Share

Rencana

last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-10 09:17:19

Setelah refleks melepaskan tangan Saskia dari pinggangku, aku berbalik dengan cepat. Jantungku berdegup kencang ketika melihat Bu Sonia menatap ke arahku dengan wajah heran.

"A-ada apa, Ma?" tanyaku dengan perasaan was-was, dan tak bisa menyembunyikan sikap salah tingkahku.

Aku benar-benar berharap Mama mertuaku itu tak sempat melihat apa yang aku dan Saskia lakukan tadi, saat masuk ke pintu ruang dapur bersih.

"Kalian sedang apa berduaan saja di sini?" tanya Bu Sonia sambil menatap ke arahku dan Saskia bergantian.

"Ah, tidak, Ma. Aku tadi ingin mengambil minum, dan tak sengaja bertemu Saskia di sini," ucapku kemudian, sambil menyeka keringat yang mulai membasahi pelipis.

"Benar, Tante," sahut Saskia, yang juga kelihatan salah tingkah.

Bu Sonia masih menatap ke arah kami dengan pandangan yang susah diartikan.

"Ada apa ini?" Tiba-tiba Mama muncul, membuatku seperti kedatangan malaikat penyelamat. Mama langsung mendelik ke arahku dan Saskia.

"Kenapa kalian bisa berdua-duaan di sini?" tanyanya kemudian, dengan wajah yang meyakinkan sekali jika sedang marah. "Kalian tahu kan, setan bisa saja membuat kalian khilaf. Ingat istrimu, Denis!"

"Sudah, Bu, jangan marah-marah seperti ini." Bu Sonia mengelus pundak Mama, menenangkannya. "Sepertinya kita salah paham. Mereka tidak melakukan apa-apa."

"Bukan begitu, Jeng. Bagaimanapun, kita harus mencegah segala kemungkinan yang akan terjadi. Makam menantuku masih basah, Jeng." Mama mulai memukul dadanya, dengan air mata yang mengalir deras.

"Sudah, Bu, sudah." Bu Sonia mulai terlihat panik melihat besannya menangis. "Pasti ini cuma salah paham saja, Denis juga tidak mungkin macam-macam dengan Saskia."

"Benar, Ma. Kami tidak melakukan apa-apa," sahutku kemudian. "Kami cuma tak sengaja bertemu di sini dan ngobrol sebentar."

"Awas saja kalau kamu macam-macam, Denis." Mama menunjuk ke arahku dengan mata melotot.

"Sudah, Bu. Jangan menuduh Denis macam-macam lagi." Bu Sonia masih mengelus pundak Mama. "Saskia, ikut Tante ke depan."

"Iya, Tante." Saskia menurut, lalu mengikuti Bu Sonia ke depan.

Setelah mereka berdua pergi, Mama langsung mengusap air matanya dan mendekatiku seraya mendelik.

"Ceroboh sekali kamu, Denis!" ucapnya padaku. "Bisa-bisanya berduaan dengan Saskia di rumah ini. Bagaimana kalau mertuamu curiga, hah?"

"Maaf, Ma. Tadi aku benar-benar ...."

"Sudah jangan mencari alasan!" potong Mama. "Kamu harus menahan sendiri sebentar kalau benar-benar ingin bersama Saskia. Setidaknya sampai semua aset milik Aruna jatuh ke tanganmu. Setelah itu, baru kamu boleh berbuat sesukamu!"

"Iya, Ma, iya." Aku tak bisa lagi membantah ucapan Mama.

Sebenarnya kami sudah bisa hidup enak dengan harta gono-gini yang aku dapatkan jika seandainya Aruna dulu benar-benar menceraikanku. Namun benar kata Mama, kenapa cuma puas dengan sedikit, jika bisa mendapatkan lebih banyak?

