Samar-samar aku masih ingat seperti apa rasanya ketika dia masih berada di dalam tubuhku dan apakah sekarang ternyata aku merindukannya?
......................................................................
Senin 16 January 2017
Aku bangun seperti biasanya dan berharap segera bersiap untuk berangkat ke kantor. Hari Senin adalah hari yang paling membuatku bosan, selain karena masih merasa weekend yang kurang rasanya juga masih terlalu jauh untuk bisa sedikit bersantai lagi.
Tapi pagi itu aku masih malas bergerak karena tiba-tiba kepalaku sakit sangat sakit, tidak seperti biasanya. Aku tidak pernah merasakan sakit kepala seberat itu sebelumnya. Rasanya sampai kakiku mengejang dan kucengkram kepalaku sendiri agar tidak terbelah. Aku sempat berpikir mungkin akan mati saat itu dan sangat khawatir jika keluargaku juga tidak akan pernah tahu apa penyebab kematianku. Karena yang mereka tahu putri mereka cukup sehat selama ini.
Aku menggelinjang menendang-nendang selimut sampai punggungku terasa kaku dan tebal ketika tiba-tiba mataku padam dan aku seperti hilang setelah itu.
Aku tidak ingat, tidak ingat apa-apa ... bahkan aku tidak tahu itu sebentar atau lama. Karena saat aku kembali bangun kulihat tirai di kamarku sudah berganti warna lebih gelap bahkan bunga lily yang ditanam ibu di balkon juga sudah berbunga. Artinya ini musim panas, bukan January yang penuh hujan lagi. Segera aku bangkit dan meraih kalender dari atas meja, kubolak-balik kalender tersebut karena bingung. Aku tidak ingat kapan pergantian tahun, kenapa ada kalender tahun 2018 di meja kamarku?
Buru-buru kuambil ponsel yang juga tergeletak di atas meja, sekedar ingin tahu ini hari apa. Sampai harus kukucek mataku beberapa kali hingga benar-benar yakin jika hari ini adalah tanggal 17 Juni 2018. Segera kuletakkan kembali benda tersebut dengan setengah melemparnya ke atas kasur. Aku panik, bingung, dan agak takut!
Sekali lagi kupastikan jika kepalaku sudah tidak sakit lagi.
Aku segera berjalan ke kamar mandi berharap untuk mengguyur kepala dengan air dingin dari shower. Seperti biasa aku berdiri di depan cermin sambil melepas pakaian saat tiba-tiba mendengar suara lain meneriakiku.
"Jangan lihat! " katanya seolah melarang untuk menatap diriku sendiri di cermin.
"Tolong hentikan, jangan lihat! " triaknya dengan nada hampir frustasi.
"Siapa kau ini? " tanyaku bingung sambil menoleh ke belakang dan tidak kutemukan siapa-siapa.
Kembali aku melihat ke depan cermin dan tiba-tiba aku malah memejamkan mata dengan sendirinya seolah menolak untuk melihat diriku sendiri. Mataku terpejam sendiri dengan sangat erat dan tidak bisa kubuka.
"Hentikan apa yang kau lakukan!" kataku setelah cukup sadar bahwa bukan aku yang melakukan hal itu, bukan aku yang memejamkan mata?
"Buka mataku lagi! sungguh aku tidak bisa melihat apa-apa! " aku mulai marah dan menggapai apa saja dari atas meja wastafel untuk memukul walau masih tidak tahu siapa yang harus kupukul. Baru lah setelah itu dia membuka mataku.
Kupikir aku sudah gila, karena sepertinya baru saja bicara dengan diriku sendiri. Kembali kuperiksa tubuhku dan tidak ada yang salah. Baru kemudian coba kucari lagi sesuatu di dalam kepalaku dan saat itu tiba-tiba dia menyapa.
"Hay, Susan.... "
Spontan aku terlonjak hingga lututku terbentur tepian wastafel, meringis nyeri kesakitan sambil masih melompat dan berjinjit-jinjit.
"Siapa kau?"
