Mentari telah terbit diufuk timur, menyambut pagi yang begitu cerah, mereka berenam telah bersiap diri, untuk melakukan perjalanan ke curug dengan membawa baju ganti dan perbekalan, Bagas dan Syamsul jalan lebih dulu memandu para gadis, mereka berjalan secara berurutan mengingat kondisi jalan hanya setapak dengan kedua sisi lembah yang lumayan cukup dalam, tidak hati - hati melangkah sedikit saja bisa terpeleset, sehingga mereka berjalan dengan sangat hati - hati, sesekali mereka berhenti untuk istirahat sejenak, lalu kembali meneruskan perjalanan, jarak dari tenda mereka kecurug memang lumayan jauh sehingga mereka memerlukan persiapan matang, untung saja Winda sudah memberi info tentang kondisi perjalanan mereka, sehingga mereka benar - benar menyiapkan segalanya dengan matang.
Keenamnya berhenti dengan Mata yang terbuka lebar melihat pemandangan yang begitu indah, penuh ketakjuban, melihat air yang jatuh dari atas curug dan mengalir kesetiap bebatuan, keindahan alam yang be
Bagas menjelaskan kepada Sinta, tentang pertanyaan Sinta yang belum sempat ia jawab, mencari benang merah akan hilangnya Adelia, Sinta menangis seraya menguncang - guncangkan tubuh Bagas, ia merasa bersalah karena lama didalam kamar ganti, ia takut Adelia terluka, fikirannya sudah meracau kemna - mana, tangisannya semakin memecah ke udara, Bagas mencoba menenangkan Sinta begitu juga Syamsul, berusaha membujuk Sinta agar lebih tenang, Bagas mengajak keduanya untuk melanjutkan mencari Adelia, karena kondisi Sinta yang masih kacau, sehingga mereka berpencar dua arah, Bagas sendiri, Syamsul bersama dengan Sinta, nanti berkumpul kembali ditempat awal.Disisi lain, seorang gadis sedang duduk dikursi dengan posisi tubuh,tangan dan kaki terikat, mulutnya di lakban agar tidak mengeluarkan suara, bajunya terlihat kotor dipenuhi tanah basah dan pipinya merah seperti bekas tamparan, gadis tersebut adalah Adelia, yang kini sedang terkurung dalam sebuah gubuk tua ditengah hutan.Men
Kembali kepada Bagas yang menyusuri semak - semak dan pepohonan dalam hutan, Bagas benar - benar merasa khawatir, ia tak hiraukan dirinya yang terasa sangat letih, entah sudah sejauh mana ia berjalan di dalam hutan belantara, tak ada satu orangpun disana seperti hutan mati tak berpenghuni, dalam hujan Bagas terus berjalan, ia tak memikirkan pakaiannya yang sudah basah kuyup, hatinya terus memikirkan Adelia, ia takut terjadi sesuatu kepada Adelia, Bagas merasa yakin penculik Adelia membawanya kedalam hutan, mungkin ada jalan menuju tempat lain keluar dari hutan melalui jalan pintas, sipenculik tidak mungkin membawa Adelia melalui jalan umum, karena dibawah curug begitu ramai orang belum lagi ada penjaga yang memantau sepanjang sungai karena berjajar tenda yang berisi barang - barang milik para penghuni tenda, sehingga menuju kedalam hutan adalah alternatifnya.Bagas bisa saja menunggu Winda dan Heni datang bersama para penjaga dan bersama - sama mencari Adelia, karena bagaiman