Aruna sudah tiada, dan kami belum punya anak. Semua akan segera jatuh ke tanganku, sesuai dengan perjanjian pra nikah yang diam-diam aku rancang agar menguntungkanku. Bahkan uang asuransi jiwa Aruna yang jumlahnya fantastis juga akan kudapatkan sebentar lagi.

"Ya sudah, Denis. Acara sebentar lagi selesai. Jangan sampai kamu mengulangi hal seperti itu tadi!" ancam Mama.

Aku hanya bisa menuruti ucapan Mama. Setelah acara selesai, Mama tak langsung mengajakku pulang karena masih berbincang dengan Bu Sonia di ruang tengah. Aku bisa mendengar perbincangan mereka dari tempatku duduk.

"Meskipun Aruna sudah tiada, saya harap kita masih bisa menjalin hubungan yang baik, Jeng. Jangan sampai putus di sini saja," ucap Mama sambil memegang tangan Bu Sonia.

"Iya, Bu. Sudah pasti. Denis juga sudah saya anggap putra saya sendiri. Jika suatu saat dia ingin menikah lagi, biar saya yang akan urus semuanya," jawab Bu Sonia.

"Tidak, Jeng. Bagi saya, Aruna adalah menantu saya satu-satunya. Denis juga pasti akan sangat sulit untuk tertarik pada wanita lain setelah ini," jawab Mama lagi.

"Seandainya saya punya satu putri lagi ...." Bu Sonia terlihat terisak. "Saya masih beruntung punya kalian yang begitu baik."

"Sudah jadi kewajiban kami, Jeng." Mama mengelus pundak Bu Sonia.

Aku menarik napas sambil memperhatikan mereka. Diam-diam aku mengagumi kemampuan Mama bersandiwara. Bu Sonia itu terlalu baik hati, mungkin hanya satu dari seribu wanita seperti dia. Harta kekayaan peninggalan suaminya yang begitu melimpah, hanya dia habiskan untuk membiayai anak-anak yatim asuhannya.

Begitupun Aruna, yang sejak menikah denganku, mempercayakan seluruh perusahaannya padaku. Itu juga karena aku berjuang keras untuk mendapatkan posisi itu, saat aku masih menjadi bawahannya dulu. Ah, Aruna. Seandainya waktu itu kamu mau memaafkan kekhilafanku ....

Setelah tujuh hari kematian Aruna, aku sudah tidak pernah melihat penampakan sosok mirip Aruna lagi, seperti yang Mbah Jupri katakan waktu itu. Namun aku masih datang beberapa kali dalam mimpi dengan wujud yang menakutkan. Mungkin karena aku masih belum bisa lepas dari bayangannya.

Hubunganku dengan Saskia juga semakin dekat, tanpa khawatir ada yang mengganggu lagi. Kami bertemu beberapa kali di hotel dalam seminggu. Selebihnya kami sering bertemu di rumah Bu Sonia, karena hampir setiap hari Saskia ada di sana. Sepertinya Saskia juga mulai berhasil menggantikan posisi Aruna, karena Bu Sonia tak henti-hentinya memujinya saat bersamanya. Dia juga selalu membelikan apapun yang Saskia butuhkan.

"Mas, kapan kamu menikahiku?" tanya Saskia saat kami makan siang di restoran hotel.

"Sabar, Kia. Kalau kita cepat menikah, orang-orang terutama Bu Sonia akan curiga," hawabku. "Lagipula melihat keadaan sekarang, pasti Bu Sonia sendiri yang akan meminta kita untuk menikah."

"Tapi aku sudah tidak sabar, Mas. Aruna juga sudah jadi tanah, mau tunggu apa lagi?"

"Tunggu sampai uang asuransi Aruna kudapatkan, dan seluruh aset miliknya berganti namaku," jawabku lagi.

Wajah Saskia langsung berbinar. "Benar juga, Mas. Kalau kita bisa mendapatkan semuanya, kenapa tidak?"

