Share

Terror

last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-07 13:52:39

"Tante Yanti kenapa, Mas?" Saskia ikut berdiri, menatapku dengan pandangan bingung.

"Mama pingsan, Saskia. Mbok Asri bilang Mama berteriak memanggil Aruna," jawabku sambil menutup telpon.

"Aruna?" Wajah Saskia berubah memucat. "Apa jangan-jangan kita benar-benar tidak salah lihat, Mas?"

Aku tak menjawab pertanyaan Saskia. Aku memang sudah bercerita padanya jika aku juga melihat sosok wanita mirip Aruna, tapi aku berkata padanya jika itu cuma bayangan saja. Buktinya, sudah cukup lama kami hidup damai tanpa melihatnya lagi. Kenapa kali ini Mama yang ....

"Aku harus pulang, Kia," ucapku pada Saskia kemudian.

"Aku ikut, Mas. Aku kan juga ingin tahu keadaan Tante Yanti." Saskia mengambil tasnya, lalu kami berdua pun bergegas meninggalkan restoran itu.

Kami segera menuju mobil, dan langsung meluncur pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Mbok Asri membukakan pintu, dan menyambut kami dengan wajah yang masih panik.

"Mama bagaimana, Mbok?" tanyaku kemudian.

"Masih belum siuman, Den. Mbok gak kuat mengangkat tubuh Nyonya sendirian."

Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung berlari menuju kamar Mama.

"Bukan kamar itu, Den, tapi kamar Neng Aruna," ucap Mbok Asri, membuatku kaget.

Aku urung bertanya, dan langsung menuju kamar pribadi Aruna. Benar saja, Mama masih tergeletak di lantai. Aku seketika berhambur ke arahnya dan mengangkat kepala Mama.

"Bantu saya mengangkat Mama, Mbok," titahku.

"Baik, Den."

Kami berdua membaringkan tubuh Mama ke atas tempat tidur. Aku kemudian menatap sekeliling, mungkin saja ada orang selain kami di dalam kamar itu. Kamar yang besar ini adalah ruangan pribadi milik Aruna, tempat dia melepas lelah karena pekerjaan kantor, juga tempat dia menyimpan barang-barang mewahnya, seperti tas, sepatu, gaun, dan perhiasan tentunya.

"Apa yang Mama lakukan di sini, Mbok?" tanyaku kemudian pada Mbok Asri.

"Saya juga tidak tahu, Den. Tiba-tiba saja saya mendengar teriakan Nyonya waktu sedang masak. Sampai di sini Nyonya sudah pingsan," jawab Mbok Asri.

Aku menarik napas mendengar jawaban wanita tua itu, lalu beralih menatap ke arah Mama. Kucoba menggoncangkan tubuh Mama berulang kali dan menepuk-nepuk pipinya.

"Mama! Mama!" panggilku, tapi Mama tak juga siuman.

"Ambilkan minyak angin, Mbok," titah Saskia pada Mbok Asri.

Mbok Asri menurut. Dia bergegas keluar kamar, dan tak lama kemudian kembali sambil membawa botol minyak angin. Saskia mengambil minyak itu dari tangan Mbok Asri dan mulai menggosokkanya pada leher dan hidung Mama. Benar saja, sesaat kemudian kedua netra Mama bergerak-gerak, dan akhirnya sadar kembali.

"Ma, Mama baik-baik saja?" tanyaku saat Mama mulai membuka matanya.

Mama seketika seperti orang terkejut, lalu bangkit duduk dengan gugup.

"Aruna! Aruna!" teriaknya seperti orang kebingungan.

"Ma, sadar, Ma." Aku memegang kedua bahu Mama dan menggoncangnya pelan. Mama sepertinya mulai sadar dan menatapku.

"Mama ... melihat Aruna, Denis! Dia pasti ada di sekitar sini! Dia pasti sedang berbunyi!" ucapnya panik.