Mataku nyalang melihat ke sekeliling padahal aku yakin suara itu juga berasal dari kepalaku.
"Aku Eric," katanya kemudian, "tolong jangan terkejut dulu."
'Gila, dia coba mengingatkanku ....'
"Aku tidak gila, namaku Eric, ingat saja itu dulu! "
"Siapa kau berani sekali memerintahku? "
"Aku adalah orang lain di kepalamu."
'Oh, pasti aku sudah benar-benar gila!' Sampai kupukul-pukul kepalaku sendiri beberapa kali.
"Jangan lakukan itu, karena itu juga menyakitiku."
"Aku tidak peduli siapa namamu, cepat enyahlah dari kepalaku! " teriakku cukup lantang.
"Aku tidak bisa,"pasrah suara itu.
"Memang siapa kau ini? jin, setan toilet atau apa? "
"Namaku Eric."
"Omong kosong, pasti kau setan yang coba menipuku, ayo cepat keluar aku tidak mau menampungmu!"
Seumur hidup aku tidak pernah percaya ada orang yang bisa kerasukan setan tapi kali ini aku lebih suka berpikir demikian karena aku tidak ingin menganggap diriku sendiri gila karena tiba-tiba ada orang lain yang juga berbicara di kepalaku.
"Aku juga bingung sepertimu ketika pertama kali."
"Tunggu, apa maksudmu dengan pertama kali? " buru-buru aku meralat dengan curiga.
"Aku tidak tahu kenapa aku tiba-tiba terbangun di tubuhmu."
"Memang kau siapa? "
"Eric."
Tiba-tiba aku merasa bodoh karena berulang kali harus mendengar jawaban itu.
"Baiklah Eric, kenapa kau ada di tubuhku? " tanyaku pelan-pelan karena sepertinya perkara ini tidak akan kunjung usai jika kami terus berdebat. Tak perduli seberapa anehnya ini, yang jelas aku sedang mengajak kepalaku sendiri untuk berbicara.
"Aku tidak tahu, tiba-tiba saja aku menemukan diriku bangun dan sudah berada di tubuhmu."
Rasanya tetap sama sekali tidak memberiku jawaban apa-apa dan bagaiman mungkin bisa ada dua orang di dalam satu tubuh.
Kupejamkan mataku sejenak untuk berpikir lebih jernih, karena ada dua orang di kepalaku, tiba-tiba rasanya agak sesak.
"Jangan tidur!" tegurnya.
"Aku berpikir bukan tidur! " bentakku merasa jengkel.
"Tolong, Eric, keluarlah dari kepalaku."
"Aku tidak bisa," sesalnya____"Bahkan aku sudah mencobanya cukup lama."
'Oh ....'_______ "Katakan sejak kapan kau ada di kepalaku? " Tiba-tiba aku baru ingat bagaimana tahun-tahun itu menghilang dariku.
"Mungkin Januari 2017, aku tidak terlalu ingat tanggal tepatnya karena saat itu aku juga sama paniknya, sepertimu saat ini. "
Kata-katanya terdengar lebih tenang karena sepertinya dia memang sudah jauh lebih berpengalaman menghadapi situasi seperti ini.
"Berarti kau mengambil alih tubuhku!" tuduhku dengan lantang.
"Itu juga bukan kemauanku sendiri. "
Berarti selama ini dia yang ada di kepalaku, dia juga yang mengatur hidupku, lantas aku di mana?
Berbagai pikiran mengerikan seketika mencengkram kepalaku. Masih kudekap dada telanjangku dan terduduk di atas penutup toilet untuk berpikir. Apa dia tahu jika aku sedang memikirkannya seperti ini, apa dia hanya tahu jika akun mengucapkannya di kepalaku. Kupikir mungkin aku sudah gila karena coba membicarakan orang lain di dalam kepalaku.
Aku masih diam sampai cukup lama, karena tidak ingat kapan kepalaku terbentur, atau jatuh, atau apa pun yang bisa mengakibatkan otakku trauma?
Semua ini tidak masuk akal dan membuatku gila.
"Sampai kapan kau akan duduk di toilet? " tanya suara lain di kepalaku.
