Sinar matahari yang menerobos tirai-tirai tebal apartemen Altair membangunkan Aquila, diedarkan pandangan nya ke sembarang tempat, ia teringat semalam tertidur di sofa usai bermain uno dengan para sahabatnya. Tak jauh darinya Arata, Ryota dan Naoki terlihat tertidur di karpet tebal di samping sofa yang ia tempati, sementara Altair tidur di ujung sofa dengan posisi duduk, dengan kaki Aquila di atas pangkuan pria tampan itu. Sadar akan posisinya, Aquila buru-buru menurunkan kakinya.
Aquila bangun lalu dengan perlahan merebahkan Altair di tempatnya tadi. Menyelimutinya dengan selimut yang tadi ia pakai. Gadis manis itu berjalan perlahan menuju dapur, membasahi tenggorokan nya yang terasa begitu kering.
“Bagaimana kalau kita memasak sarapan?” tanya Emilia yang tiba-tiba berdiri di belakangnya, hampir saja gelas yang Aquila pegang terlempar karena terkejut.
“Kau mengagetkanku, bodoh!” seru Aquila. Ia m
Seperti hari-hari sibuk biasanya, Altair dan Aquila hanya bertemu saat sarapan dan makan malam. Altair tengah sibuk untuk persiapan cabang baru di luar negeri, sementara Aquila sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya yang semakin banyak. Mereka juga jadi jarang menikmati musim semi seperti hari-hari sebelumnya. “Altair, Naoki.. sepertinya salah satu dari kita bertiga harus turun tangan untuk cabang kita di Malaysia.” ucap Ryota pada kedua sahabatnya. “Apa ada masalah?” balas Altair cepat. “Bukankah kita sudah mengirimkan manager penjualan ke sana?” imbuh Naoki. “Itulah masalahnya.. salah satu perusahaan lokal yang akan bekerjasama dengan kita tiba-tiba membatalkan kerjasama itu karena mereka pikir kita tidak serius-“ “Tidak serius bagaimana?” potong Naoki. “Dengarkan aku dulu!” seru Ryota. Altair memberi kode pada Naoki untuk diam sebentar sampai Ryota
“Sayang aku pulang!” seru Altair begitu memasuki apartemen. Tak ada jawaban yang terdengar, bahkan tak nampak sosok Aquila di ruang tengah. Ia penasaran apa yang sedang kekasihnya lakukan karena tidak biasanya Aquila sudah berada di kamar pukul sepuluh. Altair melangkahkan kaki jenjangnya menuju kamar gadis manis itu.“Aquila.. boleh aku masuk?” tanya Altair sambil mengetuk pintunya pelan. Lagi-lagi tak ada jawaban yang terdengar, ia membuka knop pintu yang tak terkunci itu perlahan, diedarkan pandangan nya keseluruh penjuru kamar bernuansa coklat muda itu dan ia masih tak menemukan kekasihnya.Diraihnya smartphone yang ada di saku celananya untuk menghubungi Aquila. “Aquila.. kau di mana?” tanya pria tampan itu begitu panggilan tersambung. Altair melangkah menuju kamarnya, lalu membuka knop pintu kayu itu.“Altair.. maaf, aku lancang masuk kamarmu!” seru Aquila begit
Dengan lengkah cepat Aquila menuju tempat di mana kekasihnya berada, dadanya bergemuruh melihat prianya dipeluk erat oleh wanita lain. Baru setengah jam ia meninggalkan pria tampan itu sendiri, sekarang sudah ada yang mendekatinya. Memang tak bisa dipungkiri pesona seorang Altair Ryu Sato begitu kuat. Dengan wajah campuran antara Australia dan Jepang membuatnya terlihat begitu tampan, dipadukan dengan tinggi badannya yang di atas rata-rata yaitu 181cm juga dengan badan atletisnya membuat pria itu terlihat semakin mempesona, membuat siapapun akan betah memandanginya.“Apa yang kalian lakukan?” desis Aquila.Wanita asing tadi menatap ke arah Aquila yang baru datang sementara Altair buru-buru melepaskan tangan yang melingkari pinggangnya. Ia berdiri dan meraih tangan Aquila, tidak mau sang kekasih salah paham.
