Pulang sekolah, tepat setelah beberapa menit Pak Marwan mengeluari kelas, Sadena dengan cepat memasang jaketnya. Meski terkesan buru-buru, cowok itu padahal berniat menunggu Ankaa yang harus melaksanakan tugas piketnya terlebih dahulu.
Sebagian penghuni kelas juga sudah keluar. Menyisakan beberapa murid yang mulai bergerak untuk mengambil peralatan menyapu agar bisa melaksanakan piketnya.
"Na, sore nanti ke rumah gue, yuk! Kita kerjain tugas bareng-bareng," pinta Ankaa. Cowok itu sedang menyapu kolong meja di belakang Sadena.
"Hmm." Sadena hanya bergumam. Berikutnya, cowok itu memasang tas hitamnya ke punggung.
"Oke. Sekalian ajak si Selin, Na. Biar seru," ucapnya. Membuat Sadena terpaksa memandang cowok itu sambil menghela napas.
"Ngajak Selin mulu. Demen ya lo sama dia?" tanya Sadena sembari memicing.
Ankaa menggeleng cepat. "Etdah, kita cuma temenan, Na."
"Tem
"Jangan kasih tau siapa pun kalau gue petinju."Ungkapan Sadena barusan membuat kening Selin mengernyit. Bahkan alisnya hampir menyatu. Sebenarnya, Selin sedang berusaha melupakan hal itu, karena ia takut Sadena akan marah kalau ia terlalu mencampuri urusan cowok itu. Semalam saja, Sadena membentaknya dengan kasar. Dan itu cukup membuatnya jera.Selin mengusap dagunya sesaat, ia bingung harus bagaimana. Di satu sisi, ia kasihan pada Sadena, sementara di sisi lain. Ia merasa permintaan Sadena adalah kesempatan emas. Ya, kesempatan untuknya membalas dendam. Karena Sadena terlalu sering mengomel hingga kupingnya panas."Mau nggak ya?" celetuk Selin setelah terdiam beberapa saat. Tatapannya begitu jahil, dan ia nyengir.Sadena menghela napas berat. "Mau-mau aja napa," sahut Sadena. "Beres.""Terus untungnya apa kalau gue iyain?""Nggak ada," Sadena menggidikan bahunya acuh. "Jangan
"Makanya jangan nilai orang dari omongan. Lo punya mata, kan? Gunain yang bener." -Sadena-***Selin mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Ia baru selesai mandi dan rasanya itu seger banget. Tubuhnya kini berbalut kaos berwarna merah jambu, dan untuk bawahan ia mengenakan celana Ankle puff berwarna abu yang menutupi sampai ke bagian mata kaki. Membuatnya semakin terlihat cute.Selin duduk di bibir kasur, rencananya setelah mandi adalah menonton film Korea kesukaannya. Seperti biasa. Menghabiskan lima eposide sekaligus dalam beberapa jam. Maka dari itu, usai mengeringkan rambut dan membiarkannya tergerai, Selin mengambil laptop miliknya. Ia merubah posisi menjadi telungkup.Namun baru saja menyalakan benda tersebut, gawainya di samping bantal bergetar. Selin beringsut sedikit dan mengambil benda pipih itu. Pesan masuk dari Ankaa.
