Ish... malu lah Ash :))
“You look stunning!” Mae menunjuk Ash dan memekik. (Kau mempesona)Ash tidak memakai seragam yang biasa dilihat Mary—seragam loreng kecoklatan—yang ini jauh berbeda. Dari warna saja sudah biru, lalu lebih banyak benda berkilau—aneka lencana menempel berjejer di kedua dadanya. Ash memakai semua tanda pangkat dan lencana penghargaan yang pernah diterimanya—karena memang harus.“Ini seragam acara formal.” Ash menjelaskan. Jenis seragamnya tidak hanya satu tentu.“Kau yakin tidak memerlukan dada yang lebih luas lagi? Sepertinya terlalu sesak.” Mae mengusap lencana yang berderet itu dengan takjub. Meski tidak tahu darimana atau apa yang dilakukan Ash untuk mendapatkannya, Mae tahu setiap butirnya mengandung pencapaian.“Itu lucu sekali.” Ash sudah tergelak sejak tadi tentu.“Dan aku rasa kau lebih berhak mendapatkan sebutan itu. Kau juga amat mempesona.” Ash tidak bisa berhenti tersenyum semenjak melihat Mae keluar dari kamar.Pilihan Mae—bersama Daisy, Poppy dan Gina—jatuh pada gaun off s
Acara itu tidak dimulai dengan makan, tapi mengobrol sebelum tamu utama—Raja–hadir. Mae merasa terseret, ketika beberapa kali Ash menariknya berpindah dengan cepat, saat ada yang menyapa. Padahal yang menyapa Ash cukup banyak.Sekedar ‘halo’, sampai ada yang memeluk bertanya kabar. Perjamuan itu mulai mirip acara reuni karena Ash bertemu beberapa teman yang jarang ditemuinya. Mereka ada di unit berbeda, jadi tidak mungkin sering bertemu.Tapi Mae sudah lega karena mereka semua menanggapi positif saat Ash memperkenalkan dirinya. Mereka kebanyakan terkejut Ash membawa wanita, dan mengucapkan selamat.“Kau tidak pernah membawa siapapun untuk acara seperti ini?” bisik Mae, saat akhirnya mereka bisa menyingkir sedikit ke tepi untuk minum. Tersenyum dan menyapa begitu banyak orang akan membuat siapa saja haus.“Belum pernah, dan aku sudah menyesal membawamu,” keluh Ash.Mae menurunkan wine di tangannya, tidak jadi minum. “Kau menyesal? Aku membuatmu menyesal?” Mae ketus pastinya.“Karena mer
Parker terutama, karena persis di sebelah Stone, kepalanya menoleh begitu cepat karena terkejut. Sementara Ash tidak bisa melakukan apapun untuk mencegah Stone bicara lagi, kecuali menjegal dan membekap mulutnya—yang mana tidak mungkin.Ia hanya bisa memandang dengan ngeri saat Stone menjabat tangan Mae dan meneruskan keramahannya.“Anda sangat mempesona malam ini, Mrs. Cooper. Pantas saja suami Anda ini selalu mudah terpancing saat terjadi sesuatu sedikit saja pada Anda.”Seolah belum cukup memberi kejutan dengan memanggil Mae ‘Mrs. Cooper’, Stone malah memperjelas dengan menyebut Ash adalah suami Mae.“Maaf, siapa?” Gina yang tadi berada di samping Rowena, langsung bergeser, dan Mae ikut merasakan horor sekarang. Mengesampingkan peraturan, Gina akan marah—pasti marah.“Siapa apa?” Stone bingung.“Mrs. Cooper?” Gina menunjuk Mae, ingin pembenaran.“Ya, ini istri Mr. Cooper.” Stone seperti tanpa dosa memperjelasnya lagi.Parker yang maju berikutnya, sambil menyambar tangan Gina, merema
“Saya ingin mengucapkan terima kasih atas pelayanan yang telah diberikan. Saya tidak bisa mengukur rasa syukur—”Dean sudah ada di depan, memberi sambutan, tentu mengucapkan hal yang kurang lebih normal seperti yang lain. Yang tidak normal adalah semua penghuni meja yang bersama Mae dan Ash, karena terlihat mendengar paling tekun. Tidak ada yang saling bicara, semua memandang Dean seolah apa yang dikatakannya penting.Bahkan Ash dan Mae bersikap sama, karena tidak ingin bertemu pandang dengan siapapun.“Sejak kapan kau begitu tertarik dengan apa yang diucapkan aya—”“Shut up!” Ash mendesis sambil menyepak kaki Ian di bawah meja, untuk menghentikannya menyebut ‘ayah’. Ash tidak memerlukan rahasia lainnya terbuka malam ini.“Aku sudah berbisik.” Ian langsung tampak berduka, karena Ash tepat menendang tulang keringnya. Ia sudah berbisik tadi, seharusnya tidak ada yang mendengar.“Tapi aneh juga kau memperhatikannya sampai seperti itu.” Ian masih penasaran dan melirik Mae yang kurang lebih