"Memangnya apa urusanmu, ini tubuhku! " bentakku karena merasa kesal.
"Kau harus segera berangkat ke kantor. "
Hah! Bahkan dia coba mengingatkan rutinitasku.
"Apa kau juga bekerja untukku? " tanyaku kemudian.
"Seharusnya kau berterima kasih karena aku sudah mengerjakan semua tugasmu. "
Omong kosong! "Kenapa aku harus berterimakasih dengan orang yang sudah merampas tubuhku!"
Aku segera bangkit untuk menuju ke bilik shower.
"Sudah kubilang jangan melihat ke cermin," dia coba kembali mengingatkan.
"Memang apa urusanmu!"___ "Aku tidak suka diatur-atur dengan orang yang hanya numpang di tubuhku!"
"Kau tidak memakai pakaian," katanya kemudian dan sepertinya aku baru sadar.
"Kau laki-laki!" buru-buru kudekap tubuhku sendiri, karena aku juga baru ingat dia berulang kali menyebut namanya Eric, tidak ada perempuan bernama Eric.
'Oh Tuhan, apa-apaan ini!' Kulihat tanganku sendiri dan dia sepertinya juga melakukan hal yang sama terhadap tubuhku.
"Kau menyentuhku!"
"Kau sendiri yang melakukannya."
"Kau juga!" teriakku.
Rasanya semakin mengerikan dan sepertinya lebih baik aku gila saja.
"Asal jangan melihat ke cermin, aku tidak ingin melihatmu tanpa pakaian."
"Omong kosong! Bahkan kau sudah menyentuh tubuhku setiap hari! "
Sepertinya kali ini aku menangis dan benar-benar menangis karena pemikiran itu tiba-tiba sangat melukaiku. Bagaimanapun aku gadis baik-baik yang tidak pernah melampaui batas dalam pergaulan dan tiba-tiba sekarang aku mengetahui bahwa tubuhku sudah biasa dia pegang-pegang sesuka hati oleh seorang pria. Aku merasa sangat dilecehkan sebagai seorang wanita. Dilecehkan oleh seorang pria yang tidak tahu bagaimana aku harus menyebutnya, karena dia juga ada di dalam kepalaku.
Aku masih menangis dan dia tidak bicara lagi, sepertinya aku senang akhirnya ia membiarkanku sendiri.
"Maafkan aku," katanya setelah cukup lama dan aku mulai tenang kembali.
"Aku benci seperti ini, aku membencimu! "
Namaku Susan, dulu aku bekerja sebagai sekertaris dewan direksi di sebuah perusahaan farmasi ternama. Banyak teman seangkatanku yang menganggapku beruntung dengan jenjang karirku yang luar biasa cepat di perusahaan. Tapi taksedikit pula yang iri dan lebih suka berpikiran picik bahwa aku hanya sekedar memanfaatkan kelebihan fisikku untuk menggait perhatian atasanku.Aku memang selalu ikut serta dalam meeting-meeting penting perusahaan, bepergian keluar kota bahkan keluar negeri adalah hal biasa yang kujalani. Orang kadang memang sering memiliki pikiran negatif saat melihat wanita muda berkarir dengan mudah. Tapi sepertinya juga tidak perlu kujelaskan kepada semua orang tentang prinsipku dalam menjaga diri. Cukup hanya dengan dukungan dan kepercayaan dari kedua orang tuaku, karena bagiku hanya pendapat mereka yang penting.Keluargaku juga sudah tahu jika aku memiliki hubungan yang sudah sangat stabil dengan salah seorang ma
Eric benar-benar membawaku pulang, dan aku masih memilih diam tak mengajaknya bicara sama sekali. Bahkan saat satpam apartemenku menyapa, kubiarkan Eric yang melambai dan menjawabnya. Dia juga tidak bicara apa-apa padaku sampai kami kembali ke dalam apartemen.Aku tidak tahu apa yang dicari Eric di dalam lemari pendingin, mungkin dia juga lapar sama sepertiku. Tentu karena kami ada di satu kepala pastinya kami juga merasakan hal yang sama, bahkan sampai sekarang aku masih merasa aneh tentang hal ini. Kubiarkan Eric terus bergerak dan aku sama sekali tidak ingin ikut campur karena jujur aku sempat penasaran juga dengan apa yang dia lakukan terhadap tubuhku selama hampir dua tahun ini.Aku baru tahu jika ternyata Eric juga mengisi cukup banyak makanan di lemari pendinginku, sesuatu yang bahkan dulu tidak pernah kul
