Hari minggu yang berbeda dari biasanya. Rasanya hati Desya dan Dilan berbunga-bunga dan mekar sebelum matahari benar-benar menampakkan wajahnya secara keseluruhan. Mereka tak sabar untuk bertemu di teras rumah menyaksikan matahari terbit seraya menikmati teh hangat dan memandangi bebungaan tanaman Bu Ratna. “Kau sudah bangun Desya?” tanya Dilan yang sudah lebih dahulu duduk di kursi teras rumahnya. “Kau salah tempat Mas, rumah ini menghadap ke barat. Bagaimana kau bisa melihat matahari terbit dari arah sini?”“Oh ya? Aku hanya ingin melihat bunga-bunga itu mekar.”“Aku tahu Mas, kau sangat menyukai matahari tapi bagaimana kau bisa lupa bahwa cahaya itu akan terbit dari timur. Ikuti aku!” Desya menarik tangan Dilan kemudian berjalan menaiki tangga menuju ke lantai dua rumah itu. Membuka jendela-jendela dan pintu teras balkon lantai atas yang menghadap ke timur. “Aku tahu, aku dari kecil berada disini Desya, sudah ku bilang aku ingin melihat bunga mekar.”Dilan masih bersikeras bahwa
“Where are you? Kenapa kamu belum sampai disini? Aku sudah menunggumu di bandara sampai malam!”ucap wanita itu yang ternyata melakukan panggilan video dengan Dilan.“Aku masih dirumah. Kenapa ku menungguku?”“What? Kamu bilang akan sampai disini sore, jadi aku menunggu sampai malam, kau tak memberiku kabar lagi.”“Lebih baik kau beristirahat saja, tak usah menungguku.”Desya yang mendengar percakapan mereka tampak tak enak hati. Ia menjadi ragu, apakah wanita itu adalah Chika dan apakah Chika memang mempunyai hubungan dengan Dilan.“Chika! Stop doing stupid things Ok!”“Chi-ka?” Desya bergeming lirih, Bu Ratna dan Pak Rehan yang juga berada disitu hanya membisu dan berbicara dengan ekspresi yang benar-benar tak enak seperti Desya.“Please come back baby, aku Morning sickness, tidak mau makan. Anak ini sungguh menggangguku, aku tidak bisa bekerja. Aku butuh kamu,”“Apa?” Desya berdiri dan berlari pergi setelah mendengar ucapan Chika yang memberitahu tentang kehamilannya.Dilan hendak m
“Bu, Rangga ingin meminjam sertifikat rumah ini.” ucap Rangga dengan nada sedikit bergetar. Sebenarnya ia sangat tidak enak hati kepada Ibunya karena ja sudah berjanji memberikan rumah itu untuk Ibunya.“Untuk apa?”Bu Ratih terkejut ketika Rangga ingin meminjam sertifikat rumah itu.“Sebenarnya, usaha Rangga sedang butuh dana banyak. Banyak investor yang kabur. Ibu harus tahu, sangat susah mendapatkan investor yang mau membantu Rangga dalam keadaan perusahaan yang terpuruk seperti ini. Dan kebetulan ada seorang yang mau membantu Rangga namun harus dengan jaminan besar, maka dari itu, Rangga ingin meminjam sertifikat ini. Boleh ya Bu?”“Tapi apakah kamu sudah yakin akan berhasil?”“Rangga sangat yakin Bu, karena ada sebuah proyek besar yang akan Rangga kerjakan dan prospeknya sangat bagus. Rangga harap dengan dana ini Rangga bisa membangkitkan kembali keuangan perusahaan yang terpuruk.”“Baiklah, Ibu ambil dulu.” Bu Ratih beranjak kemudian ia pergi untuk mengambil berkas itu.Bu Ratih
“Sudah datang Bu, Pak Reymond dan beberap stafnya sudah memasuki ruangan meeting.”“Apa? Astaga! Bagaimana ini? Pak Agung hari ini libur. Tolong bilang ke mereka ya rescedule besok saja.”“Baik Bu,”Lelaki itu pergi untuk menemui Pak Reymond di ruang meeting. Desya nampak gelisah, ia berharap Pak Reymond mau bernegosiasi untuk menjadwalkan ulang pertemuan mereka dengan Pak Agung. Pria itu datang kembali, kini wajahnya nampak sangat tegang. Sepertinya habis dimarahi oleh Reymond.“Maaf Bu Desya, saya sudah coba bujuk Pak Reymond agar dia bisa datang lagi besok tapi mereka tidak mau. Mereka harus meeting sekarang, bagaimana ini Bu?”Desya mematung, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia terdiam tiba-tiba teringat kala dia menjadi seorang CEO di perusahaannya dahulu. Semua tipe klien dia hadapi dengan mudah dan selalu goal.“Oke, tolong susul saya ke ruang meeting ya. Bawa semua berkas yang sudah saya siapkan di meja kerja saya, saya akan bawa laptop ini. Terima kasih,”ucap Desya pad