Kami berdua tersenyum bersama, mengingat sebentar lagi kami akan bahagia tanpa ada yang perlu ditakutkan lagi. Aku yakin, semua akan berjalan lancar sesuai rencana.

Saat kami masih sibuk berbincang, tiba-tiba gawaiku berdering. Telepon dari rumah. Aku cepat-cepat mengangkatnya, dan langsung disambut oleh suara Mbok Asri yang terdengar panik.

"Halo, Mbok Asri." Aku mengerutkan kening. "Apa yang terjadi?" tanyaku.

"Anu, Den. Nyonya besar ... Nyonya besar jatuh pingsan, Den."

"Pingsan?" Aku kaget, begitupun dengan Saskia yang menatap ke arahku.

"Tadi Nyonya berteriak-teriak memanggil nama Neng Aruna. Pas Mbok sampai ke kamarnya, Nyonya sudah jatuh pingsan di atas lantai."

Aku seketika berdiri mendengar ucapan Mbok Asri. Apa sekarang giliran Mama yang melihat penampakan Aruna? Ah, ini mustahil!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Restoe Boemi
denis ternyata gak benar benar tulus sm aruna, cm mau nguasai hartanya sj
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Terror

    "Tante Yanti kenapa, Mas?" Saskia ikut berdiri, menatapku dengan pandangan bingung."Mama pingsan, Saskia. Mbok Asri bilang Mama berteriak memanggil Aruna," jawabku sambil menutup telpon."Aruna?" Wajah Saskia berubah memucat. "Apa jangan-jangan kita benar-benar tidak salah lihat, Mas?"Aku tak menjawab pertanyaan Saskia. Aku memang sudah bercerita padanya jika aku juga melihat sosok wanita mirip Aruna, tapi aku berkata padanya jika itu cuma bayangan saja. Buktinya, sudah cukup lama kami hidup damai tanpa melihatnya lagi. Kenapa kali ini Mama yang ...."Aku harus pulang, Kia," ucapku pada Saskia kemudian."Aku ikut, Mas. Aku kan juga ingin tahu keadaan Tante Yanti." Saskia mengambil tasnya, lalu kami berdua pun bergegas meninggalkan restoran itu.Kami segera menuju mobil, dan langsung meluncur pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Mbok Asri membukakan pintu, dan menyambut kami dengan wajah yang masih panik."Mama bagaimana, Mbok?" tanyaku kemudian."Masih belum siuman, Den. Mbok gak

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-07
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Kecurigaan

    "Mas! Buang, Mas! Buang!" jerit Saskia sambil menggoncang lenganku."Tenang, Kia. Itu bukan darah sungguhan," ucapku kemudian mencoba menenangkannya."Tapi aku takut, Mas!" Saskia masih menggigil sambil naik ke atas tempat tidur.Kurang ajar sekali orang yang berani melakukan terror pada kami. Bagaimapun, orang dalam pasti terlibat dalam masalah ini. Tidak mungkin ada orang yang bisa masuk dan meletakkan benda itu di depan pintu jika tidak dibantu orang dalam."Mbok Asri!!!" Aku seketika berteriak sekencang-kencangnya memanggil nama wanita tua itu.Tak butuh waktu lama, terdengar sahutan Mbok Asri dan suara langkahnya menuju kamar kami."Iya, Den ...." Mbok Asri tak meneruskan ucapannya, malah terlihat kaget bukan main sambil menatap ke arahku dan Saskia."Astaghfirullah, Den Denis dan Neng Saskia ....""Itu bukan urusan kamu, Mbok!" bentakku. Apa boleh buat, kami sudah terlanjur basah. Aku juga tidak boleh takut di depan seseorang yang cuma pembantu."Sekarang coba jawab! Siapa yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Penyelidikan