"Ma, Aruna sudah tidak ada. Yang Mama lihat itu cuma bayangan Mama saja," ucapku kemudian.

"Sumpah, Denis! Aruna ada di sini! Dia teriak pada Mama agar tidak menyentuh barang-barangnya." Mama menggoncang lenganku.

Aku menatap lekat ke arah Mama ketika mendengar ucapannya.

"Memangnya Mama mau mengambil barang milik Aruna?" tanyaku kemudian.

Mama tersentak kaget, lalu mendadak seperti salah tingkah.

"Jadi Mama ke kamar ini untuk mengambil barang-barang Aruna?" Aku mengulangi pertanyaanku.

"Ngomong apa sih kamu, Denis!" sahut Mama kemudian. Sepertinya ketakutannya tadi sudah hilang, berubah dengan emosi karena mungkin tersingung dengan pertanyaanku.

"Mama tidak mengambil apapun milik Aruna! Lagian, dia itu sudah mati! Sudah tidak butuh semua barang-barang ini!"

Aku menarik napas panjang, lalu menatap ke arah Saskia yang juga menatapku. Saskia terlihat mengangkat bahu dan sedikit mencebik.

"Benar, yang tadi itu pasti cuma bayangan Mama saja. Aruna sudah jadi tanah, tidak mungkin ada di sini!" Mama mulai turun dari tempat tidur, dan berjalan ke sekeliling ruangan.

Dia melihat setiap sudut ruangan seperti mencari-cari sesuatu. Kami bertiga hanya memperhatikan apa yang dia lakukan.

"Mbok Asri yakin tidak ada orang lain di sini tadi?" tanyaku pada Mbok Asri lagi. "Jangan-jangan yang Mama lihat tadi maling.

"Gak ada, Den. Mbok sudah pastikan gak ada orang masuk ke sini," jawab Mbok Asri.

Aku lagi-lagi membuang napas. Lama-lama aku dan Mama bisa gi-la karena terus dibayangi Aruna yang entah benar ada atau tidak.

"Denis, besok kita panggil Mbah Jupri saja biar membersihkan rumah ini dari sisa-sisa Aruna," ucap Mama tiba-tiba.

"Maksud Mama?" tanyaku tak mengerti.

"Aduh, Denis. Mungkin saja istrimu itu memang__" Mama tak meneruskan ucapannya, mungkin sadar Mbok Asri tengah menatap heran pada kami.

"Mbah Jupri itu siapa, Den?" tanya Mbok Asri dengan wajah penuh tanda tanya.

"Mbok Asri gak perlu tahu!" sahut Mama. "Mbok Asri itu tugasnya masak, beres-beres rumah, bukan ikut campur sama urusan kami!"

"Maaf, Nyah." Mbok Asri minta maaf seraya menunduk.

"Mbok Asri tolong kembali ke dapur," pintaku kemudian.

Mbok Asri menurut, dan akhirnya keluar kamar untuk melanjutkan masak. Aku kemudian menatap ke arah Mama.

"Jangan sentuh barang-barang milik Aruna dulu, Ma. Kan Mama sendiri yang bilang, kita harus sedikit bersabar," ucapku kemudian pada Mama.

"Mama cuma mau ngambil satu tas untuk arisan besok, Denis," jawab Mama tanpa rasa bersalah, yang membuatku kembali membuang napas.

"Tapi Mas, suatu saat nanti aku juga boleh dong, memiliki semua ini juga," ucap Saskia sambil tersenyum.

Aku membalas senyuman Saskia yang begitu menawan itu. "Tentu saja, Sayang," jawabku sambil mencolek hidungnya.

"Malam ini kamu menginap di sini saja, Saskia," ucap Mama kemudian.

"Baiklah, Tante. Tapi aku harus menelpon Tante Sonia dulu untuk pamitan, mencari alasan tentunya," jawab Saskia.

"Pintar kamu, Saskia. Sepertinya sebentar lagi wanita bodoh itu bakal mengangkat kamu menjadi anaknya," ucap Mama lagi.

