Part 12 (Pulang) POV Nana. **** Setelah cukup lama berpikir, dan menimbang ulang keputusanku. Aku pun akhirnya mengutarakannya pada orang tua Mas Reza. Malam ini aku akan kembali ke Surabaya, banyak hal yang akan kuurus nantinya. Termasuk gugatan perceraian dan jual beli rumah. "Aku tahu keputusanku ini menyakiti hati kalian. Tapi maaf, aku bukan perempuan yang berhati lembut, yang memiliki kesabaran seluas samudera. Tanpa mengurangi rasa sayangku pada kalian, aku akan menceraikan Mas Reza, putra kalian," ucapku sambil menatap lekat kedua orang tua Mas Reza. Keputusan yang kubuat sudah bulat. Aku tidak ingin menanam luka yang justru akan melukai diriku sendiri.Sekilas Mama Reni tersenyum, sebuah senyuman yang membuat degup jantungku semakin menggila. Aku sadar, mereka berusaha baik-baik saja di depanku. Di belakang, kita tidak tahu sekuat apa mereka membentengi diri. Pasti rasa kecewa yang mereka rasakan jauh lebih besar dariku."Mama tau itu, udah ketebak sebelum kita datang ke
Part 12 (Pulang II)****Setelah memakan perjalanan yang lumayan lama. Kami pun tiba di bandara. Aku dan Zeen turun dari taksi, sementara itu driver menurunkan koper Zeen yang ada di bagasi."Aku tidak membawa apa-apa, tidak sepertimu.""Ini koper milik Mama,""Di dalamnya juga pasti ada pakaianmu!""Di dalam koper itu juga ada dress merah milikmu." Aku tergagap, lalu menepuk jidatku sendiri. Aku sampai lupa dalam koper itu ada beberapa dress yang Mama belikan. "Sudahlah, aku tidak ingin bertengkar denganmu." Aku mengibaskan rambutku yang tergerai. Lalu berjalan mendahului Zeen yang masih termangu di belakang. "He, pengawal cepatlah. Kita bisa ketinggalan pesawat nanti." Aku berteriak memanggil Zeen. Tidak akan kubiarkan dia membullyku lagi. Aku akan melawannya, bahkan aku tidak akan segan-segan menggigit tangannya. "C'k, aku bukan pengawalmu!" cibir Zeen sambil mendengus kasar. Matanya jelas terpancar amarah."Kau lupa Mama bilang apa, Zeen Mama titip Nana, jaga harta Mama yang p
Part 13 (Zeen Dan Masa Lalunya) POV Zeen. **** Setelah mendarat sekitar satu jam, pesawat akhirnya tiba di tujuan. Aku menoleh ke samping, tanpa bisa kutahan lengkungan tipis tertarik di sudut bibir. Nana menggeliat. Detik kemudian ia mengerjapkan matanya sambil menguap. Menggemaskan. Ia tetap Nana. Milikku yang hanya bisa kujaga dari kejauhan. Sejak dulu aku tak punya keberanian mengutarakan perasaanku. Alhasil aku harus melihatnya bersama pria lain, meski pria itu adikku sendiri. "He, Na, bangun. Kau ingin tidur di sini," bisikku tepat di telinganya. Pupil matanya membesar, ia seketika menatapku garang. Perempuan ini baru bangun tidur bukannya mengumpulkan nyawa malah marah-marah. Walaupun begitu, Nana tetap cantik. Dia perempuan yang kutemui 10 tahun yang lalu. Dan rasa ini masih sama. Masih untuknya. Aku hanya mencintainya. Menunggunya menjadi milikku. Entah sampai kapan."Zeen ... Jangan mulai." Nana memberiku peringatan dengan tampang galaknya. Tidak bisa kujelaskan betapa
Part 13 (Zeen Dan Masa Lalunya II)****Seberkas cahaya datang dari balik jendela. Silau menerpa kornea mataku. Beberapa kali aku mengerjapkan mata, menyesuaikan cahaya itu dengan Indra penglihatanku. Aku bangun, lalu meregangkan otot-ototku yang terasa kaku. Kusibak selimut, mengenakan sandal lalu berjalan meninggalkan kamar tamu. Aku sampai lupa jika aku menginap di rumah Nana. "Di mana Nana? Kenapa dia tidak membangunkanku?" Aku bermonolog sambil mengayun langkah menaiki tangga. Ini seperti mimpi. Semalam aku tidur nyenyak. Aku menangkap pintu yang sedikit terbuka. Pasti itu kamar Nana dan Reza. Dengan hati-hati aku mendekat, dan mengintip ke dalam ruangan tersebut. Nana, sedang apa dia? Kenapa dia memasukkan pakaian Reza ke dalam koper?Penasaran, aku pun membuka pintu lebar. Suara decitan pintu ini membuat pemilik rumah ini menoleh. "Kau sudah bangun Zeen?""Sedang apa? Mau kau apakan baju-baju itu?" tanyaku melangkah masuk. "Aku akan mengusir adikmu dari rumah ini."Alisk