    "Tunggu dulu, Pak Polisi. Anak saya tidak melakukan apapun pada istrinya. Bagaimana mungkin ada yang sembarangan melaporkan?" ucap Mama membelaku."B-benar, Pak," sahutku. "Istri saya meninggal karena sakit.""Lagipula siapa yang lancang melaporkan anak saya, Pak?" tanya Mama lagi."Kami akan menjelaskan semuanya di kantor. Jadi saya harap Bapak bersedia ikut dengan kami," ucap salah satu petugas berseragam itu lagi."Tidak bisa begitu dong, Pak! Kami bahkan tidak diberi tahukan lebih dulu jika ada penangkapan. Jadi ini tidak sesuai prosedur. Jika putra saya tidak bersalah, bagaimana kami bisa memulihkan nama baik kami nanti?" protes Mama lagi, belum bisa terima."Kami mendapatkan laporan bersamaan dengan bukti kuat, Nyonya. Jadi saya minta sekali lagi, ikut kami ke kantor. Jelaskan semuanya di kantor nanti."Aku dan Mama saling berpandangan sesaat karena terkejut."Bukti? Bukti apa, Pak?" tanyaku dengan perasaan was-was."Silakan ikut kami ke kantor. Kami akan menjelaskan semuanya di

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-12
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Pembongkaran makam

    Suasana ruangan cukup tegang. Tak satupun dari kami yang memulai pembicaraan cukup lama. Aku, Mama, Tasya dan Bu Sonia sudah sampai di rumah begitu selesai kesepakatan dengan pihak kepolisian. Berulang kali Bu Sonia terlihat menarik napas panjang, seperti sedang memikirkan sesuatu yang amat berat."Saya datang kemari, berencana untuk mengajak kalian makan bersama, tapi ternyata ...."Bu Sonia menarik napas lagi.Aku melirik ke arah Mama yang juga melirik ke arahku."Jeng, tolong dengarkan kami dulu," ucap Mama kemudian sambil mendekat ke arah Bu Sonia. "Kami juga tidak tahu kenapa tiba-tiba ada orang yang memfitnah dan melaporkan Denis atas tuduhan yang tidak-tidak. Jeng Sonia pasti juga gak percaya kalau Denis tega melakukannya pada Aruna, kan?""Entahlah, Bu." Bu Sonia mengurut pelipisnya. "Saya percaya pada Denis, tapi saya juga tidak menyangkal jika saya ingin tahu penyebab kematian Aruna yang sebenarnya.""Denis sangat mencintai Aruna, Jeng. Dia masih merasa begitu kehilangan. Kej

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-12
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   POV Aruna -- Suami dan mertua

    POV Aruna( Flash back )"Hati-hati, Sayang."Aku tersenyum saat Mas Denis, suamiku, refleks merangkul pinggangku saat kami berjalan menuruni tangga kantor."Aku bukan anak kecil lagi, Mas. Gak akan jatuh," ucapku. "Lagipula tangga ini kan hampir setiap hari kita lewati?""Sepatu yang kamu pakai hari ini tinggi sekali, jadi Mas takut kamu tergelincir." Pria berparas tampan yang menikahiku hampir setahun yang lalu itu tetap memegang tanganku erat."Besok jangan dipakai lagi sepatunya. Takut kamu jatuh," lanjutnya.Aku tersenyum lagi melihat sikap suamiku itu. Mas Denis memang selalu seperti itu. Entah orang menyebutnya bucin atau apa, tapi hal sekecil apapun dia akan selalu perhatian padaku. Dia sudah seperti itu sejak dulu sekali, saat kami belum menjadi suami istri, sejak dia masih karyawan biasa di kantorku."Cieee ... Pak Denis dan Bu Runa makin mesra aja tiap hari." Tiba-tiba beberapa karyawati kami yang juga bersiap pulang kerja, tersenyum sambil menggoda kami."Iya, nih, bikin i

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-12
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Terungkap