Mereka mengobrol dan sesekali bercanda untuk menghilangkan jenuh, suasana yang begitu sunyi, selain suara hujan dan angin, membuat keduanya mulai merasa ngantuk, Adelia menyandarkan kepalanya kebilik, rasa letih yang ia rasakan membuatnya cepat tertidur.Bagas menatap wajah Adelia tanpa mengedipkan mata, begitu bahagia dirinya bisa sedekat ini dengan Adelia, ia semakin yakin bahwa takdir mempertemukan dirinya dan Adelia untuk alasan tertentu, dalam batinnya. "Apakah kamu jodohku, Adelia? Mengapa semua yang terjadi dari awal kita bertemu, seakan membuat kita semakin dekat, saya memang sudah jatuh cinta dari pandangan pertama, tapi saya tetap harus menahan semua rasa ini, demi kebaikan saya kedepannya, karena saya tidak mau sampai tertipu lagi, hanya karena perasaan membuat saya buta keadaan sebenarnya."Adelia yang tertidur pulas, tidak sadar sudah bersandar di bahu Bagas, Bagas ingin mencoba mengangkat kepala Adelia dan menyandarkannya kembali ke dinding bilik, tapi Ba
Adelia yang merasa pertanyaannya seakan diabaikan oleh Bagas, kembali bertanya, tentang kalimat terakhir Bagas yang begitu saja tidak diteruskan."Kamu, sebenarnya mau ngomong apa? Ditanya malah diam saja dan melamun, sepertinya memang kamu orang yang suka mempermainkan seseorang, aku juga bodoh, dengan mudahnya terbuai begitu saja.Bagas langsung memotong ucapan Adelia, karena Bagas tidak mau, mendengar Adelia berkata yang tidak - tidak lagi, Bagas tidak mau Adelia menyalahkan diri sendiri, bagi Bagas semua yang terjadi real kesalahan Bagas."Stop, Del, jangan diteruskan.""Mengapa? Kamu tidak terima kalau saya menganggap kamu itu seorang pemain, yang suka memberi harapan palsu kepada semua wanita, sudah berapa wanita yang kamu perlakukan seperti ini?" Wajah Adelia seakan memerah menahan gejolak amarah.Bagas semakin merasa bingung, mengapa Adelia malah semakin marah, segala menuduh Bagas yang tidak - tidak, Bagas menyadari kalau Adelia wanita bai
Pagi telah menyambut dengan kesejukannya, hujanpun telah reda hanya basah tersisa di tanah dan pepohonan yang rindang menutupi hutan belantara, Adelia sudah bangun lebih dulu, menatap dalam wajah Bagas yang masih tertidur pulas, di belai rambut Bagas dengan lembut, senyum Adelia terulas begitu menawan, dengan perlahan bibir mungil itu mencium pipi Bagas, membuat Bagas membuka matanya dan tersenyum menatap Adelia. Keduanya segera merapikan diri, Bagas meraih tas gendongnya mengambil air mineral dan cemilan yang masih tersisa, memberikannya kepada Adelia, mereka makan seadanya, setidaknya perut tidak terlalu kosong, Bagas pamit keluar gubuk, untuk mencari sinyal dan menelpon teman - temannya. Setelah berjalan tidak terlalu jauh dari gubuk, tidak ada tanda - tanda sinyal masuk ponsel sama sekali sehingga Bagas naik ke atas pohon, sialnya karena bekas hujan semalam yang begitu deras sehingga pohon terlihat lembab, saat Bagas sudah mencapai tengah, kakinya menginjak dahan
"Sayang, ayo kita jalan - jalan sebelum pulang ke jakarta." Menarik tangan Adelia untuk mengajaknya ke mobilAdelia menepis tangan Tony dan berkata dengan nada ketus. "Saya lelah! ingin istirahat, besok saja kembali ke jakarta nya, jangan memaksa!""Ayahmu minta malam sekarang kita kembali ke jakarta, lagian kamu lelah abis ngapain?" Tony terlihat kesal."Bukan urusan kamu, saya akan bicara dengan ayah, yang penting saya pulang besok, kalau kamu mau pulang sekarang ya sudah pulang saja." Membuang muka kesamping, serasa malas menatap wajah Tony.Setelah mengatakan itu, Adelia menarik Sinta untuk pergi ke kamarnya, Tony hanya tersenyum kecut dalam batin nya. "Sial, dasar cewek gak tahu di untung, masih saja menolak ku sampai sekarang, lihat saja nanti, kamu akan benar - benar jatuh dalam pelukanku."Tony pergi ke bagian resepsionis untuk chek in kamar, dengan wajah yang masih kesal, setelah menerima kunci kamar langsung bergegas menuju kamar hotel ya
