Home / Romansa / SWEET CAKE / Kau Akan Bekerja Untukku

Share

Kau Akan Bekerja Untukku

Author: Rusmiko157
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Lea sudah bersiap untuk tampil menghibur para pengunjung Night-O Club. Dia baru saja selesai berganti kostum saat Grace masuk ke ruangannya.

"Kau tidak akan tampil malam ini," ujar Grace.

Kening Lea berkerut. Wanita yang tengah melilitkan tali di sepanjang kakinya itu menghentikan aktivitasnya sejenak lalu melanjutkannya lagi hingga tali itu membentuk pola seperti yang dia inginkan.

"Apa maksudmu, Grace? Kau merekrut penari lain?"

Grace menggeleng. "Kau tetaplah penari terbaikku, Lea." Wanita berusia 37 tahun itu mendaratkan pantatnya di meja rias Lea sambil menghisap rokok. "Seseorang membayar mahal agar kau tidak tampil."

Raut wajah Lea menunjukkan keterkejutan. "Siapa?"

Grace mengambil amplop coklat berisi setumpuk uang lalu menjatuhkannya di hadapan Lea. "Itu bagianmu. Dia tidak hanya membayarku, tapi juga membayarmu dengan nilai yang sangat fantastis."

Jemari lentik Lea meraih amplop tersebut lalu mengeluarkan isinya. Kedua mata wanita itu membulat saat melihat nominal yang berkali lipat lebih besar dari penghasilannya semalam dari menari striptis.

"Tutup mulutmu, Lea! Lihat, air liurmu menetes," ejek Grace.

"Sialan!" umpat Lea pada Grace.

Wanita itu memasukkan sejumlah uang tersebut kembali ke dalam amplop. Lalu dia memiringkan tubuhnya, menghadap Grace.

"Katakan, siapa yang membayar sebanyak ini hanya untuk membuatku membatalkan pertunjukan?"

Grace menghisap rokok yang terselip di antara dua jarinya lalu mengembuskan asapnya ke atas. Baru setelah itu, dia menoleh pada Lea.

"Kau tidak akan suka," tukas Grace.

"Katakan!" desak Lea.

"Zen Aberdein," ujar Grace.

Jawaban yang membuat Lea menggertakkan giginya. Sudah satu minggu pria berengsek itu menghilang setelah mengirimkan paket belanjaan yang sengaja Lea tinggalkan di pusat perbelanjaan waktu itu. Dia pikir, pria itu sudah tidak tertarik lagi dengannya. Tapi, tiba-tiba saja pria itu kembali lagi dan mencoba bernegosiasi dengan segepok uang.  Hah! Yang benar saja?

"Kembalikan ini pada pria berengsek itu! Aku akan tetap tampil malam ini," ucap Lea seraya menggeser dengan kasar amplop berisi uang tersebut ke arah Grace.

"Apa kau sudah gila? Kau bisa beristirahat, menghabiskan waktumu dengan bersantai di apartemen selama satu bulan dengan uang sebanyak ini, Lea. Aku tidak mau mengembalikannya!" tolak Grace.

Lea bangkit. "Kem-ba-li-kan!" desisnya tepat di depan wajah Grace.

"Tidak!" Grace mendorong bahu Lea menjauh. "Dia sudah membayarku sangat mahal."

"Aku tidak peduli! Dan aku akan tetap tampil malam ini," ujar Lea.

"No, no, no, tidak akan ada panggung untukmu malam ini, Sayang!" ucap Grace sambil menggerakkan telunjuknya ke kanan dan kiri.

"I don't care!" ujar Lea sembari memakai topeng bulu yang selalu dia kenakan saat tampil. Wanita itu melenggang begitu saja keluar dari ruangan, menuju panggung yang setiap dua kali dalam seminggu selalu menjadi tempatnya mencari uang.

"Lea!" panggil Grace.

