Flashback, 4 Years ago.
Cowok itu berjalan membawa dua buah es krim di tangannya. Lalu berhenti di kursi taman dekat air mancur yang ada seorang cewek tengah asik memainkan gelang karet. Ia tersenyum, menjulurkan es krim ke hadapan cewek itu hingga perhatiannya teralih.
"Nih buat lo."
"Thanks." Cewek itu tersenyum manis menerima. Ya, dia tidak lain adalah Marsha.
"Hmm. Seharusnya gue yang berterima kasih karena lo udah bersedia mendengarkan semua curhatan gue." Sadena duduk di sampingnya.
Sadena merasa beruntung dipertemukan dengan Marsha hari ini, sebab dengan adanya cewek itu ia dapat mencurahkan semua yang mengganjal hatinya. Tentang keluarganya. Tentang Dian yang selalu menomorsatukan Sadava dari dirinya.
Sore itu kedua bocah kembar, Sadava dan Sadena tengah bersepeda bersama di sekitaran komplek rumahnya. Keduanya belum mahir, maka Dia
Kadang yang diam dan tenang justru punya banyak kejutan. "Still call you mine"-Sadena.🌺🌺🌺 "Kenapa harus begini, Sha? Kenapa?! Kenapa lo pernah hadir di kehidupan gue?" Sadena meninju samsak di depannya dengan sekuat tenaga. Ya bagaimana tidak? Amarah sedang mengusai raga dan pikiran cowok itu. Ia benci situasi ini. Dia benci saat bayangan masa lalu itu kembali mengganggunya. Dan kenapa bisa-bisanya Selin pergi sebelum mendengar semua penjelasannya? Ck. Sadena sangat kesal. Rasanya ingin sekali menghancurkan sesuatu tapi akal sehatnya melarang hal itu.
"Pergi! Aku benci sama kamu. Aku nggak sayang Dena lagi! Kamu perusak!" ujar Selin dengan air mata yang bercucuran. Lantas Sadena pelan-pelan melangkah mundur dan menatap kecewa cewek itu. Perusak? Sudah sehina itukah dirinya di mata Selin sampai cewek itu berani mengatainya seperti barusan. Air muka Sadena berubah keruh bercampur sedih, sakitnya ucapan Selin menusuk sampai ke relung hati. Dan percayalah sejak ia kecil, Sadena tidak mau menyakiti perempuan mana pun. Tapi keadaanlah yang merubah semuanya. Memaksanya untuk membenci Marsha. "Seharusnya aku nggak perlu kenal sama kamu," lanjut Selin terisak. "Aku menyesal pernah mengagumi kamu, orang yang aku anggap baik ternyata sejahat itu. Andai aku nggak mengenal kamu, aku nggak bakal me
"Kamu jahat! Kita putus aja sekarang! Kita putus hiks hiks." Bahkan kalimat tersebut masih terngiang di telinga Sadena. Ia tak percaya Selin semudah itu mengatakan kata putus di antara mereka. Sadena benci kalimat itu, dan sejak awal menjalani hubungan dengan Selin Sadena sebisa mungkin menghindari kata 'putus'. Akan tetapi, yang terjadi barusan benar-benar di luar kendalinya. Selin terlalu keras kepala mempercayai ucapan Jona. Pria brengsek itu pengecut. Ketika Sadena mendatanginya di gedung, markas, hingga rumah Zoe, kedua pria sialan itu dengan mudahnya melarikan diri setelah menghasut Selin. Sekarang Sadena berada di ruang lukisnya. Tanpa nafsu makan sedikit pun usai mengganti baju seragam dengan kaos hitam. Ia duduk, menghadap lukisan wajah Selin yang belum sepenuhnya selesai. "Gue sayang sama lo, Sel." gumam Sadena mengusap lukisan pipi Selin, Tatapannya sendu. "Gimana
Kita punya dua pilihan dalam menghadapi masalah, selesaikan atau menyerah.-Sadena- 🌺🌺🌺 Suara gemericik hujan perlahan membasahi bumi, selang menit usai Sadena memarkirkan motornya di samping sebuah gang kecil. Kini cowok itu berada di markas Zoe, tak lain adalah gedung lama tempat terakhir kali mereka bertanding. Menatap sekelilingnya seraya mengendap-ngendap, Sadena memasuki area gedung tersebut. Tampak senyap. Seolah tidak ada satu pun manusia di dalamnya. Juga, sempat Sadena terpikir kalau dua manusia laknat itu tengah mengelabuinya. Tetapi mengingat matahari kian terbenam, Sadena tak mau membuang waktu dengan berpikir banyak. Lantas ia lanjut berlari menuju ruangan dimana Zoe bia