Kami bertiga seketika tersenyum, menyadari rencana kami berjalan dengan begitu mulusnya. Malam itu Saskia menginap di rumah kami, di kamar tidurku dan Aruna tentunya. Kami bahkan sampai bangun kesiangan.

"Loh, apa ini, Mas?" tanya Saskia saat mendapati ada sesuatu di depan pintu kamar kami.

Saskia mengangkat kotak itu, lalu membawanya ke arahku yang juga baru bangun dari tidur. Kotak kado dengan pita berwarna merah.

"Mas Denis mau memberikan kejutan untukku, ya?" tanya Saskia sambil tersenyum, lalu membuka pita kotak itu.

Belum sempat aku menjawab, Saskia menjerit histeris sambil melempar kotak yang baru dibukanya. Aku ikut kaget ketika melihat isi kotak itu ternyata boneka rusak, yang berlumur cairan merah menyerupai darah. Saskia masih menjerit-jerit karena ngeri.

Aku mengambil kertas yang ada di kotak itu, membaca tulisan di sana.

"Selamat atas perzinaan kalian."

Aku meremas kertas itu dengan emosi. Sekarang aku yakin, Aruna memang sudah meninggal, tapi ada orang yang mencoba menakut-nakuti kami, dan seolah-olah itu perbuatan arwah Aruna!

Aku yakin itu!

Tapi siapa orang yang melakukannya?

Bab terkait

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Kecurigaan

    "Mas! Buang, Mas! Buang!" jerit Saskia sambil menggoncang lenganku."Tenang, Kia. Itu bukan darah sungguhan," ucapku kemudian mencoba menenangkannya."Tapi aku takut, Mas!" Saskia masih menggigil sambil naik ke atas tempat tidur.Kurang ajar sekali orang yang berani melakukan terror pada kami. Bagaimapun, orang dalam pasti terlibat dalam masalah ini. Tidak mungkin ada orang yang bisa masuk dan meletakkan benda itu di depan pintu jika tidak dibantu orang dalam."Mbok Asri!!!" Aku seketika berteriak sekencang-kencangnya memanggil nama wanita tua itu.Tak butuh waktu lama, terdengar sahutan Mbok Asri dan suara langkahnya menuju kamar kami."Iya, Den ...." Mbok Asri tak meneruskan ucapannya, malah terlihat kaget bukan main sambil menatap ke arahku dan Saskia."Astaghfirullah, Den Denis dan Neng Saskia ....""Itu bukan urusan kamu, Mbok!" bentakku. Apa boleh buat, kami sudah terlanjur basah. Aku juga tidak boleh takut di depan seseorang yang cuma pembantu."Sekarang coba jawab! Siapa yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Penyelidikan

    "Tunggu dulu, Pak Polisi. Anak saya tidak melakukan apapun pada istrinya. Bagaimana mungkin ada yang sembarangan melaporkan?" ucap Mama membelaku."B-benar, Pak," sahutku. "Istri saya meninggal karena sakit.""Lagipula siapa yang lancang melaporkan anak saya, Pak?" tanya Mama lagi."Kami akan menjelaskan semuanya di kantor. Jadi saya harap Bapak bersedia ikut dengan kami," ucap salah satu petugas berseragam itu lagi."Tidak bisa begitu dong, Pak! Kami bahkan tidak diberi tahukan lebih dulu jika ada penangkapan. Jadi ini tidak sesuai prosedur. Jika putra saya tidak bersalah, bagaimana kami bisa memulihkan nama baik kami nanti?" protes Mama lagi, belum bisa terima."Kami mendapatkan laporan bersamaan dengan bukti kuat, Nyonya. Jadi saya minta sekali lagi, ikut kami ke kantor. Jelaskan semuanya di kantor nanti."Aku dan Mama saling berpandangan sesaat karena terkejut."Bukti? Bukti apa, Pak?" tanyaku dengan perasaan was-was."Silakan ikut kami ke kantor. Kami akan menjelaskan semuanya di

