Betulll ada :))
“Anda memang tidak pernah mengecewakan. Itu juga kesimpulan saya.” Stone mengangguk berkali-kali dengan puas.“Kalau setiap kali ia tinggal di suatu tempat, lalu kebetulan di tempat itu ada korban wanita, maka polanya akan terbaca. Orang akan curiga.” Ash melanjutkan pemahamannya.“Benar. Dan kalau korban yang lain keadaannya seburuk Mrs. Cooper, bisa dipastikan mereka memilih diam.” Stone tampak prihatin. Membayangkan ada banyak wanita—entah berapa banyak—korban dari Monroe yang tidak mendapat bantuan ‘selengkap’ Mae, rasanya menyedihkan.“Perilaku abusive seperti Randall Monroe, biasanya ada karena candu. Mereka menyukai rasa kemenangan atas orang lain berkuasa atas sesuatu, tidak akan bisa dilepaskan dengan mudah. Karena Monroe tidak pernah menikah secara resmi dengan siapapun—itu berarti ia melampiaskan kebiasaannya itu dengan cara seperti yang dilakukannya pada Mrs. Cooper. Hubungan singkat sampai wanita itu—”Stone tidak melanjutkan karena Ash terlihat meremas kedua tangannya.
“Ini, Sir.” Ash menyerahkan dokumen yang sudah lengkap—perizinan pernikahan—kepada Parker. Sudah beberapa lama siap, tapi baru kali ini Ash bisa menyerahkan. Terlalu sibuk dengan segala perkara yang terjadi.Parker mengangguk, dan memeriksa sekilas. “Dismis.”Begitu saja, Parker menyuruhnya keluar. Tidak salah, hanya mengherankan, karena terlalu pendek. Ash biasanya menghabiskan waktu minimal lima menit sebelum bisa keluar setiap kali bertemu Parker. Satu menit untuk menyampaikan laporan atau urusan, sisa yang lain biasanya dipakai Parker untuk mengeluh, berdiskusi, atau sekadar mengobrol tidak penting.Ash biasanya akan mengeluh dalam hati setiap kali Parker menemukan ada saja alasan untuk menahan kepergiannya, tapi saat tidak ada alasan, Ash malah merasa janggal. Bukan kehilangan, tapi rasa kalau ada sesatu yang salah.“Maaf, Sir. Apa ada masalah?” Ash tidak akan ikut campur kalau masalah pribadi, tapi Parker juga jarang bercerita tentang masalah pribadi yang berat. Paling hanya tri
“Ck, apa harus?” Monroe memandang keranjang besar yang ada di atas troli, yang ada di depannya.“Tentu saja—Sir.” Marco, pria yang menjadi pendampingnya sejak tadi, menambahkan ‘Sir’ dengan nada mengejek. Ia kesal karena Monroe sudah terlalu sering mengeluh sejak tadi.“Kau itu ingin pergi atau tidak?! Jangan banyak mengeluh! Kau pikir bisa memilih kursi kelas satu seperti penerbangan?!” Marco membentak dan menunjuk lagi ke arah keranjang itu.“Bau!” Monroe mengeluh karena keranjang itu tadinya berisi ikan, ayam Pokoknya aneka jenis protein hewani yang menyuplai dapur penjara.“Memangnya kau berharap apa? Aroma bunga? CEPATLAH!” Marco akhirnya mendorong punggung Monroe sampai terjungkal dan terjatuh ke dalam keranjang itu.“Brengsek! Aku membayarmu!” Monroe langsung berusaha berdiri dan melepaskan diri dari belitan tali yang tadi pakai untuk mengikat box yang lebih kecil, sambil mencaci maki Marco. Ia membayar mahal jasa Marco dan tentu berharap akan ada rasa sedikit hormat.“Memang ke
Ash memeriksa notifikasi pesan, tapi belum ada kabar dari Stone tentang Monroe yang melarikan diri. Entah karena Stone belum sempat memberitahunya atau Ian mendapat kabar lebih cepat darinya.“Kapan?” tanya Ash.“Nanti malam,” kata Ian.“Huh?” Ash merasa salah mendengar. Ian menyebut tentang kejadian di masa depan yang belum terjadi.“Kau meremehkan informasi dariku? Tentu saja aku tahu sebelum terjadi.” Ian terdengar menyombong.“Dari mana kau—keluargamu?” Ash merasa tidak perlu bertanya sebenarnya karena siapa lagi yang bisa memberi informasi secepat itu pada Ian? Keluarganya memang memiliki koneksi yang unik.“Yup. Aku sedang memastikan informasi ini akurat. Lalu apa rencanamu?” tanya Ian.“Aku—” Ash nyaris saja menyebut apa keinginannya, tapi kemudian menyadari kalau masih ada Parker di ruangan itu. Masih tampak menulis dan tidak peduli tapi bukan berarti tidak mendengar.“Temui aku di luar.” Ash memutus panggilan itu, lalu kembali ke hadapan Parker.“Sir.” Ash mencoba bicara deng