Manager sekaligus pemilik Night-O Club itu geram dengan sikap Lea yang keras kepala. Dia tidak tahu kenapa Lea terlihat sangat membenci Zen. Tapi yang jelas, jika Lea tampil untuk menari malam ini, dia harus mengembalikan uang yang telah dibayarkan kepadanya. Itu bukanlah ide yang bagus.

Grace menjatuhkan rokok di tangannya ke lantai lalu menginjaknya dengan kasar. Setelah itu, dia segera menyusul Lea.

"Lea sialan!" geram Grace saat melihat Lea sudah naik ke atas panggung yang dijaga oleh tiga pria berbadan besar.

Di depan sana, Lea mulai meliukkan tubuhnya dengan gerakan sensual. Gerakannya begitu lincah, kemampuan menggoda pria dengan tubuh moleknya memang sudah tidak diragukan lagi. Sesekali dia bergelayut pada tiang besi yang ada di tengah panggung. Sembari memutar tubuh dengan bertumpu pada tiang, satu tangan Lea mulai menarik ujung resleting pakaian ketat yang dia kenakan. Suara-suara godaan mulai santer terdengar.

Semakin keras teriakan dan semakin banyak tips yang dilempar, membuat Lea semakin liar. 

Sedikit demi sedikit, pakaian yang melekat di tubuh Lea mulai dia tanggalkan, hingga menyisakan bra dan hot pant seksi beserta tali yang melilit dari pangkal paha hingga mata kakinya.

"Kau tidak tahu berapa banyak uang yang kau sia-siakan, Lea," gumam Grace.

Pertunjukan Lea ditutup dengan tepuk tangan riuh dan siulan menggoda dari para penikmat tubuh Lea. Grace sengaja menunggu Lea di ruang pribadinya.

"Kau gila, Lea! Kau bisa membuatku bangkrut hanya untuk mengembalikan uang itu!" hardik Grace begitu Lea masuk ke dalam ruangannya.

Lea menanggapi dengan santai. Dia membuka topeng dan meletakkannya di atas meja lalu duduk di sofa masih dengan pakaian seksinya.

"Tinggal kau kembalikan saja. Apa masalahnya?" ujar Lea enteng.

Grace mengepalkan tangannya, semakin geram dengan tingkah Lea.

"Masalahnya adalah... aku sudah menggunakan uang itu untuk menyewa yacht yang akan kugunakan untuk berlibur bersama Max!"

Lea mengedikkan bahu. "Itu masalahmu."

Wanita itu bangkit lalu berjalan ke meja rias untuk menghapus riasannya.

"Ada apa sebenarnya denganmu, Lea? Katakan padaku, apa yang membuatmu begitu membenci Zen? Bukankah dia sama saja seperti klienmu yang lain? Justru dia lebih baik karena mau membayar mahal hanya untuk satu malam tanpa kau harus melayaninya."

"Aku ...." Lea berhenti menghapus make up lalu terdiam. Kedua matanya menyorot tajam ke arah cermin. "Hanya membencinya."

"Konyol! Itu sangat tidak masuk akal! Paling tidak, berikan aku alasan yang bisa diterima dengan nalar."

"Sudahlah, Grace. Lain kali jangan terima apa pun dari pria itu. Karena aku tidak akan sudi melayaninya."

"Kau bodoh, Lea! Tidak ada satu pun dari klien-klienmu yang berani menyewa jasamu dengan harga sefantastis itu. Pikirkan keuntungan yang bisa kau dapat dengan melayaninya. Dan malam ini, dia membayarmu mahal hanya untuk tidak menari, bukan untuk melayaninya. Bukankah itu sangat bagus?"

"Berhenti mengoceh, Grace! Kepalaku pusing." Lea mengibaskan tangan lalu melanjutkan kegiatannya.

Apa pun yang dikatakan Grace, Lea sengaja menulikan telinganya. Dia fokus membersihkan make up lantas berganti pakaian.

"Apa kau tidak lelah terus mengoceh seperti itu?" komentar Lea saat dirinya sudah bersiap untuk pulang.

