Namaku Safira Aswanta, usiaku saat ini sudah beranjak 25 tahun. Aku dan orangtuaku berasal dari salah satu kampung di Jawa. Aku dilahirkan di dalam keluarga yang kurang beruntung, itu yang saya ingat. Waktu aku masih bayi umur satu tahun ibu kandungku sudah pergi meninggalkan aku dan ayah, tinggal hanya kami berdua. Sampai sekarang ayah tidak pernah memberitahukan alasan kenapa ibu pergi meninggalkan kami.
Ayah paling tidak suka bila aku menanyakan tentang ibu, ayah akan selalu marah. Akhirnya sampai sekarang aku tidak pernah bertanya lagi. Aku tidak punya ingatan atau kenangan yang bisa aku ceritakan tentang ibu kandungku semasa aku kecil. Mungkin anak-anak yang lain jika diminta meceritakan bagaimana sosok ibu mereka pasti akan bercerita panjang lebar.
Sedih rasanya jika mengingat dulu bagaimana masa-masa aku menginjak sekolah dasar (SD). Dimana teman-teman satu kelasku dulu sering mengejek karena setiap ada acara sekolah yang meminta orangtua murid datang hanya orangtuaku yang seringan tidak hadir.
Terkadang aku harus mendengarkan ejekan mereka yang mengatakan kalau ibuku pergi meninggalkan aku dan ayah karena ibu tidak mau memiliki anak seperti aku. Dulu ayah pekerjaannya serabutan tidak menentu.
Tapi ayah pernah bercerita kalau beliau pernah bekerja di salah satu perusahaan. Tapi ayah tidak pernah menceritakan kelanjutannya kenapa beliau menjadi pekerja serabutan begini. Beliau harus berkerja siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari. Bukan ayah tidak mau tahu tentang kegiatan aku di sekolah.
Tapi tidak memungkinkan bagi ayah untuk membagi waktunya. Waktu aku masih kecil sering kali ayah menitipkan aku ke tetangga atau ke rumah saudara bila ayah pergi kerja. Jelas, aku dari kecil kurang kasih sayang dari kedua orangtuaku.
“Ayah” . Aku sangat bersyukur memiliki ayah yang tidak pernah mengeluh tentang keadaan kami. Beliau akan selalu berusaha sekuat tenaganya untuk bekerja, memenuhi kebutuhan sekolahku.
Pernah sekali saat aku sudah masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) meminta kepada ayah supaya aku tidak usah melanjutkan sekolah karena melihat keadaan yang tidak memungkinkan. Ayah sangat marah, dia tetap menyuruh aku melanjutkan sekolahku sampai selesai. Karena saat itu ayah sudah sering sakit-sakitan.
Saat itu dokter bilang kalau ayah ada kelainan Jantung yang menagkibatkan ayah tidak boleh lagi melakukan pekerjaan yang berat-berat. Oleh karena itu aku tidak tega membiarkan ayah pergi bekerja lagi. Sejak itu aku membantu ayah bekerja di salah satu rumah makan yang tidak jauh dari rumah kami tinggal. Setiap pulang sekolah aku akan langsung pergi untuk bekerja.
Terkadang aku merasa tidak adil dengan yang terjadi di dalam hidupku. Teman-teman seusiaku saat itu tidak perlu takut memikirkan besok mereka akan makan apa. Apa yang akan terjadi besok. Sementara aku harus membatu memikirkan bagaimana biar besok aku dan ayah tidak akan kelaparan.
Semenjak ayah sakit, aku tidak mau membebaninya lagi, baik dari segi pikiran dan fisik juga. Jika ada masalah, aku berusaha menyelesaikkannya sendiri dan jika tidak aku simpan sendiri di dalam hatiku.
Mungkin itu salah satunya membuat aku menjadi orang yang tertutup sampai sekarang. Tidak mudah mempercayai orang lain. Dan aku juga menjadi orang yang tidak mau menerima bantuan orang lain.
Aku tidak suka mendengar orang lain menawarkan batuan kepadaku. Semuanya aku lakukan sendiri. Menjadi orang yang pendiam dan tidak mau tahu urusan orang lain, itu mejadi salah satu sifatku yang sangat susah aku ubah sampai sekarang.
