Dua hari setelah perintah dikeluarkan, hari di mana Noah akan melakukan apa yang diinginkan William akhirnya tiba. Setelah mengumpulkan informasi dan menyusun rencana, Noah akhirnya bertandang ke markas untuk sebuah hubungan aliansi. Atau lebih tepatnya, untuk mendapatkan kepemimpinan atas kelompok Yellow Crowl. Menurut informasi yang didapat Adam, markas utama Yellow Crowl berada di daerah Cameron, bagian dari Area Statistik Metropolitan Danau Charles.
Noah datang seorang diri, dia tidak datang dengan satu pun anggota Little Boy, apalagi bersama Draven. Dia pikir lelaki berewok itu pasti amat tertohok dengan ucapan Noah dua hari lalu, atau memang menyadari kalau dirinya yang hanya akan mengoceh tentang kesalahan Noah—tidaklah dibutuhkan dalam misi kali ini. Tidak masalah, Noah juga tidak terlalu berharap pada orang sepertinya.
Lelaki dengan surai coklat itu memacu mobilnya menuju sebuah gedung yang terlihat ramai jika dilihat dari berapa banyak mobil mewah dan mahal yang terparkir di area parkirnya. Itu adalah gedung kasino terbesar di Cameron, Yellow Crowl memberinya nama Crowleyds Casino dan ya ... kasino itu berada di bawah nama Yellow Crowl.
Jika kau berpikir cara yang akan Noah gunakan untuk bernegosiasi dengan Yellow Crowl adalah dengan permainan kartu, maka itu adalah pemikiran yang sangat sederhana. Berurusan dengan orang gila tidak bisa dengan hanya menunjukkan kepintaran saja. Lagi pula, markas sebenarnya dari para gagak kuning itu bukan di tempat perjudian, melainkan di tempat yang jauh dari jangkauan sinar matahari.
Noah memasuki area kasino itu, banyak orang yang tenggelam dalam kepuasan bermain judi dan limpahan uang yang mereka dapatkan. Noah mengamati mereka, kemudian hanya melaluinya tanpa menganggap itu hal yang berarti. Dia melanjutkan langkah kakinya menuju pintu ruangan yang tak sembarang orang boleh memasukinya, pintu yang membuatnya melewati lorong menuju ruang bawah tanah yang tak semua orang tahu keberadaannya. Itulah markas milik Yellow Crowl yang sebenarnya.
Begitu memasuki ruangan itu, kening Noah langsung mengernyit. Penampakan ruangan yang remang dengan bau darah dan lembab yang membuatnya lebih mirip seperti ruang eksekusi ketimbang tempat yang bisa disebut layak untuk mengadakan sebuah negosiasi. Semua itu membuat Noah sejenak mengumpat dalam hati. Dia sangat benci tempat kotor.
Tapi karena di negosiasi ini dirinya adalah pihak yang meminta, maka dia tidak bisa apa-apa selain menuruti keinginan pihak yang diminta. Noah melanjutkan langkah kakinya menuju ke sisi ruangan tempat wakil pemimpin Yellow Crowl duduk sembari menikmati pertandingan dua manusia yang ada di depannya.
Ketika ia melihat presensi Noah, lelaki dengan tubuh kurus tinggi itu langsung tersenyum dan bangun dari duduknya. “Selamat datang, calon pemimpin kami,” ujarnya menyapa. Segila apapun mereka, sepertinya sudah menyiapkan dengan baik untuk menyambut tamu jauhnya. Noah dipersilakan duduk dan dihidangkan anggur segar dengan kualitas terbaik milik mereka.
“Aku pikir kau akan menyuguhku dengan darah manusia, Pert Davian,” ucap Noah, tanpa ragu menatap lelaki di hadapannya dengan tatapan tajam dan dingin yang biasa ia beri ke orang-orang.
Lelaki bernama Pert Davian itu tertawa ketika melihat tatapan Noah. “Ternyata kau sama seperti yang orang-orang bicarakan, Tuan Bellion.”
“Hal keren apa yang kau dengar dari mereka?”
Ketika akan menjawab, raut wajah Pert berubah total. “Bahwa kau memiliki wajah tampan dengan tatapan dingin yang menyebalkan,” jawabnya dengan penuh penekanan di setiap kata. Senyumnya hilang, tatapan ramahnya berubah dingin dan sarat akan hasrat membunuh.
“Aku akan anggap itu sebagai pujian, Pert.”
“Jadi, aku ingin mendengar lebih jelas apa yang kau inginkan sampai meninggalkan selokan New Orleans kesayanganmu dan memberanikan diri untuk mencalonkan dirimu sebagai pemimpin baru kami.”
Noah menatap mata Pert tanpa berkedip. Bibirnya bungkam untuk sesaat dan keheningan mewarnai pertemuan keduanya. Noah sebenarnya benar-benar tidak mau melakukan hubungan apapun dengan Yellow Crowl. Dia baru tiba di permulaan, dan sudah ditunjukkan betapa memuakkannya sifat mereka.
Noah meletakkan kembali gelas anggur miliknya yang sudah berkurang. “Aku ingin tahu apakah kau sudah tahu kalau kelompokmu ini sedang diperebutkan dua kelompok atau tidak,” ujarnya, memancing.
Pert tertawa, lalu meminum habis anggur miliknya. Dari gelagatnya, Noah berpraduga kalau lelaki itu sudah tahu akan konflik yang akhirnya membawa Noah ke tempat ini. Tapi jika itu benar, Noah berharap Pert tidak mendengarnya langsung dari Eliot.
Karena jika itu sampai terjadi, Noah bisa saja berada satu langkah di belakang Eliot.
