Serena sudah lebih tenang ketika Indira tiba bersama Abimana suami Indira dan dua putranya Randy dan Raka. Gibran meminta asisten rumah tangganya untuk membawa semua keponakannya bermain di halaman belakang termasuk Zena yang sudah bangun dari tidurnya.Indira, Rahma dan Serena duduk di sofa panjang. Sedangkan Gibran duduk di kursi single di samping Serena berhadapan dengan Abimana. Gibran menjelaskan alasan mengapa sampai meminta Indira datang pulang ke rumahnya. Gibran juga meminta maaf pada Abimana karena harus nantinya akan membahas masa lalu Indira dengan mantan suaminya. "Abimana, Aku minta maaf jika nanti kamu merasa tidak nyaman karena kami akan membahas masa lalu Indira dengan Jefri," ucap Gibran pada laki-laki yang menjadi suami adiknya sekarang. "Silahkan Mas, jika memang itu untuk menyelesaikan masalah, saya sama sekali tidak keberatan," jawab Abimana memahami. Gibran mengangguk lalu mengalihkan pandangannya pada Indira yang duduk dengan ekspresi penasaran. "Indira, se
Seminggu telah berlalu sejak terbongkarnya kebongan Rahma. Serena meminta untuk kembali ke rumah Nurida untuk menenangkan diri. Dia menolak untuk bertemu dengan bundanya maupun Gibran. Serena meminta waktu untuk menenangkan hati dan pikirannya. Hari ini sepulang kerja Dewa datang untuk membujuk Serena agar bersedia datang ke rumah sakit menjenguk Kaisar yang kondisi terus menurun. Namun sudah setengah jam Dewa meyakinkan, Serena hanya tetap diam membisu. "Serena, bukankah kamu sudah berjanji pada Aira? Sampai Kaisar sadar kamu akan datang menjenguk dan berbicara dengan Kaisar," ujar Dewa dengan nada penuh penekanan. "Kamu tidak bisa mengingkari janjimu sendiri," lanjutnya yang hanya di jawab dengan kebisuan oleh Serena. Nurida hanya bisa menghela nafas tanpa berkomentar apa-apa melihat kedua sahabatnya. "Kamu jangan hanya menghela nafas saja Nur! Bantu akau membujuknya," Dewa mengalihkan pandangannya pada Nurida yang hanya menatap sendu pada Serena. "Dia masih sangat shok Dewa. J
Gibran berangkat ke rumah sakit bersama Nurida. Sebenarnya Gibran juga berniat mengajak Bundanya, karena bagaimanapun wanita yang telah melahirkannya itu bersalah pada Kaisar dan keluarganya. Namun Rahma menolak dengan alasan bahwa semua yang dilakukan karena kasih sayangnya sebagai seorang ibu kepada Serena. Gibran tidak ingin memaksa bundanya, karena dia ingin Rahma meminta maaf jika benar-benar telah menyadari kesalahannya bukan karena paksaan. Biarlah sekarang hanya dirinya yang datang untuk meminta maaf pada Kaisar dan keluarganya. "Bagaimana keadaan Kaisar?" tanya Gibran memecah keheningan antara dirinya dan Nurida di dalam mobilnya. "Keadaannya semakin menurun semenjak Serena tidak lagi datang," jawab Nurida menoleh sebentar pada Kakak sulung sahabatnya. "Kenapa Serena menolak datang ke rumah sakit? Apa karena Dirga?" "Itu salah satunya," Nurida mengarahkan pandangannya ke luar jendela, " Tapi alasan utamanya karena Serena merasa jika apa yang dia alaminya saat ini adalah