"Sekarang aku membencimu, Lea!" desis Grace.

Tidak merasa tersinggung, Lea malah terbahak-bahak. "Kau tidak akan bisa berlama-lama membenciku, Grace. Aku menyayangimu."

Lea menepuk pelan pipi Grace lalu menyambar tas dan meninggalkan ruangan itu dengan Grace yang masih ada di dalamnya. Dia tahu Grace tidak benar-benar membencinya karena Lea adalah sumber uang bagi wanita tersebut. Selain itu juga karena hubungan mereka yang sudah sangat dekat. Grace adalah orang pertama yang menolong Lea saat dirinya berhasil kabur dari Bram. Bagi Lea, Grace sudah seperti kakaknya sendiri.

Lea yang sedang berjalan menuju mobilnya di tempat parkir club, mengambil kunci mobil dari dalam tas. Namun, saat dia hendak membuka pintu kendaraannya itu, tiba-tiba seseorang membekap mulutnya dan menarik wanita itu menjauh dari mobil. Lalu, Lea merasakan tubuhnya dilempar ke dalam sebuah mobil. Oh, itu bukan mobil biasa, melainkan sebuah limosin.

"Akh!" rintih Lea saat tubuhnya menghantam kaki seorang pria di dalam mobil tersebut. Wajahnya nyaris mencium sepatu mengkilap berwarna hitam yang terlihat sangat mahal.

Dengan bertumpu pada tangan, Lea berusaha bangkit. Dia mengangkat wajah, untuk tahu siapa yang duduk di dalam mobil tersebut.

"Kau!"

"Hallo, Sweet Cake," sapa pria itu.

Gerakan mobil yang mulai melaju membuat Lea terjerembab menimpa tubuh bagian bawah Zen karena tubuhnya yang belum seimbang.

"Ah, kau mau menggodaku?" Zen menyeringai saat menangkap tubuh Lea yang menimpa dirinya.

"Lepaskan, Berengsek!" Lea meronta, tapi pria itu begitu kuat menahannya.

"Apa yang kau inginkan?" jerit Lea, namun tak membuat Zen melepaskan dirinya.

Dengan satu tangan saja, Zen mampu membuat Lea tidak berkutik. Lalu, satu tangannya yang lain memegang pipi Lea di kedua sisi, memaksa wanita itu menatapnya. Lea diam, menurut untuk sejenak karena perlawanan yang dia lakukan pun sia-sia.

'Ah, sial! Kenapa dia tampan sekali?' rutuk Lea dalam hati ketika dia berhadapan dengan jarak yang amat dekat dengan pria itu.

"Uang, bukan? Kau melakukan pekerjaan untuk uang. Aku telah membayarmu mahal untuk tidak tampil malam ini, tapi kau tetap melakukannya. Apa jumlah itu masih kurang, hm?"

"Aku tidak butuh uangmu, Berengsek! Lepaskan aku!"

Pria itu menggeleng sambil tersenyum jahat. "Aku akan melepaskanmu jika kita sudah sampai di tempat yang kita tuju," ucapnya.

"Tempat apa? Aku tidak mau pergi!"

"Tempat kerjamu yang baru."

Mata Lea membulat. 'Apa maksud pria ini?' batin Lea.

"Karena kau telah melawan perintahku, maka kau harus menerima hukuman." Pria itu mendekatkan bibirnya pada telinga Lea lalu berbisik, "Kau akan bekerja untukku."

***

tbc.