“Aku tidak tahu. Karena itu aku bertanya.” Noah tak bereaksi. Entah dia harus percaya atau tidak, mengingat Pert adalah orang yang tidak jauh berbeda dengan dirinya yang menggunakan apa saja termasuk kebohongan untuk memasang tameng saat masih berada di level waspada kepada pihak yang mungkin saja menjadi musuhnya.
Tapi jika mengingat kebiasaan Yellow Crowl yang malas mengurusi hal diluar urusan mereka, Noah rasa dia bisa percaya. Semoga apa yang dia percaya tidak mengkhianatinya.
“Aku sedang berada dalam sebuah konflik dengan beberapa tikus-tikus Baton Rouge, karena itu mereka bersatu untuk menyerang kelompokku dalam waktu dekat,” terang Noah, menjelaskan alasannya datang. Pert mendengarkannya sambil mengelus-elus janggut tipisnya. “Aku datang ke sini untuk membangun pasukan yang kuat dengan Yellow Crowl, terlebih lagi kabarnya pemimpin tikus Baton Rouge itu berencana untuk memegang Yellow Crowl di bawah kuasanya juga.”
“Lalu kau datang ke sini karena sedang berpacu dengan orang itu? Memperebutkan Yellow Crowl?”
“Iya ...,” ujar Noah, menjeda sejenak, “karena aku tidak bisa membiarkan orang itu mendapatkan kalian lebih dulu.”
“Jika kami didapatkan orang itu lebih dulu, apa itu akan menjadi hal yang sangat merepotkan untuk kau atasi, Tuan Bellion?”
“Aku mengakui kemampuan kalian.”
“Kau akan tetap bekerja sama dengan kami kendati kami pernah membunuh anggotamu?” Noah terlihat pasif, tak lekas menjawab. Dia menarik sebuah amplop besar berwarna coklat, menyerahkannya pada Pert untuk dibaca.
Lelaki dengan penampilan yang agak kumal untuk ukuran seorang wakil pemimpin itu mengambil apa yang Noah berikan padanya, membuka isinya dan membaca dengan baik. Dia pikir itu sesuatu yang berharga, tapi ternyata hanya tawaran kerja sama dengan kolom tanda tangan yang masih kosong dan tentu ditujukan untuknya.
Pert tertawa tengil. “Jadi, pemimpinmulah yang memintamu untuk datang ke sini? Ah ... aku jadi terharu.” Pert memasang raut berlebihan, dia berpura-pura tersanjung sampai menghapus air mata tak kasat matanya dengan kertas perjanjian. Noah kembali menahan rasa muaknya. “Dia masih mau menjalin kerja sama denganku meski aku sudah membunuh orang kesayangannya,” ujar Pert kemudian, memasang wajah bengis tepat di depan wajah Noah.
Setelah mengatakan itu, Pert kembali tenang di tempat duduknya. Dia berlagak membaca kembali isi kertas itu, padahal dia sama sekali tidak tertarik dengan isinya. “Jadi, apa keuntungan yang akan aku dapat jika aku mau menjadi bagian dari kelompokmu?” tanya Pert dengan wajah congkak, seakan-akan Little Boy sama sekali tidak pantas hanya untuk menyebut nama kelompoknya.
“Kalian akan memiliki pemimpin—”
“Ah ... benar!” ujar Pert dengan suara tinggi, menyela ucapan Noah yang belum rampung. “Kau yang akan menjadi pemimpin baru kami setelah lima tahun berlalu, ya? Tuanku ... aku jadi merasa amat tersanjung.”
“Berhentilah merendah, kau bisa terkubur,” balas Noah dengan tatapan tajamnya. Ucapannya langsung membuyarkan senyum tengil Pert yang sudah sejak tadi membuatnya muak. Dia harap dengan ucapannya barusan, Pert bisa berhenti bermain-main dan mulai menanggapi pertemuan mereka dengan serius. Noah melanjutkan topik pembicaraannya yang sempat tersendat, “Yellow Crowl akan menjadi milik Little Boy dan bukankah merepotkan berurusan dengan para penegak hukum setelah membunuh?”
Pert menatap Noah tajam. Tidak masalah, setidaknya dia tidak lagi bermain dan mulai berpikir serius. “Apa maksudnya?”
“Jika menjadi bagian dari Little Boy, akan kami ajarkan pada kalian cara membunuh tanpa perlu dikejar-kejar oleh para polisi. Juga ... perlindungan seratus persen. Kalian akan menjadi pasukan elit milik kami dengan aku sebagai pemimpinnya.”
Pert mengalihkan tatapannya, tampak merenung. Mungkin saja otaknya yang sudah sedikit bergeser itu mulai bisa mencerna situasi, dan memutuskan apa yang akan dia lakukan di perundingan serius ini. Noah senang karena waktunya tak lagi terbuang sia-sia.
“Jika membandingkan pemimpin kami yang meninggal karena usia lima tahun lalu, aku rasa kau bisa menjadi pemimpin yang jauh lebih kuat. Kau akan membuat kami menjadi kelompok pembunuh yang paling ditakuti, bisa saja sedaratan Louisiana,” ungkap Pert dengan wajah serius. Ucapan dan raut wajahnya seakan mengatakan kalau dia akan menyetujui tawaran yang Noah berikan, tapi sebenarnya tidak seperti itu.
Noah sudah bilang kalau mereka itu merepotkan, kan?
“Tapi kami tidak bisa menerimamu menjadi pemimpin dan menerima kesepakatan ini tanpa melihat potensi apa yang kau punya, Tuan Bellion.” Noah sudah tahu jika Pert akan mengatakan hal seperti itu pada akhirnya, dia juga sudah bersiap untuk itu. “Karena kami mengutamakan kemampuan membunuhmu, bukan hanya otak cerdikmu.”