"Bangun. Susan! tau aku akan menciummu! "'Sial!'Aku segera terkesiap bangun karena mengira benar-benar ada pria di dekat wajahku. Aku sempat melihat ke sekeliling sebentar dan berharap hidupku akan kembali normal, sampai kemudian kudengar lagi suara Eric dari dalam kepalaku."Kapan kau akan enyah dari kepalaku!""Akhirnya kau kembali bicara," ejeknya dengan cukup puas.Sepertinya hari masih pagi dan aku sudah kembali dibuat kesal."Bisakah kau menyingkir sejenak, aku butuh waktu untuk menjalani rutinitas pagiku." Bagaimanapun aku perlu mandi dan ke toilet."Kau tahu aku tidak bisa ke mana-m
Aku tidak tahu bagaimana lagi harus menghubungi orang tuaku. Sudah dua kali kuperiksa daftar kontak di HP-ku dan sama sekali tidak kutemukan satupun nomor keluargaku. Memangnya apa saja yang dilakukan Eric selama dua tahun ini terhadap hidupku?"Benda tak berguna!"Ingin kulempar benda itu tapi Eric mencegahku. Ingat dia tetap lebih kuat untuk mengendalikan tubuhku dan aku jadi tak berdaya."Memangnya apa yang bisa kau lakukan selain merusak hidupku!" aku berteriak padanya.Aku benar-benar marah tapi tidak tahu bagaimana harus membalas semua perbuatannya itu. Aku tahu ini baru sebagian dan aku belum sempat memikirkan yang lainnya. Aku sudah kehilangan pekerjaan dan orang tuaku, aku belum mau memikirkan yang
Aku tidak tahu kapan Eric akan enyah dari kepalaku, sedangkan tiga hari saja dia sudah menghancurkan begitu banyak hal dalam hidupku. Sekarang aku tidak tahu kabar keluargaku, kehilangan karir yang sudah susah payah kubangun, ditinggal bertunangan oleh pria yang kucintai, dan semua itu karena Eric Northman!Rasanya layak sekali jika aku masih ingin mengutuknya menjadi batu.Eric coba mengajakku bicara dari pagi, tapi aku masih mengabaikannya karena kesal. Kusibukkan diriku untuk memikirkan hal lain dan menganggapnya tidak ada. Aku tahu dia tidak suka diacuhkan dan anggap saja itu sebagai sedikit hukuman atas perbuatannya, mengingat aku juga tidak dapat memukul atau mencakar wajahnya jika sedang kesal. Sebenarnya hukuman ini tetap tidak ada apa-apanya jika dibanding dengan apa yang sudah dia perbuat terhad
Aku senang Eric melaksanakan kata-katanya untuk tidak mencampuri hidupku, sehingga pagi ini rasanya aku seperti mendapatkan pagi yang normal tanpa suara Eric Northman di kepalaku.Baru kali ini sepertinya aku juga mulai memperhatikan detail kamarku yang ternyata sudah banyak berubah. Eric hampir membuang semua pernak-pernik di meja riasku. Sempat terpikirkan seperti apa penampilanku beberapa tahun ini. Bahkan setelah kubongkar-bongkar isi laci ternyata sama sekali tidak ada jenis skin care apapun seperti yang biasanya aku pakai. Hanya ada makeup standar seperti bedak lipstik pensil alis dan ikat rambut. Segera kuperiksa wajahku di cermin sekedar memastikan Eric juga tidak merusaknya. Kutepuk-tepuk pipiku beberapa kali sekedar untuk memastikan lagi. Beberapa hari ini aku memang kurang memperhatikannya karena terlalu sibuk dengan urusan Eric Northman yang tiba-tiba ada di kepa
