagaimana?" Suara driver taksi online menghentikan perdebatan di antara kami. Ya Allah, bisa-bisa aku lupa pada driver taksi online itu. Kasihan dia sudah menungguku terlalu lama. "Maaf, saya cancel s

    Last Updated : 2022-10-30
  • Salah Kirim Paket   Kebebasan Alvan

    Pov AlvanAku hirup dalam-dalam udara yang ada di pinggir jalan ini. Beberapa bulan mendekam di jeruji besi membuatku merindukan udara yang bercampur dengan bau kenalpot, solar atau limbah sekali pun. Bagi kebanyakan orang ketiga bau itu sangat dibenci. Tetapi tidak denganku, bau ini menandakan aku telah bebas dan bisa hidup seperti orang normal lainnya. Hingga detik ini aku masih tak percaya jika Alia akan membebaskan aku. Kupikir kesalahan masa lalu tak akan pernah dimaafkan. Namun aku salah Alia tetap wanita berhati lembut dan suka mengulurkan tangan untuk menolong sesama termasuk aku. Rasa sesal masih saja hadir di hati. Jika aku menuruti ego dan nafsu,mungkin saat ini aku akan hidup bahagia dengan Alia. Ah, sudahlah semua yang sudah terjadi tak mungkin bisa ku ulang kembali. Kini aku hanya bisa memperbaiki diri agar kejadian itu tak akan kembali. "Tolong jangan berkeliaran tanpa masker. Untuk sementara Mas harus menjauh dari keramaian. Karena sampai saat ini Bang Rizal belum

    Last Updated : 2022-11-01
  • Salah Kirim Paket   Mencari Aira

    "Me-Mega ...."Dadaku seketika naik turun. Wanita yang masih menjadi istriku itu dengan cepat memunguti pakaian yang berserakan di lantai. Tanpa merasa malu dia mengenakan baju kurang bahan tepat di hadapanku dan Bapak. Jantung dipacu lebih cepat, dada bergemuruh, amarah hampir meledak. “Mas Alvan, kamu pulang?” Mega mendekat,tangannya terlentang hendak memelukku. Namun dengan cepat kudorong tubuhnya hingga tersungkur di lantai. Aku tak sudi disentuh oleh wanita yang mengobral tubuhnya untuk lelaki lain, bahkan untuk ayah mertuanya sendiri. Jangan-jangan selama ini Bapak berbohong. Dia menyembunyikan Mega agar bisa menikmati tubuhnya tanpa ada yang mengetahui. Menjijikkan, kedua orang itu bukan lagi manusia. Mereka lebih buruk dari binatang.“Harusnya kamu berterima kasih kepada Bapak,Van. Karena Bapak telah menemukan istrimu. Lalu membawanya kemari. Kalau tidak ada Bapak,Mega pasti sudah tidur di jalanan atau mungkin di bawah jembatan.” Lelaki yang masih mengenakan celana kolor it

    Last Updated : 2022-11-02
  • Salah Kirim Paket   Kebingungan Alvan

    Pov AlvanPov Alvan"Maaf sebelumnya, apa hubungan Bapak dengan anak di dalam foto ini?""Dia anak saya, Bu."Pengurus panti asuhan itu menatapku dengan sorot mata yang tak bisa kujelaskan. Mungkin dia tak percaya dengan ucapanku. "Lalu kenapa Bapak mencari putri bapak di sini? Bukankah Bapak ayah kandungnya."Rasa bersalah kembali muncul, karena aku dipenjara Aira dibuang oleh Bapak. "Saya baru keluar dari penjara, Bu ...." Aku tak mampu melanjutkan perkataanku lagi. Rasa penyesalan semakin menyeruak memenuhi rongga dada. Ada rasa malu kala mengatakan aku seorang mantan narapidana. Namun mau bagaimana lagi,semua adalah sebuah kenyataan. Tak ada gunanya aku menutupi seluruh dunia juga tahu akan pernah menginap di hotel prodeo.“Lalu kenapa putri Bapak bisa dibuang?” tanyanya lagi.“Saya tidak tahu dengan pasti alasan Bapak membuang Aira ke Panti Asuhan. Saya hanya tahu Aira berada di sini.”Wanita paruh baya itu menghembuskan napas perlahan, lalu kembali menatap ke arahku.“Putri

