Share

6. Ulang Tahun Ibu

Penulis: Wella Andriana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Asal kamu tahu ya, Ita ... Aku benar-benar bosan dengan dirimu yang sekarang. Tampilanmu yang sekarang selalu bikin mataku sakit!"

Ucapan Mas Damar bak sembilu yang menusuk ke ulu hati. Aku menatap mata Mas Damar lekat, tak menyangka jika sikapnya selama ini berubah hanya karena tampilanku.

"Maksud kamu apa, Mas? Tampilanku yang mana yang membuat matamu sakit?" Tanyaku lemah karena syok.

"Kamu selama ini gak ngaca ya, Ta? Lihatlah dirimu! Hari ke hari tampilanmu itu makin kucel dan tak menarik tahu!" Balas Mas Damar benar-benar membuat hatiku semakin sakit.

"Mas ... Tega kamu berkata begitu ya? Padahal kamu tahu, gimana sibuknya aku mengurus rumah dan anak kita. Bahkan untuk sekedar mandi saja aku harus menunggu kamu pulang, Mas. Aku begini juga demi kalian, Mas!"

Mataku mulai terasa berembun saat mengucap kata-kata itu. Padahal aku selalu berusaha ikhlas untuk melakukan semua kewajibanku, tapi kali ini terpaksa kuungkit agar mata Mas Damar terbuka walau sedikit.

"Selalu itu saja alasan kamu. Lihat di luar sana, banyak juga Ibu rumah tangga seperti kamu, bahkan anaknya lebih dari satu tapi tetap cantik terawat. Kamu saja yang terlalu banyak alasan!"

"Mas, kamu gak bisa menyamaratakan keadaan semua orang! Setiap orang punya kondisi yang berbeda-beda. Ada anaknya yang anteng, ada yang rewel, ada yang super rewel. Ada juga yang kondisi fisiknya mudah lelah, ada juga yang kuat. Jadi kamu gak bisa membanding-bandingkan antara Ibu rumah tangga satu dan yang lainnya."

Aku benar-benar tak tahan lagi untuk tak meluahkan isi hati. Aku sangat tahu, saat ini Mas Damar sedang membandingkan aku dengan Mbak Diana, Kakak iparnya. Wajar Mbak Diana bisa merawat tubuh, dia memang beranak dua, tapi anaknya sudah besar-besar. Yang bungsu sudah empat tahun.

"Ah, sudahlah! Malah ceramah demi ngeles. Udah buruan, aku mau sarapan! Setelah ini kita siap-siap ke rumah Ibu," ucap Mas Damar mengalihkan pembicaraan. Ia benar-benar tak berpikir bahwa sudah melukai hatiku.

Dengan perasaan dongkol, kesiapkan sarapan di atas meja.

"Mau ngapain ke rumah Ibu?" Tanyaku terdengar enggan.

"Jangan bilang kamu lupa kalau hari ini Ibu ulang tahun?" Mas Damar menatapku tajam. Tapi aku hanya melengos.

"Ooh ...."

"Dandan yang cantik kamu nanti. Jangan malu-maluin aku dengan tampilanmu yang bikin sakit mata."

Hatiku bertambah perih mendengar ucapannya. Kusendok nasi goreng untukku sendiri, dan membawanya pergi dari hadapan Mas Damar. Mas Damar hanya terpelongo menatap kepergianku, karena biasanya aku yang selalu menyendokan nasi untuknya. Tapi jangan harap kali ini aku akan melakukannya.

***

"Ganti model pashmina kamu itu! Gak keren! Muka kamu jadi kelihatan makin tua." Terdengar komentar Mas Damar saat aku baru saja memakai hijab.

Aku hanya bisa mengeratkan rahang menahan geram. Sekarang ia mulai terang-terangan mengatur penampilanku.

"Asal kamu tahu ya, Mas. Mau aku pakai apa pun, tetap saja mukaku kelihatan tua dan kusam! Lihat ini! Lihat! Bahkan skincare untuk wajah pun aku tak bisa membelinya lagi!" Sentakku sembari menggebrak meja rias di hadapanku. Berharap mata Mas Damar terbuka, bahwa cantik itu butuh modal.

"Tinggal beli aja, apa susahnya? Kan aku sudah kasih uang," jawabnya dengan santai.

Aku memutar bola mata, bosan. Lagi-lagi mengungkit uang dua jutanya. Lebih baik aku pergi saja langsung, dari pada debat tak ada habis-habisnya.