Marsha dan Sadava duduk lesehan di taman samping rumah. Beralaskan sebuah karpet berwarna coklat membuat mereka seperti sedang melakukan piknik kecil-kecilan. Keadaan rumah sedang kosong, Sadena pergi entah kemana dan kedua orang tuanya sedang bekerja. Maka dari itu Sadava enggan membawa Marsha masuk ke dalam rumah. Takutnya, malah memicu gosip tak mengenakan."Ayo buka mulutnya, Sha. Aaa," pinta Sadava, sembari menyodorkan sepotong kue bolu coklat ke depan mulut Marsha.Marsha menoleh, ia tersenyum samar, meski begitu Sadava yakin pacarnya itu sedang mengkhawatirkan sesuatu. Karena sedari tadi Marsha hanya diam dan
Belajar bareng yang direncanakan akhirnya berlangsung. Semua sibuk berkutat pada buku masing-masing. Sadena mengajari Ankaa materi kimia yang sulit cowok itu mengerti.Lain halnya pada Selin, cewek itu malah bersandar di kaki sofa sembari menscroll gawai miliknya. Buku-buku di depannya terbuka semua tapi tidak tersentuh sama sekali."Ih lucu bangettt," gumam Selin. Ketika layarnya menampilkan foto sebuah kucing lucu yang tengah mendongak.Ya, Selin memang menyukai kucing, apalagi yang lucu dan imut seperti di foto tersebut. Ia bahkan pernah memelihara seekor kucing yang ia beri nama Petty. Namun, hanya berselang tiga bulan. Petty mati karena Selin jarang memberi makan. Alhasil, Petty mati kelaparan. Dan Selin pun malas memelihara kucing lagi.Selin tertawa mengingat kecerobohannya tersebut."Sibuk banget, ngapain, Sel?" Ankaa ya
Menit demi menit berlalu, dan sekarang hampir menunjukkan pukul 6 sore. Selesai belajar, Sadena, Selin dan Ankaa memutuskan menonton serial kartun Spongebob.Kini, mereka duduk di sofa ruang keluarga. Sadena fokus menonton begitu pun Ankaa, ditemani cemilan keripik udang kesukaan mereka berdua. Sementara Selin, jangan ditanya, cewek yang berada di tengah itu tidur pulas."Yah, Selin ketiduran, Na," ucap Ankaa kaget.Sadena mengangguk sekilas. Ia sebenarnya tahu cewek itu tidur sedari tadi namun ia malas meladeni. "Biarin aja.""Udah hampir jam enam," peringat Ankaa sembari melirik jam dinding."Hah?!" Sadena melotot kaget. Ia melihat jam tangannya sekilas. "Bangke. Ngomong dari tadi kek.""Gue juga baru nyadar, Na. Haha." Ankaa membela diri."Yaudah bangunin tuh si lemot." Beranjak dari duduknya, Sadena mengambil tasnya yang tersandar di kaki sofa.
"Lo harus bersikap baik ke semua cewek. Gimana?" Skakmat. Permintaan Selin barusan benar-benar membuat Sadena melongo. Rasanya ia ingin menjitak kepala Selin habis-habisan.Ankaa yang masih anteng menguping memajukan sedikit kepalanya agar bisa mendengar apa yang kedua sahabatnya bicarakan."Lo masih waras nggak sih?" tanya Sadena, kemudian mengacak rambutnya, frustasi. "Gue nggak bisa."Selin memiringkan kepalanya, heran. "Maksud lo permintaan gue nggak masuk akal?" Lalu berdecak beberapa kali. "Nggak bisanya itu dimana Dena? Lo cuma perlu bersikap sedikit lembut ke mereka. Ngomongnya jangan galak dan nggak usah ngegas. Terus sebelum ngomong itu difilter dulu supaya nggak nyakitin hati orang. Mudah, kan? Kan kan? Mau ya? Ya ya?" Kali ini Selin memasang wajah yang sangat melas. Kedua matanya seolah memancarkan sinar berwarna putih.Sadena yang melihat itu b
Sesampainya di UKS Sadena cepat-cepat membaringkan tubuh Selin di brankar, mukanya panik bercampur bingung. Petugas PMR yang bertugas pun tidak membuang waktu lagi, ia lantas menghampiri Selin dan bertanya pada Sadena. Cowok itu berdiri di samping brankarnya. "Dia sakit apa?" "Kena bola," jawab Sadena ketus seperti biasa. Namun tidak untuk kepanikan di wajahnya yang begitu kentara. "Cepet kasih obat." Petugas PMR itu menggeleng sambil menempelkan punggung tangan ke dahi Selin. "Nggak bisa. Paling cuma dikasih balsem atau minyak kayu putih." "Yaudah cepet kasih. Ribet amat pake mikir segala," perintah Sadena, perasaan cowok itu makin tidak karuan. Mendengar ketegasan dari cowok itu, Dinda-- petugas PMR itu bergegas mengambil balsem dari nakas obat, lalu kembali lagi untuk mengoleskan balsem tersebut ke tengkuk dan belakang telinga Selin sambil memijatnya perlahan.