    Last Updated : 2022-11-03
  • Salah Kirim Paket   Penawaran

    "Mas tidak pulang?" tanya seorang lelaki yang mengizinkan aku mandi tadi. "Saya tidak punya tempat tinggal, Pak."Lelaki yang kuduga seorang marbot masjid itu diam kemudian menatapku penuh selidik. “Mas tidak mempunyai tempat tinggal?” tanyanya sambil menelisik penampilanku.Celana jeans dan kaos branded menempel di tubuhku. Belum lagi sebuah tas dengan merek ternama. Semua ini adalah pemberian Alia ketika aku masih menjadi suaminya. Pantas saja lelaki berumur itu mengira aku kaya raya.“Saya diusir dari rumah karena membela adik saya yang kabur,Pak.”Kebohongan demi kebohongan keluar dari mulutku. Memang benar jika seseorang sekali berbohong seterusnya dia akan terus berbohong demi menutupi kebohongan pertamanya. Namun mau bagaimana lagi ... tidak mungkin aku cerita semua fakta itu. Aku tak mungkin mengumbar aib pada orang yang baru saja kukenal.“Perkenalkan nama saya Udin,saya marbot masjid ini.” Lelaki bernama Udin itu mengulurkan tangan kanannya.“Alvan,” ucapku seraya menyambu

    Last Updated : 2022-11-04
  • Salah Kirim Paket   Bertemu Mia

    Pov Alia"Mana sih?" gumamku sambil mencari pesan masuk dari nomor tak dikenal tompo hari. Namun tak kunjung kutemukan. Apa jangan-jangan sudah kuhapus? Aku menyandarkan tubuh di sofa, kupijit kepala yang terasa berdenyut. Baru saja aku sadar dengan petunjuk itu. Tapi bodohnya, pesan itu justru kuhapus. Syasya, kamu ada di mana? "Alin.""Ayam goreng!" Aku Melonjak kaget kala sebuah tangan menyentuh pundakku. Jantungku berdetak kencang, sudah seperti berlari mengitari seluruh lapangan bola. "Kenapa, sih, Al?"Aku diam, mengatur napas yang mulai tersengal. "Abang ini kalau masuk ucap salam, kek. Jangan main nyelonong lalu ngagetin. Untung aku gak punya penyakit jantungan. Kalau sampai punya bagaimana coba?" ucapku kesal. "Ya Allah, Sayang. Mas sudah panggil kamu dari tadi, tapi kamu malah ngelamun terus. Memangnya mikirin apa, sih?"Aku diam kemudian kembali duduk di sofa. Kusandarkan kepala lalu menatap lurus ke langit-langit kamar. "Gak mikirin apa-apa, Bang."Kebohongan kembal

    Last Updated : 2022-11-06
  • Salah Kirim Paket   Rizal kebingungan

    "Bang Rizal kenapa?" tanyaku penasaran. "Dia akan memasukkan seorang pegawai baru untuk menjadi manager keuangan karena manager yang lalu baru saja mengundurkan diri."Tak ada yang aneh dengan ucapan Mia. Kuminum jus jeruk. Rasa manis sedikit asam mampu mengurangi mual yang mendera. "Mbak tahu siapa orangnya?" Aku menggeleng sambil menyedot minumanku. "Kartika, nama orang itu."Seketika jus jeruk yang ada di dalam mulut menyembur ke luar. Sialnya air yang keluar tepat mengenai wajah Mia. "Mbak Alia gimana, sih?" ucap Mia kesal. Tangannya dengan cepat mengambil tisu untuk membersihkan air yang menempel di pipi dam hidungnya. "Maaf." Kutempelkan kedua tangan di dada. "Hem!" "Aku syok mendengar perkataanmu, Mia. Kenapa bisa perempuan itu masuk ke perusahaan? Ya Tuhan...." Kupijit kepala yang rasanya mau pecah. "Satu lagi yang harus Mbak Alia tahu."Aku siapkan mental untuk mendengar berita mengejutkan selanjutnya. Semoga saja kali ini tak sampai membuatku jatuh pingsan. "Bang Ri