“Habiskan makananmu lalu kembali ke tempatmu sekarang,”Desya mengernyitkan dahinya, ia tak tahu maksud Dilan yang tiba-tiba saja menyuruhnya untuk pergi.“Kenapa Mas?”“Nanti saya ceritakan,”Desya membayar makanan di kasir ia berjalan melewati seorang lelaki yang selalu saja menatapnya penuh nafsu itu. Desya juga merasa aneh dan risih. Ia mempercepat langkahnya kemudian sampai di ruangannya dengan nafas yang memburu.“Desya, kau sudah sampai di ruanganmu?”Dilan masih melakukan panggilan video dengan Desya. Desya tersenyum, ia melihat raut wajah tak biasa dari Dilan.“Kau kenapa Mas?” tanya Desya.“Kenapa kau tertawa? Dengar saya, lelaki itu pacarnya Chika.”Desya membulatkan matanya seolah tak percaya namun memang kelihatannya lelaki itu cukup nakal.“Kau serius?”“Apakah aku terlihat seperti pelawak?”“Iya Mas, aku percaya. Kenapa kau jadi sensi seperti ini?”“Pasalnya kau harus menghindarinya Desya, kau bisa saja terancam karena lelaki itu seperti predator.”“Betul Mas, barusan
“Saya beri kamu waktu 7x24 jam untuk memikirkannya,” Agung berdiri kemudian beranjak pergi dari ruangannya.Desya bingung, ia bahkan tak memiliki modal yang besar. Keinginannya untuk terus berbisnis semakin tinggi. “Mungkin aku harus beritahu Mas Dilan,” Desya bergumam, ia mencoba mengetik pesan untuk calon suaminya yang masih berada di Liar Negeri.“Semoga Mas Dilan mendukungku, aku tahu ia sering cemburu dengan Pak Agung. Namun ini menyangkut cita-cita dan masa depanku.” Desya meminum segelas air putih yang ada di mejanya. Ia merasa lebih tertantang dan lebih semangat. Ia sangat mau mengiyakan tawaran Agung namun yang ia khawatirkan ia tak bisa menjaga amanah yang Agung titipkan yang berupa investasi itu.“Tapi aku harus yakin dan optimis, aku pasti akan berhasil dan membungkam mulut mereka yang sudah membuatku menderita bahkan selalu mengejekku! Terima kasih Rangga, Irma, kalian berdua membuatku lebih semangat untuk sukses kembali.”Tak lama, Dilan menelponnya. Menanyakan tentang
“Dilan?” Agung terlihat bingung dengan tatapan Desya padanya namun memanggilnya dengan nama Dilan.“Oh, maaf.” Desya tersadar dari lamunannya, ia begitu merindukan sosok Dilan hingga ia lupa dengan siapa ia di taman itu sekarang.“Kau merindukan Dilan ya?” Agung melempar pandangannya ke arah sungai.Desya hanya tersenyum, ia bercerita pada Agung bagaimana Dilan selalu menurutinya untuk berkunjung ke tempat itu. Desya terus saja tersenyum jika mengingat tingkah konyol Dilan padanya.“Tapi Desya, ada sesuatu yang ingin ku katakan.”Desya tiba-tiba serius, ia menatap Agung penasaran. Apa gerangan yang akan Agung katakan padanya.“Apa itu Pak?”Bibir Agung bergetar, ia tak kuasa membuka mulutnya karena yang akan ia lontarkan mungkin saja akan menyakiti Desya.“Sebenarnya….”Desya meyakinkan Agung untuk mengatakannya dengan menatapnya lebih dalam dari sebelumnya.Agung terlihat gugup, sepertinya ia tak sanggup mengatakan ham itu pada Desya.“Sebenarnya saya ingin bertanya siapa lelaki baru
“Rio?” Agung bergumam kecil, Desya merasa ia juga mengenali wajah itu. Lelaki yang pernah memperhatikannya di Caffe sebelah apotek. Desya dan Agung saling melempar tatapan heran bercampur penasaran. Apakah lelaki itu adalah orang yang sama dengan apa yang mereka pikirkan?Terlihat mereka telah selesai melepas rindu, Rio duduk di kurai pengemudi lalu dadar bahwa kaca mobil belum ia tutup. Kemudian ia sesegera mungkin menutupnya dan pergi melesat jauh dari tempat itu. Tak mau tinggal diam, Agung mengikutinya dari belakang. “Pak, untuk apa mengikuti mereka?” “Saya tahu lelaki itu, dia seperti …”“Rio?” timpa Desya,“Kamu juga mengenal Rio?”Desya mengangguk cepat, ia menceritakan kejadian saat tengah makan di Kafe bahwa lelaki itu terus memperhatikannya dan saat itu ia sedang melakukan panggilan video dengan Dilan yang akhirnya Dilan memberitahu Desya untuk segera menjauh dari Rio.“Betul, saya yakin dia itu Rio saya tak salah lihat.”Desya mulai berpikir keras, kenapa istri mantan sua