Share

Dejavu

Author: Rusmiko157
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Entah sudah berapa kali Lea menggedor pintu kayu yang tertutup rapat sejak Zen meninggalkan kamar tersebut. Berteriak, memaki, dan mengumpat hingga pita suaranya nyaris robek, semua terasa sia-sia. Tidak ada seorang pun yang mau mendengarnya.

"Berengsek! Buka pintunya!" Teriakan dan gedoran kesekian yang tidak mendapat respons.

Kelelahan melakukan aksinya, tubuh Lea merosot ke lantai. Punggungnya beradu dengan pintu kayu yang terasa dingin hingga menembus tulang. Untuk pertama kalinya semenjak berhasil melarikan diri dari Bram, wanita itu sangat ingin menumpahkan air mata.

Terkurung di dalam kamar tersebut rasanya seperti mengalami dejavu. Bagaimana dia menghabiskan waktu selama bertahun-tahun dengan siksaan tanpa ampun dari ayah tirinya. Wanita itu menundukkan kepala sambil menutup telinga. Gelegar suara Bram seolah datang kembali. Semakin lama, suara itu terdengar semakin nyaring. Lalu, sabetan ikat pinggang berbahan kulit yang beradu dengan lantai mulai terdengar. Tubuh Lea bergetar seiring air mata yang menetes saat mendengar hentakan pelan sepatu kulit mendekat padanya.

"Jangan ... jangan pukul aku ...," lirih Lea.

Semakin lama, getaran di tubuhnya semakin hebat. Wanita itu tampak seperti menggigil ketakutan. Kedua tangannya mencengkeram rambut semakin kuat. Deru napas yang semakin cepat kemudian berubah menjadi isakan. Isak tangis yang semula lirih, kini terdengar semakin keras.

Dengan posisi masih terduduk di lantai dan tangan yang mencengkeram rambut, wanita itu menggeleng. Ketakutannya semakin besar ketika dia merasakan ikat pinggang berbahan kulit itu dihentakkan ke sisi tubuhnya. Lalu ... wanita itu menjerit histeris. Dia menjerit seperti saat dulu Bram memecutnya dengan ikat pinggang. Rasa panas yang membakar kulit dan rasa takut itu masih terasa nyata seperti dulu.

Lea semakin histeris. Dia menggerakkan tubuhnya seperti sedang menangkis pecutan ikat pinggang tersebut. Semakin lama, jeritan Lea semakin melemah. Hingga akhirnya wanita itu tidak sadarkan diri. Tubuhnya yang dipenuhi peluh keringat dengan wajah yang basah oleh air mata, kini terkulai lemah di depan pintu.

Beberapa saat kemudian, seorang penjaga membuka pintu kamar tersebut dengan tetap menjaga kewaspadaan. Pintu itu hanya bisa terbuka sedikit karena terhalang oleh tubuh Lea. Para penjaga mengira Lea hanya menggunakan trik supaya dia bisa melarikan diri dari kamar tersebut. Melihat Lea yang terkulai lemah, tidak serta merta membuat mereka percaya dengan apa yang mereka lihat.

"Periksa dia," ujar satu dari dua penjaga itu.

Penjaga tersebut berjongkok, memeriksa keadaan Lea. Sama sekali tidak ada respons saat penjaga itu menepuk-nepuk pipi wanita itu.

"Dia pingsan," kata penjaga yang berjongkok di samping tubuh Lea.

"Tetap waspada. Nyawa kita bisa melayang jika wanita ini sampai melarikan diri." Penjaga yang satunya mengingatkan.

"Lihat, dia benar-benar tidak sadarkan diri." Penjaga yang berjongkok itu menyibak rambut Lea yang menutupi wajah, hingga bibir pucat wanita itu terlihat dengan jelas.

"Benarkah?" Kening penjaga yang berdiri tersebut berkerut. Lalu, dia ikut berjongkok dan memeriksa sendiri keadaan Lea.