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-12
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Pembongkaran makam

    Suasana ruangan cukup tegang. Tak satupun dari kami yang memulai pembicaraan cukup lama. Aku, Mama, Tasya dan Bu Sonia sudah sampai di rumah begitu selesai kesepakatan dengan pihak kepolisian. Berulang kali Bu Sonia terlihat menarik napas panjang, seperti sedang memikirkan sesuatu yang amat berat."Saya datang kemari, berencana untuk mengajak kalian makan bersama, tapi ternyata ...."Bu Sonia menarik napas lagi.Aku melirik ke arah Mama yang juga melirik ke arahku."Jeng, tolong dengarkan kami dulu," ucap Mama kemudian sambil mendekat ke arah Bu Sonia. "Kami juga tidak tahu kenapa tiba-tiba ada orang yang memfitnah dan melaporkan Denis atas tuduhan yang tidak-tidak. Jeng Sonia pasti juga gak percaya kalau Denis tega melakukannya pada Aruna, kan?""Entahlah, Bu." Bu Sonia mengurut pelipisnya. "Saya percaya pada Denis, tapi saya juga tidak menyangkal jika saya ingin tahu penyebab kematian Aruna yang sebenarnya.""Denis sangat mencintai Aruna, Jeng. Dia masih merasa begitu kehilangan. Kej

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-12
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   POV Aruna -- Suami dan mertua

    POV Aruna( Flash back )"Hati-hati, Sayang."Aku tersenyum saat Mas Denis, suamiku, refleks merangkul pinggangku saat kami berjalan menuruni tangga kantor."Aku bukan anak kecil lagi, Mas. Gak akan jatuh," ucapku. "Lagipula tangga ini kan hampir setiap hari kita lewati?""Sepatu yang kamu pakai hari ini tinggi sekali, jadi Mas takut kamu tergelincir." Pria berparas tampan yang menikahiku hampir setahun yang lalu itu tetap memegang tanganku erat."Besok jangan dipakai lagi sepatunya. Takut kamu jatuh," lanjutnya.Aku tersenyum lagi melihat sikap suamiku itu. Mas Denis memang selalu seperti itu. Entah orang menyebutnya bucin atau apa, tapi hal sekecil apapun dia akan selalu perhatian padaku. Dia sudah seperti itu sejak dulu sekali, saat kami belum menjadi suami istri, sejak dia masih karyawan biasa di kantorku."Cieee ... Pak Denis dan Bu Runa makin mesra aja tiap hari." Tiba-tiba beberapa karyawati kami yang juga bersiap pulang kerja, tersenyum sambil menggoda kami."Iya, nih, bikin i

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-12
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Terungkap

    POV Aruna"Kamu baik-baik saja, Aruna?"Aku tersadar dari lamunan ketika Leo menepuk pundakku. Aku kemudian menatap ke arahnya dengan pandangan serius."Leo ... kamu benar-benar yakin ada racun di dalam makanan yang aku konsumsi setiap hari?" tanyaku kemudian."Itu benar, Aruna. Jika kamu belum yakin, bawa saja sample makanan yang kamu curigai membuatmu sakit selama ini, dan bawa kemari. Aku akan memeriksanya untukmu," ucap Leo lagi.Aku kembali terdiam untuk ke sekian kalinya. Selama ini Mama mertuaku begitu baik dan perhatian padaku, bahkan Beliaulah yang selalu merawatku saat sakit. Apa mungkin dia menaruh racun di makananku?Pikiranku dipenuhi oleh berbagai pertanyaan. Bahkan dari perjalanan sampai pulang ke rumah, aku tak hentinya memikirkan tentang hal itu. Aku sungguh tidak mempercayai jika dia tega, tapi aku harus membuktikannya."Neng Runa sudah pulang." Mbok Asri membukakan pintu saat aku tiba di rumah."Mama kemana, Mbok?" tanyaku sambil menatap ke sekeliling rumah."Nyonya