    POV Aruna"Kamu baik-baik saja, Aruna?"Aku tersadar dari lamunan ketika Leo menepuk pundakku. Aku kemudian menatap ke arahnya dengan pandangan serius."Leo ... kamu benar-benar yakin ada racun di dalam makanan yang aku konsumsi setiap hari?" tanyaku kemudian."Itu benar, Aruna. Jika kamu belum yakin, bawa saja sample makanan yang kamu curigai membuatmu sakit selama ini, dan bawa kemari. Aku akan memeriksanya untukmu," ucap Leo lagi.Aku kembali terdiam untuk ke sekian kalinya. Selama ini Mama mertuaku begitu baik dan perhatian padaku, bahkan Beliaulah yang selalu merawatku saat sakit. Apa mungkin dia menaruh racun di makananku?Pikiranku dipenuhi oleh berbagai pertanyaan. Bahkan dari perjalanan sampai pulang ke rumah, aku tak hentinya memikirkan tentang hal itu. Aku sungguh tidak mempercayai jika dia tega, tapi aku harus membuktikannya."Neng Runa sudah pulang." Mbok Asri membukakan pintu saat aku tiba di rumah."Mama kemana, Mbok?" tanyaku sambil menatap ke sekeliling rumah."Nyonya

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-13
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Orang-orang Munafik

    POV Aruna"Siapa dia, Mbok?" Aku mendesak Mbok Asri, karena dia tak juga mau menjawab."Neng Runa tenang saja dulu, nanti Mbok kasih tahu. Kita tunggu Nyonya besar dan Den Denis pulang dulu," ucap Mbok Asri, masih enggan menjawab langsung.Aku membuang napas kesal karena penasaran, dan akhirnya menuruti ucapan Mbok Asri, agar sabar untuk menunggu Mama dan Mas Denis pergi dari tempat itu. Cukup lama juga mereka tak juga muncul setelah menghilang di balik pepohonan, menyusuri jalan setapak yang ada di tempat itu.Setelah sekitar satu jam, akhirnya kami melihat mereka juga. Posisi mobil kami berada di serongan jalan yang tertutup bukit, jadi kami cuma bisa melihat mereka menuruni jalan setapak dari jarak yang cukup jauh.Terlihat Mama mertua dan juga Mas Denis masuk ke dalam mobil, dan beberapa saat kemudian mobil mereka langsung meluncur meninggalkan tempat itu."Ayo kita turun, Neng." Mbok Asri menepuk lenganku, sambil membuka pintu mobil.Lagi-lagi aku cuma menurut, mengikuti Mbok Asr

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-15
  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Sumpah

    "Oh iya, Mas. Apa pekerjaan di kantor semuanya berjalan dengan lancar?"tanyaku kemudian sambil berpura-pura tidak melihat apa-apa."Tentu saja, Dek. Perusahaan kita semakin berkembang pesat, bahkan ada banyak sekali tambahan investor yang ingin bekerja sama. Kamu tidak perlu khawatir," jawab Mas Denis dengan senyum khasnya, yang sekarang membuatku jadi muak."Oh, artinya pekerjaan Saskia juga semakin banyak, dan kalian berdua jadi lebih sering bertemu, ya?" tanyaku lagi.Mas Denis dan Saskia tampak tersentak, lalu saling berpandangan sekilas."Bicara apa sih kamu, Runa? Paling kita cuma bertemu waktu ada dokumen yang perlu ditandatangani aja," jawab Saskia sambil tersenyum, seperti tak terlihat sedikitpun merasa berdebar atas pertanyaanku."Iya, Dek. Tumben kamu menanyakan hal itu," ucap Mas Denis sambil menatapku. Dia juga terlihat amat tenang."Nggak kok, Mas. Kali saja kamu ada macam-macam di kantor, jadi aku mau minta Saskia mengawasimu," jawabku kemudian."Kamu ini ada-ada saja,

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-19

Bab terbaru

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Akhir ( TAMAT )