"Pindahkan dia ke tempat tidur. Aku akan memanggil Dokter Clint dan pelayan untuk mengurusnya."

Dua penjaga itu berbagi tugas. Salah satu penjaga itu segera memindahkan Lea ke tempat tidur. Berselang beberapa waktu kemudian, tiga orang datang ke kamar tersebut. Salah satunya adalah Clint, dokter pribadi Zen yang selalu bersiaga di mansion tersebut.

"Siapa dia?" tanya Clint.

"Wanita yang datang bersama Tuan Zen."

"Apa yang terjadi padanya?" tanya Clint pada dua penjaga tersebut.

"Kami tidak tahu. Kami hanya berjaga di luar dan mendengarnya memuntahkan sumpah serapah untuk Tuan Zen. Setelah itu, dia menjerit dan saat kami membuka pintu, dia sudah dalam kondisi seperti ini," jawab si penjaga.

Pria yang sudah mengabdi sebagai dokter pribadi Zen sejak 5 tahun lalu itu duduk di tepi ranjang seraya meletakkan peralatan medis di sebelahnya. Dia melakukan pemeriksaan denyut nadi dan tekanan darah Lea.

"Apa yang kau lakukan pada wanita ini, Zen?" gumam Clint.

Tekanan darah Lea rendah, dia juga mengalami demam. Clint harus menunggu wanita itu sadar terlebih dahulu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.

"Demamnya cukup tinggi, siapkan air untuk mengompres," perintah Clint pada pelayan.

Pelayan itu mengangguk lantas melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Clint.

"Biarkan dia beristirahat. Besok aku akan memeriksanya lagi. Jika dia sudah siuman, berikan obat ini untuknya," ujar Clint pada penjaga seraya memberikan obat untuk Lea.

Sebelum pergi, Clint memerhatikan wajah Lea dengan seksama. Wajah itu tampak tidak asing, tapi Clint tidak bisa mengingat di mana dia pernah melihatnya.

Suara deheman membuat Clint berpaling.

"Tuan Zen tidak akan suka Anda menatap wanitanya seperti itu, Dokter."

"Tidak perlu mengingatkanku. Aku mengenal tuanmu jauh lebih baik daripada kalian," balas Clint.

Penjaga itu tersenyum lalu merentangkan satu tangannya ke arah pintu, mempersilakan Clint untuk keluar. Clint pun segera bangkit dan berjalan keluar kamar.

"Oh, aku hampir lupa." Clint yang sudah sampai di ambang pintu berbalik lagi. "Gantikan pakaiannya dengan yang lebih tipis agar dia bisa tidur dengan nyaman," pesan Clint pada pelayan yang sedang mengompres Lea.

Pelayan dan penjaga di sana saling bertukar pandangan. Hal itu membuat kening Clint berkerut, mencoba memahami ekspresi yang ditunjukkan ketiga orang tersebut.

"Jangan katakan kalau wanita ini tidak memiliki pakaian ganti," tebak Clint yang sayangnya sangat tepat.

Tidak adanya jawaban dari ketiga orang di sana membuat Clint yakin bahwa tebakannya benar. Pria yang seumuran dengan Zen itu mengusap wajah lalu membuang napas kasar lewat mulutnya.

"Ya, Tuhan! Jangan katakan kalau tuan kalian menculik wanita ini!" ujarnya lagi sambil berkacak pinggang.

"Tuan Zen tidak menculik wanita ini. Tuan hanya memberi pekerjaan baru padanya," jawab salah satu penjaga.

Helaan napas Clint terdengar semakin kasar. Lantas, pria itu menggeleng. "Aku akan bicara dengan tuan kalian," ujarnya.

Clint berbalik dan meninggalkan kamar tersebut. Dia ingin sekali bertemu dengan Zen, tapi sayangnya ... orang yang ingin dia temui sedang tidak ada di sana. Setelah meninggalkan Lea di dalam kamar, Zen langsung bertolak ke belahan bumi lain untuk melakukan pekerjaan yang tidak bisa dia tinggalkan.