"Gue memang ada benci sama Lo Dav. Tapi lo tetap adik gue. Gue akan melindungi lo semampu gue, shhh," ucap Sadena dalam rengkuhan Sadava sembari menahan perih di bahunya, sebelum cowok itu akhirnya menutup mata. --Sadena-- Isak tangis mengusik keheningan ruang tunggu di luar kamar ICU, setelah Sadena baru saja memasuki ruangan tersebut.  Sadava, Marsha, Selin, beserta Mery dan Aldevan menunggu berselimut rasa cemas. Terutama Mery, wanita itu tak kunjung berhenti menangis sedari tadi. Pun Selin sama khawatirnya, namun ia memilih menangis dalam diam di pelukan Marsha. Sadava, mes
Selin bingung apakah Sadena menyukai bunga atau tidak, namun hari ini ia memberanikan diri membeli sebuket bunga untuk Sadena. Ya walau sampai sekarang cowok itu belum sadarkan diri. Padahal dia sudah rindu sekali.  Sekarang di lorong rumah sakit ini ia berjalan bersama Ankaa dan Vega. Kedua sahabatnya itu sudah tau setelah ia menceritakan semua kejadian kemarin serinci mungkin. Tidak ada satu pun yang terlewatkan, termasuk soal Sadena yang selama ini sering bertanding tinju tanpa sepengatahuan Ankaa. Ankaa pun sempat kaget dan kecewa sebab Sadena tega menyembunyikan hal sebesar itu, tapi Ankaa berusaha mengerti dan memaafkan. "Ankaa kenapa bawa durian?" tanya Selin melirik buah durian di tangan Ankaa. Yang membuatnya geli di sini Ankaa membawa durian itu secara utuh. "Gue pengen bawa buah tangan
Air mata Selin terus mengalir karena Sadena belum kunjung mengingat apa pun. Bahkan sahabat dekatnya Ankaa. Cowok itu sekarang sedang memanggilkan dokter untuk Sadena. Hingga kini Selin setia berdiri di samping ranjang cowok itu. "Dena jangan membuat kita semua takut. Kamu pasti bisa, ayo coba diingat lagi," bujuk Vega. Sadena hanya meneguk ludah sembari menatap kosong ke langit-langit ruangan. Bibirnya sedikit pucat sedangkan ekspresinya benar-benar menunjukkan bahwa cowok itu sedang bingung. Rasanya begitu menyakitkan saat khayalan Sadena bangun dan langsung memeluknya, hilang dalam sekejap. "Jangan dipaksa, Ve. Mungkin Dena memang nggak ingat apa pun," ujar Selin kecewa. Dia memang tidak mau memaksa jika nanti itu hanya menambah pusing kepala Sadena. Kasihan. Cowok itu terlalu banyak terluka. "Aku ikhlas, aku nggak mau membenani Dena." "Sabar ya, Sel. Kita tunggu sampai dokter datang." Vega mengusap pundak gadis itu. Selin mengangguk pelan. "Aku mau ke toilet dulu bentar." J
Empat tahun berlalu...Seorang laki-laki berkemeja abu melangkah memasuki pintu utama di rumah mewah tiga lantai. Rumah itu tak lain adalah milik keluarganya sendiri, rumah yang sudah belasan tahun menjadi tujuannya pulang setiap hari.Memasuki ruang tamu laki-laki tersebut memandang dengan senyuman sekelilingnya. Foto keluarga masih terpajang, cat yang seakan tak pernah luntur serta harum ruangan yang masih sama seperti dulu, membuat laki-laki tersebut merindukan seluruh penghuni rumah.Ayah, Bunda, kedua adiknya dan satu lagi wanita bertubuh mungil. Dia sangat merindukan kelima figur tersebut.Tapi kemana mereka?"Abangggg!" Tiba-tiba seorang gadis kecil berkepang dengan pita merah turun dari arah tangga memekik. Di belakangnya ada bocah laki-laki. Mereka berumur sekitar lima tahunan."Hai." Laki-laki tersebut membungkuk berhadapan dengan gadis itu. Jika kalian
Selin mengunyah dengan lahap sosis bakar di mulutnya hingga pipi perempuan itu membulat, ia menyengir menatap Sadena, pria itu terkekeh geli menatap wajahnya.Sadena membelikan banyak sekali makanan, bukan hanya sosis bakar, tapi juga es krim serta permen manis. Dan yang Selin tak habis pikir, sosis bakar, es krim dan permen manis tersebut masih sama merknya seperti yang pernah Sadena belikan dulu untuknya saat mereka SMA. Pedagang sosis bakar tersebut bahkan masih mengingat Sadena saking seringnya dulu mereka datang ke taman ini lalu jajan sosis bakar beliau.Jika saja Sadena tidak melanjutkan studinya ke Amerika, mungkin di masa kuliah, mereka akan menambah kenangan di sini.Melihat Sadena tidak makan, hanya duduk di samping sembari mengusap-ngusap kepalanya, Selin pun menawarkan sosis bakarnya pada pria itu."Dena mau?" kebiasaan Selin, apa pun yang dimakan selalu di tawarkan padanya. Apalagi, Selin termasuk perempuan yang tidak