    POV Aruna"Rumah sakit jiwa?" Aku kaget mendengar keterangan petugas kepolisian itu."Benar, sejak dibawa kemari, tahanan terus berteriak dan membuat keributan, sehingga kami segera melakukan tindakan pemeriksaan. Hasilnya, memang tahanan terganggu kejiwaannya," jawab petugas itu lagi.Aku terdiam sebentar setelah mendengar hal itu. Padahal saat ditangkap Bu Yanti tampak baik-baik saja, meskipun pandangannya kosong dan tampak sangat shock."Boleh saya tahu alamat rumah sakitnya?" tanyaku lagi."Silakan ikut dengan saya. " Petugas itu membawaku ke meja kerjanya, lalu mencatatkan alamat rumah sakit jiwa tempat Bu Yanti dirawat.Setelah mendapatkan alamat itu dan mengucapkan terima kasih, aku langsung meluncur ke alamat tersebut dengan mobil milik Leo. Bukan tak percaya dengan keterangan polisi, tapi aku hanya ingin memastikan jika wanita itu tidak berpura-pura gila. Itu karena dulu saat menjadi mertuaku, actingnya sungguh luar biasa.Sesampainya di gedung rumah sakit yang letaknya cukup

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Kehilangan

    POV Aruna"Tolong! Tolong Saskia!" teriakku histeris, seperti orang gila melihat darah yang terus merembes dari kepala Saskia. "Tolong panggilkan ambulan! Siapa saja, tolong! Tolong panggil ambulan!"Tak berapa lama kemudian Nyonya Merry dan Melany datang, dan ikut panik bukan main melihat kondisi Saskia. Nyonya Merry cepat-cepat memanggil ambulan, sedangkan aku masih terus memeluk Saskia sambil menangis.Beberapa lama kemudian, para petugas ambulan datang dan langsung mengangkat Saskia dengan menggunakan tandu. Aku dan Nyonya Merry mengikuti mereka sampai Saskia dimasukkan ke dalam mobil putih bersirine itu."Tante akan ikut duluan ke rumah sakit. Susul kami setelah ini, Runa," ucap Nyonya Merry sambil ikut masuk ke dalam mobil.Aku hanya bisa mengangguk di sela tangisku. Dalam beberapa detik, suara sirine mendayu-dayu, dan mobil pun mulai berjalan meninggalkan tempat itu.Di saat yang sama, terlihat petugas polisi menggiring Bu Yanti dan Mas Denis. Kedua tangan mereka diborgol ke be

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Tahanan

    POV Aruna"Tunggu dulu! Tunggu dulu, Pak polisi!" Bu Yanti menghalangi para petugas itu saat akan mendekati Mas Denis."Anak saya tidak melakukan apapun! Kalian tidak bisa menangkapnya!" teriaknya."Silakan melakukan laporan pembelaan di kantor polisi, Bu," jawab salah satu petugas itu. "Kami hanya melaksanakan tugas.""Tidak! Kalian tidak boleh menangkapnya tanpa bukti!""Kami sudah memiliki bukti yang kuat atas kasus yang dituduhkan, jadi sebaiknya Ibu tidak menghalangi tugas kami.""Seharusnya mereka yang ditangkap, Pak!" Bu Yanti menatap ke arahku, juga Nyonya Merry dan Melany. "Mereka sudah menipu kami!""Lebih baik kamu diam dan biarkan para petugas itu menangkap putramu, Bu Yanti," ucap Nyonya Merry sambil menatap tajam ke arah Bu Yanti."Kamu yang seharusnya diam, Nyonya!" Bu Yanti tidak mau kalah. Dia membalas tatapan Nyonya Sonia dengan tidak kalah tajam. "Permainanmu ini sungguh seperti anak kecil! Untuk apa kamu melakukan ini, hah? Agar putrimu tidak disebut perempuan mura