"Bangun Susan .... Bangun! kau harus bekerja hari ini!" Aku jengkel tiap kali suara itu kembali mengusik hidupku bahkan sejak pagi buta. "Kenapa kau berisik sekali, Eric!" "Ingat kau harus bekerja hari ini, kecuali kau mau kehilangan pekerjaanmu lagi! Aku sudah susah payah mendapatkan pekerjaan ini untukmu!"Dia coba mengingatkan lagi meski aku masih malas, bukan malas bangun, tapi malas mengikuti kata-katanya, malas mengikuti perintahnya seolah dia 'Tuan' dan aku budaknya saja. Ini adalah hidupku tapi rasanya seperti aku yang tetap harus mengikuti rutinitas hidupnya. Meski dia sudah berjanji untuk memberiku privasi, tapi tetap saja dia oran
Selain Sidney Parker yang tidak mau berhenti memandangi tubuhku, sepertinya aku tidak terlalu menemui kendala berarti dalam pekerjaan baruku. Jadi aku berusaha percaya diri seperti apa yang dikatakan Eric, karena aku yakin orang seperti Sidney pasti juga tidak akan menjatuhkan harga dirinya dengan memaksakan kehendaknya terhadap wanita. Jadi anggap saja aku aman meskipun rasanya tetap seperti diletakkan di dalam kandang singa yang sewaktu-waktu bisa menerkamku. Dan, berulang kali kukatakan Sidney Parker sama sekali bukan pria buruk rupa, bahkan untuk sekedar diliriknya saja seharusnya aku merasa sangat beruntung. Sebelumnya kau juga tidak pernah tahu jika dipandangi pria dengan cara seperti itu juga bisa berpotensi membuat tubuhku ikut demam. Percaya atau tidak karena dari tadi Sidney memang hanya duduk di mejanya tapi aku yakin otaknya sedang menelanjangi tubuhku. Sidney benar-benar terlihat tega meniduriku di sofa atau di
Akhirnya Sidney mengalah dan setuju untuk menjemput putra Paris. Selama ini anak itu tinggal bersama pengasuh di bawah perlindungan hukum. Biasanya Paris hanya diijinkan untuk berkunjung tanpa boleh mengajak anak itu keluar bersamanya."Aku tidak mau menangani bocah yang masih mengompol." Sidney tetap bersikeras tidak mau ikut campur jika nanti Susan mendapat masalah."Anak laki-laki tujuh tahun sudah tidak kencing di celana lagi, Sidney!"Kadang Susan juga masih kesal dengan sifat egois suaminya yang bisa sangat tidak masuk akal, Dia mau memiliki banyak anak tapi tidak mau repot mengurusi anak-anak."Kita harus melihatnya dulu siapa tahu nanti kau juga akan menyukaianya!"Susan memencet bel pintu sementara Sidney masih berdiri di undakan tangga paling bawah nampak tak berminat untuk ikut masuk. Sidney benar-benar lebih suka disuruh menunggu di dalam mobil dari pada ikut berbasa-basi seperti yang diajarkan Susan."Ingat kau cukup tersenyum j
Sidney sudah tidur ketika Susan pelan-pelan mengambil buku harian Jessy dari dalam laci. Sidney tidak suka jika Susan membaca buku itu karena biasanya Susan malah jadi menangis setelah membacanya dan Sidney tidak suka melihat Susan bersedih untuk sesuatu yang menurutnya percuma. Tapi tetap saja Susan sering diam-diam membacanya, Jessy memiliki tulisa yang sangat rapi sangat berbanding terbalik dengan dirinya. Membaca buku harian Jessy membuat Susan serasa ikut mengenal saudarinya meskipun mereka tidak pernah bertemu.***Jessy 12 Maret 2016***Bukannya aku tidak mau tinggal di kampung halama Paris, tapi aku sudah pernah mencobanya dan tidak bisa. Paris adalah orang yang sering bepergian dengan segala kesibukan pekerjaannya yang luar biasa. Paris juga melarangku bekerja lagi sejak kami menikah, sering kali aku merasa bosan ketika harus tinggal sendiri di rumah besarnya. Aku juga tidak punya teman atau keluarga di sana, semua yang kukenal adalah teman-teman Paris dan ling