“Aku sudah menduganya,” ucap Noah, beranjak dari duduknya. Dia sudah mengerti seperti apa sistem penggalian potensi yang dimiliki Yellow Crowl, bagaimana mereka akan memutuskan untuk menyerahkan Yellow Crowl pada Noah dengan melihat sebesar apa kekuatan yang Noah miliki untuk jadi pemimpin kelompoknya.
Noah diiring menuju sebuah area pertarungan yang kosong. Area yang cukup luas dengan pagar kawat tipis yang membatasi setiap sisinya. Ada satu orang dengan kalung besi besar yang mengekang lehernya, sepertinya lelaki bertubuh besar seperti Tobias itu adalah pegulat yang dibeli oleh Yellow Crowl untuk menjadi tontonan mereka setiap hari.
Salah satu anak buah Pert melepaskan kekangan yang ada di leher lelaki itu, lalu meninggalkannya di area bertarung bersama Noah. “Jika kau bisa membunuhnya, aku akan membebaskanmu,” kata Pert pada lelaki itu. Dia langsung terlihat bersemangat, tampak selama ini hidupnya hanya penuh derita menjadi budak Yellow Crowl.
“Dan jika kau bisa membunuh orang ini, aku akan menerimamu, Tuan Bellion,” ucap Pert pada Noah. Noah tak merespons, dia memfokuskan matanya pada lawannya.
“Aku tidak akan berbaik hati padamu, Tuan,” ujar lawan Noah dan tak dia tanggapi.
Begitu lonceng berbunyi dua kali, pertarungan dimulai. Para penonton yang semula memenuhi area lain, kini berbondong-bondong menonton pertarungan Noah dan petarung yang Yellow Crowl ajukan. Pertarungan mereka mungkin saja sudah diketahui siapa pemenangnya, tapi itu menjadi semakin riuh dan panas ketika petarung itu berhasil membuat Noah mundur karena tendangannya.
“Ugh ...!” erang Noah dengan pelan. Keningnya mengerut samar, matanya masih fokus memperhatikan pergerakan lawan.
Petarung itu melakukan serangan lagi, Noah tidak merasa amat direpotkan kecuali karena perbedaan kekuatan fisik mereka.
Noah adalah petarung yang andal. Dia pandai membaca serangan lawan, cerdik merencanakan gerakan apa yang akan dia gunakan yang bisa membuat lawannya tumbang tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga. Juga ... dia memiliki poin tambahan yaitu andal juga bertarung dalam segala keadaan, baik dengan atau tanpa senjata. Sejauh ini, tidak banyak orang yang tahu apa kelemahan Noah kecuali orang-orang yang pernah beradu fisik dengannya.
Dan kebanyakan orang itu berakhir mati.
Jika mempertanyakan apa kelemahan Noah yang bisa menjadi titik kekalahannya, itu hanya satu. Yaitu tubuh yang lemah dan tenaga yang mudah terkuras.
“Jika hanya satu, mungkin ini terlihat sangat mudah untuk orang sepertimu, Tuan Bellion.”
Noah paling tidak suka bertarung sembari mengulur waktu, itu bisa membuat tubuhnya yang kurus jadi cepat lelah dan berpengaruh dalam pertarungannya. Dia bisa saja kalah karena kelelahan. Karena itu, dia selalu berusaha untuk lebih dulu menumbangkan lawannya sebelum tenaganya terkuras dan menciptakan celah bagi musuh untuk menumbangkannya lebih dulu.
Seperti yang dia lakukan sekarang, dia tidak perlu waktu lama untuk membunuh lawannya dengan serangan pelumpuh yang diakhiri dengan mematahkan leher lelaki bertubuh lebih besar darinya itu. Tapi setelah ia rampung, dua orang memasuki arena.
Noah menatap Pert dengan mata penuh tanya, dan seperti tadi itulah jawaban yang Pert berikan. Dia tersenyum licik, dan Noah mengumpat dalam hati karena dia sudah termakan jebakan yang Pert berikan.
“Aku rasa kau memang sengaja untuk membunuhku di sini, Pert Davian brengsek.” Pert mengerutkan bibirnya, membuat wajah menyebalkan yang saat ini ingin langsung Noah singkirkan.
“Kau langsung mengataiku seperti itu, Noah?”
“Aku sejak tadi ingin mengumpatmu seperti itu, Pert.”
Pert menghela napas, tersenyum tipis. “Baiklah ... kita lihat, sejauh mana kau bisa mengataiku dengan bibir bersih penjahat kelas elit sepertimu!” Pert membuka jalan untuk meninggalkan kerumunan, tapi ia sempat berhenti untuk memberi kalimat penutup sebelum dirinya beranjak. “Masih ada tujuh petarung lagi, kan? Keluarkan mereka semua dan aku yakin kalian rindu melihat darah dari para penjahat elit seperti mafia sialan satu ini, kan?”
Seluruh orang yang ada di sana bersorak, seakan mereka baru saja mendengar kabar baik saat pemimpin mereka berkata mereka akan segera melihat darah para mafia setelah lama tak melihatnya. Darah mafia yang mereka maksud adalah Noah Bellion yang kini dihujani tatapan menjijikan seakan dirinya tikus yang sengaja dipermainkan para kucing.
“Cih! Dasar sampah!” umpatnya setelah meludahi mayat petarung yang baru saja dibunuhnya. Pert hanya tersenyum licik sebelum akhirnya menghilang dalam kerumunan. Noah hanya memandangnya dengan tajam, bersumpah serapah dalam hati kalau dia akan membunuh Pert Davian dengan tangannya sendiri suatu saat nanti.