Sebaik apa pun tujuannya, semua yang dilakukan atas dasar kebohongan itu nggak akan berkah.-Sadena-***Sore ini, hujan deras mengguyur kota Bandung. Tepatnya ketika semua murid diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing.Sadena berdiri di koridor laboratorium IPA yang berada di lantai dua. Ia menengadah, menatap langit mendung dan berawan di atas sana. Sesekali Sadena menggosokan kedua tangannya guna menghalau rasa dingin.Di koridor ini dia tidak sendiri. Ada murid-murid lain namun hanya beberapa, sisanya memilih untuk masuk ke dalam kelas atau berteduh di tempat lain. Ada juga yang sudah dijemput menggunakan mobil pribadi."Ba!" Seruan itu terdengar bersamaan tepukan keras di pundaknya.Sadena tidak terkejut membuat Selin menghela napasnya dan berdiri di samping Sadena. Cewek itu tersenyum, memberikan cengiran khasnya.
Selin mengunyah dengan lahap sosis bakar di mulutnya hingga pipi perempuan itu membulat, ia menyengir menatap Sadena, pria itu terkekeh geli menatap wajahnya.Sadena membelikan banyak sekali makanan, bukan hanya sosis bakar, tapi juga es krim serta permen manis. Dan yang Selin tak habis pikir, sosis bakar, es krim dan permen manis tersebut masih sama merknya seperti yang pernah Sadena belikan dulu untuknya saat mereka SMA. Pedagang sosis bakar tersebut bahkan masih mengingat Sadena saking seringnya dulu mereka datang ke taman ini lalu jajan sosis bakar beliau.Jika saja Sadena tidak melanjutkan studinya ke Amerika, mungkin di masa kuliah, mereka akan menambah kenangan di sini.Melihat Sadena tidak makan, hanya duduk di samping sembari mengusap-ngusap kepalanya, Selin pun menawarkan sosis bakarnya pada pria itu."Dena mau?" kebiasaan Selin, apa pun yang dimakan selalu di tawarkan padanya. Apalagi, Selin termasuk perempuan yang tidak
Pagi menyapa seperti biasa, bedanya hari ini hari libur, jadi Sadena berencana mengajak Selin jalan-jalan. Bukan cuma Selin, ia juga berniat mengajak Mou. Kasihan Sadena melihat bocah itu beberapa minggu ini hanya berdiam diri di rumah. Mery dan Aldevan sibuk, mungkin karena itu mereka tidak punya waktu mengajak Mou jalan-jalan, begitu pula dengan Ken.Mou bilang Ken sering curhat dia bosan berada di rumah. Oleh karenanya, Sadena juga mengajak Ken agar Mou punya teman bermain.Mou mengenakan sweater berwarna pink dan rok selutut, gadis kecil itu tampak sangat gemas mengenakan pakaian seperti itu. Ah, dia salah, ada lagi yang lebih menggemaskan, yaitu istrinya yang baru saja selesai bersiap lalu keluar dari kamar. Selin, memakai warna sweater yang sama dengan Mou. Mereka sangat kompak."Apa gue harus pakai yang pink-pink juga nih?" batin Sadena tertawa. Ia duduk di sofa menunggu kedua bidadarinya selesai bersiap.Mou turun dari tang
