Setelah hampir dua minggu mendapat pengawasan intensif, akhirnya Jemy dinyatakan siap untuk menjalani persalinan sang cara cesar, karena memang terlalu beresiko untuk persalinan normal. Semua keluarga menunggu cemas sementara Adam menemani istrinya di dalam ruangan operasi.
Erica yang sudah biasa menghadapi situasi seperti ini pun ternyata juga gelisah ketika adik perempuannya sendiri yang sedang berada di ruang operasi. Untungnya persalinan tersebut berjalan lancar dan ketiga bayi serta ibunya dinyatakan baik-baik saja.
Erica langsung ikut menangis memeluk ibunya karena sama-sama luar biasa terharu dengan tiga anggota baru keluarga mereka. Ketiga anak laki-laki yang pasti juga akan bisa menjadi obat bagi mereka semua atas kepergian Nathan.
"Akan ada anak laki-laki lagi di keluarga kita."
Ibu Adam juga tidak kalah antusias setelah selama ini hanya memiliki Adam seorang dan tiba-tiba mendapatkan hadiah tiga orang cucu sekaligus.
Sementara Jemy masih
Tara kembali mendayung papan selancarnya untuk meluncur menghadang gelombang. Setiap kali hanya itu yang bisa dia lakukan ketika sangat menginginkan wanitanya tapi sedang tidak tahu lagi harus berbuat apa karena nyatanya jarak tetap akan menjadi kesenjangan yang paling nyata untuk dia hadapi setiap hari dan setiap malam. Semakin hari semakin berat dan Tara sendiri tidak tahu sampai kapan akan tahan seperti ini. Selalu berjauhan dari wanita yang dicintainya.Tara meluncur lebih cepat untuk mengejar gulungan ombak yang lebih tinggi. Suara desingan angin dan permukaan air yang bergesekan keras dengan papan selancarnya ikut memacu andrenalin Tara untuk terus meluncur lebih cepat, tanpa henti, dan tanpa lelah. Mungkin Tara memang hanya ingin membuang sebanyak mungkin energinya yang sudah nyaris meledak karena sudah terlalu merindukan wanitanya tapi tiap kali yang bisa dia lakukan hanyal
Tara melihat ada kerumunan di depan warung kopi tempat biasanya dia duduk menunggu kapal motor. Dia langsung menghampiri kerumunan tersebut dan alangkah terkejutnya Tara ketika melihat Erica sedang di kelilingi anak-anak dan ibu-ibu yang keheranan karena tidak pernah melihat orang asing berada di dermaga. Erica memang terlihat mencolok dengan rambut pirang alami dan manik mata biru seperti laut dalam, persis seperti boneka yang cantik, sangat cantik meski sedang mengunakan sendal jepit yang Tara tahu dipinjam dari ibunya. Ketika Tara menyeruak kedalam kerumunan Erica terlihat masih berjongkok untuk memberikan penjepit rambut pada anak perempuan kecil berambut kemerahan yang tadi memuji kecantikan jepit rambutnya. "Bagaimana kau bisa sampai kemari?" "Aku mencarimu." Erica langsung bangkit berdiri.
"Rasnya masih sulit dipercaya ada bagian dari diriku yang sedang tumbuh di dalam sana. " Tara kembali mencium perut Eica yang masih berbaring seusai mereka bercinta."Kadang aku juga berpikir demikian.""Seperti apa rasanya?" tanya Tara benar-benar penasaran."Sebenarnya masih belum terlalu terasa.""Berapa usianya? ""Mungkin dua bulan.""Dua bulan? " kutip Tara dan langsung mendongak pada wanitanya."Sebenarnya aku hanya ingin memastikan sebelum memberitahumu." Sebenarnya Erica tidak berbohong dia hanya tidak mengatakan apa yang sebenarnya sedang dia pastikan dan berulang kali Erica kembali ngeri jika teringat ketakutannya kemarin."Belum ada yang tahu jika aku sudah mengandung anakmu.""Nanti kita akan menyampaikanya bersama. "Kali ini Tara merangkak naik untuk mencium kening Erica."Terimakasih, " ucap Tara masih sambil menghirup dalam puncak kepala istrinya."Bulan depan Jemy dan Adam akan mengad