"Kau tetap di sini. Jika dia siuman, segera berikan obat dari Dokter Clint pada wanita itu," perintah penjaga kepada pelayan wanita yang sedang mengompres Lea.

"Baik," jawabnya patuh.

Lea siuman ketika matahari sudah terbit di langit timur. Pelayan yang menjaga wanita itu segera mendekat ketika ada pergerakan lemah dari orang yang dia jaga.

"Nona ... Anda sudah siuman?" tanya pelayan wanita itu.

Lea menggerakkan kepala, tapi kelopak matanya masih terpejam rapat. Beberapa saat kemudian, iris hijau indah bak zamrud milik wanita itu mengintip malu-malu di balik kelopak mata. Pelan tapi pasti, kedua mata Lea terbuka.

Pelayan yang menjaga Lea tersenyum lega saat melihat wanita itu telah sadarkan diri. Dia pun lantas memberitahu para penjaga yang bersiaga di depan pintu jika Lea sudah sadar.

Lea mendesis, merasakan kepalanya begitu pusing ketika dia hendak bangkit. Wanita itu kembali memejamkan mata sembari menahan serangan rasa sakit yang terasa menusuk kepalanya.

"Sebaiknya Anda tetap berbaring Nona. Anda baru saja sadar. Sebentar lagi Dokter Clint akan datang untuk memeriksa Anda." Pelayan yang baru saja kembali dari menemui penjaga itu setengah berlari menghampiri Lea.

Masih berusaha meredam rasa sakit di kepala, Lea berusaha bangkit. Dia menepis tangan pelayan yang berusaha untuk membantunya. Berhasil duduk dan bersandar pada headboard, Lea mencoba untuk mengingat apa yang terjadi padanya hingga dia merasakan sakit nyaris di sekujur tubuh wanita itu.

"Apa yang terjadi padaku?" tanya Lea saat dia tidak mampu mengingat apa yang telah membuatnya seperti itu.

"Semalam Anda pingsan, Nona," jawab pelayan itu.

Lea menipiskan bibir. Hal terakhir yang dia ingat adalah saat dia menggedor pintu kamar tersebut dan mengeluarkan segala makian dan umpatan untuk Zen. Setelahnya, dia tidak ingat apa-apa lagi.

"Saya sudah menyiapkan makanan untuk Anda dan obat dari dokter," ujar pelayan itu.

Satu piring sandwich dan satu gelas susu yang sudah dipersiapkan oleh pelayan itu semenjak Lea belum sadar, sudah tertata rapi di atas trolly makanan. Pelayan tersebut menarik trolly mendekat pada tempat tidur. Sebuah meja kecil, diletakkan di hadapan Lea. Pelayan itu menyiapkan makanan dan minuman di atas meja supaya Lea bisa memakannya.

Namun, yang terjadi selanjutnya justru Lea melempar meja kecil tersebut hingga menimbulkan suara gaduh. Pelayan itu memekik sambil berjingkat mundur karena takut terkena pecahan kaca.

"Ada apa ini?" Suara itu terdengar berbarengan dengan seorang pria yang masuk ke dalam kamar.

Clint baru saja datang untuk memeriksa keadaan Lea. Tapi pria itu disambut dengan amukan pasiennya.

Lea berpaling ke arah sumber suara. Kedua mata wanita itu melebar saat melihat sosok yang sedang berjalan ke arahnya. Pria itu ....

***

tbc.