"Restuilah mereka kali ini!" pinta Sekar yang membuat Gibran tertegun, "Aku yakin Serena juga masih mencintai Kaisar. Restui mereka agar bisa bersama kembali!" Sekar mengulangi permintaannya. Permintaan Sekar membuat semua orang yang dia ruangan itu kompak menoleh padanya. "Maksud Tante?" tanya Gibran menoleh sebentar pada Aira yang juga menatapnya. "Dengarkan Tante Gibran! Selama ini Kaisar menyewa orang untuk mencari tahu tentang kehidupan Serena dan suaminya. Kaisar tahu jika selama ini Serena tidak bahagia bersama suaminya. Jadi biarkan Serena kembali bersama dengan Kaisar!" Sekar memandang penuh harap pada Gibran, "Tante mohon, biarkan mereka bahagia!" imbuhnya memelas. Gibran menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan, "Tante, bukannya saya menolak, tapi bukankah Kaisar sudah menikah?" kata Gibran dengan nada pelan agar tidak menyinggung Sekar. "Sekalipun rumah tangga Adik saya di ambang kehancuran namun saya juga tidak akan membiarkan dia membuat wanita lain menj
Siang ini Aira memutuskan untuk menemui Dirga. Dia ingin menjelaskan tentang alasan Serena mengunjungi Kaisar di rumah sakit juga sekaligus meminta izin agar Serena di perbolehkan kembali menemui Kaisar di rumah sakit. Aira sangat sadar jika dia terlihat sangat egois namun dia tidak punya pilihan lain. Melihat kondisi Kaisar yang semakin hari semakin menurun. Apa lagi kemarin setelah kedatangan Gibran detak jantung Kaisar sempat berhenti beberapa detik sehingga membuat semua orang panik dan membuat mama mertuanya jatuh pingsan. Aira mendapatkan alamat kantor Dirga dari Dewa. Aira sudah berusaha menghubungi Serena namun nomor teleponnya tidak aktif. Sedangkan Dewa tidak bersedia memberikan nomor telepon Serena yang baru. Dewa menjelaskan jika sekarang Serana masih belum siap untuk bertemu Kaisar. Dia masih butuh waktu untuk menenangkan diri. Aira langsung menuju ke resepsionis begitu sampai di loby kantor. "Selamat siang, saya ingin bertemu dengan bapak Dirgantara putra. Bisa tolon
"Kenapa kamu meminta Serena datang?" tanya Dirga penasaran. "Karena Dokter mengatakan jika suara orang yang paling dicintai dapat membuat pasien yang koma lebih cepat sadar. Dan itu memang benar setelah kedatangan Serena kondisi Mas Kaisar mengalami perkembangan yang signifikan. Mas Kaisar mulai bereaksi dengan tubuhnya, dia menangis dan beberapa kali mengerakkan jarinya." Aira menjelaskan panjang lebar. Dirga membuang pandangannya ke luar restoran. Ada rasa marah dan kesal di hatinya. Mendengar penjelasan Aira yang seolah menunjukkan betapa berpengaruhnya kehadiran Serena di hidup seorang Kaisar Danu Adtmaja. "Mas Kaisar sangat mencintai Serena, mereka berpisah karena sebuah fitnah. Mas Kaisar dan Serena menjalin hubungan sejak mereka masih berseragam putih abu-abu. Hubungan mereka terjalin selama empat tahun. Mereka berpisah bukan karena selingkuh atau bosan bahkan benci. Sampai detik ini Serena adalah satu-satunya wanita yang Mas Kaisar cintai." tutur Aira sambil menahan air mata
Setelah pertemuannya dengan Aira, Dirga tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Berulangkali terdengar Dirga menghela nafas panjang. Pikirannya tertuju pada Serena dan putrinya Zena yang sudah sebulan ini tidak ditemuinya. Sebenarnya selama ini bukan dia tidak berniat mencari Serena, dia sudah beberapa kali menunggu di depan rumah mertuanya namun tidak pernah dilihatnya Serena keluar dari rumah sang mertua. "Kamu kenapa?" tanya Galih teman kerja Dirga. "Kamu sakit?" tanyanya lagi melihat wajah pucat teman kerjanya itu. "Tidak." Dirga mengusap kasar wajahnya dengan mata yang memerah hampir menangis. "Kamu ada masalah? Apa proyek yang kamu pegang bermasalah atau mungkin gagal?" Galih khawatir melihat kondisi temannya yang terlihat sedang dalam mengalami masalah besar. Dirga menggeleng, "Sepertinya aku sudah melakukan kesalahan besar," jawab Dirga lalu menjambak rambutnya sendiri. "Aku harus pulang, tolong selesaikan dokumen untuk meeting besok!" pintanya lalu bergegas mengambil
