Misteri Urat Akar IISunan Zunungga perlahan mendapatkan kembali kesadarannya. Kelopak mata itu mengerjap ringan namun masih terpejam. Sembulan urat akar kebiruan yang tumbuh di pergelangannya tak lagi liar. Lebih tampak normal seolah tak terjadi apapun.Dan saat kedua netra kebiruan itu terbuka, pandangannya tertuju pada beberapa pasang mata yang sedang mengelilingi dan menatapnya serius. Seperti makhluk eksprimen yang berada di bawah pengamatan khusus para pengawas. Sunan Zunungga memanggil mereka lirih.Mereka tak lain adalah Minak Hijau, Tuba Lilin dan Pancah Ungu.“Keke Minak, Keke Tuba, Pancah Ungu? Kau sudah kembali?”Sunan hendak beranjak duduk dengan mengangkat tubuhnya, tetapi bagian kepalanya masih terasa berputar. Hingga membuatnya sedikit oleng.“Tenangkan dulu dirimu, Nanzu. Kau terlalu lama pingsan, makanya kepalamu terasa sedikit pusing.” Pancah Ungu lalu kembali menyalurkan energi ungu pekat melalui tubuhnya membentuk garis-garis energi. Kali ini tujuannya adalah ura
Misteri Urat Akar IIIDari kejauhan, pepohonan pinus membentuk gerombolan berwarna lumut tua. Tampak garang jika dibandingkan dengan padang rumput hijau membentang di tengah sabana yang tak terukur. Sementara awan terlihat berarak terang oleh silaunya purnama keperakan. Malam panjang di sudut hutan terpencil.Padang itu seperti tak berujung. Begitu mistis dan misterius. Yang ada hanya keheningan dan angin mengalir perlahan. Bahkan, harumnya bunga-bunga liar yang bergoyang tak sanggup menghalau pikiran-pikiran yang berkecamuk di benak masing-masing Panca Ashokans saat ini. Waktu terasa begitu lama.Sesekali terdengar desau dedaunan rumput yang bergesek. Seperti irama biola dengan petikan nada kesunyian. Sedangkan bulan penuh keperakan hanya bisa menatap dari tempatnya. Entah tersenyum, entah mengejek, entah tertawa, entah tak peduli…Tak ada yang berani mengusik keanggunan itu. Bahkan jika itupun langit tosca yang telah berubah gelap. Masing-masing hanya membiarkan apapun berjalan se
Akar Fenix MerahTabir kubah magma kembali memayungi hutan ajaib. Malam dingin menjadi saksi sebuah penyatuan energi dengan kekuatan dahsyat. Dari tubuh Sunan Zunungga mengalir kilauan merah seperti lava yang membubung ke angkasa membentuk lukisan fenix merah bercahaya di langit keperakan. Kekuatan energi itu meliuk-liuk di udara seperti aurora yang berpijar. Seekor burung fenix merah mengangkasa di langit perak. Menyatu dalam percikan bulan penuh oleh senandung irama suci.Tekanan energi itu begitu luar biasa hingga membangunkan keempat Ashokans remaja lainnya. Sementara para makhluk penghuni hutan ajaib hanya bisa menyingkir dikarenakan tekanan energi kubah magma yang muncul kali ini sangat berbeda. Kekuatan tertinggi dari energi perlindungan fenix merah yang bahkan dapat dirasakan keberadaannya dari jarak ratusan depa. Sebuah tekanan energi yang tak pernah muncul selama kurun waktu ribuan bahkan jutaan tahun.Akar Fenix Merah!Langit malam seketika berubah menjadi percikan bertab
Ratu Violet SagaIstana Amethys tampak lengang. Semenjak terjadi penyerangan besar-besaran bangsa Lor terhadap suku kurcaci di dimensi Tredor dan dimensi Kutub Putih sebelumnya. Mengakibatkan terjadi kegoncangan di belahan aliansi galaksi. Ratu Lavender, selaku pemimpin seluruh peri di dimensi Ungu akhirnya memutuskan untuk mengadakan pelatihan spiritual selama beberapa waktu. Pelatihan itu sendiri dilakukan tertutup dalam sebuah kamar crystal. Salah satu ruang rahasia yang terdapat di istana Amethys. Bangunan berciri khas berwarna ungu pucat menjadi dinding pembatas yang mengelilingi seluruh tempat. Di mana, kekuatan natural terasa begitu kental menenangkan dari balik sekat pembatas tersebut. Vibrasi yang memancarkan energi positif tingkat tinggi. Di dimensi Ungu sendiri memiliki beberapa keunikan. Salah satunya, dimensi ini hanya dihuni oleh kaum peri berjenis kelamin perempuan. Ya, benar!Tak ada peri pria di tempat ini. Namun, para peri ungu bukanlah jenis makhluk hermafrodit
