Home / Rumah Tangga / Salah Kirim Paket / Rizal kebingungan

Share

Rizal kebingungan

last update Last Updated: 2022-11-07 10:01:33

"Bang Rizal kenapa?" tanyaku penasaran.

"Dia akan memasukkan seorang pegawai baru untuk menjadi manager keuangan karena manager yang lalu baru saja mengundurkan diri."

Tak ada yang aneh dengan ucapan Mia. Kuminum jus jeruk. Rasa manis sedikit asam mampu mengurangi mual yang mendera.

"Mbak tahu siapa orangnya?" Aku menggeleng sambil menyedot minumanku.

"Kartika, nama orang itu."

Seketika jus jeruk yang ada di dalam mulut menyembur ke luar. Sialnya air yang keluar tepat mengenai wajah Mia.

"Mbak Alia gimana, sih?" ucap Mia kesal. Tangannya dengan cepat mengambil tisu untuk membersihkan air yang menempel di pipi dam hidungnya.

"Maaf." Kutempelkan kedua tangan di dada.

"Hem!"

"Aku syok mendengar perkataanmu, Mia. Kenapa bisa perempuan itu masuk ke perusahaan? Ya Tuhan...." Kupijit kepala yang rasanya mau pecah.

"Satu lagi yang harus Mbak Alia tahu."

Aku siapkan mental untuk mendengar berita mengejutkan selanjutnya. Semoga saja kali ini tak sampai membuatku jatuh pingsan.

"Bang Ri
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Salah Kirim Paket   Titik Terang

    Pov Alia"Bagaimana, Bang?" Kulirik Bang Rizal. Lelaki yang masih memakai setelah jas itu hanya diam membisu."Showroom yang di Surabaya masih diurus orang kepercayaan Abang tapi ....""Tapi apa?""Ini buahnya, Mbak." Bi Asih meletakkan satu piring berisi buah yang sudah di potong kecil-kecil. Sambil menungggu jawaban Bang Rizal, kumasukkan satu persatu buah itu ke mulut. "Kenapa diam, Bang?" "Itu showroom mobil yang ada di sini akan diurus Bisma. Abang hanya perlu mengawasi saja."Aku menghembuskan napas perlahan, kutahan emosi yang hampir saja meledak. Ternyata perkataan Mia benar. "Abang percaya dengannya?" Kutatap lekat netranya. "Tentu, Sayang. Abang yakin showroom itu akan bertambah pesat jika dikelola oleh Bisma," ucapnya berapi-api. Aku hanya menanggapi datar ucapan Bang Rizal. Rasa tak percaya justru semakin melekat. Pasti ada udang dibalik batu. "O, iya. Maaf tanpa bertanya abang sudah memasukkan Kartika ke dalam perusahaan mama. Dia kompeten kok, Al. Abang mengenaln

    Last Updated : 2022-11-10
  • Salah Kirim Paket   Rizal Tahu

    Aku semakin yakin jika lelaki yang ia bicarakan adalah Mas Alvan. "Maaf, Bu. Apa lelaki yang tadi ibu bicarakan bernama Alvan?" tanyaku membuat mama mengernyitkan dahi. "Waduh, saya lupa tanya, Mbak. Pria itu juga lupa tidak menyebutkan namanya. Saya tidak percaya dengannya sehingga saya tidak terlalu menanggapi, Mbak."Aku tak menyerah, segera kubuka akun media sosial Mas Alvan. Kuberikan foto Mas Alvan yang digunakan sebagai foto profil. "Orangnya ini bukan, Bu?" Kuberikan ponsel kepada ibu panti. "Iya benar, Mbak."Ternyata dugaanku tak salah. Anak yang mereka bicarakan adalah Aira. Ya Allah... Terima kasih atas titik terang yang Engkau berikan. "Kalau boleh tahu siapa yang mengadopsi anak itu, Bu?""Maaf, Mbak. Itu menyalahi prosedur."Aku harus meyakinkan ibu panti, bagaimana pun caranya. "Ini maksudnya bagaimana? Mama kok tidak mengerti.""Anak yang mama bicarakan itu anak Mas Alvan dan Mega.""Apa!" Mama melotot, raut tak percaya tergambar jelas di sana. Mama memang tah