Related chapters

  • SWEET CAKE   Pria dari Masa Lalu

    Secepatnya Lea menundukkan kepala saat Clint berjalan mendekat. Wanita itu sengaja membiarkan rambutnya yang tergerai menutupi sebagian wajah, takut jikalau Clint akan mengenali dirinya.Clint duduk di tepi ranjang, di sebelah kaki Lea yang terbungkus selimut."Biarkan aku memeriksa kondisimu," ujar Clint.Tidak seperti tadi yang begitu menggebu untuk meronta. Ketika Clint memeriksa kondisinya, Lea mendadak bisu. Wanita itu tidak mengatakan apa pun dan hanya menurut ketika Clint memintanya melakukan sesuatu, kecuali menunjukkan wajahnya."Siapa namamu?" tanya Clint seusai memeriksa kondisi Lea.Wanita itu masih menunduk, sama sekali tidak berniat untuk menjawab."Baiklah." Clint menghela napas.Masih tidak ada respons apa pun dari Lea. Wanita itu membungkam mulutnya rapat-rapat, membuat Clint harus berupaya lebih keras untuk bicara dengan wanita tersebut.

    Last Updated : 2024-10-29
  • SWEET CAKE   Butuh Usaha Lebih Keras

    Setelah dua hari, kondisi Lea sudah kembali pulih. Bukan hanya kesehatan Lea saja yang dipulihkan. Zen juga selalu memastikan bahwa wanita yang dia sewa benar-benar bersih. Termasuk pemasangan alat kontrasepsi, karena Zen tidak ingin benihnya tumbuh di dalam rahim wanita sewaannya. Zen juga sudah memenuhi lemari di kamar Lea dengan berbagai macam pakaian sesuai dengan selera pria tersebut."Apa ada yang salah dengan dirimu?" tanya Clint saat sedang melakukan general check up pada Zen."Tidak pernah ada yang salah dengan diriku. Apa aku perlu mengkhawatirkan kondisi kesehatanku?" Zen balas bertanya pada dokter pribadinya tersebut.Clint mengangkat bahu. "Tidak ada. Hanya saja ... tidak biasanya kau menyewa wanita lebih dari tiga hari. Aku hanya ... heran," jawab Clint."Maksudmu wanita itu?" Zen mendengkus pelan. "Dia bahkan belum pernah sama sekali melayaniku.""Benarkah?" Pertanyaan yang

    Last Updated : 2024-10-29
  • SWEET CAKE   Siapa Sebenarnya Zen Aberdein?

    Bosan? Jelas! Sudah hampir satu bulan Lea terkurung di mansion Zen. Namun, belum sekali pun pria itu meminta untuk dilayani seperti yang pernah dia katakan sebelumnya. Bukan karena Lea juga menginginkan Zen, melainkan karena Lea ingin segera pergi dari tempat terkutuk itu.Lelah memberontak, Lea akhirnya pasrah. Jika memang dia harus melayani pria tersebut untuk bisa terbebas dari Zen, maka dia akan melakukannya."Aku tahu Grace sangat menyebalkan, tapi aku benci saat harus mengakui kalau aku merindukannya," ujar Lea bermonolog.Lea bertanya-tanya dalam hati, apakah Grace saat ini sedang mencarinya karena mangkir dari pekerjaan? Jika memang begitu, Lea sangat berharap bahwa Grace akan menemukan dirinya di sarang penyamun itu.Lea menghela napas. Sejak pagi, dia hanya duduk di dekat jendela untuk melihat hutan belantara yang berada di belakang mansion. Lalu, tiba-tiba pintu kamar Lea dibuka dari luar. Wanita itu berp

    Last Updated : 2024-10-29
  • SWEET CAKE   Bicara Tentang Masa Lalu

    Mereka berhenti di tempat yang dimaksud oleh Clint, tepatnya di taman anggrek. Seperti yang dikatakan oleh pria itu, hampir seluruh bunga di ruangan beratap kaca tersebut mekar. Berbagai macam warna dari berbagai macam anggrek yang berbeda terlihat begitu harmonis. Indah sekali."Ini cantik sekali," ujar Lea takjub. Dia sudah lupa dengan pertanyaannya tentang Zen. Wanita itu berlari kecil menghampiri anggrek-anggrek itu sambil tersenyum lebar."Aku tidak menyangka jika pria seberengsek dia memiliki taman seindah ini," ujarnya lagi."Watch your mouth, My Lady!" Clint memberi peringatan sambil tersenyum tipis."Whatever! Dia bahkan tidak marah saat aku mengumpat di depan wajahnya. So ... apa bedanya kalau aku mengumpat di belakangnya? Karena dia memang seberengsek itu!" balas Lea.Tak diduga, ucapan Lea mendapat tawa keras dari Clint."Kau terus terang sekali." Pria itu masih tertawa dan baru berhenti beberapa saat kemudian. "Kau tahu? Biasanya, dia akan menghabisi siapa saja yang menyin