"Hei, Ita! Kamu mau kemana? Ganti pashmina kamu dulu!" Teriak Mas Damar melihatku keluar begitu saja dengan membawa Rafis.

'Masa bodoh lah, Mas,' batinku sambil terus berjalan keluar rumah tanpa menunggu Mas Damar. Jalan kaki lebih baik, dari pada makin kesal dengan semua perkataan Mas Damar.

Beberapa menit berjalan, terdengar suara motor Mas Damar menyusul di belakangku.

"Ayo, naik!" Ajaknya sembari memelankan laju kendaraan di sampingku.

Aku hanya diam saja mengacuhkannya.

"Ayolah, Ita! Jangan bikin malu. Kita dilihatin orang lho," ujar Mas Damar masih terus membujukku.

Mungkin tingkahku terlihat kekanakan, tapi berkendara berdua dengannya membuat hatiku muak.

"Ayolah, Ita! Kasihan Rafis."

Aku refleks menghentikan langkah saat dia menyebut Rafis. Sangking emosinya aku sampai lupa bahwa saat ini sedang menggendong Rafis. Kulihat wajah Rafis terlihat sedikit memerah terkena cahaya matahari yang mulai terik.

Aku langsung merasa bersalah. Kulirik Mas Damar yang masih setia menungguku. Kali ini sepertinya aku tak bisa mengedepankan egoku demi Rafis. Aku pun naik ke boncengan motor Mas Damar.

Sampai di rumah Ibu, terlihat sudah ramai. Karena Mas Danis dan keluarganya sudah datang.

"Assalamualaikum ...." Aku mengucap salam seraya masuk ke dalam.

Tapi yang terlihat di ruang tamu hanya  Mas Danis dan anak-anak Mbak Diana. Ya, sebenarnya Mbak Diana menikah dengan Mas Danis waktu itu statusnya adalah janda beranak dua. Sedangkan sejak menikah dengan Mas Danis, Mbak Diana sampai saat ini belum hamil.

"Ibu mana, Mas?" Tanya Mas Damar pada kakaknya yang sedari tadi terus sibuk bermain ponsel. Bahkan kehadiran kami pun diacuhkan.

"Di dapur tuh."

Mendengar jawaban Mas Danis, aku memilih masuk ke dapur untuk menemui Ibu.

Ternyata di dapur Ibu tengah sibuk memasak berbagai macam makanan dibantu dengan Mbak Diana juga seorang ibu-ibu yang biasa membantu saat ada acara masak-memasak.

Aku sedikit merasa bersalah saat melihat mereka tengah sibuk. Sedangkan aku baru datang. Kupikir Ibu tak membuat acara apa-apa. Karena biasanya memang tak pernah ada acara masak-memasak begini.

"Baru datang kamu?" Ibu menatap tajam saat menyadari kehadiranku.

"Eh, iya, Bu ...."

"Sudah tahu mertuanya mau mengadakan acara malah datang siang-siang. Benar-benar mantu yang gak bisa diandalkan!" Rutuk Ibu. Walau tak keras tapi tetap terdengar jelas di telingaku.

"Tapi aku gak tahu kalau Ibu mau buat acara, Bu." Aku berusaha membela diri. Karena memang aku tak ada dikabari apa-apa.

"Halah, alasan! Ibu kemarin sudah titip pesan ke Damar. Gak mungkin dia gak nyampaikan ke kamu."

Aku kaget sekaligus kesal mendengar perkataan Ibu. Jadi Ibu sudah menyampaikan pada Mas Damar? Tapi kenapa ia tak bilang padaku?

"Mana hadiah untuk Ibu?" Tanya Ibu membuat aku semakin kikuk.

"Bukannya Mas Damar sudah kasih hadiah ke Ibu ya?"

"Ya itu dari Damar. Dari kamu mana? Gak ada juga? Sudah datang siang dan gak bantu-bantu, eh, malah gak bawa apa-apa," sindir Ibu sembari menata kue-kue dalam piring.

Kesal rasanya, sudah meluangkan waktu untuk datang kemari demi menghargai mertua, tapi malah sindiran yang didapat. Makin bertambah kesal saat melihat Mbak Diana tersenyum miring mendengar sindiran Ibu untukku. Walau sekilas tapi masih bisa tertangkap oleh mataku.

