"Hah?! Masa sih?! Yang bener, ah!" Bio tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dari mulut Ramon.
Saat ini keduanya sedang duduk bersantai di atas atap gedung klub malam, memandangi lampu-lampu kota yang terang sambil ditemani beberapa botol minuman keras serta rokok yang terus mengepul asapnya.
"Iya ..., itu dia aku bingung. Entah dari mana Asti datang. Aku kira udah meninggal selama ini."
"Ya bukan cuma kamu aja yang berpikir kayak gitu, kan, Sayang? Kita semua juga berpikir kalau dia udah meninggal. Justru aneh kalau kita nggak kaget ternyata dia masih hidup, Cintah. Jadi sekarang, gimana kamu sama Aiza? Aku kangen deh sama cewek manis yang agak bego itu. He he."
Ramon mengisap rokoknya dalam-dalam. "Kayaknya kamu nggak akan bisa ketemu dia lagi. Aku bilang aku akan keluar dari sini dalam waktu seminggu. Kami udah merencanakan pindah, tapi ternyata Asti datang segala. Sekarang kepalaku terlalu pening, entahlah mau gimana sekarang. Kan nggak mun
Selama ditinggal berdua di apartemen, hubungan Aiza dan Asti begitu canggung, terutama bagi Aiza. Kedatangan Asti tepat di saat yang paling tidak tepat. Seharian di rumah, mereka nyaris tak bicara sepatah kata. Sedang Asti serasa berada di rumah sendiri, dia seenaknya saja meninggalkan gelas kotor di bak cuci piring. Menaikkan volume TV sampai paling tinggi, seolah ingin menguji kesabaran Aiza.Namun, Aiza bukannya marah, dia masih tetap berusaha bersikap baik mengingat nasib buruk yang telah menimpa Asti. Ada perasaan iba dalam hatinya terhadap gadis malang itu."Mbak Asti, makan siang udah siap. Mbak mau makan nanti atau bareng-bareng sama aku?" tanya Aiza usai mengetuk pintu kamar tamu."Sekarang aja."Tak berapa lama, Asti keluar dari kamarnya. Seperti melayani majikan, Aiza menyajikan nasi serta lauk pauk di atas meja. "Belakangan ini Mas Ramon jarang pulang, katanya ada urusan penting di tempat kerja. Rumah jadi sepi, ya." Aiza berkomentar sambil me
"Jadi aku nggak ikut, Mas?" tanya Aiza sambil membantu Ramon mengepak pakaian yang akan dia bawa selama berada di Macau."Nggak bisa, Za. Ini kasus serius. Aku nggak mau kejadian terulang lagi kayak waktu kita di Hong Kong." Ramon tak melirik Aiza sama sekali.Jauh dalam hatinya, sebenarnya Aiza kesal dengan sikap Ramon belakangan ini. Sejak mereka resmi menikah, rasanya tak ada yang berubah di antara mereka. Hubungan mereka tak berkembang. Semua karena Ramon tiba-tiba disibukkan dengan urusan Pak Ryo yang mendadak sakit. Belum lagi kehadiran Asti yang membuat situasi menjadi sedingin gunung es.Hampir tak pernah lagi mereka makan berdua, atau mengobrol serius. Bahkan Ramon tak pernah pulang saat malam. Aiza selalu tidur sendiri. Rasanya Aiza enggan membiarkan kondisi terus seperti ini."Mas Ramon janji loh, katanya bakal berhenti setelah kita balik. Tapi kenapa sekarang malah jadi kayak gini?" Aiza tak bisa menahan rasa dongkol di dadanya lagi.Ag
Tak akan semudah itu Aiza menyerah dan takluk di tangan penjahat seperti Levi. Meski kepalanya sangat sakit dan sudah mengeluarkan darah sekalipun, dia bertekad tak akan begitu saja menyerah. Walau dia juga bisa merasakan firasat kalau dirinya akan kalah, tapi tak akan segampang itu. Ini bukan kali pertama Aiza mengalami peristiwa mengerikan seperti ini. Pasti ada jalan keluar, pasti. Aiza berusaha menstimulasi pikirannya sendiri agar tetap jernih dan tenang.Jambakan Levi di rambut Aiza makin kuat, dengan gigi yang menggeretak dia menyeret Aiza masuk kembali ke dalam kamarnya. Tangan Aiza berusaha keras menyingkirkan genggaman tangan Levi yang kuat. Tapi tenaga mereka terlalu jauh tak seimbang."Jangan coba-coba melawan, Brengsek! Kamu kira kamu siapa, hah?! Kita nggak setara, ingat itu!"Levi memberikan ancaman lagi saat Aiza berusaha untuk melepaskan diri. Tiba-tiba saja tubuh Aiza diempaskan sampai menghantam pinggiran tempat tidur yang keras. Sekali lagi Ai