    Last Updated : 2022-11-07

Latest chapter

  • Salah Kirim Paket   Ending

    Tumpukan berkas dan laporan sudah berada di atas meja keja. Aku menghela napas kemudian menjatuhkan bobot di kursi kebesaran. Satu persatu laporan kubuka lalu membaca setiap kata yang tersusun di atas kertas itu. Sesekali memijit kepala yang berdenyut. Ada sedikit perbedaan di dalam laporan keuangan. Apa jangan-jangan Alvan kumat lagi? Apa mungkin dia kembali melakukan kecurangan? Sungguh tak tahu malu jika dia melakukan itu? Aku membuang napas. Dengan kasar kuambil telepon di atas meja. "Suruh Alvan kemari!""Iya, Pak."Panggilan telepon kumatikan setelah mendengar kata iya dari mulut Mia. Sambil menunggu Alvan datang, kembali kuperiksa berkas lainnya. Pekerjaanku kian menumpuk setelah kematian Ibu. Beberapa bulan aku terlalu terbuai dalam rasa bersalah hingga mengabaikan tanggung jawab. Untung masih ada Alia yang membantu mengurus semuanya. Dia memang bisa diandalkan dalam hal apa pun. Terlepas dari cerewetnya. Pintu diketuk tiga kali. Aku yakin itu pasti Alvan. "Masuk!"Pin

  • Salah Kirim Paket   Surat Bu Nur

    Pov RizalRumah sudah penuh dengan beberapa tetangga saat aku tiba. Jenazah ibu segera diangkat lalu dibaringkan di ruang tamu. Sempat kulihat tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang. Namun aku memilih acuh. Sudah menjadi rahasia umum jika aku hanyalah anak angkat Ibu Rahmawati. Lalu kini aku membawa seorang wanita paruh baya yang sudah terbujur kaku. Siapa yang tak bertanya-tanya. "Kita salatkan, Bang. Beri penghormatan terakhir untuk Ibu." Aku mengangguk lalu melangkah masuk untuk berwudhu. Kami mulai menyalatkan jenazah Ibu. Bulir bening kembali jatuh setelah mengucapkan salam. Ini adalah penghormatan pertama dan terakhir dariku. Setelah selesai disalatkan. Jenazah ibu segera dikebumikan. "Kamu di rumah saja, Al.""Tapi, Bang.""Kamu sedang hamil. Pasti lelah sedari tadi mengurusi ini dan itu. Makasih untuk semuanya."Alia mendekat lalu memeluk tubuhku erat. Aku sentuh pundaknya hingga seraya menghirup aroma tubuh yang menenangkan. Terima kasih, kamu sudah menjadi istri, a

  • Salah Kirim Paket   Memaafkan

    Pov RizalAku segera beranjak, meninggalkan nasi yang masih tersisa setengahnya. "Mas!" panggil pelayan rumah makan. Aku terpaksa berhenti menanti lelaki itu mendekat ke arahku. "Ada apa, Mas?""Masnya belum bayar, kan?"Aku menghela napas, menahan amarah yang sebentar lagi meledak. Dia memanggilku hanya untuk ini. Uang merah di atas meja apa tak terlihat olehnya? Apa ia taj tahu aku sedang terburu-buru. "Uangnya di atas meja,Mas. Coba dilihat dulu.""Jangan ke mana-mana, Mas. Awas kalau sampai kabur."Pelayan itu membalikkan badan. Kemudian tersenyum saat melihat selembar uang berwarna merah. Aku memutar tubuh lalu melangkah pergi. Tak kuhiraukan teriakannya. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, beberapa kali aku hampir menabrak kendaraan lain. Dadaku bergetar, perasaan bersalah kian mendominasi hati. Ego menolak memaafkan tapi hati... Ah, tak bisa kujelaskan. Kakiku melangkah cepat menuju ruang ICU. Menerobos rombongan ibu-ibu yang akan menjenguk pasien. Hingga akhirnya kak