Pertarungan berlanjut, Noah masih harus bertarung melawan dua orang di hadapannya dan tujuh orang yang masih disimpan oleh mereka. Ini keadaan yang cukup menyulitkan.
Para petarung itu memiliki kemampuan bertarung yang tak terlalu baik dibandingkan Noah, gerakan mereka juga tidak secepat Noah dan masih memiliki banyak celah untuk dikalahkan. Tendangan mereka tidak tinggi dan tidak menyerang bagian vital milik Noah. Padahal Noah tidak main-main untuk membunuh mereka, tapi tampaknya ucapan Pert untuk membunuh Noah di arena ini bukan tujuan yang sebenarnya.
“Haha ... apa ini?” Noah bergumam, tak lama serangan kembali ia terima di bagian perut. “Apa ada dari kalian yang tahu kelemahanku?” Untunglah Noah bisa menangiks serangan itu dengan cepat, namun satu orang lagi menggunakan kesempatan kecil dari lengahnya Noah untuk memukul tengkuknya. Noah sempoyongan dan hampir kehilangan keseimbangan. Jika dia orang yang tidak berpengalaman, dia pasti langsung pingsan.
Lelaki kurus itu bertahan di pagar kawat pembatas, mata abu-abunya mengerjap beberapa kali dan berharap kesadarannya kembali terkumpul dengan fokus sempurna. Dia semakin merasa panas, rasanya dia perlu lebih serius lagi menanggapi pengkhianatan ini.
“Berhenti membuang waktuku, sialan!” Noah yang kali ini berlari dan menyerang lebih dulu. Dia gunakan tubuhnya yang ringan untuk bergelayut di leher satu lawannya sementara dia melayangkan tendangan penuh pada lawan yang lain yang hendak menyerangnya. Satu pria tumbang, dan kesempatan itu Noah gunakan untuk menjatuhkan yang satu lagi sebelum pria yang hanya dia buat pingsan itu bangun.
Ketika tiga lelaki kekar sudah bisa ia atasi, Noah merasa dia banyak menggunakan tenaga untuk meladeni serangan yang membosankan. Mereka memang berencana untuk membuat Noah lelah saja, dia yakin akan hal itu.
Tiga orang dimasukkan ke dalam arena, Noah memulai kembali pertarungan membosankan itu sampai jaket kulit hitam miliknya terlihat kumal dan penuh debu. Memar sudah tercetak di beberapa sisi tubuhnya, wajahnya juga diwarnai lecet di sudut bibir dan luka robek kecil di sekitar pelipis yang mengalirkan darah segar.
Itu bukan alasan untuknya menyerah. Noah tidak pernah punya sejarah mengalah dari lawan, dia adalah sang pemenang selama ini. Tapi jika dirinya terus dijebak dan dipermainkan seperti ini, rasanya menyebalkan! Dia tidak datang untuk menjadi tontonan para gagak kuning itu!
Noah menyelesaikan tiga orang lagi dengan cepat, meski itu hanya membuat mereka pingsan. Kini napasnya terdengar kasar dan terengal-engal, jelas sekali dia kelelahan.
“Kau kelelahan?” suara itu menggema di ruangan dengan penerangan minim itu. Semua orang perlahan hening, Noah pun menajamkan pendengarannya. “Permainan ini mengasyikan, Noah.”
Ketika suara itu kembali terdengar, Noah melebarkan matanya. Dia mengenal suara itu, tapi ketika ia akan bersuara, dirinya lebih dulu ditumbangkan dengan pukulan kayu yang mengenai kepala belakangnya. Noah terjatuh dengan bertumpu pada satu kakinya, pandangannya yang mulai mengabur kembali dikejutkan dengan kehadiran Draven yang tiba-tiba saja tergeletak di hadapannya dengan keadaan babak belur.
“Kalau kau sudah menebaknya, maka tebakanmu benar, Noah. Para berandal ini ... milikku.” Sepertinya alat pengeras suara yang terhubung sampai ke ruangan itu sudah dimatikan, tapi itu tidak membuat Noah samar akan pemilik suara itu.
Dia sudah dipastikan Eliot Redwood.
Setelah itu, Pert terlihat kembali memasuki ruangan dan melihat Noah juga Draven dengan wajah kasihan. Wajah itu ... ingin sekali Noah robek dengan tangannya sendiri.
“Aku minta maaf, Noah, tapi cara kerjamu itu tidak sejalan denganku,” ucapnya, kemudian menyulut rokok yang diisapnya dengan santai di depan Noah yang sudah sempoyongan dengan pandangan mata yang kabur. “Sejak awal, apa yang kami suka dan yang kami lakukan adalah membunuh. Jika kami memang harus berurusan dengan para polisi, maka membunuh mereka saja sudah cukup, kan? Kami tidak perlu perlindungan dari pemimpin yang nantinya hanya akan memikirkan wanitanya saja.”
Noah termangu. Apakah Eliot juga menceritakan tentang hubungan Noah dan Sun? “Rupanya aku menjadi topik obrolan kalian sebelum ini, ya?” tanya Noah dengan tatapan tajam dan senyum miringnya. Dia meludah, membuang darah yang mengalir masuk ke mulutnya. Rasanya menjijikan, dia bukan penyuka rasa darah seperti para orang gila di hadapannya saat ini.
“Kau seharusnya senang karena pemimpin baru kami tidak mengizinkan kami untuk membunuhmu saat ini,” ucap Pert.
“Iya, sampaikan padanya aku berterima kasih karena dia tidak membunuhku hari ini. Aku jadi bisa membunuhnya lebih dulu suatu saat nanti.”