    

Related chapters

  • SWEET CAKE   Bukan Istana tapi Neraka

    Sepanjang perjalanan ke tempat yang dimaksud Zen, Lea hanya duduk sambil menatap nyalang pada pria tersebut. Wanita itu sama sekali tidak tahu ke mana tujuan Zen."Aku akan membayarmu. Katakan saja berapa yang kau mau," ujar Zen.Pria itu tampak sangat tenang. Entah apa pekerjaannya, tapi Lea bisa melihat kalau uang bukanlah sesuatu yang berarti untuk Zen."Aku tidak menginginkan uangmu, Berengsek!" tolak Lea mentah-mentah.Jika bukan karena apa yang telah dilakukan Zen padanya, bisa jadi sekarang Lea akan dengan senang hati menyebut nominal yang dia inginkan. Namun, dengan sejarah pertemuan mereka, wanita itu tidak akan sudi menerima uang dari pria tersebut.Zen terkekeh. Meski berkali-kali Lea mengumpat di depan wajahnya, pria itu tetap terlihat santai. Lea bukan wanita bodoh. Bertahun-tahun hidup dengan ayah tirinya, membuat Lea sedikit banyak memahami karakter pria yang berhadapan deng

  • SWEET CAKE   Dejavu

    Entah sudah berapa kali Lea menggedor pintu kayu yang tertutup rapat sejak Zen meninggalkan kamar tersebut. Berteriak, memaki, dan mengumpat hingga pita suaranya nyaris robek, semua terasa sia-sia. Tidak ada seorang pun yang mau mendengarnya."Berengsek! Buka pintunya!" Teriakan dan gedoran kesekian yang tidak mendapat respons.Kelelahan melakukan aksinya, tubuh Lea merosot ke lantai. Punggungnya beradu dengan pintu kayu yang terasa dingin hingga menembus tulang. Untuk pertama kalinya semenjak berhasil melarikan diri dari Bram, wanita itu sangat ingin menumpahkan air mata.Terkurung di dalam kamar tersebut rasanya seperti mengalami dejavu. Bagaimana dia menghabiskan waktu selama bertahun-tahun dengan siksaan tanpa ampun dari ayah tirinya. Wanita itu menundukkan kepala sambil menutup telinga. Gelegar suara Bram seolah datang kembali. Semakin lama, suara itu terdengar semakin nyaring. Lalu, sabetan ikat pinggang berbahan kulit yang be

  • SWEET CAKE   Pria dari Masa Lalu

    Secepatnya Lea menundukkan kepala saat Clint berjalan mendekat. Wanita itu sengaja membiarkan rambutnya yang tergerai menutupi sebagian wajah, takut jikalau Clint akan mengenali dirinya.Clint duduk di tepi ranjang, di sebelah kaki Lea yang terbungkus selimut."Biarkan aku memeriksa kondisimu," ujar Clint.Tidak seperti tadi yang begitu menggebu untuk meronta. Ketika Clint memeriksa kondisinya, Lea mendadak bisu. Wanita itu tidak mengatakan apa pun dan hanya menurut ketika Clint memintanya melakukan sesuatu, kecuali menunjukkan wajahnya."Siapa namamu?" tanya Clint seusai memeriksa kondisi Lea.Wanita itu masih menunduk, sama sekali tidak berniat untuk menjawab."Baiklah." Clint menghela napas.Masih tidak ada respons apa pun dari Lea. Wanita itu membungkam mulutnya rapat-rapat, membuat Clint harus berupaya lebih keras untuk bicara dengan wanita tersebut.

  • SWEET CAKE   Butuh Usaha Lebih Keras

    Setelah dua hari, kondisi Lea sudah kembali pulih. Bukan hanya kesehatan Lea saja yang dipulihkan. Zen juga selalu memastikan bahwa wanita yang dia sewa benar-benar bersih. Termasuk pemasangan alat kontrasepsi, karena Zen tidak ingin benihnya tumbuh di dalam rahim wanita sewaannya. Zen juga sudah memenuhi lemari di kamar Lea dengan berbagai macam pakaian sesuai dengan selera pria tersebut."Apa ada yang salah dengan dirimu?" tanya Clint saat sedang melakukan general check up pada Zen."Tidak pernah ada yang salah dengan diriku. Apa aku perlu mengkhawatirkan kondisi kesehatanku?" Zen balas bertanya pada dokter pribadinya tersebut.Clint mengangkat bahu. "Tidak ada. Hanya saja ... tidak biasanya kau menyewa wanita lebih dari tiga hari. Aku hanya ... heran," jawab Clint."Maksudmu wanita itu?" Zen mendengkus pelan. "Dia bahkan belum pernah sama sekali melayaniku.""Benarkah?" Pertanyaan yang

  • SWEET CAKE   Siapa Sebenarnya Zen Aberdein?

