Kepulan asap rokok mengudara. Berasal dari seorang pria berambut gimbal yang duduk bersandar di tembok ruangan. Jona, pria itu menyunggikan senyum remeh sesaat Zoe berjalan melewatinya demi mengambil handuk putih yang tersampir di sandaran kursi. Mereka kini berada di gedung tua, tempat biasa Zoe dan Sadena bertanding.
"Puas latihan lo?" tanya Jona.
Zoe mendelik sinis. "Nggak ada kata puas sebelum gue berhasil ngalahin Dena."
"Hahaha." Jona tertawa meremehkan. "Dena nggak akan pernah bisa dikalahin, Man."
"Bengset." Gerakan Zoe menyeka keringat di lehernya berhenti. Ia mengernyit kesal. "Lo ngedukung gue apa nggak sih?"
Marsha melayani setiap pembeli di kafe ini dengan ramah, hal itu membuatnya disegani banyak pembeli juga. Terutama Tasya--ibunya Ankaa, sebagai pemilik kafe ia merasa sangat beruntung mempunyai pegawai seperti Marsha. Meskipun awalnya Tasya bingung bagaimana ia harus menerima pegawai yang bahkan belum lulus SMA. Namun setelah Mery menceritakan kronologis kenalnya dia dengan cewek itu. Tasya pun luluh, ia prihatin keadaan Marsha dan tanpa pikir panjang lagi langsung menerima cewek itu sebagai waitress di kafenya.  "Marsha sini," panggil Tasya dan Marsha langsung menghampiri wanita itu. "Kamu anterin mocca ini ke meja nomor dua puluh ya," pintanya sambil mengulurkan nampan berisi secangkir mocca dingin. Marsha mengangguk dan tersenyum. Ia menerima itu dan dengan hati-hati menaruhnya di meja nomor 20 yang ditempati seorang wanita. "Se
Kamu itu seperti pelangi, penuh warna, membuat hidupku tak tabu lagi.🌺🌺🌺 Zoe. Nama yang sedari tadi berputar di benak Marsha. Ia mencoba mengingat siapa pria itu tapi hasilnya nihil. Sungguh, Marsha bingung sekali saat ini. Siapa Zoe? Darimana pria itu tahu namanya? Dan pria itu bilang, mereka pernah berteman tapi sejak kapan? Memikirkannya membuat Marsha pusing, sebab itu, ketika angkot yang ia tumpangi berhenti di depan rumahnya, Marsha bergegas turun lalu membayar. Selanjutnya, gadis itu buru-buru memasuki rumah dan mengunci pintu rapat-rapat. "Zoe. Namanya bagus tapi bikin aku takut." --Sadena-- 
Setiap orang mempunyai cara tersendiri saat mengistimewakan sesuatu yang mereka sayangi.🌺🌺🌺 Jangan berpikir Sadena akan meninggalkan akal sehatnya untuk kurun waktu yang lama. Cowok itu melepaskan pagutan mereka sekitar tiga menit setelahnya. Napas Selin masih terengah-engah. Bahkan, ia tidak ingat kapan Sadena mendudukannya di meja persegi dekat jendela yang terdapat jejeran cat acrylic. Semuanya terjadi sangat cepat. Selin bingung bagaimana harus mencerna kejadian tadi di otaknya.  "Eumm..." Selin menggigit bibir bawahnya sambil menunduk. Di depannya, Sadena berdiri dengan kedua tangan bertumpu pada pinggiran meja. Cowok itu memandangnya. Selin tidak tahu bagaimana ekspresi Sadena sekarang karena ia masih malu sekedar menatap cowok itu sebentar saja. "Dena. Tadi kita itu--
Hari demi hari berlalu. Hubungan Sadena dan Selin semakin erat. Mereka berangkat, pergi ke kantin dan pulang sekolah selalu bersama.Lain halnya untuk Marsha. Selama seminggu ini. Pria bernama Zoe yang pertama kali ia temui di kafe kian hari semakin gencar menganggu dirinya."Dari kemarin mukanya murung terus. Kebanyakan beban hidup apa gimana sih beb? Senyum dongg," ujar Dava menarik kedua sudut bibir Marsha. Jujur saja ekspresi pacarnya itu membuatnya prihatin. "Nah, gini kan makin tambah cantik."Marsha terpaksa tersenyum lebar. "Dava, aku mau ngomong serius sama kamu.""Hah? Serius? Kita masih sekolah, Sha. Nanti ya kalo udah lulus langsung aku seriusin," imbuhnya berkedip jahil. Mengusap turun rambut Marsha, cewek itu menabok lengannya."Ish Dava bukan itu. Kebiasaan banget sih becanda mulu!" omel Marsha."Hahaha. Iya maaf," Sadava tergelak dan mengajak gadis itu dudu