“Percaya diri sekali, padahal tubuhmu itu sangat lemah seperti anak kecil!” ejek Pert yang diikuti tawa dari pengikutnya. “Tidurlah, kau perlu tidur untuk bisa bermimpi lebih indah.”
Itu adalah kalimat terakhir yang Noah dengar sebelum satu pukulan tambahan membuat kesadarannnya hilang.
Yellow Crowl yang saat ini sudah berada di bawah kepemimpinan Eliot Redwood tidak hanya diperintahkan untuk tidak membunuh Noah kali ini, mereka juga diperintahkan untuk memperlakukan ‘tamu’ mereka dengan lebih baik. Setidaknya dengan tidak membuang Noah dan Draven ke pinggiran sungai atau tempat sampah.
Mereka mengantarkan dua lelaki itu ke kota kesayangan mereka, kemudian meninggalkan mereka sampai salah satunya tersadar empat jam kemudian.
Orang yang pertama kali sadar itu adalah Noah. Dia mengerang sambil memegangi kepalanya yang terasa seperti baru saja dihantam palu besar. Dia memegang pusat rasa sakitnya, tidak ada darah yang tertinggal di tangannya tapi bagian itu terasa seperti ditempeli lapisan agar yang mengering.
Sudah berapa lama dia tak sadarkan diri sampai lukanya berhenti mengeluarkan darah dengan sendirinya? Noah melirik arlojinya yang sudah pecah kacanya. Saat ini pukul dua siang, dan dia sudah berada di New Orleans.
Ini lebih baik ketimbang dirinya dibuang di tempat sampah, kan?
Noah melihat sekitarnya. Di mobil itu ada Draven yang masih tak sadarkan diri dengan luka babak belur yang melebihi dirinya. “Dia pasti diserang dari belakang,” ucap Noah, tertawa congkak karena kedatang Draven yang tak dia ketahui ini nyatanya tidak membantu sama sekali. Noah kembali mengedarkan matanya, sampai ia menyadari sejak tadi tangannya menggenggam sesuatu.
Kertas putih yang agak tebal itu terlihat kosong di satu sisi. Tapi ketika membaliknya, akan terlihat potret seorang gadis berambut pirang emas dengan sorot bahagia di netra birunya yang tampak sedang mengitari kota.
Noah membulatkan matanya, terkejut. Dia menegakkan tubuhnya yang sejak tadi terasa lemas, dan pandangan kaburnya tiba-tiba menjadi jelas. Dia jelas mengenali siapa sosok yang berada dalam foto itu, dan semakin bertambah rasa terkejutnya kala ia membaca tulisan yang ada di foto itu.
Itu adalah kumpulan angka yang menunjukkan tanggal hari ini. Noah mengerjap sekilas sebelum meraih ponselnya. Dia menghubungi nomor ponsel Sun tapi nomor itu tidak aktif, semakin memanas tubuhnya sampai ke ubun-ubun.
Apa Sun diculik oleh Eliot? Itu mungkin saja karena Eliot tahu Noah sudah pasti akan panik dan berbuat sesuatu untuk gadis itu.
“Sial!” Noah mengumpat sampai memukul stir mobilnya beberapa kali, dia merasa kesal karena panggilannya tak kunjung tersambung. Itu semakin menambah keyakinan Noah pada praduganya.
Rasanya sangat gerah untuk tetap berada dalam mobil. Noah keluar dari mobil, masih sembari menghubungi nomor Sun yang tetap saja tidak bisa dihubungi. Dia bahkan mengabaikan tatapan orang-orang yang menaruh perhatian padanya karena penampilan berantakan dan darah yang mengering di sekitar lehernya.
Tak punya pilihan lain, Noah pada akhirnya menelpon Jov, kaki tangan kepercayaannya.
“Cari Sun sekarang!” Hanya itu, satu kalimat singkat yang Noah ucapkan ketika panggilannya diangkat. Setelah itu, ponsel langsung dimatikan.
Noah hendak kembali menghubungi Sun, tapi sialnya rasa sakit yang hebat itu kembali mendera belakang kepalanya. Ah ... sepertinya lukanya mulai mengalirkan darah karena gerakan Noah.
Ketika itu, kepalanya kembali sakit dan tatapannya mengabur lagi. Noah bersandar pada mobilnya, tapi ia rasa itu tak cukup untuk mengatasi sakit kepala yang membuatnya hampir kehilangan kesadaran lagi. Noah nyaris limbung, namun sebuah tangan yang dengan cepat menariknya agar tak jatuh.
Noah menyadari tangan siapa yang menariknya, dan matanya membulat.
