Kalau ada yang ngintip dr jendela gimana Ash? ckkckck
“Di sudut yang kanan juga. Semprot lagi, lalu gosok sampai bersih.” Mae menunjuk, dan Ash dengan patuh melaksanakan. Menyemprotkan cairan pembersih ke atas permukaan meja metal, dan menggosok sampai berkilau.Patuh, tapi bukan tidak memprotes. “Kenapa harus sampai sudut ini? Kita hanya menempati sebelah sana.” Ash menunjuk bagian dimana mereka ‘bergumul’ tadi. Sudah sangat jauh dari tempat Ash menggosok saat ini. Tentu bagian itu adalah yang pertama dibersihkan Ash, sampai tiga kali malah. Memakai air dan cairan pembersih, setiap kalinya. Bahkan termasuk lantai juga ikut dibersihkan olehnya. Semua atas perintah Mae“Karena aku tidak tahu sampai mana kuman dan bakterinya menyebar. Aku tidak mau ada kotoran yang tertinggal.” Mae menunjuk sekali lagi, menyuruh Ash mengulang.“Kau juga menikmatinya tadi.” Ash bergumam, sedikit tidak rela disalahkan, karena ingat betul Mae tidak amat menolak saat mereka melakukannya tadi.“Aku sudah meminta pulang, kau yang merayuku. Kau yang tidak sabar
“This is your life.” (Ini hidupmu)Mae menepuk pelan seragam Ash. “Tapi aku tidak menyukai sedikitpun saat dimana aku meninggalkanmu sendiri,” kata Ash.Masa itu menyiksa, apalagi saat seperti kemarin—dimana Mae membutuhkannya. Ash merasa amat beruntung bisa menemukan Mae dalam keadaan hidup. Belum terlambat, tapi sedikit lagi.“Aku juga tidak menyukainya, tapi apa ini jalan keluarnya? Terlalu ekstrim, Ash. Kau seperti membakar semua keringat dan kerja kerasmu menjadi percuma.” Mae yang tidak rela Ash membuang semua itu. “Tapi aku ingin ada didekatmu saat kau membutuhkan. Aku ingin—”“Jangan mengukurnya dari diriku saja. Bagaimana denganmu? Apa kau tidak memikirkannya? Itu tidak sehat. Kau sendiri yang mengatakannya padaku dulu. Kau ingin aku memikirkan diriku sendiri.” Mae mengembalikan saran Ash.“Tidak sama, aku tidak membutuhkan perhatian dan pertolongan—”PAK! Mae mendorong dada Ash—kasar, karena marah. “Apa aku beban yang harus selalu ditolong?”“Bukan, Mary. Tolong…” Ash mend
“Jangan lupa membawa Mae.”“Huh? Membawa apa?”Ash bangkit sambil mengusap wajahnya. Ia belum amat sadar, baru saja terbangun karena panggilan itu, tapi Ian malah bicara hal yang membingungkan.“Mae. Untuk besok malam. Kau jangan datang sendiri.” Ian menegaskan lagi, seolah Ash akan paham begitu saja.“Elaborate, Fuck face!” Ash akhirnya mengumpat juga. (Jelaskan)“Oh… God. Did you kiss your mom with that potty mouth?” (Apa kau mencium ibumu dengan mulut kotor itu?)“Aku tidak punya ibu!” Ash semakin marah tentu.“Oh, iya juga. Aku lupa.” Ian membalas lagi tanpa rasa bersalah, karena sebenarnya ia tidak lupa. “Ada apa? Kau tidak biasa mengumpat saat bangun tidur—kecuali saat aku tidur disampingmu.” Ian bertanya karena tahu ada hal yang salah tentu. Ash tidak secepat itu marah biasanya.“Jelaskan saja yang tadi! Aku harus membawa apa kemana?!” sergah Ash. Ia tidak mungkin menjelaskan apapun pada Ian. Ash juga belum membicarakan keinginannya untuk berhenti pada Ian.Setelah melihat reak
Ash menghela napas, karena jawaban jujurnya akan membuat Mae marah lagi sepertinya. Tapi Ash tidak ingin berbohong.“Aku mengerti kenapa kau marah, tapi aku tidak merasa keputusan itu berlebihan.”Mae menggeleng, lalu duduk pada kursi tunggu yang ada di dekat kaca besar bagian depan. Mae meletakkan beberapa kursi tunggal berjejer untuk pembeli yang mungkin sudah lanjut atau susah berdiri saat mengantri kasir nanti.Ash menyusul dan menarik satu kursi ke hadapan Mae. Sudah cukup lega karena Mae tidak menghindar lagi.“Aku melakukan ini bukan karena melanggar tidak mampu atau lemah, Mary. Ini tentang aku yang ingin ada yang ada disampingmu. Aku yang menjadi penyebabnya, bukan dirimu.” Ash menegaskan sisi dirinya saja.“Dengan cara membuang hasil kerja keras selama bertahun-tahun? Tidakkah kau berpikir ini sangat konyol? Tidakkah kau punya tujuan atau ambisi—”“Sejujurnya—tidak ada. Kehidupanku sangat random dan aku bahkan sempat iri karena kau saja punya mimpi ini.” Ash ikut menunjuk