    Last Updated : 2022-11-12
  • Salah Kirim Paket   Ajakan Makan Siang

    "Lalu apa alasan kamu membebaskan Alvan?" Bang Rizal menatapku tajam. "Dari mana Abang tahu?""Itu tidak penting, yang terpenting apa alasan kamu membebaskan Alvan tanpa berunding denganku dulu. Aku ini suami kamu, Al. Aku berhak tahu sebelum kamu membuat keputusan." Bang Rizal menjatuhkan bobot di atas ranjang. Kemudian mengusap wajahnya dengan kasar. Tak mungkin aku katakan sejujurnya. Bang Rizal tak akan percaya jika sahabatnya adalah musuh dalam selimut. Kecuali aku bisa bawakan bukti jika Kartika dan Bisma memiliki niat buruk. Namun untuk saat ini aku harus bersabar. "Aku tak tega melihat Mas Alvan kebingungan memikirkan anaknya dan Syasya yang hilang entah ke mana. Kukira hukuman sudah cukup untuk memberinya pelajaran."Entah Bang Rizal akan percaya atau tidak. Hanya kalimat itu yang bisa keluar dari mulutku. "Kamu masih memiliki perasaan sama dia?"Astaga, kenapa jadi panjang seperti ini. Apa aku salah bicara? "Kalau aku masih memiliki perasaan pada Mas Alvan kenapa aku ma

    Last Updated : 2022-11-13
  • Salah Kirim Paket   Telepon Alvan

    "Alia." Aku berjalan mendekat lalu meletakkan lunch box di atas meja tepat di hadapan Kartika. "Tak perlu repot-repot Kartika, aku sudah masak untuk Bang Rizal." Aku peluk leher Bang Rizal dari belakang. Seketika wajah wanita itu memerah. Dia pasti cemburu? Sudahlah jangan bermimpi terlalu tinggi. Sakit, kan jika terhempas seperti ini? "Saya keluar dulu, Pak, Bu." Kartika keluar dengan amarah yang memuncak. Rasakan, keberadaanmu di sini tak akan lama. "Maaf untuk yang kemarin, Sayang. Abang cemburu." Bang Rizal menarik tanganku hingga aku duduk di pangkuannya."Aku juga minta maaf, Bang. Karena tak mengatakan pada abang terlebih dahulu."Dia mengangguk kemudian mengecup bibir ini. Harum tubuhnya bagai aroma terapi yang menenangkan. Tak bisa dipungkiri rasa rindu. "Mataku ternoda!" Seketika kujauhkan wajah bahkan tangan ini terlepas begitu saja. "Mia!"Dia kembali menutup pintu sambil tertawa puas. Dasar sekretaris menyebalkan! "Kamu yang masak sendiri, Lin?" tanya Bang Rizal.

    Last Updated : 2022-11-14
  • Salah Kirim Paket   Memergoki

    Pov RizalRutinitas kantor sering kali membuatku jenuh. Semenjak Alia di rumah, semangatku ke kantor seakan hilang. Meski sebenarnya aku sendiri yang menginginkan ini. Aku tersentak mendengar nada dering panggilan masuk. "Assala ....""Zal, makan siang bareng, yuk!" Bisma memotong salam yang hendak aku ucapakan. Anak itu memang selalu lupa mengucapkan salam ketika menelepon. Berulang kali aku ingatkan tetapi selalu dianggap angin lalu. Akhirnya aku menyerah. Kepribadian dan watak seseorang memang sulit dirubah. Namun memberi motivasi agar mereka berubah tidak salah, kan? Justru itu sebuah keharusan. "Oke, baiklah. Kirim saja alamatnya.""Siap, Bro!"Panggilan dimatikan sepihak, lagi dan lagi tak ada kalimat salam diakhir percakapan. Tanpa menunggu lama sebuah pesan masuk, alamat restoran sudah kudapatkan. Saatnya mengistirahatkan pikiran walau sejenak. "Mia, aku keluar dulu.""Bang Rizal... Eh, Pak Rizal mau ke mana?"Anak ini sudah kukatakan berulang kali untuk memanggilku Pak