“Jangan menyebut namamu dengan sembarangan.” Ash menegur Ian. Penyebutan nama itu tidak perlu.“Dia akan mati. Apa bedanya? Aku ingin dia tahu siapa yang memburunya.” Ian mulai tertawa geli, yang tentu terdengar seperti tawa maniak untuk Monroe.“Siapa… Apa maksudmu mati?!” Monroe mencicit ketakutan.“Apa aku terlihat akan mati?” Ian menyambar kerah baju orange yang masih dipakai Monroe.“LEPASKAN!” Monroe meronta, dan memang Ian tidak ingin memegangnya terlalu lama.Ia menghempaskan Monroe ke hadapan Ash yang duduk menunggu di atas kap mobil.“AGH!” Monroe berseru kaget, karena baru saja bertemu dengan wajah diam Marco yang tergeletak tidak jauh dari kaki Ash.“Dia tidak mati. Jangan panik begitu. Satu-satunya yang akan mati malam ini adalah kau.” Ian menampar kepala Monroe agar diam.Ash hanya membuat Marco pingsan karena tidak ingin menyerahkan Monroe dengan rela tadi. “Halo.” Ash menyapa sambil menundukkan tubuh, agar Monroe yang sedang beringsut menjauh, bisa melihat wajahnya den
“Saya menemukan ini, Sir.” Stone tersenyum saat menerima map yang berisi file kasus itu, karena yang melapor padanya adalah detektif yang diberinya tugas untuk melacak jejak masa lalu Monroe.“Kapan dan dimana?” Stone bisa membaca dan memeriksa dengan lebih detail tentang kasus itu dari dalam map, tapi ia sedang tidak punya banyak waktu. Karenanya butuh laporan secara verbal. Intinya saja.“Ipswich. Sekitar sepuluh tahun lalu. Randall Monroe memiliki rumah yang saat ini dihuni oleh salah satu sepupunya. Tapi ia sempat tinggal di sana selama kurang lebih dua tahun—dan itu sepuluh tahun lalu.”Stone kembali tersenyum karena memang kebetulan seperti itu yang sedang dicarinya. Kebetulan Monroe tinggal di sana, dan kebetulan ada kasus yang terjadi.“Lalu?”“Penemuan dua mayat wanita korban penganiayaan, dan sampai sekarang belum selesai kasusnya.”“Ah! jangan terlalu bodoh seperti itu! Aku sudah menyebut kemarin kalau jangan mencari mayat. Bukan tidak mungkin tapi mayat tidak bisa ber
Stone memandang truk yang beraroma amis itu dengan kesal. Mereka sangat terlambat. Fajar sudah menyingsing dan baru saja bisa menemukan jejak Monroe. Itu pun sudah jejak yang dingin, karena truk itu sudah jelas ditinggalkan sejak berjam-jam yang lalu.Tidak ada saksi atau siapapun di sekitar truk itu. Ikan yang hidup saja tidak mungkin menjadi saksi, apalagi yang mati.“CK!” Stone menendang salah satu box yang ada di dalam truk karena jengkel, mengalirkan lelehan es ke lantai truk.“Tidak ada CCTV atau apapun di sekitar sini. Kami tidak bisa memeriksa siapa yang mondar-mandir di sekitar sini, Sir.”Stone menepuk tengkuknya dengan frustasi. Laporan itu sudah bisa diduga. Tidak mungkin Monroe akan memakai jasa sembarangan untuk membantunya melarikan diri. Tempat itu dipilih dengan hati-hati agar tidak ada jejak yang terlihat.“Kalau ada wartawan yang mencium berita ini, maka hancurlah kita,” keluh Stone.Tugasnya bukan hanya untuk menyelesaikan kasus, tapi juga memastikan institusi yang
“STOP! Tolong…”“Tolong? Kau bisa mengucapkan kata tolong? Aku pikir kau tidak mengenali kata itu, dan tidak tahu apa artinya.” Ash mendengus, dan menuang seluruh sisa kopi yang ada dalam gelasnya. Ia dengan sengaja memilih gelas ukuran besar, jadi bisa menyiram wajah Monroe dengan merata.“Aku bayangkan Mary mengucapkan kata itu berulang kali—jutaan kali, tapi terus kau abaikan.” Ash menuang tetes terakhir dan melemparkan gelas kertas itu ke wajah Monroe, sambil terus menatapnya,Menikmati setiap detik saat Monroe merintih sambil meraba wajahnya yang merah, belum lagi luka robek di telinganya yang ikut menjadi nyeri akibat pedih bercampur panas.“Kenapa kau tidak menikmatinya? Kau melakukan hal ini setiap hari pada Mary bukan? Atau dua hari sekali? Kau menikmatinya saat itu,” sergah Ash.“Tidak… tidak begitu…” rintih Monroe.“Tidak bagaimana? Mary sampai sekarang tidak bisa mencium aroma kopi, bahkan tidak bisa mentolerir rasa mocca, padahal sudah tercampur coklat.”Ash tentu menyada