Sayangnya Sinta tidak berhasil menyusul Tony, rasa penasaran Sinta semakin mengusik fikirannya dan ingin memergoki langsung sebagai bukti kepada Adelia dan ayah Adelia bahwa Tony bukan lelaki yang baik, Sinta bergegas turun kembali ke lobi menemui resepsionis untuk menanyakan tamu atas nama Tony Harsen chek in di room berapa, setelah mengantongi informasi keberadaan kamar Tony, Sinta menelpon Adelia beberapa kali namun tidak juga terhubung, sebenarnya ini kesempatan baik bagi Adelia memergoki langsung Tony, sehingga bisa menolak perjodohannya.Sinta sudah berada didepan kamar Tony, dengan segera menghidupkan perekam suara di ponselnya sebagai bukti yang akan ia berikan kepada Adelia untuk diserahkan kepada orangtua Adelia, dimasukan ponselnya kedalam saku celananya, agar Tony tidak mengetahui aksinya.Sinta mengetuk kamar Tony berulang kali namun tidak ada yang membukakan pintu, sekali lagi Sinta mengetuk dengan keras, kali ini pintu di buka oleh Tony yang hanya mengen
Ke esokan paginya, di kos an Bagas, Adelia sudah bangun lebih awal, dengan lembut membelai rambut Bagas seraya membangunkan dengan suara yang pelan, Bagas membuka matanya, tersenyum menatap Adelia."Begitu bahagia hati ku, saat mata ini terbuka, disuguhkan pemandangan yang sangat indah," ucap Bagas."Pagi - pagi sudah menggombal, belajar dari mana kata - kata seperti itu, jangan - jangan kamu sering merayu wanita." Dengan wajah yang mulai cemberut."Aku! Merayu wanita, mana pernah, perkataanku itu murni keluar dengan sendiri nya, karena setiap kata merangkai begitu saja , berkat dirimu.""Iya - iya, percaya, ya sudah mandi sana, kamu berangkat kerja, kan?"Bagas bangkit dari tidurnya beegegas menuju kamar mandi, tak berapa lama Bagas sudah berpakaian rapih, Bagas melihat jam di dinding kamarnya, baru menunjukan pukul enam tiga puluh menit, setidaknya Bagas bisa membeli sarapan terlebih dahulu, Bagas meminta Adelia untuk menunggu saja di kamar, biar
“Adelia, kamu marah sama aku?” tanya Bagas menatap Adelia yang sedang sibuk dengan ponselnya.“Enggak,” ucap Adelia singkat, tanpa menatap Bagas.“Kita baru saja baikan, masa harus berjarak lagi, sini duduknya, dekat aku.”“Iya nanti,” tetap menunduk fokus dengan ponselnya.Cindy hanya menggelengkan kepala, melihat Adelia yang sebenarnya jelas ketara kalau sedang cemburu gara – gara tamu wanita yang sebenarnya tidak perlu di besar – besarkan masalahnya, karena Bagas sudah dengan tegas menolak kehadiran mereka.Sinta berjalan dengan perlahan menuju ruang tamu, di ikuti tamu yang bukannya di suruh pergi namun di bawa masuk oleh Sinta. Bagas menatap kearah tamu, bibirnya mengulas senyum, baru saja akan membuka mulutnya untuk menyapa mereka, salah satu dari tamu memberi isyarat menempelkan jari telunjuknya ke bibir, sebagai tanda untuk jangan bersuara, begitu juga Cindy untuk jangan bersuara dan tetap tenang seperti sebelumnya. Salah satu tamu wanita menyapa Bagas dengan sedikit manja.“
Adam sudah berada di kamar Bagas, memapah Bagas duduk di kursi ruang tamu kamar. Adam duduk di depan Bagas mendengarkan dengan wajah serius.“Om, saya belum memberitahu Adelia tentang si pengemudi tersebut, saya hanya takut perkataan saya akan membuat Adelia merasa tidak nyaman, bahwa orang itu adalah Angga, mantan tunangannya, saya baru berbaikan sama Adelia, tidak ingin merusak suasana hatinya, Om belum memberitahu Adelia, kan?”“Selamat Tuan Muda, saya sangat senang mendengar Tuan muda dan Adelia sudah berbaikan. Saya belum bertemu dengan Adelia, setelah mengurus Angga dengan pihak yang berwajib, saya langsung menemui Tuan Muda.”“Syukurlah kalau Adelia belum tahu, saya takut Adelia salah paham harus tahu dari Om dan bukan dari saya, yang jelas – jelas tadi kita berbicara di telepon, Adelia juga pasti menyadari kejanggalan tatapan saya tadi, hanya saja mencoba percaya dengan apa yang saya katakan, seperti tidak ingin merusak suasana hati saya. Saya yang akan memberitahukan langsung