"Emangnya Mbak Diana ngasih Ibu secara pribadi juga, Bu?" Aku bertanya dengan berani. Sebenarnya karena kesal melihat senyum Mbak Diana.

"Ya walau Diana gak ngasih kado, setidaknya dia sudah korban tenaga sejak pagi di sini."

Kesalku bertambah berlipat-lipat saat tahu ternyata Mbak Diana juga tak memberi apa-apa. Ibu memang benar-benar pilih kasih. Kenapa hanya aku saja yang dituntut memberi hadiah? Sedangkan Mbak Diana tidak.

Bab terkait

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   7. Bibit Pelakor

    "Maaf, Bu ... Aku benar-benar gak tahu kalau Ibu buat acara. Kalau tahu juga aku bakal datang ke sini sejak subuh." Aku terus membela diri. Terlihat Ibu hanya berdecih."Ada apa ini?" Tanya Mas Damar yang tiba-tiba sudah berada di belakangku."Mas, kamu kok gak bilang ke aku kalau Ibu hari ini mau bikin acara?"Mas Damar langsung berdecak kesal."Gimana aku mau bilang ke kamu? Pas aku pulang kamu udah tidur," sindir Mas Damar membuatku makin kesal. Hanya perkara tak disambut pulang kerja, Mas Damar jadi terus mengungkit-ungkit. "Apa, Mar? Ita tidur saat kamu pulang? Jadi kamu tak disambut dia dong?""Boro-boro, Bu."Mendengar sahutan Mas Damar, hatiku langsung panas."Untuk apa aku menyambut kamu, Mas? Untuk menyenangkan hati kamu gitu? Sedangkan kamu saja bersenang-senang di luar tanpa aku!" Balasku tak mau kalah.Mas Damar langsung membelalakkan mata seperti terkejut mendengar perkataanku.

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   8. Ucapan Menyakitkan Ibu

    "Maass!"Aku terkejut mendengar panggilan keras Dista. Bahkan ponsel yang sedang kugunakan untuk bermain game online pun hampir terjatuh sangking terkejutnya."Kenapa teriak-teriak, sih?" Ketusku menatap Dista tak suka. Apalagi setelah melihat kembali ke ponsel, ternyata game yang kumainkan jadi kalah, akibat fokusku beralih ke Dista."Kamu gimana sih, Rafis nangis dibiarkan saja," sentak Dista dengan nada tinggi. Membuat perhatian para tamu Ibu beralih pada kami."Aku gak dengar.""Astaga, Mas. Aku yang lagi di dapur aja dengar jelas. Kamu yang posisinya dekat kenapa malah gak dengar?" Protes Dista dengan wajah yang benar-benar terlihat kesal.Ingin saja kujawab ucapannya, tapi kalau aku bilang, aku tak dengar karena sibuk bermain ponsel, sudah pasti Dista akan mengamuk lebih parah."Lihat ini! Baru beberapa hari yang lalu, Rafis jatuh karena kamu gak jaga dengan benar. Sekarang malah benjol kepalanya karena jatuh lagi,

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   9. Kepergian Dista

    "Mas, apa kita tak bisa dekat seperti dulu lagi?" Aku refleks mengerem motor mendadak mendengar perkataan Rasti barusan."Maksudmu apa berkata begitu, Ras?" Aku bertanya dengan nada tinggi sembari menoleh ke arah Rasti.Rasti sedikit gugup menerima tatapan tajam dariku."Tolong jangan melewati batas! Aku mengantarkanmu pulang semata-mata karena Ibu. Jadi, tolong jangan berucap omong kosong seperti itu!" Tukasku lalu kembali melajukan motor.Dapat kulihat dari spion motor, Rasti hanya menunduk sedih mendengar ucapanku. Namun, sama sekali tak ada rasa iba di hati ini untuknya.Sebenarnya Rasti cantik, lebih cantik dari Dista saat ini. Namun bila mengingat luka yang pernah ia torehkan, sedikit pun aku tak terpesona dengan kecantikannya.Kami melanjutkan perjalanan hanya dengan saling diam. Syukurlah Rasti tak mengoceh yang tidak-tidak lagi. Mungkin ia takut setelah tadi kubentak.Tak berapa lama, motor yang kulajukan pun sampai di depan rumah Rasti

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   10. Saat Tak Ada Baru Terasa