Hingga tiba saat aku sudah ditingkat akhir sekolah (Kelas 3 SMP), aku harus menerima kenyataan yang sangat pahit. Ayah yang sangat aku sayangi, satu-satunya keluarga yang aku punya harus pergi meninggalkan aku selamanya.Meninggalkan aku sendirian di dunia yang kejam ini. Aku sangat terpukul atas kepergian ayah, bagaimana bisa dia meninggalkan aku sebatang kara. Walaupun ada saudara yang lain, mereka seakan-akan tidak memiliki keluarga seperti kami.Mungkin karena ayah tidak punya apa-apa untuk diberikan kepada mereka. Pada awalnya aku berpikir ayah jahat, dia pergi tanpa meninggalkan pesan apapun kepadaku. Aku sangat kecewa dengan keadaanku saat itu.Terkadang aku menyalahkan dan marah sama Tuhan kenapa hidupku sesulit ini. Tapi seiring berjalannya waktu, akhirnya aku bisa menerima kenyataan bahwa kita tidak akan pernah bisa menahan seseorang bila Tuha
“Paman sudah mencoba mencari dan menghubungi ibumu, tapi sampai sekarang belum tahu di mana keberadaannya. Terakhir kali Paman mendengar informasi kalau ibumu sudah menikah dengan keluarga yang cukup berada. Mungkin dia tahu kondisimu saat ini, tapi untuk membawamu ke dalam keluarganya yang sekarang membuatnya berpikir lagi. Bisa jadi kehadiranmu di sana akan menimbulkan masalah baginya. Akan lebih baik kamu mencari Panti Asuhan saja."Mendengar perkataan Paman tadi, dadaku terasa tertimpa ribuan ton besi yang membuat aku sesak dan susah bernapas. Tanpa kusadari kedua tanganku mengepal hingga bergetar. “Apakah ibuku benar seperti yang dikatakan Paman?” pertanyaan itu yang terbersit dipikiranku. Tapi aku tidak heran lagi karena sewaktu aku bayi saja ibuku sudah tega meninggalkan aku.Apalagi sekarang tidak mungkin dia memikirkan aku. Jika dia memang ibu yang bertanggungjawab pasti jauh-jauh hari dia sudah mencariku. Aku yakin dia sudah hi
Tujuh Tahun Kemudian...Suatu hari aku pulang kerja, sampai di rumah sudah mangrib. Aku membuka pintu rumah dan berjalan menuju ruang tamu. Kamarku ada di lantai dua dan harus melewati ruang tamu tersebut. Samar-samar aku mendengar ada orang lagi mengobrol. Ternyata di ruang tamu itu sudah berkumpul Ayah tiriku, Ibu, saudaralaki-laki tiriku dan istrinya.“Aku pulang…” sapaku sambil berjalan menuju tangga ke lantai dua. Aku ingin cepat-cepat sampai di kamar tidurku. Karena aku tidak mau mendengar ocehan apa lagi yang akan aku dengarkan kali ini.“Ya ampun… adik ipar ternyata baru pulang?” tanya Renata.Dia kakak iparku, istri dari saudara laki-laki tiriku, Dino. Salah satu orang yang paling tidak ingin aku dengar suaranya adalah kakak iparku itu. Semenjak dia tahu aku bukan anak kandung dari ayah tiriku, dia selalu mencoba mencari kekuranganku dan berusaha menjatuhkan dan mejelek-jelekkan diriku di dalam keluarga
“Benar ayah, jika perjodohan itu berjalan dengan lancar sangat baik buat posisiku dan juga buat perusahaan kita” kata Doni menimpali.Melihat semua orang yang ada di ruangan itu setuju aku menerima perjodohan itu, ibu merasa tidak enak. Ditambah lagi aku hanya diam berdiri dan tidak memberikan respon apa-apa. Ibuku datang menghampiriku dan mecoba meraih tanganku. Aku tahu dia berusaha menenangkan hatiku. Hidupku benar-benar diatur di rumah ini. Tidak bisa melakukan sesuatu sesuai dengan keinginanku.“Maaf… tapi aku tidak tertarik dengan perjodohan. Aku Lelah, aku izin ke kamarku dulu” kataku sambil meninggalkan mereka di ruang tamu tadi.Aku lelah dengan semua ini, aku ingin istirahat. Saat aku menaiki tangga menuju ke lantai dua di mana kamar tidurku berada, aku masih mendengar kakak iparku memanggil. Tapi aku tidak menggubris sedikitpun. Aku sudah muak dengan segala peraturan yang harus aku turuti di rumah ini. Jika mereka mengus