-Bersambung-
“Noah?” Sun sangat terkejut. Rupanya dia tidak salah lihat, orang yang di hadapannya ini benar-benar Noah Bellion. Orang yang sejak tadi sempoyongan dan terus dia perhatikan dari jauh. Keputusan Sun untuk mendekat ternyata sangat tepat, karena orang yang hampir limbung barusan itu adalah orang yang sangat dia kenal. “Sun ...,” ujar Noah yang juga terkejut karena tidak menyangka dirinya akan bertemu Sun di tempat ini, dan dengan keadaannya yang seperti ini. Ketimbang rasa terkejutnya, Noah rasa Sun yang paling kaget di sini karena ini a
Sun hari itu benar-benar bungkam tentang apa yang sebenarnya dia lakukan di sekitar taman kota sampai pada akhirnya dia bertemu dengan Noah sore itu. Dia hanya mengatakan kalau dirinya sedang jalan-jalan santai sembari menikmati waktu sendirinya. Itu alasan yang klasik, kendati demikian, Noah tidak akan menaruh rasa curiga yang berlebihan kepadanya karena itu adalah hal yang wajar dilakukan setiap orang di taman kota. Sun menyembunyikan kebenarannya, kalau sesungguhnya saat itu dia bertemu dengan Joana Clarke .... Sekitar jam sembilan pagi, Sun keluar dari mansion tanpa seorang pun yang tahu kecuali Lucy. Wanita itu datang ke kamar Sun sehari sebelumnya, menanyakan hasil pertemuannya dengan Beatrice dan kemudian Sun menceritakan semuanya termasuk dengan rencananya untuk menemui wanita bernama Joana. Lucy tidak ikut campur, dia biarkan Sun pergi menemui Joana pagi itu. Sun datang seorang diri ke taman kota. Menurut informasi yang dia dapatkan d
Sun selesai membersihkan dirinya. Dia merasa sangat gerah setelah menghabiskan seharian di luar dan belum mandi sejak kedatangannya ke apartemen Noah. Sun tidak mau mengganggu waktu istirahat Noah, dia melakukan semuanya dengan sangat hati-hati agar tak menimbulkan suara. Dari makannya sampai mandi.Sun tidak berganti pakaian. Dia memakai baju yang dipakainya tadi karena sekali lagi, Sun tidak mau mengganggu Noah dengan merengek dicarikan baju ganti.Rambut gadis itu masih basah, dia membawa handuk kecil ke mana-mana untuk menyerap airnya. Sun kembali ke kamar Noah untuk mengambil kardigannya, dia membutuhkan itu karena setelah mandi, dia merasa sedikit kedinginan.Tapi ketika netranya memandang Noah, dia berhenti. Sun membatalkan niatnya untuk langsung keluar setelah mengambil kardigannya yang dia letakkan di kursi yang ada di kamar itu, dan malah mendekati ranjang di mana Noah berbaring.Karena ukuran kasur yang tidak terlalu tinggi itu, kepala Sun bahk
Noah membuka matanya di hari yang cerah. Kaca besar yang menjadi sekat kamarnya dan balkon luar memantulkan cahaya matahari dengan sangat baik. Noah terbangun karena sinar surya yang menggelitik matanya, itu amat terang kendati dia masih menutup matanya. Lelaki itu bangun, menarik napas kuat-kuat seakan paru-parunya sudah lama tidak terisi udara bersih. Dia merasa tubuhnya berkali-kali lebih ringan dari semalam, sepertinya dia membaik setelah ditangani dengan tepat dan dirawat dengan baik.Ketika menolehkan kepalanya ke sisi kasur yang lain, atensi Noah sepenuhnya terbangun. Dia mendapati tempat yang semalam diisi oleh kehadiran manis seorang gadis yang terlelap di sampingnya, kini kosong dan dingin.Noah langsung beranjak dari kasurnya, berjalan ke sana dan kemari. Mencari presensi sang gadis yang tak kunjung ia temui meski sudah memeriksa kamar mandi, ruang tengah sampai dapur.Ketika ia kembali ke ruang tengah, pintu apartemennya terbuka. Menampakkan sosok Su
Ada satu hal yang tidak bisa seorang Joana Clarke lewatkan setiap harinya. Hal itu adalah hal yang paling ia sukai, hal yang selalu bisa membuatnya berdebar kendati hanya memikirkannya saja. “Eliot ...!” Iya, hal itu adalah menemui Eliot, seseorang yang sangat berharga dan satu-satunya orang yang menganggapnya berharga. Joana mempercepat langkah kakinya, menghambur memeluk Eliot dengan gembira. Eliot membalasnya tak kalah erat, sembari hidung mancungnya menyerap baik-baik aroma memabukkan dari Joana. Sesaat setelah wanita itu melepas pelukannya, mereka bercumbu dengan mesra sebagai tanda cinta keduanya. “Kau tampak senang, Joana. Apa tujuanmu tercapai?” tanya Eliot setelah tautan bibir itu terlepas. Joana mengangguk penuh antusias. Membenarkan apa yang Eliot tanyakan. “Kau bahkan datang sepagi ini, sangat ingin menceritakannya padaku?” “Tidak,” jawab Joana, lalu meletakkan kepalanya ke dada bidang Eliot. Memeluk lelaki itu dengan lebih erat. “
Noah tidak berada di New Orleans saat ini. Seperti apa yang lelaki itu katakan sebelumnya, dia benar-benar bertolak menuju tempat kelahirannya dua hari lalu. Kala itu Sun langsung di antar pulang sesaat setelah Noah selesai bersiap. Setelah mengantar Sun pun, dia langsung pergi ke bandara. Dan seperti ucapannya, dia membawa Lovana. “Dia patuh juga, padahal aku hanya bercanda saat berkata akan jadi ibunya,” gumam Sun sambil menyisir rambutnya. Dia tertawa, menganggap lucu hal yang sebelumnya tak dia pikirkan akan dilakukan oleh seorang Noah Bellion. Dia mematuhi ucapan Sun untuk membawa seorang dokter bersamanya.