Pagi menyapa seperti biasa, bedanya hari ini hari libur, jadi Sadena berencana mengajak Selin jalan-jalan. Bukan cuma Selin, ia juga berniat mengajak Mou. Kasihan Sadena melihat bocah itu beberapa minggu ini hanya berdiam diri di rumah. Mery dan Aldevan sibuk, mungkin karena itu mereka tidak punya waktu mengajak Mou jalan-jalan, begitu pula dengan Ken.Mou bilang Ken sering curhat dia bosan berada di rumah. Oleh karenanya, Sadena juga mengajak Ken agar Mou punya teman bermain.Mou mengenakan sweater berwarna pink dan rok selutut, gadis kecil itu tampak sangat gemas mengenakan pakaian seperti itu. Ah, dia salah, ada lagi yang lebih menggemaskan, yaitu istrinya yang baru saja selesai bersiap lalu keluar dari kamar. Selin, memakai warna sweater yang sama dengan Mou. Mereka sangat kompak."Apa gue harus pakai yang pink-pink juga nih?" batin Sadena tertawa. Ia duduk di sofa menunggu kedua bidadarinya selesai bersiap.Mou turun dari tang
Selin mengeluari kamar kecil dengan perasaan lega. Sebab ia baru saja berhasil lancar buang air besar setelah berhari-hari mengalami sembelit. Perempuan itu lantas menjatuhkan dirinya di atas kasur sembari mengelus-ngelus perutnya yang rata.Entah kenapa tingkah Selin itu menarik perhatian Sadena yang tadinya asik berkutat di depan laptop mengerjakan tugas kantor, sekarang malah tersenyum menatap Selin lalu mengusap rambut istrinya."Habis boker?" tanya Sadena. Selin menyengir malu-malu."Hehe, iya. Dari kemarin aku sembelit makanya tadi pas keluarnya lancar aku lega bangett," jawabnya. Sadena mengacak gemas rambut Selin. Ya, setelah menikah, istrinya itu semakin terlihat menggemaskan."Udah minum susu?" Sadena bertanya lagi, membuat Selin menepuk jidatnya."Oh iya lupa, aku bikin dulu ya." Selin sudah hendak turun dari kasur, namun Sadena menahan pergelangannya."Enggak usah kamu diisi aja, biar aku yang
Sadava menyantap dengan lahap hidangan makan siang yang dibawakan oleh Marsha, bahkan sudut bibir laki-laki itu jadi belepotan.Marsha lantas dibuat gemas melihat tingkah calon suaminya itu, dia pun mengambil selehai tisu basah dan menyeka sudut bibir Sadava yang comot oleh sambal. Empunya langsung tergelak, Sadava menyengir lebar menampilkan gigi putihnya yang terdapat sisa cabai, alhasil tawa Marsha meledak memenuhi ruangan."Ih Dava lucu banget sih, di gigi kamu ada cabai tau!" ledek Marsha, Sadava hanya terkekeh ringan tanpa dosa.Sudah berapa tahun dia menjalin hubungan bersama perempuan itu, jadi untuk apa malu? Justru Sadava pikir hal ini bagus karena dia bisa membuat Marsha tertawa. Kalau bisa, ia akan setiap hari bertingkah konyol agar Calon istrinya itu selalu tersenyum."Masakanmu enak banget, By. Besok bawain yang ini lagi yaa," pinta Sadava sembari mencomot sisa-sisa sambal di jarinya seperti anak kecil.M
Takdir, tidak ada yang bisa mengubah takdir yang digariskan oleh Tuhan untuk makhluknya.Semua bisa terjadi tanpa kita duga sebelumnya, apalagi kita tebak.Seseorang yang dulu bersikap sangat buruk bisa berubah baik atas kehendak Tuhan, kita contohkan saja laki-laki bernama Zoe Navvare yang sedang sibuk berkutat dengan laptop di hadapannya.Dulu, dia adalah sosok jahat yang ditakuti semua orang, penuh dendam, serta pribadi yang suka berkelahi. Tapi sekarang dia berbeda, dia sudah berubah menjadi orang baik yang disegani semua orang, pekerja keras, ramah, penyayang, juga taat beribadah.Meski label "Penjahat" pernah melekat pada laki-laki itu, namun seiring waktu berjalan, tahun demi tahun berlalu, Zoe mendapatkan hidayah dan menebus kesalahannya dulu.Sekarang dia telah sukses menjalankan perusahaan bernama Gemilang Angkasa milik mendiang ayahnya Bella. Setahun berjalan, perusahaan yang dikabarkan akan bangkrut i