    Part 10Sudah berhari-hari Dista tak pulang ke rumah. Akhirnya aku tahu bahwa ia berada di rumah orang tuanya, sewaktu mencoba menghubungi adiknya. Awal mengetahui itu jelas aku geram, karena ia pergi tanpa izinku. Aku sama sekali tak ada niat untuk menjemputnya. Toh, dia pergi sendiri? Untuk apa aku yang menjemput.Tapi setelah lama sendiri begini, aku malah merasakan kesepian tanpa kehadiran dirinya."Woi! Seharian bengong mulu Lu!" Aku terjengit kaget saat Hardi menepuk punggungku."Si*alan Lu, Di. Bikin Gue terkejut aja," sungutku lalu kembali fokus melanjutkan makan siang yang sedari tadi kunikmati tanpa minat."Elaaah ... Pak Manager gitu doang terkejut." Hardi terkekeh lalu ikut duduk di hadapanku."Kenapa muka Lu kusut begitu? Ada masalah? Atau jabatan baru tak menyenangkan?" Selidik Hardi seraya menelisik raut wajahku."Lagi kesel aku, Di.""Sama siapa?" Tanya Hardi sembari menyuap makanannya.

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   11. Aplikasi Lak*nat

    Aku sampai di pekarangan rumah orang tua Dista saat hari sudah benar-benar beranjak sore. Rumah orang tua Dista terletak di kota sebelah, hanya butuh perjalanan sekitar empat puluh lima menit saja jika mengendarai motor.Terlihat rumah dalam keadaan tertutup rapat, tak terdengar pergerakan pula dari dalam. Jangan-jangan mereka sedang tak ada di rumah.Aku turun dari motor dan menuju teras rumah besar itu. Ya, sebenarnya orang tua Dista adalah orang yang berada, itu sebabnya dulu Ibu sangat menyetujui pernikahan kami. Tapi itu dulu, sekarang malah Ibu melihat Dista bak menantu yang tak berguna.Tok! Tok! Tok!"Assalamualaikum ...." Dengan harap-harap cemas aku mengetuk pintu tersebut.Tak berapa lama terdengar suara sahutan dan langkah kaki dari dalam rumah. Pintu pun terbuka. Dan Dista lah orang yang membukakan pintu itu. Terlihat raut wajah Dista sedingin es saat menatapku. Membuat aku jadi kikuk dan salah tingkah, apalagi ia sama sekali tak ada mengucapkan apapun."Ita ... Boleh a

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   12. Sambutan Tak Mengenakan

    Sejak kehadiran Bella di dunia mayaku, aku tak lagi kesepian walaupun Dista tak ada di sampingku. Walau harus keluar uang hanya untuk video call dengannya, aku tak masalah. Yang terpenting, aku benar-benar bahagia.Masalah pekerjaan rumah dan cucian sekarang juga aku tak perlu risau. Karena Ibu sudah mencarikan orang yang mau dibayar murah untuk mengerjakan pekerjaan rumahku. Bukan aku pelit. Tapi jika bisa dapat yang lebih murah, kenapa tidak? Lagi pula sejak aku menjabat sebagai Manager, mau tak mau pelan-pelan aku harus merubah penampilanku.Masa iya seorang manager terus-terusan pakai motor. Apa kata dunia? Sebab itu sejak mendapat gaji pertama selama jadi manager, aku mulai DP mobil. Walau bukan mobil yang mewah-mewah, setidaknya sudah bisa mengendarai mobil.Tentang Dista, aku tak mau lagi ambil pusing dan membujuknya. Paling setelah melihat aku mapan ia akan mengemis-ngemis maaf dariku. Lagi pula sekarang aku tak butuh dia lagi, karena ada

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   13. Bertemu Si Cantik

    Mendapat sambutan tak menyenangkan dari Ibu, Dista langsung menatapku tak suka.Segera kutarik tangan Ibu menjauh dari Dista. Sedangkan Dista dengan tak peduli melenggang masuk ke rumah."Apa-apaan sih kamu, Damar! Tarik-tarik Ibu," gerutu Ibu menyentak tanganku kasar."Bu, aku minta tolong sekali. Tolong jangan kasar-kasar lagi sama Dista. Aku cuma gak mau Ibu jadi bahan gunjingan tetangga lagi." Aku berkata pada Ibu dengan penuh permohonan."Astaga, Damar ... Jadi, karena itu kamu jemput dia?""Iya, Bu. Aku cuma gak mau Ibu sedih karena jadi bahan gosip," jawabku tanpa daya."Damar, Damar ... Kenapa sih, kamu gak pilih keputusan Ibu? Asal kamu tahu, Ibu lebih bahagia jika kamu sama Rasti."Aku benar-benar nelangsa mendengar pernyataan Ibu. Ya, Ibu bahagia jika Rasti yang jadi menantunya, tapi bagaimana dengan aku? Apa aku harus mengorbankan perasaanku sendiri demi Ibu."Ah, sudahlah! Kamu memang gak ngerti Ibu