Setibanya di New York, Noah tak menyempatkan diri untuk pergi istirahat ke hotel atau apartemen. Dia menyerahkan urusan itu pada Lovana, sementara dirinya saat ini bersiap dengan mobilnya menuju suatu tempat. Ada hal penting yang ingin Noah lakukan di New York, tidak ada yang bisa melakukan itu kecuali dirinya. Tapi selain itu, dia juga ingin memberi salam pada yang sudah lama tak dijumpa. Noah mungkin rindu, atau mungkin hanya ingin memastikan bahwa kejayaan yang telah direnggut paksa itu tidak runtuh. Gedung hotel bintang lima dengan
[Warning. Bab ini mengandung konten kekerasan, gangguan kejiwaan dan darah.] Noah membuka pintu yang lebar itu dengan kedua tangan kecilnya. Tubuhnya kurus, kantong matanya besar dan agak gelap. Dari segi fisik saja itu jelas bukan pertanda dirinya sedang baik-baik saja. Terlebih dengan langkah yang diseret dan tertatih, penampilannya sudah cukup untuk mengundang iba siapa saja yang melihatnya. Tapi sepertinya, lelaki dengan sorot mata tajam yang menatapnya dari atas mej
Sun kehilangan alas kaki entah di langkah ke berapa dalam perjalanannya untuk sampai ke tempat ini.Ia berhenti untuk sejenak mengambil napas, sembari mengedarkan pandangan dan berharap dia bisa bertemu dengan Noah.Jika laki-laki bermata abu-abu dengan rambut coklatnya itu benar-benar Noah, maka seharusnya dia tidak perlu melakukan permainan kejar-kejaran seperti ini, kan? Kenapa dia tidak langsung menemui Sun saja?Kenapa dia harus membuat Sun sampai berlari sejauh ini ke pusat desa hanya untuk menemukannya di antara banyaknya manusia?"Noah ...."Sun mengedarkan pandangannya seperti orang linglung, dia berusaha mengidentifikasi setiap wajah dan menyamakannya dengan bayangan sosok yang ada dalam ingatannya.Rambut coklat dan tubuh tinggi kurusnya, dia berjalan tegak dan dia terlihat paling bersinar dari siapa saja yang ada. Seharusnya mudah menemukan Noah di tempat ini, tapi kenapa Sun tidak bisa melakukannya? Apa karena Noah memang tidak ada?Apa Shawn salah lihat? Apakah Sun hanya
Sun tidak tahu sudah berapa lama dia terduduk di bawah pohon rindang itu; dia merenung dan mengingat kembali tentang apa saja yang terjadi yang sempat ia lupakan karena insiden malam itu.Tapi yang ada, dia malah merasa menyesal dan kesal pada dirinya sendiri yang sempat hampir melupakan siapa itu Noah Bellion. Nyatanya, lelaki itu adalah orang yang membuat Sun tidak bisa hidup sedetik saja tanpa dirinya."Dasar bodoh ... bagaimana bisa kau melakukan ini pada Noah?" ujar Sun, memarahi dirinya sendiri dalam penyesalan. Ia menghapus air matanya, tapi itu tetap tidak membuat Noah muncul di hadapannya.Sun kembali bersandar dan menangis. "Kau di mana Noah ...? Kau tidak mau kembali?" ujarnya, "kenapa tidak mau kembali? Aku tidak akan marah karena kau telah berbohong. Nyonya Ash bilang kalau Eliot sudah mati, tapi kenapa kau masih tidak kembali ...?"Sun menundukkan kepala, menutup wajahnya yang pasti terlihat sangat jelek karena menangis tersedu-sedu.Saat ini dia sangat takut untuk berpr
[2 BULAN KEMUDIAN]"Nona Fleurry! Nona ...!"Seorang gadis dengan rambut pirang keemasan menoleh segera ketika seseorang memanggil namanya. Rambut panjang bergelombang milik wanita itu tersapu oleh angin ladang yang bertiup sepoi-sepoi, menjadikannya bak kain tergantung yang menari dengan cantiknya."Selamat pagi Paman, ada apa?" tanya gadis itu, tersenyum ramah dengan cantiknya."Kabar baik untukmu, Nona; lima domba kita berhasil melahirkan hari ini!""Oh, benarkah? Ada berapa anak domba yang lahir?""Ada 17 anak domba, Nona! Dan mereka semua sehat!"Senyum Sun Fleurry McRay tak bisa ia tahan ketika mendengar kabar bahagia di hari yang cerah ini. Ibu domba yang ada di peternakannya berhasil melahirkan bayi domba yang sehat; mereka pasti akan jadi anak domba yang lucu dan gemuk-sehingga membuat Sun tidak sabar untuk melihatnya."Apa kau akan melihatnya sekarang, Nona?" tawaran itu jelas tidak Sun tolak; gadis itu mengangguk lalu bergegas pergi dari tengah ladang bunga matahari yang su
Seorang perawat wanita memasuki kamar rawat Sun Fleurry McRay untuk melakukan pengecekan rutin; dia memeriksa setiap aspek perawatan Sun untuk memantau perkembangan sekaligus melakukan apa yang perlu ditindak lanjut.Tak lupa ia mencatatnya di kertas yang ia bawa, tapi tiba-tiba ...JDERRR!"Ah!" Suara petir yang menggelegar membuatnya terkejut dan tak sengaja menjatuhkan pena miliknya. "Astaga, membuatku kaget saja," ujarnya, lalu memungut pena.Ia melihat ke luar dinding kaca di kamar itu; memperlihatkan langit malam yang gelap tertutup awan mendung. Sudah begitu, terdengar petir beberapa kali dan menandakan sebentar lagi akan turun hujan besar."Apa akan ada badai?" tanyanya, menatap pemandangan langit dengan raut cemas. Tapi dia tidak punya waktu untuk itu, sehingga segera ia tutup tirai ruangan itu dan melanjutkan pekerjaannya. Ia selesai mencatat perkembangan, tapi perhatiannya sejenak jatuh pada Sun yang masih terpejam dengan alat rumah sakit mengitarinya-berusaha mempertahanka