Tidak ada yang satu pun manusia yang bisa dipercaya di dunia ini. Selain Tuhan dan diri kamu sendiri.🌺🌺🌺 "Lo selalu ada buat gue kan? Jangan pernah tinggalin gue ya?" Pertanyaan Sadena membuat Selin tersenyum. Cewek itu menarik tangannya dari genggaman Sadena. Beralih menyentuh sebelah pipi cowok itu. "Iyah. Aku pasti selalu ada buat kamu kok." "Itu hal terbullshit yang pernah gue denger," sahut Sadena, sontak Selin terdiam heran. Sadena mengambil tangan Selin dari pipinya. "Semua orang bisa berjanji, tapi nggak semua orang mampu menepati." Selin melihat pancaran penuh keseriusan di mata Sadena. Ia tertegun menatap cowok itu. "Iya. Aku janji deh. Janji. Tuan putri juga bisa apa tanpa pangerannya? Pangeran juga harus janji selalu jagain tuan putri ya." "Janji," ujar Sadena. "Gue suka diusap rambutnya s
Selesai bersiap Selin menunggu kedatangan Sadena dengan duduk di ruang tamu. Jujur Selin masih sedikit kesal, karena tadi di chat mereka sempat berdebat soal pakaian yang akan ia kenakan. Selin bersikeras mengenakan dress hitam off shouldernya, sementara Sadena melarang keras Selin mengenakan pakaian itu dan mengancam jalan-jalan mereka sebaiknya ditunda saja jika Selin sampai mengenakannya. "Loh, nggak jadi pakai dress hitam?" tanya Raya. Wanita berpiyama biru itu datang dari arah dapur, membawa segelas susu hamil di nampan dan meletakkannya di meja tamu. "Nggak di bolehin Dena," jawab Selin cemberut. "Menurut mama Selin cantik nggak pake baju ini? Rasanya kepanjangan banget."  "Kamu selalu cantik kok," Raya mengambil duduk samping Selin. "Mama malah sependapat sama Dena. Kamu nggak cocok pake dress yang terbuka gitu. Takutnya mengundang tatapan nggak etis dari oran
 Puas menjelajah Lampion Park selama hampir satu jam, Selin mengeluh ngantuk pada Sadena. Cowok itu pun memutuskan mengakhiri kencan mereka. Kini keduanya berjalan menuju parkiran. Setibanya di depan mobil Sadena, Selin dengan mata menahan kantuk mendaratkan pantatnya di kursi samping kemudi usai Sadena membukakan pintu mobil untuknya. "Lo tunggu di sini dulu, gue beli mineral sebentar, oke?" Selin mengangguk sekilas lalu memejamkan mata. Cewek itu terlihat mengantuk sekali. Sadena pun menutup pintu mobil kemudian buru-buru menuju penjual minuman yang berada tidak jauh dari area parkiran taman. Selesai membeli, Sadena melangkah cepat menuju mobilnya namun, belum masuk parkiran langkahnya dihadang oleh seseorang. "Eits jangan terburu-buru, bro. Cewek lo aman," kata Jona tersenyu
Begitu bel istirahat berbunyi, Sadena dengan cepat menuju rooftop sekolah, menaiki tangga dan melalui banyak jejeran para siswi yang sedang bersantai. Banyak dari mereka melempar tatapan minat pada Sadena. Namun cowok itu tetap tak peduli, memberikan tatapan datarnya dan terus melangkah, mengabaikan decak kagum yang kerap kali menerobos indera pendengarannya. Demi apa pun, para siswi itu seperti tidak punya harga diri, tanpa malunya melempar siulan pada cowok yang jelas-jelas telah dimiliki. Selin, dia tidak ikut. Meski begitu Sadena telah mengirim pesan permintaan maaf karena mereka tidak jadi makan bersama di kantin hari ini. Beralasan, dia dan Sadava ada urusan. Setibanya di rooftop sekolah, Sadena langsung menyapu pandangan, mencari figur kembarannya, Sadava, cowok itu mengirim pesan bahwa telah menunggu lama. "Dena?" Panggilan dari samping kanan membuat Sadena menoleh, pupil matanya membesar, sebab dia bukan hanya
Selin mengunyah dengan lahap sosis bakar di mulutnya hingga pipi perempuan itu membulat, ia menyengir menatap Sadena, pria itu terkekeh geli menatap wajahnya.Sadena membelikan banyak sekali makanan, bukan hanya sosis bakar, tapi juga es krim serta permen manis. Dan yang Selin tak habis pikir, sosis bakar, es krim dan permen manis tersebut masih sama merknya seperti yang pernah Sadena belikan dulu untuknya saat mereka SMA. Pedagang sosis bakar tersebut bahkan masih mengingat Sadena saking seringnya dulu mereka datang ke taman ini lalu jajan sosis bakar beliau.Jika saja Sadena tidak melanjutkan studinya ke Amerika, mungkin di masa kuliah, mereka akan menambah kenangan di sini.Melihat Sadena tidak makan, hanya duduk di samping sembari mengusap-ngusap kepalanya, Selin pun menawarkan sosis bakarnya pada pria itu."Dena mau?" kebiasaan Selin, apa pun yang dimakan selalu di tawarkan padanya. Apalagi, Selin termasuk perempuan yang tidak