“Kau benar baik-baik saja?”Ash menyambut Mae yang baru saja keluar dari toilet. Tampak lebih pucat, tapi masih bisa berdiri.Mae memuntahkan seluruh makanan tidak seberapa yang tadi ditelannya. Padahal kata Ian makanannya lezat. Termasuk salmon gemuk yang menggiurkan. Tapi Mae tidak merasakan lezat tadi, dan kini semuanya sudah tidak ada lagi di dalam perutnya.“Ya, aku hanya terlalu tegang.” Mae memeriksa sekitar lorong yang mewah itu. Toilet itu tidak jauh dari ballroom, tentu ornamen dan gaya interior-nya mirip.Mae lalu melepaskan sepatu dan melompat di tempat saat melihat tidak ada orang lain. Sepertinya semua orang masih ada di ballroom karena acara menginjak yang lebih santai. Ada hiburan dari penyanyi entah siapa, yang pasti sangat terkenal karena Mae sampai mendengar suara seruan dan tepuk tangan dari dalam toilet tadi.“Apa—” Ash bingung melihat Mae terus melompat selama beberapa menit.“Melancarkan peredaran darah. Aku tidak tahu apakah akan manjur, tapi rasanya lebih hanga
“Le…lepaskan… pergi…” Mae tahu ia harus menjauh, tapi seluruh atom di tubuhnya memilih untuk takut. Mereka masih ingat rasa sakit apa yang mendera hampir setiap sudut tubuh Mae.“Kau bersama siapa? Kau tidak mungkin sendiri.” Monroe mendorong kacamatanya ke atas hidung, sambil maju mendekati Mae, yang perlahan mundur tapi amat lambat karena kakinya tidak lagi bisa menopang dengan baik.“Apa salah satu bangsawan itu ada yang memeliharamu? Kata Carol kau menjadi peliharaan pria tua sekarang.”“LE…” Mae menepis saat tangan Monroe terulur, tapi Monroe berhasil menarik satu tangan Mae yang lain, lalu menaut pingganggangnya. Memeluk dan menahannya. Rontaan Mae tidak bisa dikatakan perlawanan.“Kau semakin indah, Mary. Tahu begini aku tidak akan melepaskanmu…” Monroe berbisik dan mengusap telinga Mae dengan hidung.Tubuh Mae menggigil, dan air mata turun tidak kendali. Masih ingat, tubuhnya masih ingat. Setiap tendangan, jambakan, tamparan, cubitan, gigitan, cekikan—Mae tidak lupa, hanya me
Ash membuka pintu besar yang ditunjukkan Brad dan mengernyit, karena ruangan itu kosong. Sepertinya ruang untuk memajang hasil seni, entah milik siapa. Banyak lukisan berjejer di sana.“Mana ayahku?” tanya Ash, gusar.“Mungkin tunggu sebentar lagi. Saya rasa masih ada yang mengajaknya bicara.”“Katamu—”“Tidak bisakah kau bersabar sedikit saja?!” Dean sudah ada di belakang Brad, bersama Rowena. “Aku tidak akan meninggalkan Mae.” Ash mendahului bicara, memenggal apapun yang ingin dikatakan ayahnya, menyimpulkan hasil pembicaraan mereka dengan ringkas. Tidak peduli Dean mengatakan apa, Ash tidak akan mengubah apapun.“Aku belum mengatakan apapun, Ash!” Dean menghela napas.“Sama saja. Kau akhirnya ingin aku berpisah dengannya bukan?” Ash tidak meragukan ini.“Ya, aku merasa dia membuatmu semakin aneh. Kau membenciku tanpa alasan karena dirinya.” Dean mendesis.“Kau yang bersyukur Mary menghilang! Aku harus berpikir apa? Kau ingin Mary tidak lagi bertemu denganku!” Ash tahu ia bisa saja
Rumah sakit yang menjadi tujuan mereka tentu saja adalah rumah sakit yang dulu menjadi tempat Ash dirawat dan melarikan diri. Rumah sakit yang berafiliasi dengan Rowena. Paling aman karena mereka bisa datang tanpa pertanyaan.Begitu melihat mobil Dean, mereka menyambut dan membawa Mae masuk. Kalaupun ada pertanyaan yang diajukan, hanya berkisar apa yang terjadi dengan pasien. Jawabannya hanya sedikit, Brad hanya bisa mengulang jawaban tidak jelas yang sama.“Tidak ada luka berat, hanya bahu itu saja. Sepertinya bekas kuku. Saya sudah memastikan tidak ada luka lain, di area lain juga.” Dokter keluar dan memberi penjelasan. Menegaskan kalau luka Mae hanya terpusat di sana saja.“Hanya itu? Dia pingsan!” Dean memprotes, bahkan lebih cepat dari Ash yang masih duduk separuh melamun.“Saya rasa pingsannya itu karena hal lain. Tadi beliau mengatakan tidak ada keluhan sakit apapun selama ini bukan?” Dokter itu mengangguk ke arah Ash, yang tentu menjadi sumber penjelasan riwayat kesehatan Mae,