    Last Updated : 2022-11-15
  • Salah Kirim Paket   Menemui Alvan

    "Apa yang kamu lakukan di sini, Alia?""Ba-Bang Rizal."Alia menoleh ke belakang, keringat dingin, wajah tengang tergambar jelas di sana. "Apa yang kamu lakukan di sini bersama Alvan, Alia?" ucapku penuh penekanan. Tangan mengepal, gigi gemeretak, amarah sudah meluap ke ubun-ubun. Dia berjanji tak akan menemui Alvan tapi nyatanya? "Istri kamu selingkuh, Zal," ucap Kartika memprovokasi. "Diam kamu! Jangan ikut campur urusan orang!" Kartika mencebik lalu membuang pandang ke arah lain. "Ayo pulang, Al!" Aku tarik tangannya hingga ia meringis kesakitan. "Lepas, Zal! Jangan menyakiti Alia!""Apa urusanmu, dia istriku!" "Tapi aku masih mencintainya!" Ada yang terbakar saat mendengar ucapan Alvan. Meski dari awal aku tahu masih ada cinta dari sorot mata itu. Namun mendengarnya langsung bagai ribuan pisau tertancap di sini, di hati. "Ayo pulang, Al!"Kukendurkan cengkeraman tapi tak melepasnya. Alia hanya diam, melangkah mengikutiku dengan tetes-tetes air mata yang jatuh membasahi pi

    Last Updated : 2022-11-17
  • Salah Kirim Paket   Bertemu Syasya

    Pov AliaAku tak tahu harus bagaimana, berbagai cara sudah kulakukan. Namun hingga detik ini tak kudapatkan titik terang. Detektif yang kusewa belum juga menemukan keberadaan Syasya. Entah ke mana perginya anak itu? Dia seolah hilang di telan bumi. Aku hanya bisa berdoa semoga Tuhan segera menyelesaikan masalah ini. Aku lelah berperang seorang diri. Usia kandunganku sudah tiga bulan, sebentar lagi memasuki bulan ke empat. Tak terasa waktu berjalan cepat. Rasa mual yang selalu melanda telah berganti dengan lapar yang datang tanpa permisi. Bayangan makanan selalu datang menghampiri, membuat rasa lapar kian menjadi. Seperti inikah rasanya berbadan dua? Menonton televisi sudah menjadi suatu kebiasaan untuk menghilangkan penat. Apa lagi jika mama tak mengajakku pergi ke yayasan. Ingin ke kantor tapi sedang mengibarkan bendera perang dengan Bang Rizal. Ah, sungguh menyebalkan! Sebuah iklan mie instan membuat air liurku menetes dengan sendirinya. Bayangan kenikmatan mie rasa soto denga

    Last Updated : 2022-11-21
  • Salah Kirim Paket   Gagal

    Aku harus kembali masuk ke rumah sakit. Tapi bagaimana caranya? "Ayo, Al! Kenapa diam begitu?" Bang Rizal menyentuh pundak. Membuatku sedikit terkejut. "Aduh ... Du ... Duh." Kupegangi perut. "Kamu kenapa, Al?" Bang Rizal mengelus perut, pundak, bahkan sekujur tubuhku ia pegang. Bahkan ia tampak begitu mengkhawatirkan diriku. Maaf, ya, Bang. Aku terpaksa melakukan ini. Aku harus menemukan Sayasya terlebih dahulu. Setelah itu tak akan ada kebohongan di antara kita. "Kita ke dokter, ya, Al."Gawat, bisa ketahuan jika aku hanya berpura-pura. "Aku pegen buang air besar, Bang." Lagi kubergaya seperti orang yang menahan hasrat ke belakang. "Ya sudah, ayo!" Bang Rizal menuntunku. Namun segera kutepis tangan kekar itu. "Kenapa?" Dia menatapku heran"Bau, Bang. Abang tunggu di dalam mobil aja. Nanti aku nyusul." Kuberikan vitamin dan tas. "Tolong bawakan, Bang.""Yakin?"Aku mengangguk lalu melangkah meninggalkannya. Setelan kurasa awan, tangan yang sedari tadi memegangi perut kulepa