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Kejutan

    POV Aruna"Sebenarnya apa yang Bu Yanti inginkan?" tanyaku kemudian sambil menatap ke arah mereka."Astaga, Aruna. Bagaimanapun, kamu pernah memanggilku Mama. Tega sekali di acara sepenting ini kamu tidak mengundang kami," jawab Bu Yanti, lagi-lagi dengan nada suara yang sengaja ditinggikan."Mama?" Aku seketika ingin tertawa mendengarnya. Entah otak dan pikiran wanita tua itu berada di mana sekarang, sampai berkata sesuatu yang mempermalukan dirinya sendiri."Ada apa ini?"Kami semua menoleh, dan terlihat Mama berdiri di belakang kami dengan wajah cemas."Kamu baik-baik saja, Runa?" tanyanya lagi.Aku hanya mengangguk pada Mama tanpa menjawab. Dia lalu menatap heran ke arah Bu Yanti."Jeng Sonia, semudah itu keluarga kalian melupakan kami. Padahal sebelumnya kita seperti saudara," ucap Bu Yanti lagi pada Mama. "Aruna bertunangan, saya juga ingin mengucapkan selamat, Jeng. Tega sekali tidak mengundang dan melupakan kami.""Maaf, Bu Yanti. Acara ini dikhususkan untuk kerabat dan sahaba

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   POV Aruna--Perubahan

    POV ArunaAku menatap ke arah Saskia yang tertidur di jok belakang mobil sambil tetap memeluk bayinya. Baru beberapa bulan, tapi penampilannya jauh berbeda dari dia yang dulu. Rambutnya berantakan, wajahnya kusam, dan tubuhnya mengeluarkan bau tak sedap. Kentara sekali dia tidak terurus sama sekali."Kita harus membawa mereka ke rumah sakit," ucap Leo yang berada di depan kemudi. "Sepertinya mereka butuh pemeriksaan kesehatan."Aku mengangguk setuju. Aku kaget sekali saat tiba-tiba hari ini Saskia menelponku sambil menangis dan meminta aku menjemputnya. Meskipun aku sudah mendengar kondisinya dari informasi Nyonya Merry, aku tak menyangka jika dia jauh lebih parah dari yang kudengar."Kia, biar kugendong bayimu," ucapku lirih sambil pelan-pelan meraih bayi dalam gendongan Saskia.Saskia cuma sedikit mengeliat, masih dengan mata terpejam, membiarkanku menggendong bayinya. Dia kelihatan kelelahan sekali, atau bahkan mungkin memang tidak sehat.Aku menatap ke arah bayi mungil yang juga s

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Perasaan

    "Apa yang terjadi, Pak Denis?" Melany menatap ke arahku dengan pandangan heran."Maaf, Bu. Saya ... ada sedikit masalah di rumah," jawabku sambil berdiri dari duduk, dan salah tingkah karena bingung."Kalau begitu biar saya antarkan pulang." Melany ikut berdiri dari duduknya."Tidak usah, Bu. Saya bisa naik taksi. Saya tidak ingin merepotkan Bu Melany," jawabku lagi."Astaga, Pak Denis. Sama sekali tidak merepotkan. Kalau naik taksi harus menunggu lama, lebih cepat saya antar."Akhirnya aku tidak bisa menolak lagi, karena ingin segera ingin tahu apa yang terjadi di rumah. Dalam beberapa menit, kami sudah meluncur menuju arah rumahku dengan menggunakan mobil Melany.Sesampainya di rumah, terdengar suara Mama mengomel, sedangkan Saskia terdengar menangis tersedu-sedu, bersamaan dengan suara Rasya yang menangis juga. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung masuk untuk melihat apa yang terjadi.Saskia duduk bersimpuh di lantai kamar sambil menangis, sedangkan putri kami berada di atas tempa