Selin mengeluari kamar kecil dengan perasaan lega. Sebab ia baru saja berhasil lancar buang air besar setelah berhari-hari mengalami sembelit. Perempuan itu lantas menjatuhkan dirinya di atas kasur sembari mengelus-ngelus perutnya yang rata.Entah kenapa tingkah Selin itu menarik perhatian Sadena yang tadinya asik berkutat di depan laptop mengerjakan tugas kantor, sekarang malah tersenyum menatap Selin lalu mengusap rambut istrinya."Habis boker?" tanya Sadena. Selin menyengir malu-malu."Hehe, iya. Dari kemarin aku sembelit makanya tadi pas keluarnya lancar aku lega bangett," jawabnya. Sadena mengacak gemas rambut Selin. Ya, setelah menikah, istrinya itu semakin terlihat menggemaskan."Udah minum susu?" Sadena bertanya lagi, membuat Selin menepuk jidatnya."Oh iya lupa, aku bikin dulu ya." Selin sudah hendak turun dari kasur, namun Sadena menahan pergelangannya."Enggak usah kamu diisi aja, biar aku yang
Sadava menyantap dengan lahap hidangan makan siang yang dibawakan oleh Marsha, bahkan sudut bibir laki-laki itu jadi belepotan.Marsha lantas dibuat gemas melihat tingkah calon suaminya itu, dia pun mengambil selehai tisu basah dan menyeka sudut bibir Sadava yang comot oleh sambal. Empunya langsung tergelak, Sadava menyengir lebar menampilkan gigi putihnya yang terdapat sisa cabai, alhasil tawa Marsha meledak memenuhi ruangan."Ih Dava lucu banget sih, di gigi kamu ada cabai tau!" ledek Marsha, Sadava hanya terkekeh ringan tanpa dosa.Sudah berapa tahun dia menjalin hubungan bersama perempuan itu, jadi untuk apa malu? Justru Sadava pikir hal ini bagus karena dia bisa membuat Marsha tertawa. Kalau bisa, ia akan setiap hari bertingkah konyol agar Calon istrinya itu selalu tersenyum."Masakanmu enak banget, By. Besok bawain yang ini lagi yaa," pinta Sadava sembari mencomot sisa-sisa sambal di jarinya seperti anak kecil.M
Takdir, tidak ada yang bisa mengubah takdir yang digariskan oleh Tuhan untuk makhluknya.Semua bisa terjadi tanpa kita duga sebelumnya, apalagi kita tebak.Seseorang yang dulu bersikap sangat buruk bisa berubah baik atas kehendak Tuhan, kita contohkan saja laki-laki bernama Zoe Navvare yang sedang sibuk berkutat dengan laptop di hadapannya.Dulu, dia adalah sosok jahat yang ditakuti semua orang, penuh dendam, serta pribadi yang suka berkelahi. Tapi sekarang dia berbeda, dia sudah berubah menjadi orang baik yang disegani semua orang, pekerja keras, ramah, penyayang, juga taat beribadah.Meski label "Penjahat" pernah melekat pada laki-laki itu, namun seiring waktu berjalan, tahun demi tahun berlalu, Zoe mendapatkan hidayah dan menebus kesalahannya dulu.Sekarang dia telah sukses menjalankan perusahaan bernama Gemilang Angkasa milik mendiang ayahnya Bella. Setahun berjalan, perusahaan yang dikabarkan akan bangkrut i
Hari ini Selin mendapati suatu kebenaran yang tak pernah ia duga sebelumnya. Bahwa Zoe telah banyak berubah setelah keluar dari penjara.Bella adalah orang yang membuktikan semua perubahan itu pada Selin. Meski belum melihatnya secara langsung, Selin sudah yakin Zoe banyak berubah karena gadis itu.Hidayah memang datang tanpa pandang bulu, seburuk apa pun seseorang, dia pantas mendapatkan pengampunan dan berhak mengubah perilakunya menjadi lebih baik.Maka sehabis menyiapkan sarapan dan mengerjakan pekerjaan rumah, Selin bergegas berkunjung ke rumah Marsha, dia ingin menceritakan kejadian ini pada calon adik iparnya itu.Mengetuk pintu rumah Marsha, Selin disambutlangsung oleh Tuan rumah. Marsha saat itu masih mengenakan pakaian tidur."Selin?" kejutnya. Marsha tersenyum segera membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan Selin masuk. Dia dituntun menuju sofa. Dan for your Information saja, rumah Marsha sekarang lebih besar dan nyaman