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   14. Permintaan Ibu

    Mulutku ternganga menatap wanita cantik yang berdiri di hadapanku. Sangking terkejutnya, ponsel yang sedang kupegang jatuh begitu saja di atas sofa.Di hadapanku berdiri sosok wanita yang begitu cantik dan anggun. Tadinya kukira Bella di dunia nyata sama dengan Bella di dunia maya, yang selalu berpakaian sek*si dan seronok serta selalu memberi gaya yang menggoda. Tapi begitu bertemu langsung, imagenya benar-benar berbeda. Bahkan ia seperti bukan wanita penghibur dengan setelan celana jins panjang, juga baju putih panjang yang begitu lekat membalut tubuhnya, memperlihatkan betapa aduhai lekuk tubuh Bella."Mas ...." Bella melambaikan tangannya di depan wajahku, karena aku hanya mampu ternganga di depan sosoknya. Syukur air liurku tak ikut menetes."Eh, maaf, Bell." Aku buru-buru menguasai keadaan dan beralih tersenyum menatapnya."Sampai ternganga gitu sih, Mas, liatnya," ujar Bella dengan senyum menggoda."Habisnya kamu cantik b

Bab terbaru

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   77. Akhir dari Segalanya

    Hari beranjak malam, tapi sama sekali belum ada kabar apapun dari Mas Rasyid. Entah kenapa hatiku terus tak tenang walau kini sudah berada di ruangan tempat aku tinggal dengan Mita selama ini.Aku terhenyak, lamunanku buyar saat dari televisi tabung kecil yang memang disediakan oleh bos kami di kamar ini, menampilkan sebuah berita penganiyaan seorang ART oleh majikannya.Yang membuat aku terkejut pasalnya alamat yang disebutkan adalah alamat rumah Mas Damar. Walau wajah sang pelaku tak terlihat karena ditutupi, tapi aku bisa dengan mudah mengenali jika itu adalah Mas Damar.Belum tuntas aku menonton berita tersebut, pintu ruangan kami terdengar digedor dari luar. Aku langsung bangkit untuk membukanya, karena Mita sedang berada di kamar mandi.Aku terkejut saat melihat Mas Rasyid yang berada di sana bersama seorang temannya yang kutebak adalah polisi juga."Ras, mari ikut kami ke kantor," ajak Mas Rasyid yang menjawab semua keraguanku sedari tadi."Jadi benar kalau yang dianiaya itu ad

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   76. Kabur

    POV RastiSudah berhari-hari aku terkurung di kamar bekas Mas Danis. Akses untuk keluar sama sekali tak ada, karena pintu terkunci dari luar. Hanya waktu makan dan waktu-waktu tertentu saja pintu akan terbuka, baik itu dibuka oleh Mas Damar atau Mbok Darti yang baru kutahu adalah ART di rumah ini.Kurasa Mas Damar kini sudah tak waras. Awal berjumpa dengannya dan dia meminta rujuk denganku aku tak begitu kaget. Karena aku tahu tentang video viral Bella yang ternyata seorang pelakor itu.Walau Mas Damar membujukku bahkan berjanji akan menerimaku apa adanya, aku tak akan luluh begitu saja. Karena aku paham betul bagaimana sifat Mas Damar sejak dulu.Mas Damar meminta rujuk denganku semata-mata bukan karena ia cinta, tapi aku tahu ia melakukan itu hanya demi harga dirinya. Sejak dulu ia kan selalu menjaga image di depan orang, dan selalu ingin dipuji-puji. Jadi pasti ia kini tengah malu karena gagal berumah tangga sebanyak tiga kali. Mungkin itu sebabnya ia jadi tak waras hingga menguru

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   75. Pucuk Dicinta Ulam pun Tiba