  • Salah Kirim Paket   Bimbang

    Pov RizalSudah tiga hari Alia memilih tidur di lantai atas. Sudah tiga hari pula dia mengunci mulut rapat. Tak sepatah kata keluar dari mulutnya. Bahkan dia selalu membuang muka saat berpapasan denganku. Sebegitu marahkah dia? Alia marah karena aku tak mau menjenguk Bu Nur. Ah, harusnya ia tahu apa yang aku rasakan. Dibuang wanita bergelar ibu sangatlah menyakitkan. Lebih baik dikhianati teman dari pada dibuang oleh wanita yang telah melahirkan kita. Malam semakin larut tapi mata tak kunjung terpejam. Rasa kantuk seakan hilang dibawa kehampaan. Tak ada Alia membuat aku tidak mampu tidur nyenyak. Ingin aku masuk lalu memeluknya dari belakang. Menciumi harum tubuh yang membuatku mabuk kepayang. Kuambil benda pipih yang tergeletak di atas nakas. Dengan cepat jari-jari ini menari di layar ponsel. Membuka aplikasi berwarna biru dengan logo F itu. Berbagai postingan muncul di berandaku. Dari yang bermutu hingga yang tak pantas dilihat semua muncul begitu saja. Sesekali aku beristigfa

  • Salah Kirim Paket   Ancaman Alia

    "Hallo, Al. Kamu bilang apa tadi?" Aku mendengus kesal, disaat seperti ini kenapa ucapanku tak ia perhatikan? Menyebalkan. "Cepat ke rumah sakit. Ibu kamu kritis!""Astagfirullah... Mama kritis, Al? Kenapa bisa? Tadi pagi Mama masih baik-baik saja kok."Astaga! Lama-lama kumaki juga Bang Rizal itu. Aku bilang Ibu bukan mama. "Ibu kamu, Mas. Bu Nur bukan Mama.""Alhamdulillah kalau Mama tidak kenapa-napa, Al."Aku mengepalkan tangan di samping. Ingin segera kulayangkan ke wajahnya. Ibunya sedang kritis tapi ia pura-pura tak mendengar ucapanku. "Bu Kritis, Mas!" teriakku. "O, ya sudah kalau begitu. Mas ada meeting lagi." Seketika panggilan telepon ia matikan. "Mbak." Aku menoleh, seorang satpam berdiri di sampingku. Tatapan matanya tajam, membuat nyaliku menciut dalam sekejap. "Jangan berisik, ini rumah sakit!"Aku menelan ludah dengan susah payah. Dalam hati aku merutuki sikap cuek Bang Rizal hingga akhirnya aku dimarahi satpam. "Ma-maaf, Pak."Lelaki itu hanya diam kemudian me

  • Salah Kirim Paket   Kritis

    Aku mulai sibuk mempersiapkan acara empat bulanan yang tinggal tiga hari lagi. Acara syukuran sekaligus doa untuk calon anak kami akan diadakan di rumah. Tak banyak yang kami undang, hanya keluarga inti, tetangga dan beberapa anak panti asuhan. "Catering sudah, kan, Al?" tanya Mama. "Sudah,Ma. Tinggal bingkisan untuk dibawa pulang saja. Enaknya apa, ya?"Aku dan Mama saling diam, bingung memikirkan bingkisan apa yang cocok dibawa pulang. "Kalau pesan kue gimana, Al?" usul Mama sambil menatapku. "Boleh, Ma.""Kalau gitu kita pesan sekarang saja. Kita ke tokonya." Mama begitu antusias. Momen seperti ini sudah lama Mama nantikan. Tak heran jika kini Mama begitu antusias menyelenggarakan acara empat bulanan kehamilanku. Semua dekorasi, catering hingga bingkisan Mama yang memilih. Aku hanya membantu memesankan saja. "Ayo, Al! Kita siap-siap!"Aku segera melangkah menuju kamar untuk mengganti pakaian. Begitu pula dengan Mama. Belum sempat memakai hijab sebuah panggilan masuk. Segera