Pagi menyapa seperti biasa, bedanya hari ini hari libur, jadi Sadena berencana mengajak Selin jalan-jalan. Bukan cuma Selin, ia juga berniat mengajak Mou. Kasihan Sadena melihat bocah itu beberapa minggu ini hanya berdiam diri di rumah. Mery dan Aldevan sibuk, mungkin karena itu mereka tidak punya waktu mengajak Mou jalan-jalan, begitu pula dengan Ken.Mou bilang Ken sering curhat dia bosan berada di rumah. Oleh karenanya, Sadena juga mengajak Ken agar Mou punya teman bermain.Mou mengenakan sweater berwarna pink dan rok selutut, gadis kecil itu tampak sangat gemas mengenakan pakaian seperti itu. Ah, dia salah, ada lagi yang lebih menggemaskan, yaitu istrinya yang baru saja selesai bersiap lalu keluar dari kamar. Selin, memakai warna sweater yang sama dengan Mou. Mereka sangat kompak."Apa gue harus pakai yang pink-pink juga nih?" batin Sadena tertawa. Ia duduk di sofa menunggu kedua bidadarinya selesai bersiap.Mou turun dari tang
Selin mengeluari kamar kecil dengan perasaan lega. Sebab ia baru saja berhasil lancar buang air besar setelah berhari-hari mengalami sembelit. Perempuan itu lantas menjatuhkan dirinya di atas kasur sembari mengelus-ngelus perutnya yang rata.Entah kenapa tingkah Selin itu menarik perhatian Sadena yang tadinya asik berkutat di depan laptop mengerjakan tugas kantor, sekarang malah tersenyum menatap Selin lalu mengusap rambut istrinya."Habis boker?" tanya Sadena. Selin menyengir malu-malu."Hehe, iya. Dari kemarin aku sembelit makanya tadi pas keluarnya lancar aku lega bangett," jawabnya. Sadena mengacak gemas rambut Selin. Ya, setelah menikah, istrinya itu semakin terlihat menggemaskan."Udah minum susu?" Sadena bertanya lagi, membuat Selin menepuk jidatnya."Oh iya lupa, aku bikin dulu ya." Selin sudah hendak turun dari kasur, namun Sadena menahan pergelangannya."Enggak usah kamu diisi aja, biar aku yang
Sadava menyantap dengan lahap hidangan makan siang yang dibawakan oleh Marsha, bahkan sudut bibir laki-laki itu jadi belepotan.Marsha lantas dibuat gemas melihat tingkah calon suaminya itu, dia pun mengambil selehai tisu basah dan menyeka sudut bibir Sadava yang comot oleh sambal. Empunya langsung tergelak, Sadava menyengir lebar menampilkan gigi putihnya yang terdapat sisa cabai, alhasil tawa Marsha meledak memenuhi ruangan."Ih Dava lucu banget sih, di gigi kamu ada cabai tau!" ledek Marsha, Sadava hanya terkekeh ringan tanpa dosa.Sudah berapa tahun dia menjalin hubungan bersama perempuan itu, jadi untuk apa malu? Justru Sadava pikir hal ini bagus karena dia bisa membuat Marsha tertawa. Kalau bisa, ia akan setiap hari bertingkah konyol agar Calon istrinya itu selalu tersenyum."Masakanmu enak banget, By. Besok bawain yang ini lagi yaa," pinta Sadava sembari mencomot sisa-sisa sambal di jarinya seperti anak kecil.M
Takdir, tidak ada yang bisa mengubah takdir yang digariskan oleh Tuhan untuk makhluknya.Semua bisa terjadi tanpa kita duga sebelumnya, apalagi kita tebak.Seseorang yang dulu bersikap sangat buruk bisa berubah baik atas kehendak Tuhan, kita contohkan saja laki-laki bernama Zoe Navvare yang sedang sibuk berkutat dengan laptop di hadapannya.Dulu, dia adalah sosok jahat yang ditakuti semua orang, penuh dendam, serta pribadi yang suka berkelahi. Tapi sekarang dia berbeda, dia sudah berubah menjadi orang baik yang disegani semua orang, pekerja keras, ramah, penyayang, juga taat beribadah.Meski label "Penjahat" pernah melekat pada laki-laki itu, namun seiring waktu berjalan, tahun demi tahun berlalu, Zoe mendapatkan hidayah dan menebus kesalahannya dulu.Sekarang dia telah sukses menjalankan perusahaan bernama Gemilang Angkasa milik mendiang ayahnya Bella. Setahun berjalan, perusahaan yang dikabarkan akan bangkrut i