Part 14 (Pendam Terus Bang) **** POV Zeen Tiga puluh menit kemudian, mobil yang kukemudikan berhenti di gedung 'Pengadilan Agama.' Setelah mematikan mesin mobil. Aku bersandar pada jok kemudi. Lalu membuang pandangan ke arah Nana yang kini melepas seat belt. Aku mengantarnya. Mau bagaimana lagi, aku tidak tega membiarkannya luntang-lantung sendirian. Alhasil meeting hari ini kuwakilkan pada Haris. Rugi sih, tapi ya sudahlah. Uang masih bisa di cari, kalau Nana jatuh ke pelukan pria lain aku bisa hancur dua kali. Meski begitu aku tetap bahagia mendengar kabar jika ia dan Reza akan bercerai. Walaupun masih dalam proses.Maafkan aku, Za. Untuk kali ini aku akan membantu Nana lepas darimu. Abangmu ini sudah lama menaruh hati pada istrimu. Aku bergumam sembari menyugikan bibir."Tunggu aku di sini, Zeen. Aku tidak akan lama," ucap Nana mencairkan suasana. "Ya."Kulihat beberapa orang lalu lalang, tidak banyak, mungkin mereka staf yang bekerja di sini. Walaupun begitu aku tetap merindin
Part 14 (Pendam Terus Bang II)***Nana membuka pintu, senyum mengembang membuatnya terlihat cantik dan menawan. Ia kembali dengan membawa amplop berwarna coklat dan map biru. Di sana pasti ada beberapa berkas dan persyaratan yang harus ia serahkan ke pengadilan agama. "Sudah selesai?" tanyaku. Ia menganggukkan kepala, menunjukkan amplop itu padaku. "Sudah.""Baguslah, aku ikut lega."Nana memangku tasnya, ia lalu memasukkan amplop tersebut ke dalam tas. "Zeen,""Hemmz,""Aku boleh minta tolong?" tanyanya ragu. Aku mengerutkan kening, membalas tatapan Nana. Bisa kulihat ada kesedihan di matanya. "Apa?""Tolong carikan aku pengacara, aku tahu kau membenciku. Aku sadar kau tak menyukaiku. Tapi kali ini, tolong aku ya. Aku tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa. Papa masih ada di Bali, dan aku tidak mungkin mendatangi orang tuaku," papar Nana panjang lebar. Ia memasang raut wajah memelas. Aku lemah jika menyangkut tentangmu. "Zeen, tolong. Kau boleh memanggilku Banana, sepua
Part 15 (Dengki Dan Cemburu) Pov Reza. **** Siang itu aku menjemput Salma di kantor polisi. Belum ada seminggu kami menikah. Dan lihat apa yang terjadi? Kami sudah panen masalah sekarang. Satu per satu persoalan datang. Dan otakku mendadak buntu. Pikiranku berkeliaran, aku sibuk memikirkan hubungan antara saudaraku dengan istriku. Siapa lagi kalau bukan Bang Zeen dan Nana. Masih terngiang di benakku kala Nana menyahut saat aku sedang mengobrol dengan bang Zeen. Dan yang membuatku geram, ketika Nana menolak mentransfer uang ke rekening Salma. Kok, bisa, Bang Zeen dan Nana bersama? Bukan kah mereka tidak pernah akur. Aku mengusap wajah kasar, tidak terima dengan semua ini. Nana, istri macam apa dia? Suaminya sedang kesusahan bukannya dibantu malah asyik-asyikkan bersama pria lain. Dan parahnya pria itu adalah kakakku. Tak bisa kujelaskan, aku juga bingung dengan diriku sendiri. Aku tak suka Nana dekat dengan pria lain, dia milikku. Meski cinta yang kuberikan padanya sudah kubagi
Part 15 (Dengki Dan Cemburu II)***Senyum mengembang Salma langsung hilang. Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Merasakan suasana yang berubah tegang. "Ada apa Reza? Belum cukup semalam Papa pukuli kamu?" tanya Papa, nada bicaranya tegas. Sorot matanya yang tajam itu seperti mencabik-cabik dadaku. "Mas Reza butuh uang Pa,""Maksudmu itu apa? Siapa yang kamu panggil Papa?" selidik Mama. "Papanya Mas Reza, kalian kan sekarang mertuaku.""Di sini tidak ada yang menganggapmu sebagai menantu. Jadi tolong kamu sadar diri."Aku menelan ludah kasar, Salma menatapku. Sepasang manik itu berkaca-kaca. Entah apa alasan Mama tidak menyukai Salma? Padahal yang salah kan Ibunya. Istriku tidak tahu apa-apa. Tidak seharusnya Mama membenci Salma. Meski aku tahu Mama melakukannya karena hasutan Nana. "Kok Mama ngomong gitu,""Berhenti memanggilku Mama, aku bukan Mamamu.""Sabar Ma,""Aku gak bisa sabar Pa kalau udah ketemu pelakor. Bawaanya itu pengen marah terus," sungut Mama. "Terus aku h