    Bosan? Jelas! Sudah hampir satu bulan Lea terkurung di mansion Zen. Namun, belum sekali pun pria itu meminta untuk dilayani seperti yang pernah dia katakan sebelumnya. Bukan karena Lea juga menginginkan Zen, melainkan karena Lea ingin segera pergi dari tempat terkutuk itu.Lelah memberontak, Lea akhirnya pasrah. Jika memang dia harus melayani pria tersebut untuk bisa terbebas dari Zen, maka dia akan melakukannya."Aku tahu Grace sangat menyebalkan, tapi aku benci saat harus mengakui kalau aku merindukannya," ujar Lea bermonolog.Lea bertanya-tanya dalam hati, apakah Grace saat ini sedang mencarinya karena mangkir dari pekerjaan? Jika memang begitu, Lea sangat berharap bahwa Grace akan menemukan dirinya di sarang penyamun itu.Lea menghela napas. Sejak pagi, dia hanya duduk di dekat jendela untuk melihat hutan belantara yang berada di belakang mansion. Lalu, tiba-tiba pintu kamar Lea dibuka dari luar. Wanita itu berp

  • SWEET CAKE   Bicara Tentang Masa Lalu

    Mereka berhenti di tempat yang dimaksud oleh Clint, tepatnya di taman anggrek. Seperti yang dikatakan oleh pria itu, hampir seluruh bunga di ruangan beratap kaca tersebut mekar. Berbagai macam warna dari berbagai macam anggrek yang berbeda terlihat begitu harmonis. Indah sekali."Ini cantik sekali," ujar Lea takjub. Dia sudah lupa dengan pertanyaannya tentang Zen. Wanita itu berlari kecil menghampiri anggrek-anggrek itu sambil tersenyum lebar."Aku tidak menyangka jika pria seberengsek dia memiliki taman seindah ini," ujarnya lagi."Watch your mouth, My Lady!" Clint memberi peringatan sambil tersenyum tipis."Whatever! Dia bahkan tidak marah saat aku mengumpat di depan wajahnya. So ... apa bedanya kalau aku mengumpat di belakangnya? Karena dia memang seberengsek itu!" balas Lea.Tak diduga, ucapan Lea mendapat tawa keras dari Clint."Kau terus terang sekali." Pria itu masih tertawa dan baru berhenti beberapa saat kemudian. "Kau tahu? Biasanya, dia akan menghabisi siapa saja yang menyin

  • SWEET CAKE   Masa Lalu yang Kelam

    Suasana berubah hening untuk beberapa saat. Clint masih menatap Lea tanpa ekspresi. Lea sendiri terpaku pada pria yang duduk di sampingnya itu. Lantas, wanita itu mengalihkan pandangan ke arah anggrek yang ada di hadapannya."Apa maksudmu, Dokter? Apa yang kau bicarakan?" Lea berpura-pura tidak mengerti apa yang diucapkan oleh Clint.Clint terkekeh. Lantas ikut mengarahkan pandangannya ke depan."Aku tidak akan mempermasalahkan masa lalu, Lea. Aku hanya penasaran, dari siapa kau melarikan diri," tutur Clint.Wajah wanita itu tampak mengeras. Urat di pelipisnya berkedut. Dia tampak tidak suka Clint membahas masa lalunya."Apa Zen mengetahui hal ini? Tentang siapa dirimu di masa lalu?" selidik Clint."Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Dokter! Aku lelah, aku ingin kembali ke kamar," ujar Lea seraya berdiri."Tunggu!" Dengan sigap, Clint menahan tangan wanita i