Eliot terdiam, memperhatikan Noah yang berusaha berdiri tegak di atas sana. Tatapannya tajam, Eliot bisa merasakan itu; tapi tiba-tiba Noah tersenyum tipis dan berkata, "Atau jika kau ingin sekali bertemu dengan Joanne? Aku akan dengan senang hati mengantar?"Eliot tertawa; meski ia kesal luar biasa. Noah masih menantangnya dengan angkuh padahal lelaki itu terlihat akan mati sebentar lagi.Sebagian wajahnya ditutupi darahnya sendiri, kemeja putihnya lusuh dan ada banyak noda darah; pakaiannya compang-camping memperlihatkan sebanyak apa luka yang dia dapatkan. Dan yang lebih seru adalah ... tangannya yang erat memegang pistol rusak itu, sepertinya patah.Noah melihat ke arah pandang Eliot, dan ya-dia juga sadar apa yang terjadi pada tangan kanannya saat ini. Ia melempar pistolnya yang sudah rusak karena tertimpa reruntuhan, lalu kembali menatap Eliot dan berkata, "Ayo selesaikan ini ...."Eliot menahan tawa, sembari membuka telapak tangannya menghadap Noah; ia bermaksud menolak. "Kau y
"Akh!"Noah tersungkur, tapi rentetan peluru tak berhenti sehingga ia terpaksa merangkak dengan rasa sakitnya menuju ke tempat yang bisa melindunginya.Ia menarik kekinya yang seakan mati rasa untuk sejenak, dan menyadari peluru Eliot berhasil menyayat pergelangan kakinya lumayan dalam."Sial!" ujarnya, mengernyitkan kening tajam sembari merobek sebagian celananya untuk menghentikan pendarahan. Perjalanan masih jauh, dia tidak boleh lemas karena kehabisan darah untuk luka kecil seperti ini.Sementara dirinya sudah lusuh dan berdarah, Eliot masih berdiri di tempatnya seolah tak tersentuh. Jika saja Eliot hanya membawa satu pistol, pasti Noah bisa mengimbangi permainannya. Tapi bahkan dia memiliki pistol lain setelah dua pistolnya kehabisan amunisi.Noah berusaha mengatur napas sembari mendengarkan Eliot."Kau tahu, setelan yang aku pakai malam ini adalah hadiah dari kekasihku. Dia memberiku benda ini sebagai hadiah. Aku tidak suka, aku sempat membuangnya. Tapi kemudian aku ingat; kalau
Noah berjalan menyusuri tangga beton dalam bangunan tua yang mangkrak pembangunannya. Dengan langkah lesu dan raut biru, ia tidak menengadahkan wajah dan terus memperhatikan langkahnya sampai ia tiba ti tempat tujuan.Hari ini sesuai dengan perkataannya; dia akan datang menemui Eliot di mana pun lelaki itu berada. Ini tidak seperti pertemuan yang direncanakan untuk melepas rindu satu sama lain, mereka datang untuk tujuan masing-masing; membunuh satu sama lain.Tentu saja perasaan Noah tidak akan baik-baik saja. Dia meminta izin pada ibu kandung Eliot untuk membunuh anaknya, bukankah ini tragis? Ibu mana yang tidak akan terluka saat buah hatinya berada di ambang bahaya, tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa?"Oh, kau sudah datang, Noah ...?"Tatapan mata Noah terarah lurus ke depan; menuju tempat Eliot yang berdiri memunggunginya sembari merokok santai bersandar pada pilar tak bertembok. Dari lantai empat, angin semakin kencang bertiup; malam juga tidak terlihat cerah. Hal itu membuat
Sebuah pemakaman keluarga yang sepi, seorang lelaki datang sembari menenteng buket bunga dengan langkah yang lamban.Ketika ia tiba di depan sebuah nisan bertuliskan nama William Odolf, lantas ia meletakkan buket bunga itu dan membuka kaleng bir untuknya.Noah Bellion duduk di depan nisan, ia meminum bir kalengan yang dibawa sembari menatap dingin nisan William di hadapannya. Meski ia tampak dingin dan tak memiliki simpati, tapi jika dilihat saksama, terdapat guratan sendu di mata dinginnya yang tertunduk lesu.Noah terdengar beberapa kali menghela napas, rasanya masih belum bisa dipercaya jika William sudah tiada. Semua terjadi begitu cepat dan kacau luar biasa; bahkan Noah tak memiliki waktu untuk berbelasungkawa atas kematian ayah angkatnya ketika kekacauan lain datang dan hampir merenggut sang kekasih darinya.“Kacau sekali,” ujarnya, bermonolog, “mungkin aku tidak akan pernah hidup dengan tenang; aku sudah terlahir untuk hidup di dunia yang kacau.”Noah memikirkan kembali masa la
Sudah lebih dari seminggu lamanya Sun terbaring di ranjang rumah sakit, dan selama itu pula Noah tidak pernah absen sehari saja untuk mengunjunginya.Setelah kecelakaan itu, Sun mengalami luka yang sangat parah. Benturan di kepalanya mengakibatkan trauma yang belum bisa dideteksi oleh medis, dan beberapa tulangnya mengalami patah. Mereka bilang; Sun bisa melewati masa kritis saja merupakan suatu hal yang mengejutkan. Sebab dengan luka separah itu, jika dia mati maka bukanlah hal yang mustahil.Mereka bisa mengatakannya, maka Noah hanya akan bersyukur dan berterima kasih pada Tuhan yang selama ini tak ia percaya. Noah setelah sekian lama, akhirnya kembali berdoa pada Tuhan yang lama tak dia gaungkan namanya, bahkan untung-untungan dia masih ingat nama Tuhannya. Tapi doa Noah kali ini dikabulkan; Sun berhasil melewati masa kritis. Namun, itu bukan berarti dirinya sudah bertemu jalan yang mulus.Mengingat dia memiliki trauma pada syaraf kepalanya dan medis belum bisa mendeteksi sebelum ef