"Gue memang ada benci sama Lo Dav. Tapi lo tetap adik gue. Gue akan melindungi lo semampu gue, shhh," ucap Sadena dalam rengkuhan Sadava sembari menahan perih di bahunya, sebelum cowok itu akhirnya menutup mata.
--Sadena--
Isak tangis mengusik keheningan ruang tunggu di luar kamar ICU, setelah Sadena baru saja memasuki ruangan tersebut.

Sadava, Marsha, Selin, beserta Mery dan Aldevan menunggu berselimut rasa cemas. Terutama Mery, wanita itu tak kunjung berhenti menangis sedari tadi.
Pun Selin sama khawatirnya, namun ia memilih menangis dalam diam di pelukan Marsha. Sadava, mes
Selin bingung apakah Sadena menyukai bunga atau tidak, namun hari ini ia memberanikan diri membeli sebuket bunga untuk Sadena. Ya walau sampai sekarang cowok itu belum sadarkan diri. Padahal dia sudah rindu sekali.  Sekarang di lorong rumah sakit ini ia berjalan bersama Ankaa dan Vega. Kedua sahabatnya itu sudah tau setelah ia menceritakan semua kejadian kemarin serinci mungkin. Tidak ada satu pun yang terlewatkan, termasuk soal Sadena yang selama ini sering bertanding tinju tanpa sepengatahuan Ankaa. Ankaa pun sempat kaget dan kecewa sebab Sadena tega menyembunyikan hal sebesar itu, tapi Ankaa berusaha mengerti dan memaafkan. "Ankaa kenapa bawa durian?" tanya Selin melirik buah durian di tangan Ankaa. Yang membuatnya geli di sini Ankaa membawa durian itu secara utuh. "Gue pengen bawa buah tangan
Air mata Selin terus mengalir karena Sadena belum kunjung mengingat apa pun. Bahkan sahabat dekatnya Ankaa. Cowok itu sekarang sedang memanggilkan dokter untuk Sadena. Hingga kini Selin setia berdiri di samping ranjang cowok itu. "Dena jangan membuat kita semua takut. Kamu pasti bisa, ayo coba diingat lagi," bujuk Vega. Sadena hanya meneguk ludah sembari menatap kosong ke langit-langit ruangan. Bibirnya sedikit pucat sedangkan ekspresinya benar-benar menunjukkan bahwa cowok itu sedang bingung. Rasanya begitu menyakitkan saat khayalan Sadena bangun dan langsung memeluknya, hilang dalam sekejap. "Jangan dipaksa, Ve. Mungkin Dena memang nggak ingat apa pun," ujar Selin kecewa. Dia memang tidak mau memaksa jika nanti itu hanya menambah pusing kepala Sadena. Kasihan. Cowok itu terlalu banyak terluka. "Aku ikhlas, aku nggak mau membenani Dena." "Sabar ya, Sel. Kita tunggu sampai dokter datang." Vega mengusap pundak gadis itu. Selin mengangguk pelan. "Aku mau ke toilet dulu bentar." J
Empat tahun berlalu...Seorang laki-laki berkemeja abu melangkah memasuki pintu utama di rumah mewah tiga lantai. Rumah itu tak lain adalah milik keluarganya sendiri, rumah yang sudah belasan tahun menjadi tujuannya pulang setiap hari.Memasuki ruang tamu laki-laki tersebut memandang dengan senyuman sekelilingnya. Foto keluarga masih terpajang, cat yang seakan tak pernah luntur serta harum ruangan yang masih sama seperti dulu, membuat laki-laki tersebut merindukan seluruh penghuni rumah.Ayah, Bunda, kedua adiknya dan satu lagi wanita bertubuh mungil. Dia sangat merindukan kelima figur tersebut.Tapi kemana mereka?"Abangggg!" Tiba-tiba seorang gadis kecil berkepang dengan pita merah turun dari arah tangga memekik. Di belakangnya ada bocah laki-laki. Mereka berumur sekitar lima tahunan."Hai." Laki-laki tersebut membungkuk berhadapan dengan gadis itu. Jika kalian
Puas melepas rindu dengan Selin kini giliran Sadena menemui seluruh keluarganya di ruang tamu.Bergantian Sadena memeluk erat Mery, Aldevan, dan Sadava, tiga orang yang sangat berarti dalam kehidupannya. Mereka begitu bahagia saat melepas rindu dengan Sadena.Bahkan mata Mery sampai berkaca-kaca, ia sangat bersyukur masih diizinkan oleh Tuhan untuk melihat kedua putra kembarnya sesukses sekarang. Sadena berhasil menjadi penerus perusahaan fashion Arcandra, sedangkan Sadava mendirikan bisnis otomotifnya. Laki-laki itu sendiri masih bertahan menjalin hubungan bersama Marsha. Mereka rela menunda pernikahan karena menunggu kedatangan Sadena."Duh my bro, gimana lo sehat kan? Kangen banget gue bangg," ucap Sadava sembari memeluk erat kembarannya. Setelah mendapat telpon dari Mery bahwa Sadena telah pulang, Sadava langsung meninggalkan pekerjaannya."Sehat, Dav. Lo sendiri?" Sadena mengurai pelukan menatap