    Last Updated : 2022-11-23

Latest chapter

  • Salah Kirim Paket   Ending

    Tumpukan berkas dan laporan sudah berada di atas meja keja. Aku menghela napas kemudian menjatuhkan bobot di kursi kebesaran. Satu persatu laporan kubuka lalu membaca setiap kata yang tersusun di atas kertas itu. Sesekali memijit kepala yang berdenyut. Ada sedikit perbedaan di dalam laporan keuangan. Apa jangan-jangan Alvan kumat lagi? Apa mungkin dia kembali melakukan kecurangan? Sungguh tak tahu malu jika dia melakukan itu? Aku membuang napas. Dengan kasar kuambil telepon di atas meja. "Suruh Alvan kemari!""Iya, Pak."Panggilan telepon kumatikan setelah mendengar kata iya dari mulut Mia. Sambil menunggu Alvan datang, kembali kuperiksa berkas lainnya. Pekerjaanku kian menumpuk setelah kematian Ibu. Beberapa bulan aku terlalu terbuai dalam rasa bersalah hingga mengabaikan tanggung jawab. Untung masih ada Alia yang membantu mengurus semuanya. Dia memang bisa diandalkan dalam hal apa pun. Terlepas dari cerewetnya. Pintu diketuk tiga kali. Aku yakin itu pasti Alvan. "Masuk!"Pin

  • Salah Kirim Paket   Surat Bu Nur

    Pov RizalRumah sudah penuh dengan beberapa tetangga saat aku tiba. Jenazah ibu segera diangkat lalu dibaringkan di ruang tamu. Sempat kulihat tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang. Namun aku memilih acuh. Sudah menjadi rahasia umum jika aku hanyalah anak angkat Ibu Rahmawati. Lalu kini aku membawa seorang wanita paruh baya yang sudah terbujur kaku. Siapa yang tak bertanya-tanya. "Kita salatkan, Bang. Beri penghormatan terakhir untuk Ibu." Aku mengangguk lalu melangkah masuk untuk berwudhu. Kami mulai menyalatkan jenazah Ibu. Bulir bening kembali jatuh setelah mengucapkan salam. Ini adalah penghormatan pertama dan terakhir dariku. Setelah selesai disalatkan. Jenazah ibu segera dikebumikan. "Kamu di rumah saja, Al.""Tapi, Bang.""Kamu sedang hamil. Pasti lelah sedari tadi mengurusi ini dan itu. Makasih untuk semuanya."Alia mendekat lalu memeluk tubuhku erat. Aku sentuh pundaknya hingga seraya menghirup aroma tubuh yang menenangkan. Terima kasih, kamu sudah menjadi istri, a

  • Salah Kirim Paket   Memaafkan

    Pov RizalAku segera beranjak, meninggalkan nasi yang masih tersisa setengahnya. "Mas!" panggil pelayan rumah makan. Aku terpaksa berhenti menanti lelaki itu mendekat ke arahku. "Ada apa, Mas?""Masnya belum bayar, kan?"Aku menghela napas, menahan amarah yang sebentar lagi meledak. Dia memanggilku hanya untuk ini. Uang merah di atas meja apa tak terlihat olehnya? Apa ia taj tahu aku sedang terburu-buru. "Uangnya di atas meja,Mas. Coba dilihat dulu.""Jangan ke mana-mana, Mas. Awas kalau sampai kabur."Pelayan itu membalikkan badan. Kemudian tersenyum saat melihat selembar uang berwarna merah. Aku memutar tubuh lalu melangkah pergi. Tak kuhiraukan teriakannya. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, beberapa kali aku hampir menabrak kendaraan lain. Dadaku bergetar, perasaan bersalah kian mendominasi hati. Ego menolak memaafkan tapi hati... Ah, tak bisa kujelaskan. Kakiku melangkah cepat menuju ruang ICU. Menerobos rombongan ibu-ibu yang akan menjenguk pasien. Hingga akhirnya kak