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-13
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Orang-orang Munafik

    POV Aruna"Siapa dia, Mbok?" Aku mendesak Mbok Asri, karena dia tak juga mau menjawab."Neng Runa tenang saja dulu, nanti Mbok kasih tahu. Kita tunggu Nyonya besar dan Den Denis pulang dulu," ucap Mbok Asri, masih enggan menjawab langsung.Aku membuang napas kesal karena penasaran, dan akhirnya menuruti ucapan Mbok Asri, agar sabar untuk menunggu Mama dan Mas Denis pergi dari tempat itu. Cukup lama juga mereka tak juga muncul setelah menghilang di balik pepohonan, menyusuri jalan setapak yang ada di tempat itu.Setelah sekitar satu jam, akhirnya kami melihat mereka juga. Posisi mobil kami berada di serongan jalan yang tertutup bukit, jadi kami cuma bisa melihat mereka menuruni jalan setapak dari jarak yang cukup jauh.Terlihat Mama mertua dan juga Mas Denis masuk ke dalam mobil, dan beberapa saat kemudian mobil mereka langsung meluncur meninggalkan tempat itu."Ayo kita turun, Neng." Mbok Asri menepuk lenganku, sambil membuka pintu mobil.Lagi-lagi aku cuma menurut, mengikuti Mbok Asr

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-15
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Sumpah

    "Oh iya, Mas. Apa pekerjaan di kantor semuanya berjalan dengan lancar?"tanyaku kemudian sambil berpura-pura tidak melihat apa-apa."Tentu saja, Dek. Perusahaan kita semakin berkembang pesat, bahkan ada banyak sekali tambahan investor yang ingin bekerja sama. Kamu tidak perlu khawatir," jawab Mas Denis dengan senyum khasnya, yang sekarang membuatku jadi muak."Oh, artinya pekerjaan Saskia juga semakin banyak, dan kalian berdua jadi lebih sering bertemu, ya?" tanyaku lagi.Mas Denis dan Saskia tampak tersentak, lalu saling berpandangan sekilas."Bicara apa sih kamu, Runa? Paling kita cuma bertemu waktu ada dokumen yang perlu ditandatangani aja," jawab Saskia sambil tersenyum, seperti tak terlihat sedikitpun merasa berdebar atas pertanyaanku."Iya, Dek. Tumben kamu menanyakan hal itu," ucap Mas Denis sambil menatapku. Dia juga terlihat amat tenang."Nggak kok, Mas. Kali saja kamu ada macam-macam di kantor, jadi aku mau minta Saskia mengawasimu," jawabku kemudian."Kamu ini ada-ada saja,

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-19
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   POV Denis-- Permainan

    POV DenisAku masih gemetar setelah menerima pesan dari nomer Aruna. Seketika kusapukan pandanganku ke sekeliling tempat itu. Aku sudah seperti orang gila, hingga akhirnya kulihat seseorang berdiri di antara para warga yang menyaksikan penggalian.Tubuhku seketika kaku. Aku menatap lurus ke arah wanita berkaca mata hitam yang juga menatapku dengan senyum khasnya. Perlahan wanita itu menurunkan kaca matanya, dan saat itu juga aku tahu, dia benar-benar Aruna.Lidahku kaku, kelu. Bahkan untuk memanggil namanya pun aku tak mampu. Saat itu aku benar-benar seperti seekor kelinci yang tengah berhadapan dengan seekor singa, yang siap menerkamku kapan saja.Pandanganku mengabur, kepalaku terasa melayang. Bumi yang kupijak terasa berputar, ditambah dengan suara keributan orang-orang yang kaget dengan menghilangnya jenazah Aruna. Aku sudah tidak bisa lagi membedakan, mana yang dunia nyata, mana yang hanya ilusiku saja. "Denis! Kamu kenapa, Denis?" Terdengar Mama memanggil namaku, dan sesaat kem