Ke esokan harinya Dirga menghubungi salah satu teman kuliahnya dulu yang diketahuinya menikah dengan teman Nurida dan Serena. Dirga meminta tolong temannya untuk menanyakan alamat rumah Nurida. Dia yakin jika Serena dan Zena berada di rumah sahabat istrinya itu. Sekalipun jika Serena tidak disana. Dirga yakin jika Nurida pasti tahu dimana sekarang Serena tinggal.Selam ini Dirga tidak terlalu akrab dengan Nurida dan Dewa. Dirga selalu merasakan jika dia sahabat istrinya itu tidak menyukainya karena itu Dirga sedikit menjaga jarak dengan dua sahabat istrinya itu. Dirga sedang mengunci pintu rumahnya ketika tetangga depan rumahnya memanggilnya di depan pintu pagar rumah, "Pak Dirga,," panggil Citra. "Iya, ada apa Mbak Citra?" tanyanya setelah membuka pagar rumahnya. "Kemarin ada yang ngantar surat ke rumah Pak Dirga. Karena gak ada orang jadi sama pengantarnya di titipin ke pembantu saya." Citra menyerahkan amplop coklat, " Maaf kemarin saya pulang kerja malam jadi baru bisa saya ser
"Sah" pekik sang penghulu yang langsung di sambut riuh para saksi. "Sah," Suara para saksi terdengar kompak disusul. lantunan do'a dari sang penghulu dan segera diaminkan oleh seluruh yang hadir di ruangan itu. "Alhamdulillah,," Suara lirih Rahma penuh syukur. "Iya Alhamdulillah ya Bun. Akhirnya Mas, Gibran menikah juga," sahut Serena sambil mengelus punggung wanita paruh baya itu. Rahma hanya menghela nafas dengan pandangan yang sendu kearah sepasang pengantin yang nampak bahagia dengan senyum sumringah di wajah keduanya. "Bunda, senyum dong. Pengantinnya mau minta do'a restu," ujar Serena saat Gibran dan Nurida mendekati sang Bunda untuk sungkem. Hari ini adalah pernikahan Gibran dan Nurida. Setelah satu tahun meminta berjuang akhirnya hari ini mereka bisa melangsungkan akad nikah dengan restu dari Rahma. Ya, awalnya Rahma menolak memberi restu Gibran menikahi sahabat Serena itu. Rahma menginginkan menantu yang statusnya sama dengan Gibran. Bukan seorang janda dengan satu ana
"Ru rujuk? maksudnya?" tanya Serena menoleh pada Dirga. "Beberapa bulan yang lalu Anita mengajukan gugatan cerai pada Andika." Dirga menjawab pertanyaan Serena lalu mengalihkan pandangannya pada Hendrawan. "Bukannya perceraian mereka sudah di putuskan pengadilan?" "Iya tapi belum mengikrarkan talak. Selama perpisahan mereka Andika belum pernah mengucap talak." penjelasan Hendrawan mendapat anggukan mengerti dari Dirga. Serena hanya diam tanpa berniat berkomentar. Ia masih tidak percaya mendengar berita perceraian adik iparnya itu. Apalagi selama ini Hendra dan Mirna selalu membanggakan rumah tangga putri bungsunya itu sangat harmonis. "Rena, kenapa tamunya tidak di ajak masuk?" Rahma ikut keluar menyambut besannya itu. Dengan senyum ramah ibu Serena mengulurkan tangannya menyalami kedua orang tua menantunya itu. "Ayo silahkan masuk!" ajak Rahma menggiring besannya itu untuk masuk ke sisi lain ruang tamu yang memang di peruntukkan untuk menjamu tamu yang datang. "Maaf duduknya di