Hatiku semakin menjerit. Aku merasa terpojok seakan-akan ini semua adalah kesalahanku. Ibuku sepertinya tidak bisa memahami perasaanku selama tinggal bersamanya di dalam rumah ini.Atau memang ibuku pura-pura tidak tahu apa yang aku rasakan selama ini. Selama tinggal di rumah ini aku sekalipun tidak pernah membantah mereka. Apa yang mereka rencanakan dan lakukan terhadap hidupku aku selalu menurut.“Ya ampuuun, tensi ayah mertua tidak sampai naikkan? Kasihan ayah mertua. Padahal ayah mertua sudah stress memikirkan perkerjaannya di kantor juga. Dan masalah keluarga ini juga tidak berjalan sesuai dengan keinginannya.Tapi kalau adik ipar tidak mau, ya mau gimana lagi. Palingan harga diri suamiku yang akan tercoreng dia hadapan rekan bisnisnya. Tapi daripada itu, aku lebih khawatir dengan perasaan ayah mertua” kata Renata yang ingin membuat perasaan ibu menjadi tidak enak. Dia berusaha memanas-manasin hati ibu.“Masa sih dia semarah itu? Ka
Sementara di ruang keluarga rumah utama keluarga Adiwijaya, nyonya besar sedang memarahi anak bungsu keluarga itu. Dia khawatir anak bungsunya itu tidak ada niat untuk menikah apadahal umurnya sudah cukup matang untung berkeluarga.Bahkan keluarga itu sempat curiga kalau anaknya itu ada kelainanan, yaitu menyukai sesama jenis karena selama ini tidak pernah memperkenalkan teman wanitanya sekalipun.Keluarga Adiwijaya mempunya dua anak laki-laki, yang sulung Arlen Adiwijaya dan Daren Adiwijaya. Anak sulung mereka sudah menikah dan dari perikahan anak sulungnya itu mereka mempunyai cucu perempuan yang masih balita berumur satu setengah tahun.Keluarga Adiwijaya adalah salah satu keluarga yang mempunyai perusahaan besar yang sangat berpengaruh di Jakarta dan bahkan sudah membuka cabang di beberapa kota lain sampai ke luar negeri.”Daren, kamu sebenarnya dengar nggak sih mama lagi bicara? Umur papa sama mama kamu ini sudah nggak muda lagi, sudah ma
Mendengar ocehan mamanya, Daren sadar kalau kali ini dia tidak bisa mengelak lagi. Akhirnya dia melihat satu per satu foto para gadis yang ada di hadapannya itu. Dan setelah dia melihat beberapa gadis itu, mamanya bertanya apakah ada kira-kira yang dia suka. “Bagaimana Daren, apakah ada yang cocok kamu lihat?” “Hhmm, kalau dilihat dari foto semuanya terlihat sopan, cantik dan baik. Semuanya terlihat sama karena mereka berfoto dengan tersenyum. Kenapa wajah yang tersenyum bisa membuat terlihat baik ya?” tanya Daren sambil tersenyum kepada mamanya. Mamanya juga bingung dengan pertanyaan anak bungsunya itu. “Sejak kapan ada orang berfoto dengan wajah menangis? Ada-ada aja pertanyaanmu yang tidak masuk akal. Kamu jangan banyak tanya, sekarang kamu lihat mana kira-kira yang akan kamu ajak kencan. Katanya, semua yang dicalonkan ini adalah dari keluarga baik-baik.” Tiba-tiba Daren melihat satu foto wanita yang posenya menunjukkan wajah datar tanpa be
Keesok harinya di kantor Daren“Aaaah… baiklah. Kalau begitu akan saya lanjutkan sesuai dengan kesepakatan awal” kata Siska sambil menerima berkas yang sudah ditanda tangani Daren tadi.Dia merasa kesal kepada Daren karena menurutnya laki-laki itu terlalu keras terhadapnya padahal mereka adalah teman. Setelah dia memeriksa berkas yang tadi untung memastikan tidak ada yang kurang. Siska mengajak Daren makan siang tetapi sepertinya Daren tidak bisa.“Hari ini aku tidak bisa pergi makan bareng dengan mu” kata Daren kepada Siska. Daren yang melihat tidak ada pergerakan dari Siska bertanya lagi.“Kenapa? Kamu masih ada urusan? Hari ini aku ada janji pertemuan dengan seseorang, jadi lain kali saja kita pergi makannya."Daren menjelaskan sambil melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan jam 13:45 WIB. Dia teringat dengan pesan dari mamanya kalau pihak dari wanita itu sudah mereservasi salah satu restoran dekat kantor