Susan memperhatikan Sidney yang masih tertidur dan menyentuh bibir penuhnya yang sedikit terbuka. Ternyata pria seperti Sidney juga bisa nampak lucu ketika sedang tertidur dan Susan menyukainya karena jarang-jarang Sidney mau diganggu."Apa yang kau lakukan!" tegur Sidney yang ternyata sudah terbangun."Tidak ada," acuh Susan segera pura-pura mengabaikannya."Kemari kau!""Ao..!" Susan memekik kaget karena Sidney balas memukul bokongnya.Mereka masih sama-sama belum berpakaian sejak selesai bercinta tadi malam dan Tiba-tiba saja Sidney sudah kembali menerjang masuk dan menderanya."Sidney, ingat kau punya janji dengan Notarais pagi ini!"Susan coba mengingatkan tapi Sidney tetap mengabaikanya karena Susan memang bisa sangat cerewet meskipun sedang ia setubuhi. Gilanya Lagi Susan masih sempat meraih ponsel dan membalas pesan."Buang benda itu, Susan!" Sidney langsung membalik tubuh Susan dan merampas ponsel terkutuk itu dari tan
JESSY... Saat pertama kami bertemu dia adalah pemuda yang rupawan, berulang kali dia bertanya bagaimana untuk mendapatkan wanita sepertiku dengan sangat terus terang dan sedikit tidak tahu malu."Masukilah hatinya, maka kau akan mendapatkan segalanya," kataku saat menatap Netra biru gelapnya yang dalam ketika kami duduk di meja bar dan yakin pria tampan itu belum mabuk untuk merayuku. Aku tahu jika Paris Parker adalah pria yang cukup percaya diri untuk mendapatkan apapun keinginannya."Sebutkan apa saja yang bisa kudapatkan, setelah itu? " bisiknya saat mendekatkan bibirnya ke telingaku. "Love, loyalty, dan keberanian !" Walapun setiap hari aku bekerja di antara para wisatawan asing tapi memang tidak akan pernah kubiarkan diriku terlibat dengan mereka dalam urusan asmara. Namun sepertinya pengecualian utuk seorang Paris Parker, pria yang telah dengan begitu berani berlutut di depanku dan memohon untuk menjadikanku miliknya.
Seorang pengurus rumah menemukan Paris Parker sudah terduduk kaku takbernyawa dengan bekas lobang peluru si pelipis kanannya. Tangan kanana masih memegang pitol dan sebuah ponsel terjatuh di lantai tak jauh dari tempat dududknya. Sebuah buku harian milik Jessy yang juga baru Paris temukan dari dalam laci masih terbuka di atas meja karena sepertinya pria itu juga belum selesai membacanya dan sudah tidak tahan.Pihak kepolisian menghubungi Sidney parker sebagai satu-satunya keluarga Paris. Sidney dan Susan juga langsung terbang ke Bali hari itu juga. Pihak kepolisian meminta Sidney untuk memutuskan bakal di makamkan di mana jenazah saudaranya. Sebenarnya Sidney sendiri juga tidak tahu karena hubungan mereka selama ini memang tidak seperti layaknya keluarga, tapi Susan yang langsung menyela dan minta agar Paris dimakamkan di samping saudarinya. Pihak kepolisian juga memberikan buku harian Jessy kepada Susan dan memberi tahu Sidney jika akan ada notarais dari Paris Parker yang ak