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-19

Bab terbaru

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Akhir ( TAMAT )

    POV Aruna"Rumah sakit jiwa?" Aku kaget mendengar keterangan petugas kepolisian itu."Benar, sejak dibawa kemari, tahanan terus berteriak dan membuat keributan, sehingga kami segera melakukan tindakan pemeriksaan. Hasilnya, memang tahanan terganggu kejiwaannya," jawab petugas itu lagi.Aku terdiam sebentar setelah mendengar hal itu. Padahal saat ditangkap Bu Yanti tampak baik-baik saja, meskipun pandangannya kosong dan tampak sangat shock."Boleh saya tahu alamat rumah sakitnya?" tanyaku lagi."Silakan ikut dengan saya. " Petugas itu membawaku ke meja kerjanya, lalu mencatatkan alamat rumah sakit jiwa tempat Bu Yanti dirawat.Setelah mendapatkan alamat itu dan mengucapkan terima kasih, aku langsung meluncur ke alamat tersebut dengan mobil milik Leo. Bukan tak percaya dengan keterangan polisi, tapi aku hanya ingin memastikan jika wanita itu tidak berpura-pura gila. Itu karena dulu saat menjadi mertuaku, actingnya sungguh luar biasa.Sesampainya di gedung rumah sakit yang letaknya cukup

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Kehilangan

    POV Aruna"Tolong! Tolong Saskia!" teriakku histeris, seperti orang gila melihat darah yang terus merembes dari kepala Saskia. "Tolong panggilkan ambulan! Siapa saja, tolong! Tolong panggil ambulan!"Tak berapa lama kemudian Nyonya Merry dan Melany datang, dan ikut panik bukan main melihat kondisi Saskia. Nyonya Merry cepat-cepat memanggil ambulan, sedangkan aku masih terus memeluk Saskia sambil menangis.Beberapa lama kemudian, para petugas ambulan datang dan langsung mengangkat Saskia dengan menggunakan tandu. Aku dan Nyonya Merry mengikuti mereka sampai Saskia dimasukkan ke dalam mobil putih bersirine itu."Tante akan ikut duluan ke rumah sakit. Susul kami setelah ini, Runa," ucap Nyonya Merry sambil ikut masuk ke dalam mobil.Aku hanya bisa mengangguk di sela tangisku. Dalam beberapa detik, suara sirine mendayu-dayu, dan mobil pun mulai berjalan meninggalkan tempat itu.Di saat yang sama, terlihat petugas polisi menggiring Bu Yanti dan Mas Denis. Kedua tangan mereka diborgol ke be

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Tahanan

    POV Aruna"Tunggu dulu! Tunggu dulu, Pak polisi!" Bu Yanti menghalangi para petugas itu saat akan mendekati Mas Denis."Anak saya tidak melakukan apapun! Kalian tidak bisa menangkapnya!" teriaknya."Silakan melakukan laporan pembelaan di kantor polisi, Bu," jawab salah satu petugas itu. "Kami hanya melaksanakan tugas.""Tidak! Kalian tidak boleh menangkapnya tanpa bukti!""Kami sudah memiliki bukti yang kuat atas kasus yang dituduhkan, jadi sebaiknya Ibu tidak menghalangi tugas kami.""Seharusnya mereka yang ditangkap, Pak!" Bu Yanti menatap ke arahku, juga Nyonya Merry dan Melany. "Mereka sudah menipu kami!""Lebih baik kamu diam dan biarkan para petugas itu menangkap putramu, Bu Yanti," ucap Nyonya Merry sambil menatap tajam ke arah Bu Yanti."Kamu yang seharusnya diam, Nyonya!" Bu Yanti tidak mau kalah. Dia membalas tatapan Nyonya Sonia dengan tidak kalah tajam. "Permainanmu ini sungguh seperti anak kecil! Untuk apa kamu melakukan ini, hah? Agar putrimu tidak disebut perempuan mura