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Tak tahan

    POV Denis"Saskia! Apa yang kau lakukan?" Aku menarik tangan Saskia agar menjauh dari Melany."Siapa wanita ini, Mas? Jangan-jangan kamu diam-diam merayu wanita lain?" Saskia malah melotot ke arahku."Jangan sembarangan bicara, Kia! Dia ini bosku!" Aku mulai kehilangan kesabaran pada Saskia."Sudah, sudah, Pak Denis. Maafkan saya." Melany menengahi pertengkaran kami. "Saya kemari untuk melihat keadaan istri Bapak, tapi malah jadi salah paham. Saya jadi tidak enak.""Seharusnya saya yang minta maaf, Bu," jawabku, malu bukan main atas sikap Saskia."Kalau begitu lebih baik saya permisi saja, Pak Denis," ucap Melany lagi sambil beranjak pergi."Tunggu, tunggu dulu, Neng." Mama tiba-tiba mencegah Melany pergi. "Aduh, tolong maafkan menantu saya. Dia itu memang begitu sifatnya, mudah curiga terus.""Mama!" Saskia mendelik mendengar ucapan Mama."Lebih baik kamu masuk sana, Kia!" Mama menatap ke arah Saskia dengan pandangan tajam. "Kenapa kamu malah meninggalkan bayimu sendirian?"Saskia se

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   Malaikat Penolong

    POV Denis"Aduh, sakit, Mas!" Saskia terus mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya."Waduh, Pak Denis, sepertinya Neng Saskia akan melahirkan," ucap Pak RT, ikut panik. "Cepat segera dibawa ke rumah sakit.""T-tapi, Pak ... saya tidak punya mobil," jawabku kemudian, bingung tak tahu harus berbuat apa."Tenang saja, Pak Denis. Di balai desa ada ambulan milik kampung ini, biar saya mencari supir," ucap Pak RT lagi, lalu bergegas keluar dari rumah kami."Saskia, bertahanlah, Saskia." Mama memegangi tubuh Saskia, mencoba menenangkan Saskia yang terus saja merintih kesakitan.Aku sendiri hanya bisa mondar-mandir karena bingung. Kami sama sekali belum punya persiapan apapun, dan aku pikir Saskia akan melahirkan sekitar sebulan lagi. Aku tak menyangka dia mengalami kontraksi jauh lebih cepat. Apa yang aku lakukan sekarang?Lamunanku buyar ketika mendengar suara mobil berhenti di depan rumah."Pak Denis, bantu Neng Saskia masuk ke dalam mobil," ucap Pak RT begitu dia muncul dari luar.A

  • SUMPAH ISTRIKU MENJELANG AJAL   POV Denis-- Kacau

    POV Denis"Mas! Tolong!"Aku yang sejak tadi sibuk melihat-lihat lowongan pekerjaan yang ada di koran, seketika melonjak kaget saat mendengar jeritan Saskia. Aku bergegas menuju arah sumber suara, yang berasal dari kamar kami."Ada apa ini, Kia?" tanyaku panik, melihat Saskia terlihat sangat ketakutan di sudut kamar."Itu, Mas, itu ...." Saskia menunjuk-nunjuk. "Ada kecoa!"Aku yang tadinya panik karena mengira terjadi sesuatu, seketika langsung berubah kesal bukan main."Saskia! Kamu tahu gak kalau aku sedang sibuk?" bentakku padanya."Tapi aku takut, Mas!" Saskia masih terlihat gemetaran."Dengar, Saskia! Posisi kita sekarang tidak sama dengan yang dulu! Jadi tolong berhenti bersikap kekanak-kanakan!" ucapku lagi, sambil meninggalkannya dengan perasaan kesal.Aku tak peduli lagi dengan Saskia yang masih berteriak-teriak. Aku kembali mengambil koran di atas meja, lalu sibuk melingkari lowongan pekerjaan yang ada di sana. Sesekali aku mencocokkannya dengan informasi dari ponselku.Sej

DMCA.com Protection Status