    Kembali ke POV Damar ya.Dengan berat hati aku akhirnya berangkat juga ke rumah Dista untuk ikut meramaikan hari jadi anak semata wayangku itu.Kalau bukan karena Rafis, tentu aku tak akan datang. Entahlah bagaimana reaksi Dista nanti saat mengetahui bahwa aku tak lagi bersama dengan Bella.Selang beberapa saat, aku pun sampai di depan sebuah rumah megah. Masih bertahan di dalam mobil, berulang kali aku mengecek, apa benar ini alamat rumah Dista yang benar? Tapi pertanyaanku terjawab saat melihat Hilman ada di antara kerumunan tamu yang mulai datang. Ternyata memang benar ini adalah rumah Dista dan Hilman. Betapa beruntungnya mantan istriku itu, lepas dariku malah mendapat seorang sultan.Setelah menepikan mobil di luar pagar aku pun masuk ke halaman rumah tersebut yang sudah disulap dengan berbagai macam dekorasi ulang tahun khas anak-anak."Hilman ...." Aku menyapa Hilman yang masih sibuk dengan tamu-tamunya yang lain. Lalu menyalaminya sekedar basa-basi."Eh udah datang, Mar?" Bal

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   74. Hilang Kembali

    POV RasyidAku termangu menatap wajah mulus bak pualam itu. Matanya rapat terpejam terlihat damai setelah beberapa hari mengalami hal-hal yang aneh.Aku tersentak saat tiba-tiba bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang."Jaga pandangan, belum mahram."Aku tersenyum kikuk saat mengetahui Ustadz Faisal lah yang menepuk bahuku.Segera kututup pintu kamar Rasti yang tadi sempat kubuka sedikit untuk melihatnya."Apa ia sudah tak apa, Tadz?" Tanyaku khawatir."Insya Allah ia sudah tak apa. Kami akan berusaha merutinkan ruqyah agar pengaruh pelet dari tubuhnya cepat hilang."Hatiku sedikit tenang mendengar ucapan Ustadz Faisal.Masih teringat jelas dalam benakku kejadian beberapa hari yang lalu.Mita teman kerja sekaligus teman sekamar Rasti menelpon ke nomorku malam-malam. Ia memang tahu bagaimana selama ini aku berusaha berjuang mendapatkan hati Rasti dan berniat mempersuntingnya. Namun entah kenapa Rasti seolah selalu menjaga jarak jika aku membahas soal perasaanku padanya.Mita mengab

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   73. Kemana Rasti?

    "Maaf, aku gak bisa!" Sahut Rasti acuh tanpa memikirkan perasaanku."Dan aku minta secepatnya kamu urus perceraian kita. Karena aku sudah punya pengganti kamu. Jadi jangan berharap banyak!" Lanjut Rasti lagi mengejutkanku."Kamu sudah punya pengganti aku? Secepat itu?" Balasku tak percaya. Bisa jadi itu hanya kebohongan yang dibuat Rasti agar aku menjauh darinya.Belum sempat aku menjawab, bersamaan dengan itu terdengar seseorang dari pintu masuk memanggil nama Rasti begitu akrab."Tumben cepat datangnya, Mas?" Tanya Rasti sembari tersenyum manis pada lelaki yang kini sudah berada di belakangku."Iya. Mas sudah selesai tugas, jadi langsung kemari."Aku terhenyak demi mendengar suara lelaki tersebut. Kenapa suaranya begitu familiar? Refleks aku menoleh ke belakang untuk melihat siapa lelaki yang kini tengah berbincang hangat dengan Rasti."Rasyid?" Mataku membulat sempurna saat melihat Rasyid teman sekolahku dulu lah yang sedang berbincang dengan Rasti."Damar?" Ia pun sama terkejutny

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   72. Ingin Rujuk

    Aku menutup panggilan dari Mbok Darti setelah berjanji akan segera pulang. Kebetulan sebentar lagi jam pulang kantor akan tiba.Bukannya sedih mendengar kabar dari Mbok Darti tersebut, aku malah bersorak-sorai dalam hati. Ternyata tanpa aku perlu repot-repot, Bella sudah terkena karmanya sendiri.Dengan bersiul riang aku keluar dari kantor hendak pulang ke rumah. Namun di depan sana terlihat Hardi berjalan tergesa ke arahku."Kenapa lu? Kok macam habis ketemu setan gitu?" Tanyaku pada Hardi setelah jarak kami dekat."Liat nih, Mar! Liat!" Tanpa menyahut pertanyaanku Hardi langsung menunjukkan ponselnya.Di sana terpampang sebuah video live yang terlihat ramai penonton. Mataku membelalak saat sadar tempat yang ada di dalam video tersebut adalah rumahku.Terlihat seorang wanita paruh baya mengamuk pada seorang wanita yang seperti Bella. Bukan, itu memang Bella!Namun syukurnya polisi yang ada di sana langsung melerai sebelum wanita itu semakin brutal.Saat melihat komen-komennya, rata-r