  • SWEET CAKE   Hati yang Hampa

    Mata cekung dengan iris segelap langit malam itu menatap tajam pada Lea. Tetesan darah dari luka di kening pria itu mengalir melewati alis dan kelopak matanya. Namun, tidak sedikit pun rasa sakit yang tergambar di wajah pria tersebut.Tubuh Lea yang gemetar itu goyah. Nyaris saja wanita tersebut ambruk dan tubuhnya membentur lantai andai saja Zen tidak sigap menangkapnya. Lalu, dengan kedua tangannya, Zen mengangkat tubuh Lea dan membaringkan wanita itu di atas ranjang. Beruntung kaki pria itu masih terbungkus sepatu kulit berkualitas premium yang tampak sangat mengkilap. Bukan karena harganya yang mahal, tapi karena sepatu itu dapat melindungi kaki Zen dari pecahan vas dan kaca yang nyaris memenuhi lantai kamar tersebut."Emosimu sedang labil. Istirahatlah," ujar Zen.Lea terdiam dengan bulir bening yang perlahan meloloskan diri dari ujung matanya. Dia pikir Zen akan marah karena Lea telah membuatnya terluka. Tapi nyatanya, pria it

Latest chapter

  • SWEET CAKE   S2.30. What Family Means (The End)

    Sebuah mobil jeep melaju dengan guncangan yang terasa lumayan keras di jalan yang bagian kanan dan kirinya ditumbuhi rumput liar. Sruktur tanah yang tidak rata menjadi penyebabnya. Sehingga, jalanan yang sebenarnya landai itu menimbulkan efek guncangan yang amat terasa. “Aku heran, kenapa Zen tidak membangun tempat ini dengan lebih baik,” ujar Clint yang tak melepaskan tangan dari pegangan agar tidak terlempar keluar dari jeep saat terjadi guncangan. “Aku rasa … ini adalah ide Nyonya Lea, Dokter,” sahut Arthur sembari mengatur kecepatan agar mobil yang dia kemudikan tetap dapat melaju dengan stabil meski harus berkali-kali merasakan sensasi seperti akan terbalik. “Ah, kau benar!” Clint berpaling ke arah Arthur. “Wanita itu adalah kryptonite bagi Zen.” Pria itu lantas menggeleng lalu mengalihkan pandangan pada tanaman anggur yang sedang berbuah di sepanjang kanan dan kiri jalan. “Dari seorang bajingan yang kejam, sekarang menjadi petani anggur.

  • SWEET CAKE   S2.29. Humanity

    Keinginan Lea memang terdengar seperti perintah bagi Zen. Dan ya, Lea menginginkan mereka untuk memiliki keturunan. Setelah berhasil mengungkap apa yang dia inginkan di hadapan sang suami, wanita itu semakin memperjelasnya dengan mengatakan bahwa setidaknya dia ingin memiliki dua anak, laki-laki dan perempuan.“Itu terdengar menyenangkan, Zen. Kelak kau bisa mengajari anak laki-laki kita berbisnis, untuk meneruskan tampuh kepemimpinan The Great Palace—no no no! Aku tidak akan mengizinkamu mengajarinya bisnis gelap. Cukup kau saja yang tersesat di sana. Aku tidak ingin anak-anakku ikut tersesat bersamamu.” Lea segera membenetengi ucapannya sebelum Zen menyela.Kemudian dia melanjutkan lagi apa yang dia ucapkan, karena memang belum selesai.“Lalu aku bisa mengajari anak perempuan kita untuk memasak, bermain musik, menanam bunga, dan menyulam. Kita bisa tinggal di rumah sederhana yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk masalah, t