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Kejutan

    POV Aruna"Sebenarnya apa yang Bu Yanti inginkan?" tanyaku kemudian sambil menatap ke arah mereka."Astaga, Aruna. Bagaimanapun, kamu pernah memanggilku Mama. Tega sekali di acara sepenting ini kamu tidak mengundang kami," jawab Bu Yanti, lagi-lagi dengan nada suara yang sengaja ditinggikan."Mama?" Aku seketika ingin tertawa mendengarnya. Entah otak dan pikiran wanita tua itu berada di mana sekarang, sampai berkata sesuatu yang mempermalukan dirinya sendiri."Ada apa ini?"Kami semua menoleh, dan terlihat Mama berdiri di belakang kami dengan wajah cemas."Kamu baik-baik saja, Runa?" tanyanya lagi.Aku hanya mengangguk pada Mama tanpa menjawab. Dia lalu menatap heran ke arah Bu Yanti."Jeng Sonia, semudah itu keluarga kalian melupakan kami. Padahal sebelumnya kita seperti saudara," ucap Bu Yanti lagi pada Mama. "Aruna bertunangan, saya juga ingin mengucapkan selamat, Jeng. Tega sekali tidak mengundang dan melupakan kami.""Maaf, Bu Yanti. Acara ini dikhususkan untuk kerabat dan sahaba

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   POV Aruna--Perubahan

    POV ArunaAku menatap ke arah Saskia yang tertidur di jok belakang mobil sambil tetap memeluk bayinya. Baru beberapa bulan, tapi penampilannya jauh berbeda dari dia yang dulu. Rambutnya berantakan, wajahnya kusam, dan tubuhnya mengeluarkan bau tak sedap. Kentara sekali dia tidak terurus sama sekali."Kita harus membawa mereka ke rumah sakit," ucap Leo yang berada di depan kemudi. "Sepertinya mereka butuh pemeriksaan kesehatan."Aku mengangguk setuju. Aku kaget sekali saat tiba-tiba hari ini Saskia menelponku sambil menangis dan meminta aku menjemputnya. Meskipun aku sudah mendengar kondisinya dari informasi Nyonya Merry, aku tak menyangka jika dia jauh lebih parah dari yang kudengar."Kia, biar kugendong bayimu," ucapku lirih sambil pelan-pelan meraih bayi dalam gendongan Saskia.Saskia cuma sedikit mengeliat, masih dengan mata terpejam, membiarkanku menggendong bayinya. Dia kelihatan kelelahan sekali, atau bahkan mungkin memang tidak sehat.Aku menatap ke arah bayi mungil yang juga s

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Perasaan

    "Apa yang terjadi, Pak Denis?" Melany menatap ke arahku dengan pandangan heran."Maaf, Bu. Saya ... ada sedikit masalah di rumah," jawabku sambil berdiri dari duduk, dan salah tingkah karena bingung."Kalau begitu biar saya antarkan pulang." Melany ikut berdiri dari duduknya."Tidak usah, Bu. Saya bisa naik taksi. Saya tidak ingin merepotkan Bu Melany," jawabku lagi."Astaga, Pak Denis. Sama sekali tidak merepotkan. Kalau naik taksi harus menunggu lama, lebih cepat saya antar."Akhirnya aku tidak bisa menolak lagi, karena ingin segera ingin tahu apa yang terjadi di rumah. Dalam beberapa menit, kami sudah meluncur menuju arah rumahku dengan menggunakan mobil Melany.Sesampainya di rumah, terdengar suara Mama mengomel, sedangkan Saskia terdengar menangis tersedu-sedu, bersamaan dengan suara Rasya yang menangis juga. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung masuk untuk melihat apa yang terjadi.Saskia duduk bersimpuh di lantai kamar sambil menangis, sedangkan putri kami berada di atas tempa