“Kau masih tidur?” gumam Altair pada Aquila yang masih bersembunyi di bawah selimutnya. Semalam mereka membicarakan banyak hal hingga hampir dini hari. Beruntung ia ingat untuk meminta room service untuk membangunkan nya jika tidak, mungkin ia juga masih terlelap.Aquila sedikit menyembulkan wajahnya, hanya memperlihatkan mata bulatnya yang masih sayu, “Kau sudah mau berangkat?” desah Aquila.“Ya.. meetingku sekitar satu jam lagi.” Aquila meraih tangan Altair untuk melihat jam yang melingkari pergelangan tangan pria tinggi itu sudah menunjukkan pukul 8 pagi.“Kau mau turun sekarang?”Altair mengangguk, “Ryota dan Naoki sudah menunggu untuk sarapan di bawah, kau mau ikut?”“Aku nanti saja, aku masih sedikit mengantuk.” jelas Aquila.“Mungkin aku akan pulang sekitar tengah hari, setel
“Kau masak apa, sayang?” tanya Altair pada kekasihnya yang tengah sibuk di dapur, pria tampan itu melingkarkan tangannya di pinggang ramping Aquila. Sudah tiga hari sejak mereka kembali dari Malaysia.“Okonomiyaki, kau suka?”“Aku selalu menyukai apapun yang kau masak,” Altair memeluk Aquila dari belakang, “setelah selesai sarapan, bersiaplah.” lanjutnya.“Kita mau kemana?” tanya Aquila memutar tubuhnya agar bisa menatap sang kekasih.“Ke rumahku.”“Rumahmu?”“Ya.. kediaman Sato” seru Altair.
“Maaf.. kakek memanggilmu.” lirih Orihime. Ia tak pernah melihat Altair melayangkan pandangan sedingin itu sebelumnya. Dan pandangan yang Altair berikan sekarang membuat nyalinya menciut.“Hei.. Altair, pergilah.” ucap Aquila pelan.“Aku akan memanggil mama untuk membantumu.” balas Altair lembut. Aquila mengangguk mengerti.“Sejak awal dia adalah milikku dan aku akan mengambilnya darimu!” gumam Orihime setelah Altair pergi.Altair berjalan ke taman yang sudah disulap menjadi tempat pesta outdoor yang terasa begitu hangat itu. Banyak lampu-lampu yang menyala dengan cahaya putih hangat
Ryota memapah Aquila kembali menuju tempat pesta berlangsung, ia menyerahkan kekasih sahabatnya itu pada Emilia. Tanpa bertanya, Emilia tahu jika baru saja terjadi masalah hanya dengan melihat tatapan Ryota dan kondisi Aquila. Gadis manis itu terlihat begitu terpukul.Selang beberapa menit Altair kembali dengan masih diikuti Orihime di belakangnya, “di mana Aquila?” tanya Altair pada Ryota dan Naoki yang tengah berbincang, Ryota tidak menjawab, ia melemparkan pandangan nya ke tempat Aquila berada.“Altair, aku pergi dulu.. kita bicara lagi nanti.” ucap Orihime lembut yang tidak dijawab oleh Altair.“Aku akan meninggalkan semua wanitaku untuk bisa bersama Aquila,” gumam Ryota. Altair dan Naoki langsung menatapnya curiga, “bukank
Pertengahan bulan November tiba, sesuai dengan rencana yang sudah mereka susun dari jauh-jauh hari kini keduanya sedang menuju Hokkaido tepatnya Sapporo. Kali ini Altair benar-benar menepati janjinya untuk melakukan reservasi awal jadi mereka bisa pergi berlibur bersama. Altair bilang ini adalah permintaan maafnya karena dulu mereka tidak jadi berangkat ke Hiroshima.Setelah memakan waktu sekitar satu setengah jam dari Bandara Haneda kini mereka sampai di Bandara New Chitose atau Bandara Sapporo. Udara di bawah minus nol derajat langsung menyapa tubuh mereka. Beruntung keduanya sudah menyiapkan diri dengan benar, mereka menggunakan mantel tebal, syal dan tak lupa juga sarung tangan, Aquila juga menggunakan topi musim dingin dengan warna baby blue kesukaan nya.“Selanjutnya kita ke mana?” tanya Aquila begitu mereka sudah sampai di pintu keluar bandara tersebut.“Kita makan dulu lalu ke hotel.” Alta