    Last Updated : 2024-10-29
  • SWEET CAKE   Masa Lalu yang Kelam

    Suasana berubah hening untuk beberapa saat. Clint masih menatap Lea tanpa ekspresi. Lea sendiri terpaku pada pria yang duduk di sampingnya itu. Lantas, wanita itu mengalihkan pandangan ke arah anggrek yang ada di hadapannya."Apa maksudmu, Dokter? Apa yang kau bicarakan?" Lea berpura-pura tidak mengerti apa yang diucapkan oleh Clint.Clint terkekeh. Lantas ikut mengarahkan pandangannya ke depan."Aku tidak akan mempermasalahkan masa lalu, Lea. Aku hanya penasaran, dari siapa kau melarikan diri," tutur Clint.Wajah wanita itu tampak mengeras. Urat di pelipisnya berkedut. Dia tampak tidak suka Clint membahas masa lalunya."Apa Zen mengetahui hal ini? Tentang siapa dirimu di masa lalu?" selidik Clint."Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Dokter! Aku lelah, aku ingin kembali ke kamar," ujar Lea seraya berdiri."Tunggu!" Dengan sigap, Clint menahan tangan wanita i

    Last Updated : 2024-10-29
  • SWEET CAKE   Hati yang Hampa

    Mata cekung dengan iris segelap langit malam itu menatap tajam pada Lea. Tetesan darah dari luka di kening pria itu mengalir melewati alis dan kelopak matanya. Namun, tidak sedikit pun rasa sakit yang tergambar di wajah pria tersebut.Tubuh Lea yang gemetar itu goyah. Nyaris saja wanita tersebut ambruk dan tubuhnya membentur lantai andai saja Zen tidak sigap menangkapnya. Lalu, dengan kedua tangannya, Zen mengangkat tubuh Lea dan membaringkan wanita itu di atas ranjang. Beruntung kaki pria itu masih terbungkus sepatu kulit berkualitas premium yang tampak sangat mengkilap. Bukan karena harganya yang mahal, tapi karena sepatu itu dapat melindungi kaki Zen dari pecahan vas dan kaca yang nyaris memenuhi lantai kamar tersebut."Emosimu sedang labil. Istirahatlah," ujar Zen.Lea terdiam dengan bulir bening yang perlahan meloloskan diri dari ujung matanya. Dia pikir Zen akan marah karena Lea telah membuatnya terluka. Tapi nyatanya, pria it

    Last Updated : 2024-10-29
  • SWEET CAKE   Dekapan yang Tak Pernah Dirasakan

    Dengan tatapan mata saja, para penjaga yang bersiaga di depan pintu kamar Lea langsung mengerti. Pintu kayu itu perlahan tertutup dengan rapat."Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Zen, masih dengan posisi duduk di tepi tempat tidur.Sorot mata sayu yang terpancar di wajah Lea, seolah menjadi jawaban atas pertanyaan pria tersebut. Zen melepas kancing lengan kemeja yang melekat di tubuhnya. Setelah itu, dia menggulungnya hingga batas siku. Selesai dengan kemeja, Zen beralih pada sepatunya. Pria itu melepas sepatu dan kaus kaki sebelum akhirnya dia naik ke atas ranjang."Kemarilah," ucap Zen yang berbaring dengan posisi miring dan satu tangan merentang untuk menyambut kepala Lea.Dengan patuh, Lea bergerak mendekat dan menyandarkan kepalanya pada bahu Zen. Wanita itu mencari kenyamanan dalam dekapan pria tersebut."Tidurlah, aku akan menjagamu," ucap Zen lembut.Namun, Le

