"Amiin. Yang terpenting kita sudah berusaha. Masalah berhasil atau tidak kembalikan lagi pada yang kuasa." Aku hanya manggut-manggut mendengar ucapan suamiku dengan seksama. *** "Hallo, Put? Ada apa?" tanyaku saat ponsel terhubung dan ternyata yang menghubungi adalah Putri. "Bu, gawat! Kartika datang dan mengamuk di sini!" ucap Putri. Suaranya terdengar panik. Bahkan, aku pun cukup terkejut dengan kedatangan Kartika. Secepat itukah? Aku mengiranya justru lusa atau setelahnya lagi baru ia akan datang. "Oke, aku sama Bapak akan segera kesana."
"Mau pulanglah, mau apalagi!" pekik Kartika masih dengan posisi aku mencengkram kuat rambut pirangnya yang seperti jagung itu."Enak aja main pergi. Bereskan dulu semua kekacauan yang kau buat ini!" sentakku marah."Aku gak mau! Lepas!" Kartika mencoba menarik dan melepaskan rambut miliknya yang masih berada dalam genggaman tanganku. Semakin dia mencoba melepaskan semakin kuat aku juga menarik rambutnya hingga ia kembali mendongak."Lepas sialan! Sakiittt!" pekik Kartika keras tapi, aku tetap acuh.Tak kuhiraukan suaranya yang kian menjerit kesakitan hingga akhirnya aku menghempaskan tubuh Kartika dan ia pun kembali tersungkur. Bergegas aku duduk di bagian atas paha Kartika. Lanta
"Hehehe, habis Mas kaget. Pertama itu video porno siapa? Kartika?" Aku mengangguk menjawab pertanyaan mas Amar. Mas Amar pun tersentak melihat jawabanku."Sama siapa?""Serius mau tahu? Ntar nyesel lagi.""Ish, ayolah katakan. Sama siapa? Dia bisa mati kuti begitu.""Sama Papa." Dapat kulihat wajah mas Mas Amar pias. Matanya terbelalak. Siapa pun yang mendengar penuturanku ini pastilah terkejut."Mas? Hei kok bengong?" ujarku lagi sembari menggoyangkan bahu mas Amar hingga membuat suamiku itu tersentak."Astagfirullahaladzim, naudzubillah.
"Aku mau, Bun.""Aku mau, Tante," ucap ketiga anakku dan keponakanku bersamaan. Sedangkan Rayhan anak bungsu kak Rita masih belum bisa bicara dengan lancar.***Pov 3Tawa bahagia terdengar di segala penjuru rumah pam Darto. Meskipun masalah yang datang beruntun tidak lantas membuat Aliyah dan Amar berlarut dalam kesedihan. Berkumpul dengan keluarga dan melihat mereka dalam keadaan sehat walafiat saja rasanya sudah sangat menyenangkan dan menentramkan hati.Lain di rumah pak Darto lain juga di rumah kontrakan yang dihuni oleh Kartika dan pak Bowo. Pria dan wanita yang mengaku sebagai anak dan orang tua itu tengah dilanda gelisa
"Kamu gak usah datang memenuhi panggilan itu. Kita pergi dari sini tapi, sebelumnya kita gadaikan dulu ini."Bowo mengeluarkan sebuah map sedikit tebal dari dalam kamarnya."Apa itu, Pa?""Sertifikat tanah dan rumah."Kartika membelalakkan matanya mendengar kata sertifikat. Ia pun mendekatkan wajahnya ke arah Bowo tapi, Bowo justru merasa kelelakiannya tengah diganggu oleh sang gadis. Tanpa banyak bicara akhirnya Bowo pun melumat bibir Kartika dengan penuh nafsu.Kartika yang tidak siap pun kewalahan mendapat serangan ganas dari Bowo. Meskipun rasa penasarannya begitu kuat tapi, pesona Bowo tidaklah kala
"Jadi, kapan kita gadaikan sertifikat itu, Pa?" tanya Kartika pada Bowo sembari memainkan jarinya di dada Bowo yang ditumbuhi bulu halus."Besok kita ke rumah Ko Ahong. Setelah itu kita pergi dari kota ini. Pergi sejauh mungkin." Bowo memandang langit-langit rumah sembari menyandarkan kepalanya pada dinding.Rumah kontrakan kecil nan sederhana terpaksa mereka sewa lantaran uang yang Amar berikan benar-benar hanya cukup untuk sewa rumah satu bulan saja. Sedangkan Kartika tidak lagi kembali bekerja di kedai milik Amar dan Aliyah. Selain tidak selevel menurutnya, juga karena insiden pengrusakan yang dilakukan Kartika kemarin. Entah setan mana yang merasuki Kartika hingga benar-benar tega merusak seisi kedai milik Aliyah dan Amar itu. Hatinya sudah terlampau dililit perasaan benci, iri dan dengki hingga akal sehat pun t
"Woi! Bisa diem gak itu mulut! Risih kuping gue denger lo-lo ngomong kasar mulu dari tadi!" hardik pemilik warung."Berisik lo! Bukan urusan lo!" hardik Kartika dengan tatapan nyalangnya pada pemilik warung. Pemilik warung yang notabenenya adalah emak-emak pun tidak terima jika harus dikalahkan oleh anak bau kencur seperti Kartika."E, e, e, e, ngelunjak ya. Lo kira ini warung lo! Seenaknya saja maki-maki gue! Pergi gak kalian dari sini!""Kalau kita gak mau terus mau apa lo!" sentak Kartika sembari berkacak pinggang.Melihat hal itu sang pemilik warung pun sigap mengambil sapu dan bersiap memukulkan gagang sapu itu pada Kartika dan Bowo untuk mengusir mereka dari sana.
Raut wajah sumringah pun Bowo dan Kartika akhirnya masuk ke dalam rumah Nilam yang terbilang sangat sederhana sekali.Kartika dan Bowo duduk di lantai yang hanya dialasi dengan karpet tipis dan sudah terlihat usang. Kartika melihat ke sekeliling dalam rumah Nilam. Tidak ada apa pun di sana. Yang ada hanya sebatas kasur lantai yang sudah tipis dan berwarna kehitaman akibat terlalu sering diinjak. Serta hanya ada satu kamar saja yakni, kamar yang Nilam tempati."Katakan apa mau kalian yang tiba-tiba datang ke sini? Cepat karena aku tidak punya banyak waktu!" ujar Nilam dengan tatapan tajamnya seolah-olah mampu menghunus siapa pun yang ada di hadapannya.Tidak bisa dipungkiri sejatinya Nilam teramat rindu dengan Bowo dan K