Setibanya di kamar hotel. Syamsul menurunkan Bagas dengan hati – hati untuk berbaring di kasur. Adelia dengan sigap segera mengambil air hangat dan lap kering, membasuh luka – luka Bagas dengan perlahan. Tidak berapa lama Dokter Anwar sudah tiba di kamar Bagas dan segera memeriksa luka – luka Bagas, serta memberikan obat Pereda sakit. setelah selesai mengobati luka – luka Bagas, Dokter Anwar pamit untuk pulang, diantar Syamsul sampai ambang pintu.“Lebih baik kamu istirahat dan minum obatnya, biar nggak demam, aku balik ke ruanganku lagi, ya?” tukas Syamsul.“Terima kasih, Syam.”“Iya, lekas sembuh. nanti aku ke sini lagi sama Heni dan Winda, sekalian nginep nemenin kamu.”"Iya."Syamsul pamit kepada Adelia, Sinta dan Cindy, segera meninggalkan kamar Bagas menuju ruangan kerjanya.“Del, ayo balik kamar, Bagas butuh istirahat,” ucap Sinta.“Kalian balik saja duluan, aku masih ingin disini,” tukas Adelia.Sinta dan Cindy saling tatap, mendengar ucapan Adelia. Cindy memberi kode dalam is
Bagas menghelas napas Panjang dan menghembuskannya perlahan, diletakannya kembali es milo disebelahnya. Membuka kedua tangannya, merasakan tetesan air hujan yang turun perlahan di kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus kedepan, bibirnya tersenyum dalam kesedihan.Sementara di kafe tempat Adelia bersama kedua temannya tidak ada lagi perbincangan, ketiganya saling membisu, seakan larut dalam alunan musik yang mengiringi rintik hujan, gemericiknya seakan menyatu dalam suasana saat itu. Mata cindy tidak sengaja beberapa kali memergoki Adelia yang menengok terus ke arloji.“Adelia, temui saja Bagas,” ucap Cindy.“Maksudnya?”“Del, aku sudah mengenal kamu sangat lama, aku tahu saat ini kamu sedang gelisah. Sudahlah, Del jangan ikuti ego kamu, jangan sampai semuanya terlambat kamu mengerti dan pada akhirnya kamu yang akan menyesal.”“Aku masih belum menemukan jawaban dari keinginanku sendiri, pastinya Bagas juga sudah pergi. Di luar hujan, nggak mungkin dia terus menunggu kedatanga
Mentari pagi bersinar sangat terang, menyinari bumi yang basah akibat hujan semalam. Adelia bersama kedua sahabatnya sudah duduk santai di warung seberang hotel, menikmati sarapan ditemani secangkir es milo racikan si pemilik warung yang nikmatnya tiada duanya, bagi mereka.Mereka membahas prihal ACSMart yang akan membuka cabang lagi di Surabaya, setidaknya ada Reni dan Susi yang bisa di singgahi dan diajak kumpul – kumpul di kala kunjungannya nanti. Rencananya minggu depan mereka akan terbang ke Surabaya, mencari lokasi yang cocok dengan usaha mereka. Mereka bertiga memang berencana dari jaman dulu, membuka usaha bersama. Mendirikan usaha di berbagai kota, agar mereka bisa sekalian traveling juga.“Cin, untuk lokasinya, kita minta bantuan Susi atau Reni saja, mereka lebih hapal daerah sana. Tempat yang ramai tapi belum terlalu banyak pesaing dalam usaha kita,” ucap Adelia.“Boleh, tuh. By the way. Susi dan Reni pada kemana, ya? Aku kirim pesan belum di balas.”“masih tidur, kayaknya!