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   71. Dilabrak Istri Orang

    Serasa ada petir yang menyambar di atas kepalaku mendengar kabar dari Mbok Darti tersebut. Tanpa sadar ponsel pun terjatuh begitu saja seiring dengan air mataku yang turut terjatuh pula.'Baru beberapa hari yang lalu Mas Danis pergi, kenapa sekarang Ibu ikut menyusulnya, Bu?' Aku merintih dalam hati.Tanganku mengepal sesaat teringat pada si penyebab semua ini. Ini semua karena Bella! Gara-gara Bella aku jadi berpisah dengan Ibu untuk selamanya.Aku yang makin tergugu mengundang perhatian para karyawan lain yang berada di divisiku. Mereka terlihat saling pandang satu sama lain, tapi ragu untuk mendekat. Karena memang selama ini aku tak begitu dekat dengan mereka. Hanya Hardi sajalah satu-satunya temanku di sini.Tanpa menghiraukan tatapan penuh tanda tanya mereka, aku langsung bangkit dari kursi berniat pulang. Bahkan sangking kalutnya aku tak ingat untuk izin pada atasan. Hingga di tengah jalan, barulah aku ingat dan cepat-cepat menghubungi Pak Jaya.Usai menelpon dan mendapat izin

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   70. Kepergian Ibu

    Aku yang sedang tidur terbangun begitu mendengar suara pintu ruang rawat Ibu terbuka. Sembari memegang kepala yang pusing karena kurang tidur, aku menoleh ke arah pintu.Terlihat sudah ada Bella di sana, berdiri dengan senyum manis tanpa dosa seraya menenteng kotak bekal makan."Mas, kamu kok gak ngabarin aku kalau Ibu masuk rumah sakit?" Ucap Bella dengan sedikit memanyunkan bibirnya sok manis.Jika dulu aku selalu suka sikapnya yang seperti itu, berbeda pula dengan sekarang saat aku sudah tahu semua kedoknya.Tanpa menggubris perkataannya, aku kembali memejamkan mata."Kamu pasti capek sekali ya, Mas? Tapi sarapan dulu ya, baru tidur. Nanti kalau telat makan malah kamu yang jadi sakit." Terdengar lagi ia bersuara membujukku."Memangnya ada jaminan kalau makanan itu aman tak ada racunnya?" Balasku masih enggan membuka mata. Entah bagaimana ekspresi wajahnya saat mendengar perkataanku ini, aku tak lagi peduli."Maksud kamu apa sih, Mas? Racun apa? Jangan bercanda deh."Aku langsung me

  • Saat Istri Tak Lagi Cantik   69. Tak Lagi Punya Rahim?

    Aku terkesiap mendengar perkataan lelaki itu. Jangan-jangan Bella yang ditelponnya saat ini adalah Bella istriku. Tak mungkin semua hal yang saling berkaitan ini hanyalah kebetulan.Diam-diam aku mengikuti langkah lelaki itu. Dan lagi-lagi aku dibuat terkejut saat melihatnya masuk ke ruang poli neurologi. Namun detik selanjutnya, ia kembali keluar.Aku yang masih mengintainya, pura-pura duduk di bangku tunggu sembari bermain ponsel. Terlihat ia kembali menelpon seseorang."Aku belum bisa membuat buktinya sekarang. Jam praktek dokter belum habis. Kemungkinan sore baru aku bisa memberimu bukti itu."Mendengar kata-kata lelaki itu, tanganku tanpa sadar mengepal menahan geram."Ya pandai-pandai kamu lah, bagaimana ngasih alasan ke suamimu. Tapi kan tadi kamu sudah kirim foto ruang poli neurologi, masa dia masih gak percaya?"Entah apalah yang dikatakan orang di seberang sana. Yang jelas pasti ia tak terima jika bukti itu bisa didapatkan sore hari. Pasti ia takut aku pulang dan bertanya m

DMCA.com Protection Status