    Last Updated : 2024-10-29
  • SWEET CAKE   Fur Elise

    Tetap meringkuk di bawah selimut hangat adalah hal ternyaman yang ingin Lea lakukan saat ini. Ini memang bukan pertama kalinya Lea merasakan sentuhan seorang pria. Tapi ini pertama kalinya Lea melakukannya dengan sukarela, atas keinginan hatinya. Beberapa waktu lalu, wanita itu telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada seorang Zen Aberdein.Rasa hangat yang menyelimutinya, membuat wanita itu berpikir bahwa Zen masih berada di atas tempat tidur yang sama dengannya. Namun, saat Lea menggerakkan badan untuk tidur dengan posisi terlentang, sisi lain ranjang yang dia tempati sudah dingin. Kosong.Wanita itu membuka mata dan mendapati bahwa dia hanya seorang diri di dalam kamar tersebut. Dia mengangkat tubuh sembari menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya.Lea menatap pintu kamar yang tertutup lalu tersenyum hampa. "Seorang pelacur akan tetap menjadi pelacur."Hampir saja dia lupa siapa dirinya dan di mana posisi

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • SWEET CAKE   S2.30. What Family Means (The End)

    Sebuah mobil jeep melaju dengan guncangan yang terasa lumayan keras di jalan yang bagian kanan dan kirinya ditumbuhi rumput liar. Sruktur tanah yang tidak rata menjadi penyebabnya. Sehingga, jalanan yang sebenarnya landai itu menimbulkan efek guncangan yang amat terasa. “Aku heran, kenapa Zen tidak membangun tempat ini dengan lebih baik,” ujar Clint yang tak melepaskan tangan dari pegangan agar tidak terlempar keluar dari jeep saat terjadi guncangan. “Aku rasa … ini adalah ide Nyonya Lea, Dokter,” sahut Arthur sembari mengatur kecepatan agar mobil yang dia kemudikan tetap dapat melaju dengan stabil meski harus berkali-kali merasakan sensasi seperti akan terbalik. “Ah, kau benar!” Clint berpaling ke arah Arthur. “Wanita itu adalah kryptonite bagi Zen.” Pria itu lantas menggeleng lalu mengalihkan pandangan pada tanaman anggur yang sedang berbuah di sepanjang kanan dan kiri jalan. “Dari seorang bajingan yang kejam, sekarang menjadi petani anggur.

  • SWEET CAKE   S2.29. Humanity

    Keinginan Lea memang terdengar seperti perintah bagi Zen. Dan ya, Lea menginginkan mereka untuk memiliki keturunan. Setelah berhasil mengungkap apa yang dia inginkan di hadapan sang suami, wanita itu semakin memperjelasnya dengan mengatakan bahwa setidaknya dia ingin memiliki dua anak, laki-laki dan perempuan.“Itu terdengar menyenangkan, Zen. Kelak kau bisa mengajari anak laki-laki kita berbisnis, untuk meneruskan tampuh kepemimpinan The Great Palace—no no no! Aku tidak akan mengizinkamu mengajarinya bisnis gelap. Cukup kau saja yang tersesat di sana. Aku tidak ingin anak-anakku ikut tersesat bersamamu.” Lea segera membenetengi ucapannya sebelum Zen menyela.Kemudian dia melanjutkan lagi apa yang dia ucapkan, karena memang belum selesai.“Lalu aku bisa mengajari anak perempuan kita untuk memasak, bermain musik, menanam bunga, dan menyulam. Kita bisa tinggal di rumah sederhana yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk masalah, t