Adelia sudah berada di dalam kamar hotel, menyimpan sebuket bunga di meja sebelah televisi, diraihnya secarik kertas yang menyelip di tengah – tengah hiasan bunga.Adelia berjalan menuju kursi, duduk dengan menyilangkan kakinya, perlahan tanganya membuka secarik kertas tersebut.***Tahukah kamu…hari – hari yang kulalui, ‘Kesedihan dan kehampaan’.Tahukah kamu…berapa berat waktu yang kulalui, ‘Rindu dalam diam’.Tahukah kamu…Kesedihan, Kehampaan, dan Rindu, mengikat hatiku dalam namamu, ‘Adelia Maheswari’.Betapa bodohnya aku, mengatakan semua ini setelah menyakitimu sangat dalam.Aku datang bukan untuk memintamu memahamiku, tentang betapa rapuhnya aku tanpamu,Tapi, untuk cinta dan masa depan kita,Karena aku datang bukan untuk pergi, ingin menetap selamanya, sebagai rumah yang nyaman.Dan aku tahu, cinta tidak bisa dipaksa, begitu juga hatimu.Aku Tunggu di tempat pertama kali kita bertemu, di waktu yang sama.Entah menjadi saksi bisu yang sama atau saksi bisu tentang luka untukku.
Malam kian beranjak, hanya suara rintik hujan yang menemani kesunyian. Bagas memandang langit dari balkon kamarnya, tiada bintang, terselimut awan hitam pekat. Bagas begitu mendambakan kehadiran sosok Adelia, hatinya pilu membaur bersama kerinduan yang kerap menyelimuti setiap detak napasnya, mengalun dalam irama tak betepi, begitu dekat namun seakan jauh, karena Adelia seakan menutup jalan untuknya.Beberapa kali Bagas melihat layar ponselnya, pesan yang dari siang ia kirim kepada Adelia tiada kunjung balasan, hidupnya seakan terasa hampa.Bagas melangkah masuk ke dalam, duduk menghadap televisi yang terpampang lebar, pandangannya terus menatap layar televisi, dalam batinnya, ‘Hitam pekat membentang, seperti rusak tidak bergambar, hanya memantulkan sosok yang menatapnya’. Bagas terdiam seketika, seakan sedang berpikir dengan ucapannya.Wajahnya yang suram kembali tersenyum, batinnya kembali berkecamuk, ‘Bodohnya aku, sampai harus menyerah begitu saja, hanya karena sikap Adelia yang c
Setelah hampir tiga jam berada di rumah Heni, mereka berlima segera pamit untuk pulang. Danu sudah menghubungi Adelia, dikarenakan akan segera kembali ke Jakarta.Setibanya di hotel. Danu sudah menunggu Adelia di lobi hotel, dengan pakaian rapi, menenteng koper kecil di tangan kirinya.“Adelia, Ayah harus segera pulang. Ayah akan menghadiri rapat tentang hasil kontrak kerja baru dengan perusahaan Ivander Group yang sudah di Acc, sekaligus menyusun anggaran dan rancangan kerja bersama para staf Ayah. Adelia pulang bersama Sinta dan Cindy, ya? Atau mau beberapa hari di sini juga Ayah tidak keberatan, nanti Ayah yang bicara sama Ibu. Ayah juga sudah berbicara dengan Bagas, soal kamar yang kamu tempati, apabila kamu masih ingin di sini.”“Soal kamar, Adel bisa cek-in sekarang, tidak enak sama Bagas harus menginap gratis sampai beberapa hari.”“Bagas tidak keberatan! Kamu nggak usah mempermasalhkannya. Jangan menolak kebaikan seseorang. Nikmati saja waktumu, setelah melalui hal tidak menge
Bagas sudah berada di kamar hotel. Merebahkan badannya yang terasa lelah, matanya terus menatap foto Adelia di ponselnya. Satu notif pesan masuk, tertera nama Cindy. Bagas segera membuka pesan tersebut, dengan cepat membalas pesan Cindy. Bagas memandang langit – langit kamar hotel, bibirnya mengulas senyum ceria. Berguman lirih, ‘Setidaknya orang – orang yang dulu membenciku, kini mau mendukungku untuk kembali kepadamu, Adelia Maheswari. Semoga kamu bersedia membuka jalan untukku, menuju hatimu, aku janji, tidak akan membuatmu menangis lagi’. Perlahan mata Bagas mulai meredup dan melabuhkan diri dalam peraduan mimpi.Keesokan harinya, tepat pukul delapan pagi. Bagas bergegas menuju taman belakang hotel untuk menemui Cindy dan Sinta.“Maaf, sudah menunggu,” ucap Bagas yang masih ngos – ngosan mengatur napasnya, setelah berlari menuju taman belakang.“Santai saja, kita juga sambil menikmati udara pagi,” tukas Sinta.“Kalian sudah sarapan?” tanya Bagas.“Belum.” Sinta dan Cindy menjawab