  • SWEET CAKE   S2.28. Attention

    Melihat kedekatan Zen dan Zac membuat sudut hati Lea berdenyut. Ada rasa cemburu serta sedikit rasa terabaikan dengan pemandangan yang tersuguh itu.Semenjak kembali ke mansion beberapa waktu lalu, Zen bahkan belum menyentuh sesuatu yang lain selain Zac. Entah karena Zac yang merasakan kerinduan membuncah hingga tak ingin melepaskan Zen sedikit pun. Atau memang Zen yang merasa berat meninggalkan anak itu. Yang jelas, keduanya seperti tidak dapat terpisahkan.Lea memutar mata jengah sembari bernapas panjang dan dalam. Terdengar begitu berat. Sampai akhirnya wanita itu memutar badan, meninggalkan Zen dan Zac yang sedang bermain puzzle."Oh, yang benar saja?! Kenapa aku merasa cemburu pada Zac? Ayolah, Lea ... dia hanya anak kecil!"Dalam perjalanannya menuju kamar, Lea terus bergumam. Memarahi dirinya sendiri yang terlalu mudah cemburu oleh bocah laki-laki itu.Memasuki kamarnya, Lea berniat untuk segera membersihkan diri. Keringat berc

  • SWEET CAKE   S2.27. A Child

    Selama dalam perjalanan menuju mansion, Lea sama sekali tak melepaskan tangannya dari lengan Zen. Bahkan dia nyaris tidak pernah mengangkat kepalanya dari bahu sang suami.“Aku bersumpah aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi, Zen. Aku tidak akan sanggup hidup tanpa dirimu,” ungkap Lea seraya mendusal di dada Zen yang sengaja membuka tangan lalu meminta Lea untuk masuk dalam rengkuhannya.“Tidak akan, Sweet Cake. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi,” balas Zen.Melihat kemesraan Zen dan Lea, Arthur hanya bisa memalingkan wajah. Merutuki pikiran untuk memiliki seorang wanita yang dia cintai dan mencintai dirinya seperti sang tuan. Namun, sejenak kemudian, pria itu lantas menggeleng samar sambil memejamkan mata. Mengusir pemikiran yang dia rasa begitu konyol dan sangat bukan dirinya.Sayangnya … hal tersebut dapat dilihat oleh Zen. Apa yang dilakukan Arthur—menggeleng samar dengan wajah berpaling ke j

  • SWEET CAKE   S2.26. Detonator

    “Arthur!”Zen menjatuhkan lututnya di atas tanah, tepat di samping Arthur yang tergeletak dengan tubuh lemas. Ada perasaan tak bisa dimengerti yang bercokol di dalam dada pria tersebut. Kehilangan, kesedihan, kemarahan, semua bercampur menjadi satu hingga terasa begitu sulit untuk mengidentifikasinya sendiri.Matt bahkan menyusul dan berdiri di belakang Zen dengan raut cemas yang sama. Ingin menenangkan sang tuan, namun nyalinya tak cukup besar untuk melakukan hal itu. Dia tidak sama dengan Arthur yang sudah terasa seperti saudara sendiri oleh Zen. Matt hanyalah pengawal pribadi Lea yang selalu setia melindungi nyonyanya tersebut.“Aku tidak mengizinkamu mati hari ini, Art! Bangun, Keparat!” sentak Zen dengan raut panik saat melihat anak buahnya itu tidak berdaya.Sementara itu, beberapa meter darinya, Lea yang tergugu tampak berusaha untuk bangkit. Dengan tubuh gemetar dan wajah yang berlinang air mata berwarna kehit

  • SWEET CAKE   S2.25. The Shot

    “Tidak!”Lea menjerit sambil mengerutkan badan. Menyembunyikan wajah di bahu karena dia tidak akan sanggup melihat orang kepercayaan suaminya itu terkena tembakan yang berasal dari senjata di tangannya.Namun, rupanya hingga beberapa saat kemudian, tidak terdengar suara letusan senjata api. Lea juga tak merasakan entakan kuat seperti saat dirinya menembakkan senjata sebelumnya.Sampai beberapa waktu kemudian, Lea merasakan genggaman tangan Jonathan di tangannya mengendur. Disusul suara kekehan dari balik kepalanya.Jonathan terkekeh, kemudian melepaskan tangannya dari Lea. Entah apa yang pria itu lakukan, namun Lea merasa seperti baru saja mendapatkan napasnya kembali.“Aku tidak akan melakukannya untukmu, My Dear,” ucap Jonathan seraya memberi jarak antara tubuhnya dengan Lea. Berjalan mundur dua langkah dengan kedua tangan yang terselip di saku celana.“Tidak! Aku tidak bisa melakukannya.”