Memang benar kata orang menjadi seorang istri susah-susah gampang, harus bangun pagi, memasak untuk keluarga, mencuci pakaian ditambah mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Terlebih, jika seorang perempuan ini adalah wanita karir sebab dia harus pandai mengatur waktu antara keluarga dan karirnya.Selin termasuk dalam kategori wanita karir tersebut, namun di kurun waktu beberapa hari ini menjadi seorang istri ia belum kesulitan sama sekali mengatur pekerjaan rumah dan pekerjaannya di butik. Hal itu karena ia didukung penuh oleh kedua mertuanya yang sangat menyayanginya. Mery dan Aldevan, mereka selalu membantu Selin sekecil apa pun kesulitan yang perempuan itu dapatkan.Seperti memasak misalnya. Meskipun Selin lahir dari keluarga yang berkecukupan, dalam hal mengenali bahan masakan ia masih kurang. Bukan tidak bisa, tapi Selin belum menguasai beberapa resep rumahan.Jadi, pagi ini dia meminta Mery membuatkan daftar bahan say
Sinar mentari pagi menyusup masuk dari celah gorden, membuat kedua insan yang masih bergelung dalam selimut itu mulai terjaga.Sadena mengerjapkan matanya berulang kali demi mengumpulkan kesadarannya, kala nyawanya sudah penuh, barulah laki-laki tampan itu bangun dan menggeliat sebentar. Menengok ke samping, Sadena terkekeh geli melihat Selin yang masih tidur nyenyak seolah dunia ini tidak pernah pagi.Imut sekali, Sadena tidak pernah bosan memandangi wajah istrinya itu sejak mereka SMA.Sikap jahilnya pun muncul ketika Selin menggeliat lalu menyamping menghadapnya, Sadena menyingkirkan rambut yang menutupi wajah perempuan itu kemudian mengecup pelan pipinya. Sadena tidak mau Selin ikutan terjaga.Sadena ikut berbaring mensejajarkan wajahnya dengan wajah perempuan itu, disatukannya hidung mereka hingga Sadena dapat merasakan hembusan napas Selin yang teratur.Tidak ia pungkiri memang ada bau-bau khas orang tidur, tapi
Dua minggu usai menggelar acara lamaran dan akad nikah, Selin dan Sadena akhirnya melangsungkan resepsi pernikahan mereka yang bertempat di hotel berbintang di tengah kota. Semuanya dipersiapkan dengan mewah dan matang oleh tim wedding yang dipilih sendiri oleh Selin.Tema resepsi mereka adalah Vintage yang menonjolkan gemerlap tahun 20-an. Mereka sengaja mengusung tema ini agar terkesan lebih berbeda dari pernikahan biasanya. Karena bertema Vintage, maka semua dekorasi kental akan warna putih serta pastel. Menambah kesan kagum, elegan nan mewah bagi para tamu yang hadir. Selain turut menyanjung betapa cantik dan tampannya sang calon mempelai, mereka pun memuji betapa indahnya dekorasi resepsi.Sadena dan Selin berdiri di atas pelaminan untuk menyalimi semua para tamu dengan senyum bahagianya, Selin menerima doa dan ucapan selamat dari mereka semua.Betapa bahagianya perempuan itu, meski demikian rasa lelah mulai menyapa tubuhnya.Ketika tak ada lagi tamu