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Tak tahan

    POV Denis"Saskia! Apa yang kau lakukan?" Aku menarik tangan Saskia agar menjauh dari Melany."Siapa wanita ini, Mas? Jangan-jangan kamu diam-diam merayu wanita lain?" Saskia malah melotot ke arahku."Jangan sembarangan bicara, Kia! Dia ini bosku!" Aku mulai kehilangan kesabaran pada Saskia."Sudah, sudah, Pak Denis. Maafkan saya." Melany menengahi pertengkaran kami. "Saya kemari untuk melihat keadaan istri Bapak, tapi malah jadi salah paham. Saya jadi tidak enak.""Seharusnya saya yang minta maaf, Bu," jawabku, malu bukan main atas sikap Saskia."Kalau begitu lebih baik saya permisi saja, Pak Denis," ucap Melany lagi sambil beranjak pergi."Tunggu, tunggu dulu, Neng." Mama tiba-tiba mencegah Melany pergi. "Aduh, tolong maafkan menantu saya. Dia itu memang begitu sifatnya, mudah curiga terus.""Mama!" Saskia mendelik mendengar ucapan Mama."Lebih baik kamu masuk sana, Kia!" Mama menatap ke arah Saskia dengan pandangan tajam. "Kenapa kamu malah meninggalkan bayimu sendirian?"Saskia se

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Malaikat Penolong

    POV Denis"Aduh, sakit, Mas!" Saskia terus mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya."Waduh, Pak Denis, sepertinya Neng Saskia akan melahirkan," ucap Pak RT, ikut panik. "Cepat segera dibawa ke rumah sakit.""T-tapi, Pak ... saya tidak punya mobil," jawabku kemudian, bingung tak tahu harus berbuat apa."Tenang saja, Pak Denis. Di balai desa ada ambulan milik kampung ini, biar saya mencari supir," ucap Pak RT lagi, lalu bergegas keluar dari rumah kami."Saskia, bertahanlah, Saskia." Mama memegangi tubuh Saskia, mencoba menenangkan Saskia yang terus saja merintih kesakitan.Aku sendiri hanya bisa mondar-mandir karena bingung. Kami sama sekali belum punya persiapan apapun, dan aku pikir Saskia akan melahirkan sekitar sebulan lagi. Aku tak menyangka dia mengalami kontraksi jauh lebih cepat. Apa yang aku lakukan sekarang?Lamunanku buyar ketika mendengar suara mobil berhenti di depan rumah."Pak Denis, bantu Neng Saskia masuk ke dalam mobil," ucap Pak RT begitu dia muncul dari luar.A

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   POV Denis-- Kacau

    POV Denis"Mas! Tolong!"Aku yang sejak tadi sibuk melihat-lihat lowongan pekerjaan yang ada di koran, seketika melonjak kaget saat mendengar jeritan Saskia. Aku bergegas menuju arah sumber suara, yang berasal dari kamar kami."Ada apa ini, Kia?" tanyaku panik, melihat Saskia terlihat sangat ketakutan di sudut kamar."Itu, Mas, itu ...." Saskia menunjuk-nunjuk. "Ada kecoa!"Aku yang tadinya panik karena mengira terjadi sesuatu, seketika langsung berubah kesal bukan main."Saskia! Kamu tahu gak kalau aku sedang sibuk?" bentakku padanya."Tapi aku takut, Mas!" Saskia masih terlihat gemetaran."Dengar, Saskia! Posisi kita sekarang tidak sama dengan yang dulu! Jadi tolong berhenti bersikap kekanak-kanakan!" ucapku lagi, sambil meninggalkannya dengan perasaan kesal.Aku tak peduli lagi dengan Saskia yang masih berteriak-teriak. Aku kembali mengambil koran di atas meja, lalu sibuk melingkari lowongan pekerjaan yang ada di sana. Sesekali aku mencocokkannya dengan informasi dari ponselku.Sej

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status