Ada banyak cara seseorang menunjukan kasih sayang,seperti Sadena misalnya, dia rela meninggalkan setumpuk pekerjaan kantor demi menjaga Selin. Selain itu, dikarenakan Raya dan Kevin belum juga pulang dari Jakarta. Mereka pergi ke sana karena tuntutan pekerjaan Kevin, maka mau tau Raya pun mengikuti suaminya. Dan selama mereka tidak ada, Aldevan dan Mery lah yang menjaga Selin serta adiknya Kenarya. Mereka mempercayakan kedua orang tersebut pada orang tuanya.Sadena mengusap lembut kepala Selin, kekasihnya itu sedang menonton film dan duduk di lantai keramik beralaskan karpet tebal, sementara Sadena berbaring di atas sofa. Kepala Selin sejajar dengan perutnya, maka Sadena dapat dengan mudah mengambil pipi Selin lalu mencubitnya gemas. Mereka berada di ruang keluarga kediaman Selin.Sedangkan Ken sudah tidur duluan di kamar bocah itu."Ish Dena!""Hahaha. Siapa suruh gemesin? Jadi pengen nyubit terus."
Empat tahun yang sangat berarti bagi Marsha. Bagaimana tidak? Selama itu, dia mempelajari banyak hal yang membuatnya menjadi sukses seperti sekarang. Dan di balik kesuksesan itu, ada sebuah keluarga yang menjadi alasan utamanya. Terkhusus, Aldevan dan Mery yang telah berbaik hati memberikan bantuan pendidikan kepadanya. Mereka membiayai kuliahnya, memberi banyak kasih sayang pada Marsha layaknya gadis itu adalah putri kandung mereka. Tak pernah sedikitpun, Marsha merasa dibedakan dari Sadena, Sadava, apalagi Mouretta yang tak lain adalah putri bungsu mereka. Tak lagi Marsha merasa kesepian atau ketakutan di dunia ini, sebab Tuhan menitipkan dirinya pada keluarga yang begitu harmonis dan bahagia. Tuhan, terima kasih. Sekarang Marsha sangat bahagia. Saat ini gadis itu sedang menggambar gaun rancangannya di permukaan kertas khusus, dan selain bekerja sebagai desainer di butik Raya, Marsha juga mempunyai b
Hari ini hari minggu, jadi Sadena libur bekerja, kesempatan dia untuk menghabiskan waktu bersama Selin. Sadena mengajak perempuan itu jalan-jalan ke Mall bersama Kenarya dan Mouretta.Keempat orang itu berjalan bersisian memasuki area mall dengan Mou dan Ken jalan lebih depan, mereka tampak seperti keluarga kecil yang sangat bahagia. Bagi orang yang tidak tahu, mungkin saja mereka menganggap Selin dan Sadena adalah orang tua dari Mou dan Kenarya.Kedua bocah itu saling menganyunkan gandengan tangan dengan ekspresi senang, sesekali Ken merajuk karena Mou melepas genggaman tangannya."Ish Mou jangan dilepas," rengek Ken. Mou bersedekap."Penat tau, Ken."Ken memberenggut kesal, dia meraih tangan Mou lagi dan menggenggamnya lebih erat. "Kita kan pacaran, harus gandengan terus tau Mou!"Mendengar ucapan kedua bocah itu kelewat batas, Selin meraih bahu Ken dan Ken pun menghadapnya. Genggaman tangan kedua bocah
Satu lagi hal mengejutkan yang tak pernah Sadena dan Selin bayangkan selama beberapa tahun ini, yaitu, bagaimana Steve dan Laura bisa menjadi sepasang kekasih? Mengingat dulu saat mereka SMA, Steve sama sekali tidak suka dengan Laura yang dulu notebenenya adalah kekasih Zoe. Lawan Sadena di ring.Sadena pun baru saja ingat bahwa Mery pernah mengatakan Laura akan segera menikah dengan laki-laki bernama Steve, namun, tak pernah terpikir oleh Sadena bahwa Steve yang Mery maksud adalah Steve rekan tinjunya. Haha. Dunia sesempit ini ya? Kemungkinan yang tidak mungkin terjadi pun ternyata dapat menjadi kenyataan.Sadena mau pun Selin jadi penasaran, hal apa yang membuat Steve dan Laura saling jatuh cinta?Dan untuk menjawab rasa penasaran kedua temannya, Steve pun menceritakan semuanya. Mereka mampir dulu di kafe mall sembari Mou meredakan rasa sakit di pantatnya.Awalnya Laura sedikit canggung untuk menghadap a