  • Salah Kirim Paket   Bimbang

    Pov RizalSudah tiga hari Alia memilih tidur di lantai atas. Sudah tiga hari pula dia mengunci mulut rapat. Tak sepatah kata keluar dari mulutnya. Bahkan dia selalu membuang muka saat berpapasan denganku. Sebegitu marahkah dia? Alia marah karena aku tak mau menjenguk Bu Nur. Ah, harusnya ia tahu apa yang aku rasakan. Dibuang wanita bergelar ibu sangatlah menyakitkan. Lebih baik dikhianati teman dari pada dibuang oleh wanita yang telah melahirkan kita. Malam semakin larut tapi mata tak kunjung terpejam. Rasa kantuk seakan hilang dibawa kehampaan. Tak ada Alia membuat aku tidak mampu tidur nyenyak. Ingin aku masuk lalu memeluknya dari belakang. Menciumi harum tubuh yang membuatku mabuk kepayang. Kuambil benda pipih yang tergeletak di atas nakas. Dengan cepat jari-jari ini menari di layar ponsel. Membuka aplikasi berwarna biru dengan logo F itu. Berbagai postingan muncul di berandaku. Dari yang bermutu hingga yang tak pantas dilihat semua muncul begitu saja. Sesekali aku beristigfa

  • Salah Kirim Paket   Ancaman Alia

    "Hallo, Al. Kamu bilang apa tadi?" Aku mendengus kesal, disaat seperti ini kenapa ucapanku tak ia perhatikan? Menyebalkan. "Cepat ke rumah sakit. Ibu kamu kritis!""Astagfirullah... Mama kritis, Al? Kenapa bisa? Tadi pagi Mama masih baik-baik saja kok."Astaga! Lama-lama kumaki juga Bang Rizal itu. Aku bilang Ibu bukan mama. "Ibu kamu, Mas. Bu Nur bukan Mama.""Alhamdulillah kalau Mama tidak kenapa-napa, Al."Aku mengepalkan tangan di samping. Ingin segera kulayangkan ke wajahnya. Ibunya sedang kritis tapi ia pura-pura tak mendengar ucapanku. "Bu Kritis, Mas!" teriakku. "O, ya sudah kalau begitu. Mas ada meeting lagi." Seketika panggilan telepon ia matikan. "Mbak." Aku menoleh, seorang satpam berdiri di sampingku. Tatapan matanya tajam, membuat nyaliku menciut dalam sekejap. "Jangan berisik, ini rumah sakit!"Aku menelan ludah dengan susah payah. Dalam hati aku merutuki sikap cuek Bang Rizal hingga akhirnya aku dimarahi satpam. "Ma-maaf, Pak."Lelaki itu hanya diam kemudian me

  • Salah Kirim Paket   Kritis

    Aku mulai sibuk mempersiapkan acara empat bulanan yang tinggal tiga hari lagi. Acara syukuran sekaligus doa untuk calon anak kami akan diadakan di rumah. Tak banyak yang kami undang, hanya keluarga inti, tetangga dan beberapa anak panti asuhan. "Catering sudah, kan, Al?" tanya Mama. "Sudah,Ma. Tinggal bingkisan untuk dibawa pulang saja. Enaknya apa, ya?"Aku dan Mama saling diam, bingung memikirkan bingkisan apa yang cocok dibawa pulang. "Kalau pesan kue gimana, Al?" usul Mama sambil menatapku. "Boleh, Ma.""Kalau gitu kita pesan sekarang saja. Kita ke tokonya." Mama begitu antusias. Momen seperti ini sudah lama Mama nantikan. Tak heran jika kini Mama begitu antusias menyelenggarakan acara empat bulanan kehamilanku. Semua dekorasi, catering hingga bingkisan Mama yang memilih. Aku hanya membantu memesankan saja. "Ayo, Al! Kita siap-siap!"Aku segera melangkah menuju kamar untuk mengganti pakaian. Begitu pula dengan Mama. Belum sempat memakai hijab sebuah panggilan masuk. Segera