  • SWEET CAKE   S2.24. The Agreement

    Tarikan napas panjang yang dilakukan Jonathan membuat dagu tertutup jambangnya terangkat. Pada saat mengembuskannya kembali, Jonathan terlihat seperti seorang ayah yang lagi-lagi mendapatkan laporan atas ulah nakal yang diperbuat oleh anaknya. Dari kejauhan, Zen dapat melihat pria itu tersenyum. Tampak dari garis wajahnya yang terangkat serta matanya yang sedikit menyipit seolah tertarik ke atas. Kemeja mahal yang membungkus tubuhnya terlihat begitu elegan. Tak berselang lama kemudian, deru mesin beberapa kendaraan terdengar kian mendekat. Sampai pada akhirnya Zen dapat melihat beberapa Range Rover masuk satu persatu ke arena pacuan kuda, berjajar di sisi kanan dan kiri helikopter. Atau lebih tepatnya mengapit pria yang mereka sebut “Superior”, seolah ingin menegaskan betapa besar kekuasaan yang dimiliki oleh seorang Jonathan Graham dari Ordo Messier. Berbeda dengan Zen, kali ini hanya ada dua mobil yang mengawal pria itu. Salah satunya adalah

  • SWEET CAKE   S2.23. Get the Party Started

    “Pesta dimulai!” gumam Zen seraya menginjak pedal gas secara perlahan, melajukan mobil yang dia kendarai menuju jalan raya.“Mereka mengikuti kita, Zen,” kata Lea seraya menoleh ke arah spion kanan di mana sebuah mobil terlihat berusaha mengejar laju mereka.Zen melirik spion dan dia juga melihat apa yang dilihat Lea, di mana sebuah mobil melaju zig zag seolah tak ingin kehilangan jejak.“Masih ada beberapa mobil lain di belakangnya,” kata Zen seraya mengarahkan pandangan pada jalanan di depan yang lumayan padat.“Kau yakin?” Lea berpaling sekilas ke arah Zen.“Kau akan mengetahuinya lagi nanti setelah kita tiba di St. Robert Avenue. Jalanan di sana sepi. Aku memprediksi mereka akan memblokade jalan kita di sana,” kata Zen.“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” Lea terlihat panik, cemas, khawatir, dan … takut.“Kau tenang saja. Aku sudah

  • SWEET CAKE   S2.22. The Big Day has Come

    Padang rumput yang membentang sejauh mata memandang, menampakkan beberapa bunga ilalang yang terbang terkena embusan angin. Beberapa kuda yang tampak berlari bebas saling berkejaran, seolah tak bertuan. Rumah kayu bercat putih yang terlihat begitu lengang, nyatanya menyembunyikan sepasang suami dan istri yang tengah bersiap untuk menghadapi hari besar.“Kau yakin tetap akan melakukannya?” tanya Zen kepada Lea saat wanita itu mengikat sabuk dengan sebuah revolver kecil pada pahanya.Lea menegakkan punggung seraya menurunkan bawahan gaun sutera panjang berwarna hitam yang memiliki belahan samping hingga setengah paha. Gaun model simple dengan tali spaghetti yang menggantung di bahu itu sungguh terlihat begitu elegan ketika melekat di tubuh proporsional Lea. Lipstik warna merah menyala yang memoles bibir wanita itu pun menambah kesan seksi dan berbahaya yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya merasa terintimidasi oleh Lea.Menarik na

DMCA.com Protection Status