  • SWEET CAKE   S2.28. Attention

    Melihat kedekatan Zen dan Zac membuat sudut hati Lea berdenyut. Ada rasa cemburu serta sedikit rasa terabaikan dengan pemandangan yang tersuguh itu.Semenjak kembali ke mansion beberapa waktu lalu, Zen bahkan belum menyentuh sesuatu yang lain selain Zac. Entah karena Zac yang merasakan kerinduan membuncah hingga tak ingin melepaskan Zen sedikit pun. Atau memang Zen yang merasa berat meninggalkan anak itu. Yang jelas, keduanya seperti tidak dapat terpisahkan.Lea memutar mata jengah sembari bernapas panjang dan dalam. Terdengar begitu berat. Sampai akhirnya wanita itu memutar badan, meninggalkan Zen dan Zac yang sedang bermain puzzle."Oh, yang benar saja?! Kenapa aku merasa cemburu pada Zac? Ayolah, Lea ... dia hanya anak kecil!"Dalam perjalanannya menuju kamar, Lea terus bergumam. Memarahi dirinya sendiri yang terlalu mudah cemburu oleh bocah laki-laki itu.Memasuki kamarnya, Lea berniat untuk segera membersihkan diri. Keringat berc

  • SWEET CAKE   S2.27. A Child

    Selama dalam perjalanan menuju mansion, Lea sama sekali tak melepaskan tangannya dari lengan Zen. Bahkan dia nyaris tidak pernah mengangkat kepalanya dari bahu sang suami.“Aku bersumpah aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi, Zen. Aku tidak akan sanggup hidup tanpa dirimu,” ungkap Lea seraya mendusal di dada Zen yang sengaja membuka tangan lalu meminta Lea untuk masuk dalam rengkuhannya.“Tidak akan, Sweet Cake. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi,” balas Zen.Melihat kemesraan Zen dan Lea, Arthur hanya bisa memalingkan wajah. Merutuki pikiran untuk memiliki seorang wanita yang dia cintai dan mencintai dirinya seperti sang tuan. Namun, sejenak kemudian, pria itu lantas menggeleng samar sambil memejamkan mata. Mengusir pemikiran yang dia rasa begitu konyol dan sangat bukan dirinya.Sayangnya … hal tersebut dapat dilihat oleh Zen. Apa yang dilakukan Arthur—menggeleng samar dengan wajah berpaling ke j

  • SWEET CAKE   S2.26. Detonator

    “Arthur!”Zen menjatuhkan lututnya di atas tanah, tepat di samping Arthur yang tergeletak dengan tubuh lemas. Ada perasaan tak bisa dimengerti yang bercokol di dalam dada pria tersebut. Kehilangan, kesedihan, kemarahan, semua bercampur menjadi satu hingga terasa begitu sulit untuk mengidentifikasinya sendiri.Matt bahkan menyusul dan berdiri di belakang Zen dengan raut cemas yang sama. Ingin menenangkan sang tuan, namun nyalinya tak cukup besar untuk melakukan hal itu. Dia tidak sama dengan Arthur yang sudah terasa seperti saudara sendiri oleh Zen. Matt hanyalah pengawal pribadi Lea yang selalu setia melindungi nyonyanya tersebut.“Aku tidak mengizinkamu mati hari ini, Art! Bangun, Keparat!” sentak Zen dengan raut panik saat melihat anak buahnya itu tidak berdaya.Sementara itu, beberapa meter darinya, Lea yang tergugu tampak berusaha untuk bangkit. Dengan tubuh gemetar dan wajah yang berlinang air mata berwarna kehit

  • SWEET CAKE   S2.25. The Shot

    “Tidak!”Lea menjerit sambil mengerutkan badan. Menyembunyikan wajah di bahu karena dia tidak akan sanggup melihat orang kepercayaan suaminya itu terkena tembakan yang berasal dari senjata di tangannya.Namun, rupanya hingga beberapa saat kemudian, tidak terdengar suara letusan senjata api. Lea juga tak merasakan entakan kuat seperti saat dirinya menembakkan senjata sebelumnya.Sampai beberapa waktu kemudian, Lea merasakan genggaman tangan Jonathan di tangannya mengendur. Disusul suara kekehan dari balik kepalanya.Jonathan terkekeh, kemudian melepaskan tangannya dari Lea. Entah apa yang pria itu lakukan, namun Lea merasa seperti baru saja mendapatkan napasnya kembali.“Aku tidak akan melakukannya untukmu, My Dear,” ucap Jonathan seraya memberi jarak antara tubuhnya dengan Lea. Berjalan mundur dua langkah dengan kedua tangan yang terselip di saku celana.“Tidak! Aku tidak bisa melakukannya.”