Hasutan Nek HanbakSetelah sekian lama menghilang dan berhasil memulihkan kondisi internal tubuhnya yang terluka. Akhirnya, Nek Hanbak kembali menampakkan diri di Istana Batu, Coral Kastil. Kedatangannya kali ini, tentu saja mengemban tugas khusus dari Manik Coban. Tubuh renta itu terseret perlahan menuju kediaman Sophia. Ada sedikit cemas menerpa relung wanita bungkuk itu, namun, mengingat betapa penting tugas yang dibawanya saat ini, takkan membuat surut langkah seorang Nek Hanbak. Bagaimanapun, dirinya dulu adalah salah seorang ksatria yang tanpa tanding di masanya.“Putri, Nek Hanbak meminta izin untuk menghadap!” Salah satu dayang penjaga istana Coral Kastil memasuki ruangan. Tampak Putri Sophia sedang duduk di salah satu kursi ukir mahoni sembari memegang sebilah pedang berwarna hijau zamrud. Begitu lentiknya, jari-jari itu memanjakan pedang panjang di genggamannya. Menyatu bau dengan campuran minyak duyung selatan dan darah beruang merah yang mengisi setiap guratan halus perm
Pohon PelangiApakah kalian pernah mendengar tentang pohon pelangi? Ya. Pohon itu bernama Pohon Eucalyptus Pelangi. Di sudut tersembunyi dimensi yang terdapat di salah satu bagian hutan Ranting Sembah, tumbuh menjulang di antara rerimbunan jenis pepohonan, eucalyptus pelangi, atau pohon kebijaksanaan. Gradasi warna memancar mulai dari akar pohon hingga pucuk tertingginya. Begitu indah. Setiap tetesan getah berproses membentuk lapisan dan warna secara natural. Pohon ini disebut juga pohon kebijaksanaan karena gradasi warna yang ada melambangkan lapisan-lapisan hakikat. Konon, pohon ini dihuni oleh makhluk mistik bertaring macan tutul berbulu perak. Tetesan getah pertama yang keluar dari permukaan kulit melambangkan esensi dan energi si pohon. Berwarna hijau sebagai wajah kesuburan dan berganti biru sebagai simbol kedamaian dan ketenangan. Kesetiaan yang mengakar dan melindungi setiap makhluk yang bernaung di bawahnya.Setelah beberapa lama, lapisan berikutnya akan mengeluarkan esensi
KehilanganDaun eucalyptus bergerak liar seolah menarikan tarian perang yang baru dimunculkan dari pucuk bumi. Dan sosok makhluk keperakan itu menghentakkan sapuan angin yang menderu. Kasar, beringas dengan sorot mata menaklukkan.“Nanzu, cepat kau keluarkan pelindung kubah magma milikmu!” Tuba Lilin memimpin di depan para Ashokans dengan tombak besar di tangannya yang siap menggasing lawan. Pandangannya tajam dengan kesiapan mental yang mendekati sempurna. Tuba Lilin merasakan panggilan itu, keinginan melindungi dan menjaga lebih dari yang lainnya. Mungkin karena tampilan fisiknya yang jauh lebih kekar dan karena merasa usianya yang jauh lebih tua, membuatnya merasakan tanggung jawab lebih besar sebagai seorang Keke. Kini, para remaja Ashokans telah bersiap dengan senjata andalan mereka masing-masing. Mereka membentuk formasi empat roda bertahan. Tuba Lilin dan Minak Hijau di depan sementara Sunan Zunungga dan Pancah Ungu bersiap di sisi kanan kiri. “Nanzu?! Mana kubah magmamu itu
Jati Diri SophiaGunung Caracal terasa lengang. Wajah lain sebuah tempat di dimensi Lor yang angkuh. Di puncak sana berdiam sekian lama Manik Coban, pemimpin muda bangsa Lor sebelumnya. Sementara itu, Sophia yang mengikuti jejak pertemuan dengan Nek Hanbak justru malah terperangkap dalam perisai energi yang menaungi seluruh kawasan gunung Caracal.Langkahnya tertatih, seolah terikat oleh satu kekuatan besar yang mengungkung langkahnya. Jelas dirinya tak bisa kembali, melainkan harus terus bergerak. Entah apa yang akan dihadapinya di depan, yang pasti Sophia takkan pernah memaafkan siapapun yang telah memanipulasi dirinya. Termasuk Nek Hanbak, tak peduli meski wanita bungkuk itu adalah pelayan setia ibunya terdahulu. Sesuatu mengalir dan membuncah di tubuh dan mata hazel itu, amarah yang menggebu.“Wanita tua sialan! Lihat saja jika nanti aku keluar dari tempat ini. Aku akan membuat perhitungan denganmu, Nek Hanbakk!!!” Teriakan Sophia membahana di antara kayu-kayu kering penunggu pu