Sudah dari kemarin Dirga dan Serena menempati rumah baru mereka. Tak ketinggalan Rahma dan Gibran juga keluarga kecil Indira ikut menginap sejak semalam. sudan dari selesai sholat shubuh Rahma sibuk mengatur persiapan acara ulang tahun sekaligus tasyakuran rumah baru putri bungsunya. Di bantu dua orang asisten rumah tangga ia sibuk di dapur. Rencananya pada jam 9 pagi akan diadakan pengajian bersama dengan mengundang para tetangga juga saudara dan teman-teman Dirga. Untuk ulang tahun Zena akan diadakan setelah dhuhur. Bukan hanya Rahma, Indira pun begitu. Kakak kedua Serena itu juga sibuk mengatur tempat dan bingkisan untuk para undangan. "Inah, kamu taruh semua bingkisan itu di depan. Di bawah tenda ya!" perintahnya pada seorang asisten rumah tangga yang baru di pekerjakan oleh Dirga sejak dua hari yang lalu. "Periksa juga bingkisan untuk undangan ulang tahun Zena! Jumlahnya kurang atau tidak?" sambungnya lalu berjalan menuju dapur. "Rena, cateringnya datang jam berapa? Acaranya
"Siapa yang akan mengacaukan? Dirga bisa sesukses ini juga karena kita. Enak sekali keluarga Serena, tidak merasakan susahnya sekarang ikut menikmati hasil kesuksesan Dirga," gerutu Hendrawan. "Minta alamatnya. Minggu depan kita berangkat ke sana," "Apa Ayah Tidak malu bicara seperti itu?" Mirna menatap tajam suaminya. "Sudah lupa apa yang Ayah lakukan pada Dirga?" Pertanyaan Mirna sontak menyulut emosi di dada Hendrawan. Dengan rahang yang mengeras pria paruh baya itu membalas tatapan Mirna tak kalah tajam. Namun kali ini Mirna tidak takut apalagi segan. Ia sudah sangat jengah dengan dengan sikap dan perangai suaminya itu. "Aku pikir beberapa bulan ini kamu sudah berubah, tapi nyatanya aku salah. Kamu tetap egois dan tidak mau mengakui salah." "Apa maksudmu?" sentak Hendrawan emosi. "Apa perlu aku mengulangi perkataan Dirga dua tahun lalu? Apa perlu aku mengulik kesalahan suamiku yang tidak pernah mau kamu akui?" Mirna menarik nafas panjang untuk sedikit mengurangi rasa kesalnya
Sekitar pukul setengah tujuh malam, mobil dirga memasuki pelataran rumah besar mertuanya. Serena membuka pintu rumah bersamaan dengan Dirga yang keluar dari mobilnya dengan membawa banyak bawaan di kedua tangannya. "Biar kubantu Mas," ujar Serena segera mendekat dan mengambil satu kotak besar dari tangan kanan Dirga. "Hati-hati itu kue ulang tahun untuk Zena," sahut Dirga sedikit khawatir. "Iya," jawab Serena tersenyum lalu berjalan masuk lebih dulu. "Dimana Zena?" tanya Dirga berjalan dibelakang Serena. "Zena lagi di kamar Bunda bersama Rendy dan Raka." Serena segera meletakkan kuenya di sisi meja makan. "Malam Ga," sapa Indira yang berjalan keluar dari dapur dengan segelas air putih di tangannya. "Malam juga Mbak. Mana Mas Abimana?" sahut Dirga bertanya bersikap ramah."Tu," indira menunjuk ke arah ruang tengah. Dua orang pria duduk sambil berbincang. "Halo Ga," Abimana mengangkat tangannya menyapa yang di jawab anggukan oleh Dirga. Merasa sungkan Dirga hendak berjalan untuk
Setelah sholat shubuh Dirga mendatangi ibu mertuanya untuk memberia tahu jika nanti malam dia akan membuat kejutan ulang tahun untuk putrinya. Dirga meminta Rahma untuk memberi tahu Indira dan Gibran untuk ikut datang. Sebenarnya Dirga ingin mengadakan pesta ulang tahun putrinya itu di rumah baru mereka namun dikarenakan rumah baru mereka belum siap untuk ditempati akhirnya Serena menyarankan untuk memberikan kejutan kecil dan nanti setelah rumah mereka sudah siap akan membuat pesta ulang tahun Zena bersamaan dengan tasyakuran rumah baru mereka. Setelah semua anaknya dan menantunya berangkat Rahma segera menelpon putri ke duanya untuk memintanya datang malam ini seperti permintaan menantu sulungnya. "Tentu saja kami akan datang Bun. Tanpa Bunda telfon aku dan anak-anak sudah berniat ke rumah Bunda sepulang sekolah nanti dan Mas Aby akan menyusul sepulang kerja. Kami tidak akan lupa dengan ulang tahun princess Zena," jawab Indira saat Rahma memintanya datang. Mendengar jawaban putr