Sudah berulang kali Erica coba memperhatikan motif ukiran lumba-lumba yang pernah dibuat oleh ayah Tara di tiang gubuknya. Erica yakin ada sesuatu yang ingin di sampaikan dalam rangkaian cerita lumba-lumba tersebut tapi Erica masih juga belum bisa menemukan jawaban apa-apa. Erica coba memperhatikan masing-masing lumba-lumba dan cuma ada begitu banyak nama Tara dan Mina karena menurut Tara ayahnya buta huruf dan hanya bisa menulis nama kedua anaknya karena itu nama Tara dan Mina juga tidak memiliki nama belakang agar mudah untuk dihafal ejaannya.Erica sudah membolak-balik rangkaian gambar tersebut tapi masih juga belum menemukan jawaban apa-apa hingga akhirnya ia putus asa dan merasa bodoh dengan pikirannya sendiri.Sepertinya Erica juga bukan tipe wanita yang bisa diam di rumah hanya untuk menunggu suaminya pulang bekerja. Baru sehari
Erica semakin sering terlihat ikut Tara ke dermaga untuk sesekali membantu di klinik pelabuhan. Walaupun kadang yang ditanganinya hanya sekitar sakit kepala dan sakit perut tapi cukup untuk mengisi kegiatan Erica dibanding dirinya hanya diam di rumah menunggu Tara pulang bekerja. Menjelang akhir bulan ketiga perut Erica juga sudah mulai terlihat membuncit walaupun masih belum terlalu nampak jika dirinya berpakaian longgar, tapi Tara senang melihat Erica seperti itu. Entah bagaimana wanitanya bisa terlihat lebih cantik dan mengemaskan dengan perut sedikit buncitnya.Tara meraih Erica yang hendak berlalu setelah meletakkan cangkir kopi di depannya. Dia membawa Erica untuk duduk di pangkuanya dan menciumnya sebentar. Erica mengeser topi yang dipakai Tara karena agak mengganggu."Sudah hentikan aku malu dilihat ibu.""Ibu masih mandi." Tara terus mencium sisi leher Erica ambil mengosok-gososk perut istrinya. "Apa kau mau ikut ke dermaga lagi?""Ya.""I
Adam masih memperhatikan perut Erica yang terlihat membuncit di balik gaun biru lautnya."Jadi benar kau akan tinggal dengannya?""Ya.""Aku tidak percaya wanita sepertimu bisa hidup di sana.""Sebenarnya itu tak seburuk kau yang membawa adik perempuanku untuk tinggal di pulau," balas Erica."Apa karena dia tampan?"Sama seperti yang lain pasti semua yang melihat mereka akan berpikir seperti itu, karenanya Erica juga tidak bisa menyalahkan Adam dan penilaian dangkalnya."Tara memang tidak memiliki kemewahan seperti kalian, tapi jika aku memiliki waktu aku hanya ingin menghabiskan b
Semua orang ikut panik karena nyonya Marisa tiba-tiba pingsan. Untungnya tidak sampai jatuh ke lantai karena Tara yang kebetulan masih menjabat tangannya juga segera sigap untuk menangkap tubuh nyonya Marisa yang tiba-tiba lemas.Nico terlihat ingin marah tapi dia juga tidak punya alasan untuk menyalahkan Tara. Dengan mengabaikan Nico, Tara segera mengangkat tubuh lemas nyonya Marisa ke atas sofa dan membaringkannya di sana. Erica langsung memeriksa nadinya, telapak tangannya dingin dan wajahnya pucat. Sepertinya nyonya marisa mengalami kekurangan oksigen dalam waktu yang sangat cepat, mungkin karena pengaruh dari kinerja jantungnya yang memang lemah."Telepon ambulan !" perintah Erica.Mereka segera memanggil ambulan dan menunggu cemas sampai ambulan datang untuk segera membawa
Setelah Tara keluar dari kamar nyonya Marisa, Nick segera bergantian untuk masuk tanpa menghiraukan Tara sama sekali. Tara juga langsung menghampiri Erica dan menggenggam tangan istrinya tanpa mau ambil pusing dengan kekesalan Nicola."Nyonya Marisa ingin bertemu ibuku," kata Tara dan pastinya Erica juga semakin terkejut."Kenapa bibi Marisa ingin bertemu ibu? ""Aku juga tidak tahu, " jawab Tara sambil menggeleng polos dan mengedikkan bahunya dengan acuh.Sebenarnya tadi Tara hanya merasa prihatin melihat kondisinya dan akhirnya mengangguk setuju."Aku harus memastikan kondisinya dulu apa mungkin untuk bisa dibawa dalam perjalanan jauh."Tara tidak berkomentar karena dia memang cuma masih bingung dengan semua yang mendadak jadi serba aneh dan benar-benar tidak habis pikir dengan semua ini."Kita tunggu dulu perkembangannya beberapa hari lagi, " saran Erica dan Tara juga asal setuju.Setelah kondisi nyonya Marisa dinyatakan sta