“Bagaimana?” tanya Mae, sambil memutar tubuhnya. Memamerkan gaun warna abu-abu dengan rok mekar yang dipakainya.“Cantik. Cocok sekali.” Ash mengangguk setuju.“Ash, kau menyebut hal yang sama untuk lima gaun sebelumnya!” sergah Mae. Komentar Ash sangat mirip malah. “Tapi memang kau cantik memakai apapun. Aku harus mengatakan apa?” Ash tidak mengada-ngada, bicara apa adanya. Apapun warna dan modelnya, menurut Ash, Mae tetap cantik untuknya.“Saya rasa Anda bertanya pada orang yang salah. Yang ini sudah terlalu terpesona pada Anda.” Pegawai butik yang mendampingi Mae berkomentar sambil menahan senyum, sementara tangannya sibuk membereskan gaun lain dan membawanya keluar.Mae mengangkat tangan. Sangat setuju, meminta pendapat Ash soal gaun yang akan dipakainya adalah kesalahan besar.“Apa kau mengambil semua foto daun yang aku pakai?” tanya Mae, saat melihat Ash kembali mengangkat ponsel ke arahnya.Ash mengangguk. Ia tidak biasa mengambil foto secara random, tapi ini keadaan yang luar
“You look stunning!” Mae menunjuk Ash dan memekik. (Kau mempesona)Ash tidak memakai seragam yang biasa dilihat Mary—seragam loreng kecoklatan—yang ini jauh berbeda. Dari warna saja sudah biru, lalu lebih banyak benda berkilau—aneka lencana menempel berjejer di kedua dadanya. Ash memakai semua tanda pangkat dan lencana penghargaan yang pernah diterimanya—karena memang harus.“Ini seragam acara formal.” Ash menjelaskan. Jenis seragamnya tidak hanya satu tentu.“Kau yakin tidak memerlukan dada yang lebih luas lagi? Sepertinya terlalu sesak.” Mae mengusap lencana yang berderet itu dengan takjub. Meski tidak tahu darimana atau apa yang dilakukan Ash untuk mendapatkannya, Mae tahu setiap butirnya mengandung pencapaian.“Itu lucu sekali.” Ash sudah tergelak sejak tadi tentu.“Dan aku rasa kau lebih berhak mendapatkan sebutan itu. Kau juga amat mempesona.” Ash tidak bisa berhenti tersenyum semenjak melihat Mae keluar dari kamar.Pilihan Mae—bersama Daisy, Poppy dan Gina—jatuh pada gaun off s
Acara itu tidak dimulai dengan makan, tapi mengobrol sebelum tamu utama—Raja–hadir. Mae merasa terseret, ketika beberapa kali Ash menariknya berpindah dengan cepat, saat ada yang menyapa. Padahal yang menyapa Ash cukup banyak.Sekedar ‘halo’, sampai ada yang memeluk bertanya kabar. Perjamuan itu mulai mirip acara reuni karena Ash bertemu beberapa teman yang jarang ditemuinya. Mereka ada di unit berbeda, jadi tidak mungkin sering bertemu.Tapi Mae sudah lega karena mereka semua menanggapi positif saat Ash memperkenalkan dirinya. Mereka kebanyakan terkejut Ash membawa wanita, dan mengucapkan selamat.“Kau tidak pernah membawa siapapun untuk acara seperti ini?” bisik Mae, saat akhirnya mereka bisa menyingkir sedikit ke tepi untuk minum. Tersenyum dan menyapa begitu banyak orang akan membuat siapa saja haus.“Belum pernah, dan aku sudah menyesal membawamu,” keluh Ash.Mae menurunkan wine di tangannya, tidak jadi minum. “Kau menyesal? Aku membuatmu menyesal?” Mae ketus pastinya.“Karena mer
Parker terutama, karena persis di sebelah Stone, kepalanya menoleh begitu cepat karena terkejut. Sementara Ash tidak bisa melakukan apapun untuk mencegah Stone bicara lagi, kecuali menjegal dan membekap mulutnya—yang mana tidak mungkin.Ia hanya bisa memandang dengan ngeri saat Stone menjabat tangan Mae dan meneruskan keramahannya.“Anda sangat mempesona malam ini, Mrs. Cooper. Pantas saja suami Anda ini selalu mudah terpancing saat terjadi sesuatu sedikit saja pada Anda.”Seolah belum cukup memberi kejutan dengan memanggil Mae ‘Mrs. Cooper’, Stone malah memperjelas dengan menyebut Ash adalah suami Mae.“Maaf, siapa?” Gina yang tadi berada di samping Rowena, langsung bergeser, dan Mae ikut merasakan horor sekarang. Mengesampingkan peraturan, Gina akan marah—pasti marah.“Siapa apa?” Stone bingung.“Mrs. Cooper?” Gina menunjuk Mae, ingin pembenaran.“Ya, ini istri Mr. Cooper.” Stone seperti tanpa dosa memperjelasnya lagi.Parker yang maju berikutnya, sambil menyambar tangan Gina, merema