"Kamu percaya sama aku kan? Aku bersumpah aku hanya menganggapnya teman. Kami bertemu hanya untuk berbincang dan bertukar pikiran saja." Kembali ia berusaha menyakinkan istrinya itu. Ia tahu jika kediaman Serena karena masih ada kerguan di hati istrinya itu. "Kenapa dulu kamu tidak ingin berbincang dan bertukar pikiran denganku?" tanya Serena yang membuat Dirga terdiam lalu perlahan menegakkan kembali punggungnya. "Apa karena aku tidak enak diajak bicara?" "Karena aku bodoh. Aku tidak tahu caranya berbicara denganmu sehingga kita selalu berakhir dengan bertengkar," jawab Dirga dengan ekspresi khawatir.Dirga sangat menyesal mengapa harus membahas Meysa. Mungkin seharusnya ia tidak membahas sahabat lamanya itu. Ia benar-benar tidak ingin hubungannya dengan Serena kembali merenggang hanya karena seseorang yang sama sekali tidak penting bagi Dirga. "Hemm," Serena menganggukkan kepalanya lalu tersenyum. "Pergilah mandi! Lalu keluar untuk makan malam." Kembali Dirga menghela nafas, mes
Beberapa hari ini Dirga harus pulang terlambat karena harus menyelesaikan persiapan launching produk baru perusahaanya. Jika seminggu kemarin ia sampai rumah pada pukul 10 malam, namun hari ini ia bisa pulang lebih awal. Sekitar pukul delapan malam Dirga sudah sampai di rumah. Serena segera menyambut Dirga begitu mendengar suara mobil suaminya itu memasuki pelataran rumah. Saat Dirga hendak masuk kamar nampak putrinya sedang belajar di ruang tengah. Zena terlihat sangat serius dengan buku-buku di depannya. Gadis kecil itu duduk di atas karpet dengan meja kecil yang menjadi tumpuannya. Zena sama sekali tidak menyadari kepulangan ayahnya. "Mandi dan ganti baju dulu, setelah itu baru menyapanya," ujar Serena setelah menepuk pundak Dirga yang berdiri di depan pintu kamar sembari memandang putri mereka yang sedang serius belajar. "Besok dia ada lomba matematika. Dia agak minder karena ini di Jakarta makanya ia sangat serius belajar," tambahnya bercerita. Dirga menoleh sambil mengerutkan
Serena menggeliat ketika tidurnya merasa terganggu sesuatu yang keras menempel erat di perutnya yang ramping. Satu tangannya meraba pada benda yang terasa keras dan berotot. Seketika matanya terbuka lebar saat ia sadar benda yang melingkar di perutnya adalah sebuah tangan kekar entah milik siapa? Serena mengangkat kepalanya dan menoleh ke belakang. "Astaga.," pekiknya tertahan. Dirga memeluknya dari belakang. "Bikin kaget saja, kamu kenapa tidur di sini?" Serena memukul lengan kekar yang memeluknya itu. Masih dalam keadaan setengah sadar Dirga membuka matanya, "Apa Rena? aku ngantuk besok aja bicaranya," keluh Dirga dengan suara serak dan mata menyipit. "Kamu itu ngapain tidur disini?" tanya Serena. Meski sudah beberapa hari ini Dirga tinggal serumah dengannya tapi Serena belum mengizinkan Dirga untuk tidur satu ranjang dengan dirinya. Jika Dirga tidur dengan Zena maka Serena akan memilih tidur di kamar Bundanya. Serena beranjak bangun dari tidurnya. Dengan posisi duduk ia menatap