Lantaran lelah akibat terlalu lama menangis, Aiza tertidur di atas lantai kamarnya. Ramon yang masih tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, dengan penuh kasih sayang menggendong Aiza ke atas tempat tidur.Gerakannya begitu lambat dan hati-hati supaya Aiza tak terjaga. Ketika Aiza sudah dibaringkan di atas tempat tidur, Ramon segera menyelimuti tubuh ringkihnya sampai batas leher. Lalu dia elus lembut rambut Aiza.Saat itulah Ramon menyadari sesuatu. Ada perban luka di kepala Aiza dekat bagian tengah sebelah kanan. Ramon mendelik kaget. "A-apa ini?" tanyanya pelan.Tangannya sedikit gemetar menyentuh perban luka di kepala Aiza.Luka? Kenapa kepala Aiza luka? Apa yang sebenarnya terjadi?Ramon tak henti-henti memecahkan teka-teki, tapi tak ada satu pun petunjuk yang bisa membantunya.Mungkin ada. Satu orang. Dan orang itu saat ini sedang menghilang ditelan bumi: Asti.Tak sabaran, Ramon keluar meninggalkan Aiza agar gadis malang
Usai mendengar penjelasan dari Dokter, malah Rehan yang langsung terbelalak sebab dia sudah mengetahui apa yang terjadi kepada Aiza. Meski Aiza mengaku tak bisa mengingat kejadian yang sebenarnya, tapi kemungkinan besar, memang dia sudah diperkosa oleh Levi.Apabila memang itu yang terjadi, maka bisa jadi ..."Saya mau ketemu sama istri saya boleh, Dok?" tanya Ramon dengan muka semringah.Dokter mempersilakan Ramon untuk masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Di dalam ruang pemeriksaan, Aiza sedang terbaring di atas ranjang pasien dengan muka pucat. Tak ada kegembiraan sama sekali di wajah cantiknya."Za, gimana kondisi kamu? Kamu udah dengar apa kata Dokter, kan?" Ramon duduk di sisi tempat tidur.Lamunan Aiza buyar seketika. Dia mengangguk pelan."Kamu hamil, Za. Kita akan punya anak." Ramon memegang tangan Aiza.Aiza tak bisa lekas menyambut kabar ini dengan gembira. Dia bingung. Kapan terakhir kali dia berhubungan dengan Ramon? Entah,
Aiza langsung memeluk Bu Raras begitu dia turun dari taksi yang dia tumpangi. Bu Raras menyambut kepulangan puteri tunggalnya dengan hati yang hangat dan bahagia, tapi Aiza justru sebaliknya.Kesedihan yang masih memenuhi kepala membuat Aiza hanya bisa menangis sambil memeluk erat tubuh ibunya. Seandainya dia bisa cerita mimpi buruk yang dia alami. Dia ingin sekali bersandar dan ditenangkan, tapi dia tak akan pernah sanggup untuk cerita soal itu."Kamu kenapa sedih banget, Za? Ada apa?" tanya Bu Marni yang juga ikut datang menyambut Aiza."Nggak ada kok, Bu. Aiza baik-baik aja. Cuma senang aja bisa balik lagi." Aiza menutupi."Jangan bohong, muka kamu keliatan pucat loh, Za. Nggak kayak Aiza yang aku kenal." Delima yang juga sudah lebih dulu sampai di rumahnya ikut menimpali.Bu Raras tak mau berkomentar, takut menyakiti perasaan Aiza walau dia pun bisa menyadari bahwa wajah dan gestur Aiza sedikit berbeda."Kita masuk dulu, yuk. Kamu kan ud
"Tolong mulai cari dia, Yo. Sekarang aku harus susul Aiza dulu buat meluruskan kesalah-pahaman ini." Ramon memberi keputusan.Leo mengangguk sepakat. Sekilas dia lirik Asti, "Terus dia gimana?""Kita nggak punya urusan sama dia lagi. Lepaskan aja."Ramon melengos begitu saja setelah dia memutuskan rencana selanjutnya. Usai ikatan di tangan dan kaki Asti dilepas oleh Leo, tiba-tiba saja Asti berdiri dan memanggil Ramon kembali."Jadi kamu yakin, Mon? Ini akhir semuanya? Ini betul-betul akhir dari semuanya?!" seru Asti."Jangan bikin masalah lagi, kamu beruntung Ramon ngelepasin kamu!" bentak Leo geram.Ramon berbalik badan, menatap Asti yang berdiri jauh darinya. "Ya. Ini udah akhirnya. Setelah hari ini, kita nggak akan pernah ketemu lagi. Kalau kamu masih cari masalah juga, maaf kalau aku terpaksa berbuat tegas nanti. Jangan berani kamu sentuh Aiza lagi."Ancaman serius itu menghancurkan hati Asti sampai pecah berkeping-keping. "Aku k
"Mas Ramon ...! Maafin Aiza, Mas ... Maaf ..." Aiza menangis tersedu-sedu.Kepalanya baru saja seolah dihantam palu godam mengetahui fakta bahwa bayi yang dia kandung adalah anaknya dengan Ramon. "Nyaris aja aku membunuh anak kita, Mas ..." tangis Aiza. Panik. "Aku betul-betul bego! Aku betul-betul ceroboh! Harusnya aku cari tau dulu kebenarannya ...!" Aiza tak henti-henti menangis.Tangan Ramon membelai rambut lembut Aiza penuh perasaaan. "Jangan terus-terusan salahin diri kamu sendiri, Za. Mas ngerti banget. Jiwa kamu juga pasti terguncang. Justru ini salah Mas karena udah lalai. Mas nggak berhasil menjaga kamu. Mulai sekarang, Mas janji nggak akan pernah ninggalin kamu lagi, Za." Ramon menarik Aiza lebih erat dalam dekapannya."Sekarang, udah jelas kan? Kita akan segera punya anak. Bulan akan cepat berlalu sampai bayi ini lahir. Itu artinya ...""Jangan diungkit lagi, Za.""Mau sampe kapan Mas Ramon lari? Jangan bikin aku stres, Mas. Aku bisa te