Hari ini Selin mendapati suatu kebenaran yang tak pernah ia duga sebelumnya. Bahwa Zoe telah banyak berubah setelah keluar dari penjara.Bella adalah orang yang membuktikan semua perubahan itu pada Selin. Meski belum melihatnya secara langsung, Selin sudah yakin Zoe banyak berubah karena gadis itu.Hidayah memang datang tanpa pandang bulu, seburuk apa pun seseorang, dia pantas mendapatkan pengampunan dan berhak mengubah perilakunya menjadi lebih baik.Maka sehabis menyiapkan sarapan dan mengerjakan pekerjaan rumah, Selin bergegas berkunjung ke rumah Marsha, dia ingin menceritakan kejadian ini pada calon adik iparnya itu.Mengetuk pintu rumah Marsha, Selin disambutlangsung oleh Tuan rumah. Marsha saat itu masih mengenakan pakaian tidur."Selin?" kejutnya. Marsha tersenyum segera membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan Selin masuk. Dia dituntun menuju sofa. Dan for your Information saja, rumah Marsha sekarang lebih besar dan nyaman
Memang benar kata orang menjadi seorang istri susah-susah gampang, harus bangun pagi, memasak untuk keluarga, mencuci pakaian ditambah mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Terlebih, jika seorang perempuan ini adalah wanita karir sebab dia harus pandai mengatur waktu antara keluarga dan karirnya.Selin termasuk dalam kategori wanita karir tersebut, namun di kurun waktu beberapa hari ini menjadi seorang istri ia belum kesulitan sama sekali mengatur pekerjaan rumah dan pekerjaannya di butik. Hal itu karena ia didukung penuh oleh kedua mertuanya yang sangat menyayanginya. Mery dan Aldevan, mereka selalu membantu Selin sekecil apa pun kesulitan yang perempuan itu dapatkan.Seperti memasak misalnya. Meskipun Selin lahir dari keluarga yang berkecukupan, dalam hal mengenali bahan masakan ia masih kurang. Bukan tidak bisa, tapi Selin belum menguasai beberapa resep rumahan.Jadi, pagi ini dia meminta Mery membuatkan daftar bahan say
Sinar mentari pagi menyusup masuk dari celah gorden, membuat kedua insan yang masih bergelung dalam selimut itu mulai terjaga.Sadena mengerjapkan matanya berulang kali demi mengumpulkan kesadarannya, kala nyawanya sudah penuh, barulah laki-laki tampan itu bangun dan menggeliat sebentar. Menengok ke samping, Sadena terkekeh geli melihat Selin yang masih tidur nyenyak seolah dunia ini tidak pernah pagi.Imut sekali, Sadena tidak pernah bosan memandangi wajah istrinya itu sejak mereka SMA.Sikap jahilnya pun muncul ketika Selin menggeliat lalu menyamping menghadapnya, Sadena menyingkirkan rambut yang menutupi wajah perempuan itu kemudian mengecup pelan pipinya. Sadena tidak mau Selin ikutan terjaga.Sadena ikut berbaring mensejajarkan wajahnya dengan wajah perempuan itu, disatukannya hidung mereka hingga Sadena dapat merasakan hembusan napas Selin yang teratur.Tidak ia pungkiri memang ada bau-bau khas orang tidur, tapi
Dua minggu usai menggelar acara lamaran dan akad nikah, Selin dan Sadena akhirnya melangsungkan resepsi pernikahan mereka yang bertempat di hotel berbintang di tengah kota. Semuanya dipersiapkan dengan mewah dan matang oleh tim wedding yang dipilih sendiri oleh Selin.Tema resepsi mereka adalah Vintage yang menonjolkan gemerlap tahun 20-an. Mereka sengaja mengusung tema ini agar terkesan lebih berbeda dari pernikahan biasanya. Karena bertema Vintage, maka semua dekorasi kental akan warna putih serta pastel. Menambah kesan kagum, elegan nan mewah bagi para tamu yang hadir. Selain turut menyanjung betapa cantik dan tampannya sang calon mempelai, mereka pun memuji betapa indahnya dekorasi resepsi.Sadena dan Selin berdiri di atas pelaminan untuk menyalimi semua para tamu dengan senyum bahagianya, Selin menerima doa dan ucapan selamat dari mereka semua.Betapa bahagianya perempuan itu, meski demikian rasa lelah mulai menyapa tubuhnya.Ketika tak ada lagi tamu