  • Salah Kirim Paket   Penolakan Rizal

    Berdamai dengan masa lalu yang menyakitkan tidaklah muda. Seperti itulah yang Bang Rizal rasakan. Dia tersiksa dengan rasa benci dan amarah. Semenjak pengakuanku, Bang Rizal memilih diam. Tak banyak kata yang keluar dari mulutnya. Dia hanya berbicara seperlunya, selebihnya dia memilih membisu. "Abang marah?" tanyaku saat kami berada di kamar. "Tidak."Menghela napas saat kudengar jawabannya. Singkat, padat dan datar. Sikapnya semakin dingin terhadapku. Apa aku benar-benar salah melakukan tes DNA itu? Aku hanya ingin memastikan. "Maaf jika sikapku lancang, Bang.""Aku lelah, Al. Bisakah kita bicara besok. Abang ingin tidur." Bang Rizal membalikkan badan, dia membelakangiku. Jarum seakan tak bergerak. Sikap dinginnya membuat aku tak bisa memejamkan mata. Rasa kantuk yang sempat mendera hilang dalam sekejap mata. Mata semakin tak bisa terpejam saat hasrat makan seketika muncul, bahkan terasa menggebu. Aku beranjak dari ranjang. Perlahan kakiku melangkah menuju dapur. Semoga saja ma

  • Salah Kirim Paket   Hasil Tes DNA

    "Siapa, Al? Kenapa syok begitu?" Bang Rizal menatapku penuh tanda tanya."Itu... Anu ...."Mulut ini mendadak kelu, apa kukatakan saja sekarang? Namun jika menimbulkan keributan bagaimana? "Alia sayang, kenapa diam? Kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu padaku, kan?"Mungkin saatnya Bang Rizal mengetahui kenyataan ini. Entah bagaimana tanggapannya nanti. "Alia.""Nanti Alia jelaskan, tapi tidak di sini, Bang."Setelah cukup lama berbincang dengan Syasya dan Bu Nur, akhirnya kami berpamitan pulang. "Apa yang mau kamu katakan, Al?" tanyanya sambil mengemudikan mobil. "Jalan dulu, Bang! Nanti kuatur mau belok ke mana." Bang Rizal mengangguk lalu kembali fokus mengendarai mobil. Aku mulai mengarahkan ke mana mobil harus berjalan. Kadang belok kanan atau belok ke kiri. Bang Rizal menurut tanpa banyak protes. "Ini bukannya alamat ke rumah Mia, Al?""Iya, Bang. Kita akan ke rumah Mia." Bang Rizal menautkan dua alis tapi enggan bertanya lebih jauh lagi. Pintu kuketuk pelan, tak lama

  • Salah Kirim Paket   Sama

    "Bagaimana, Mia?""Aman, Mbak. Tinggal menunggu hasilnya."Aku bernapas lega. Langkah untuk mengetahui kebenaran sudah berada di depan mata. Semenjak mendengar perkataan Bu Nur, entah kenapa aku ingin memastikan apakah dia ibu kandung Bang Rizal atau bukan. Jujur mata Bu Nur begitu mirip dengan mata Bang Rizal. Itu yang membuatku yakin jika mereka memiliki ikatan darah. "Aku tunggu kabar baiknya.""Telepon siapa, Sayang?" tanya Bang Rizal setelah keluar dari kamar mandi. Bang Rizal berjalan mendekat, air dari rambutnya menetes hingga ke lantai."Mia telepon tadi.""Ngomongin apa sih? Kayaknya serius banget." Bang Rizal mendekat lalu memelukku dari belakang. Tetes demi tetes air menempel di pundakku. "Basah, Bang!" Aku lepas tangan yang melingkar di perutku. "Biarin, Abang lagi pengen kaya gini. Sudah lama kita sehangat ini, kan?"Aku diam, mendengarkan degup jantungnya begitu keras. Kuhirup aroma shampoo yang mengudara hingga menimbulkan rasa nyaman. Benar yang dikatakan Bang

DMCA.com Protection Status