Hari ini Selin mendapati suatu kebenaran yang tak pernah ia duga sebelumnya. Bahwa Zoe telah banyak berubah setelah keluar dari penjara.Bella adalah orang yang membuktikan semua perubahan itu pada Selin. Meski belum melihatnya secara langsung, Selin sudah yakin Zoe banyak berubah karena gadis itu.Hidayah memang datang tanpa pandang bulu, seburuk apa pun seseorang, dia pantas mendapatkan pengampunan dan berhak mengubah perilakunya menjadi lebih baik.Maka sehabis menyiapkan sarapan dan mengerjakan pekerjaan rumah, Selin bergegas berkunjung ke rumah Marsha, dia ingin menceritakan kejadian ini pada calon adik iparnya itu.Mengetuk pintu rumah Marsha, Selin disambutlangsung oleh Tuan rumah. Marsha saat itu masih mengenakan pakaian tidur."Selin?" kejutnya. Marsha tersenyum segera membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan Selin masuk. Dia dituntun menuju sofa. Dan for your Information saja, rumah Marsha sekarang lebih besar dan nyaman
Memang benar kata orang menjadi seorang istri susah-susah gampang, harus bangun pagi, memasak untuk keluarga, mencuci pakaian ditambah mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Terlebih, jika seorang perempuan ini adalah wanita karir sebab dia harus pandai mengatur waktu antara keluarga dan karirnya.Selin termasuk dalam kategori wanita karir tersebut, namun di kurun waktu beberapa hari ini menjadi seorang istri ia belum kesulitan sama sekali mengatur pekerjaan rumah dan pekerjaannya di butik. Hal itu karena ia didukung penuh oleh kedua mertuanya yang sangat menyayanginya. Mery dan Aldevan, mereka selalu membantu Selin sekecil apa pun kesulitan yang perempuan itu dapatkan.Seperti memasak misalnya. Meskipun Selin lahir dari keluarga yang berkecukupan, dalam hal mengenali bahan masakan ia masih kurang. Bukan tidak bisa, tapi Selin belum menguasai beberapa resep rumahan.Jadi, pagi ini dia meminta Mery membuatkan daftar bahan say
Sinar mentari pagi menyusup masuk dari celah gorden, membuat kedua insan yang masih bergelung dalam selimut itu mulai terjaga.Sadena mengerjapkan matanya berulang kali demi mengumpulkan kesadarannya, kala nyawanya sudah penuh, barulah laki-laki tampan itu bangun dan menggeliat sebentar. Menengok ke samping, Sadena terkekeh geli melihat Selin yang masih tidur nyenyak seolah dunia ini tidak pernah pagi.Imut sekali, Sadena tidak pernah bosan memandangi wajah istrinya itu sejak mereka SMA.Sikap jahilnya pun muncul ketika Selin menggeliat lalu menyamping menghadapnya, Sadena menyingkirkan rambut yang menutupi wajah perempuan itu kemudian mengecup pelan pipinya. Sadena tidak mau Selin ikutan terjaga.Sadena ikut berbaring mensejajarkan wajahnya dengan wajah perempuan itu, disatukannya hidung mereka hingga Sadena dapat merasakan hembusan napas Selin yang teratur.Tidak ia pungkiri memang ada bau-bau khas orang tidur, tapi
Dua minggu usai menggelar acara lamaran dan akad nikah, Selin dan Sadena akhirnya melangsungkan resepsi pernikahan mereka yang bertempat di hotel berbintang di tengah kota. Semuanya dipersiapkan dengan mewah dan matang oleh tim wedding yang dipilih sendiri oleh Selin.Tema resepsi mereka adalah Vintage yang menonjolkan gemerlap tahun 20-an. Mereka sengaja mengusung tema ini agar terkesan lebih berbeda dari pernikahan biasanya. Karena bertema Vintage, maka semua dekorasi kental akan warna putih serta pastel. Menambah kesan kagum, elegan nan mewah bagi para tamu yang hadir. Selain turut menyanjung betapa cantik dan tampannya sang calon mempelai, mereka pun memuji betapa indahnya dekorasi resepsi.Sadena dan Selin berdiri di atas pelaminan untuk menyalimi semua para tamu dengan senyum bahagianya, Selin menerima doa dan ucapan selamat dari mereka semua.Betapa bahagianya perempuan itu, meski demikian rasa lelah mulai menyapa tubuhnya.Ketika tak ada lagi tamu