  • SWEET CAKE   S2.24. The Agreement

    Tarikan napas panjang yang dilakukan Jonathan membuat dagu tertutup jambangnya terangkat. Pada saat mengembuskannya kembali, Jonathan terlihat seperti seorang ayah yang lagi-lagi mendapatkan laporan atas ulah nakal yang diperbuat oleh anaknya. Dari kejauhan, Zen dapat melihat pria itu tersenyum. Tampak dari garis wajahnya yang terangkat serta matanya yang sedikit menyipit seolah tertarik ke atas. Kemeja mahal yang membungkus tubuhnya terlihat begitu elegan. Tak berselang lama kemudian, deru mesin beberapa kendaraan terdengar kian mendekat. Sampai pada akhirnya Zen dapat melihat beberapa Range Rover masuk satu persatu ke arena pacuan kuda, berjajar di sisi kanan dan kiri helikopter. Atau lebih tepatnya mengapit pria yang mereka sebut “Superior”, seolah ingin menegaskan betapa besar kekuasaan yang dimiliki oleh seorang Jonathan Graham dari Ordo Messier. Berbeda dengan Zen, kali ini hanya ada dua mobil yang mengawal pria itu. Salah satunya adalah

  • SWEET CAKE   S2.23. Get the Party Started

    “Pesta dimulai!” gumam Zen seraya menginjak pedal gas secara perlahan, melajukan mobil yang dia kendarai menuju jalan raya.“Mereka mengikuti kita, Zen,” kata Lea seraya menoleh ke arah spion kanan di mana sebuah mobil terlihat berusaha mengejar laju mereka.Zen melirik spion dan dia juga melihat apa yang dilihat Lea, di mana sebuah mobil melaju zig zag seolah tak ingin kehilangan jejak.“Masih ada beberapa mobil lain di belakangnya,” kata Zen seraya mengarahkan pandangan pada jalanan di depan yang lumayan padat.“Kau yakin?” Lea berpaling sekilas ke arah Zen.“Kau akan mengetahuinya lagi nanti setelah kita tiba di St. Robert Avenue. Jalanan di sana sepi. Aku memprediksi mereka akan memblokade jalan kita di sana,” kata Zen.“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” Lea terlihat panik, cemas, khawatir, dan … takut.“Kau tenang saja. Aku sudah

  • SWEET CAKE   S2.22. The Big Day has Come

    Padang rumput yang membentang sejauh mata memandang, menampakkan beberapa bunga ilalang yang terbang terkena embusan angin. Beberapa kuda yang tampak berlari bebas saling berkejaran, seolah tak bertuan. Rumah kayu bercat putih yang terlihat begitu lengang, nyatanya menyembunyikan sepasang suami dan istri yang tengah bersiap untuk menghadapi hari besar.“Kau yakin tetap akan melakukannya?” tanya Zen kepada Lea saat wanita itu mengikat sabuk dengan sebuah revolver kecil pada pahanya.Lea menegakkan punggung seraya menurunkan bawahan gaun sutera panjang berwarna hitam yang memiliki belahan samping hingga setengah paha. Gaun model simple dengan tali spaghetti yang menggantung di bahu itu sungguh terlihat begitu elegan ketika melekat di tubuh proporsional Lea. Lipstik warna merah menyala yang memoles bibir wanita itu pun menambah kesan seksi dan berbahaya yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya merasa terintimidasi oleh Lea.Menarik na

DMCA.com Protection Status