  • Salah Kirim Paket   Penolakan Rizal

    Berdamai dengan masa lalu yang menyakitkan tidaklah muda. Seperti itulah yang Bang Rizal rasakan. Dia tersiksa dengan rasa benci dan amarah. Semenjak pengakuanku, Bang Rizal memilih diam. Tak banyak kata yang keluar dari mulutnya. Dia hanya berbicara seperlunya, selebihnya dia memilih membisu. "Abang marah?" tanyaku saat kami berada di kamar. "Tidak."Menghela napas saat kudengar jawabannya. Singkat, padat dan datar. Sikapnya semakin dingin terhadapku. Apa aku benar-benar salah melakukan tes DNA itu? Aku hanya ingin memastikan. "Maaf jika sikapku lancang, Bang.""Aku lelah, Al. Bisakah kita bicara besok. Abang ingin tidur." Bang Rizal membalikkan badan, dia membelakangiku. Jarum seakan tak bergerak. Sikap dinginnya membuat aku tak bisa memejamkan mata. Rasa kantuk yang sempat mendera hilang dalam sekejap mata. Mata semakin tak bisa terpejam saat hasrat makan seketika muncul, bahkan terasa menggebu. Aku beranjak dari ranjang. Perlahan kakiku melangkah menuju dapur. Semoga saja ma

  • Salah Kirim Paket   Hasil Tes DNA

    "Siapa, Al? Kenapa syok begitu?" Bang Rizal menatapku penuh tanda tanya."Itu... Anu ...."Mulut ini mendadak kelu, apa kukatakan saja sekarang? Namun jika menimbulkan keributan bagaimana? "Alia sayang, kenapa diam? Kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu padaku, kan?"Mungkin saatnya Bang Rizal mengetahui kenyataan ini. Entah bagaimana tanggapannya nanti. "Alia.""Nanti Alia jelaskan, tapi tidak di sini, Bang."Setelah cukup lama berbincang dengan Syasya dan Bu Nur, akhirnya kami berpamitan pulang. "Apa yang mau kamu katakan, Al?" tanyanya sambil mengemudikan mobil. "Jalan dulu, Bang! Nanti kuatur mau belok ke mana." Bang Rizal mengangguk lalu kembali fokus mengendarai mobil. Aku mulai mengarahkan ke mana mobil harus berjalan. Kadang belok kanan atau belok ke kiri. Bang Rizal menurut tanpa banyak protes. "Ini bukannya alamat ke rumah Mia, Al?""Iya, Bang. Kita akan ke rumah Mia." Bang Rizal menautkan dua alis tapi enggan bertanya lebih jauh lagi. Pintu kuketuk pelan, tak lama

  • Salah Kirim Paket   Sama

    "Bagaimana, Mia?""Aman, Mbak. Tinggal menunggu hasilnya."Aku bernapas lega. Langkah untuk mengetahui kebenaran sudah berada di depan mata. Semenjak mendengar perkataan Bu Nur, entah kenapa aku ingin memastikan apakah dia ibu kandung Bang Rizal atau bukan. Jujur mata Bu Nur begitu mirip dengan mata Bang Rizal. Itu yang membuatku yakin jika mereka memiliki ikatan darah. "Aku tunggu kabar baiknya.""Telepon siapa, Sayang?" tanya Bang Rizal setelah keluar dari kamar mandi. Bang Rizal berjalan mendekat, air dari rambutnya menetes hingga ke lantai."Mia telepon tadi.""Ngomongin apa sih? Kayaknya serius banget." Bang Rizal mendekat lalu memelukku dari belakang. Tetes demi tetes air menempel di pundakku. "Basah, Bang!" Aku lepas tangan yang melingkar di perutku. "Biarin, Abang lagi pengen kaya gini. Sudah lama kita sehangat ini, kan?"Aku diam, mendengarkan degup jantungnya begitu keras. Kuhirup aroma shampoo yang mengudara hingga menimbulkan rasa nyaman. Benar yang dikatakan Bang

DMCA.com Protection Status