"Oh, Sayang apa yang kau pikirkan?" tanya Sidney pada wanita yang sedang berbaring di bawah naungan tubuhnya tapi entah pikiranya sedang melayang berada di mana."Tidak ada," bohong Susan sambil menggeleng saat Sidney menyentuh bibirnya dengan ibu jari."Aku bisa sangat cemburu jika kau memikirkan pria lain," sarkas Sidney yang sebenarnya juga tahu jika Susan sedang memikirkan Parish yang baru saja menelponya.Sidney merunduk untuk mencium Susan dan tetap bersikeras menahan wanita itu dalam ciumanya meskipun Susan agak enggan untuk menaggapinya."Sungguh aku mencemaskan Parish." Akhirnya Susan terus terang ketika tiba-tiba mendorong Sidney untuk berhenti sejenak."Sudah kubilang jangan memikirkan pria lain, apa lagi brengsek itu!" Sidney terdengar marah."Aku serius, sungguh perasaanku sedang tidak enak." Susan beringsut dari naungan tubuh Sidney dan kembali merapikan gaun tidurnya."Kau mau ke mana?"Sidney melihat Susan berja
Kenapa rasanya ini semakin sulit kujalani. Dulu kupikir cintaku akan cukup meredamnya, dulu aku pikir tubuhku akan kuat menanggungnya. Tapi tiap kali tangan-tangannya kembali merenggutku tanpa kebajikan, dia tetaplah wujud yang hanya peduli dengan kemauannya sendiri. Dia bukan orang yang dulu kukenal juga bukan orang yang akan peduli. Seperti membuka lembar buram yang tidak ingin kubaca atau kutulis. Karena di sini aku sudah tahu, mungkin aku hanya akan hancur sendiri atau hancur bersamanya. Tumpukan dosa yang dia tawarkan sudah seperti racun yang tidak akan bisa berhenti kuhirup, mungkin hingga kelak benar-benar habis nafasku. Jika dia mencintaiku, seharusnya dia tidak memperlakukanku seperti ini. Tubuhku masih sakit, menggigil di atas lantai dingin tempat terakhir aku dihempas oleh tinju dari kepalan tangan yang sama dari lengan yang kali ini juga sedang memelukku. Dengan nafas berge
Susan benar-benar tidak menyangka jika sebuah pesta sudah di siapkan sedemikian rupa untuk menyambut kedatangan mereka, dan Susan langsung tahu jika semua itu adalah perbuatan Sidney. Yang paling megejutkan bagi Susan ternyata tidak hanya ada ayah dan ibunya tapi ayah dan ibu Jessy juga ada di sana menyambut mereka. Tentu Susan sangat terharu menyaksikan orang tuanya berkumpul seperti itu dan terlihat sudah cukup akrab. Susan yang kemarin sempat merasa seperti orang asing tiba-tiba merasa seperti menjadi anak paling beruntung di muka bumi ini karena bisa berada di tengah-tengah semua keluarga yang mencintainya. Susan masih tidak tahu bagaimana Sidney bisa berbuat seperti ini dan tidak memberitahunya apa-apa. Semua itu memang perbuatan Sidney. Bahkan dia sendiri yang menjemput orang tua kandung susan dari Bali. Itulah kenapa kemarin Sidney sampai harus pulang menjelang pagi dan mendapati susan yang
Karena teleponya tidak pernah di angkat, akhirnya Paris nekat untuk menemui Susan meskipun dengan resiko bakal bertemu juga dengan Sidney, dan mungkin mereka akhirnya akan kembali bertikai. Paris benar-benar menghawatirkan Susan karena dia tahu pasti Susan masih syok setelah semua kejadian kemarin. Paris hanya ingin sekedar memastikan jika Susan baik-baik saja. Saat Paris datang ternyata Sidney sedang tidak ada di rumah, tapi Susan tidak memberi tahu Paris jika sebenarnya mereka berdua sedang bertengkar. Bahkan Susan tetap berpura-pura jika hubungan mereka sedang baik-baik saja. Susan yakin jika Sidney tidak akan suka jika dirinya masih menemui Parish, tapi sepertinya Susan juga mulai tidak perduli. Toh Sidney akan tetap marah. Susan tidak mengerti kenapa sekarang rasanya justru Sidney yang jadi sangat membenci Paris. Walaupun menurut Sidney, Paris jahat dan gila, tapi sepertinya