Wanita dan pria tersebut masih menundukkan kepalanya, tidak berani menjawab pertanyaan Ethan.Mereka semakin merasa tersudutkan, akibat dari tatapan tajam Ethan yang seperti menusuk mereka secara perlahan.Sinta yang sejak tadi menyimak mereka langsung berdehem untuk memperbaiki suasana yang tiba-tiba menegang ini.“Ehm … maaf mengganggu, biar saya yang menjelaskan apa yang terjadi di sini."Sinta menolehkan kepalanya, menatap Ethan yang tanpa sengaja sebelumnya ia bersandar di dada bidang milik Ethan.“Ah, sebelumnya terima kasih karena sudah menolong saya tadi,” ucap Sinta sedikit membungkukkan badannya sebagai ucapan terimakasih kepada Ethan.Ethan melirik ke arah Sinta yang sejak tadi diabaikannya, karena terlalu fokus kepada dua orang yang membuat keributan di perusahaannya itu.Sinta menatap sejenak ke arah Ethan yang hanya diam tanpa menjawabnya itu.“Saya di sini hanya orang luar yang kebetulan ada keperluan di perusahaan ini. Saat sedang menunggu lift, tidak sengaja saya mend
Pertanyaan Ethan membuat pria itu semakin ketakutan. Jika masalahnya sampai dibawa ke polisi, maka semuanya akan berakhir untuknya. Dia tidak ingin nama baiknya hancur dan orang lain akan mengetahui semua perbuatannya itu.Namun, bukan hanya itu saja, jika perbuatannya ini sampai ke telinga istrinya maka sudah dapat dipastikan istrinya akan meninggalkannya.Memikirkan hal itu membuat pria itu semakin panik dan ketakutan.Ethan mengamati raut wajah dari karyawannya itu, membuatnya seakan bisa membaca apa yang dipikirkan oleh pria itu saat ini.“Jika kamu memilih untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara kekeluargaan, maka akan saya pastikan jika wanita ini yang bersalah, dia akan dipecat dari perusahaan ini secara tidak hormat. Namun itu berbeda lagi jika halnya kamu yang bersalah di sini. Saya dapat pastikan, bahwa masalah ini tidak akan sampai ke telinga istrimu. Istrimu tidak akan mengetahui apapun masalah yang telah terjadi hari ini,” ucap Ethan yang sekaan menjawab semua pemikir
Tersadar karena sudah menatap Ethan terlalu lama, Sinta pun langsung mengalihkan pandangannya. Entah kenapa, dia menjadi merasa salah tingkah, hanya karena bertemu tatap dengan Ethan.“Pak Ethan,” ucap Erwin yang ternyata telah datang bersama tim HR, dan juga dua orang petugas keamanan sesuai dengan perintah Ethan.Ethan memutuskan tatapan matanya pada Sinta, lalu menoleh ke arah kedatangan Erwin.“Ini ponsel milik pria itu. Kamu selesaikan masalah ini,” ucap Ethan menyerahkan ponsel milik karyawan pria tersebut, kepada Erwin.“Baik, Pak.”Erwin mengambil ponsel tersebut, lalu memeriksa layar ponsel yang menampilkan foto-foto karyawan wanita yang berada di sana.Seketika Erwin memahami situasi yang telah terjadi di sana, hanya dengan melihat foto-foto tersebut.Erwin mendongak menatap ke arah karyawan wanita dan pria itu. “Kalian ikuti saya,” ucap Erwin kepada mereka.Wanita dan pria itu melangkahkan kakinya mengikuti Erwin. Pria tersebut dikawal oleh kedua orang petugas keamanan ters
“Jadi, kamu benar-benar sengaja mengabaikan telepon dariku, huh?” sindir Ethan pada Sinta yang kini berdiri tegang di hadapannya.Gadis itu seakan tidak menyangka kalau dirinya akan kembali bertemu dengan Ethan secepat ini!Padahal selama beberapa hari terakhir ini, dia sudah susah payah mengabaikan telepon dan chat dari pria itu, tapi lihat sekarang yang terjadi!Pria itu tiba-tiba muncul di hadapannya seperti seorang ‘Iblis’ yang siap memberikannya hukuman karena terus mengabaikan telepon dan chat darinya.‘Sialan! Kenapa dari sekian banyak tempat yang aku kunjungi, aku harus bertemu dengan pria ini lagi di sini?! Kenapa?!’ gerutu Sinta dalam batinnya.Dia tidak mengerti, kenapa seorang CEO seperti Ethan Wistara harus mengunjungi toko buku di tengah mall seperti ini?!Apa dia tidak bisa menyuruh sekretarisnya saja apa?!Menyebalkan! Sinta terus menggerutu dalam batinnya.Oh, dan tolong jangan tanyakan kenapa Sinta tahu pria di hadapannya ini adalah CEO dari Wistara Group.Dari awal
Terkadang, ingatan yang melekat di kepala yaitu momen yang cukup berkesan. Sebenarnya, Sinta belum bisa memutuskan atau menentukan bahwa pertemuannya dengan Ethan hari itu di restoran bisa dikatakan melekat atau berkesan. Namun, entah kenapa tanpa sadar Sinta sempat memikirkannya dalam sekelebat saja. Bukan ingatan yang serius sebenarnya, hanya saja mengingat sosoknya tanpa bisa Sinta kendalikan. Namun, Sinta sudah melupakannya. Ingatan tak sengaja itu tak akan memengaruhinya sehingga perlu mengingatnya seharian penuh.Hanya saja saat itu Sinta mengingat sosok Ethan hanya untuk berpikir bahwa mereka tidak akan pernah bertemu lagi di lain hari atau di lain waktu atau bahkan di kehidupan selanjutnya. Meski dunia itu sempit, tapi semesta tidak mungkin merencanakan kebetulan untuk mempertemukan mereka kembali. Tidak ada alasan untuk itu, kecuali mereka akan berteman atau semacamnya. Namun, Sinta tidak memiliki minat akan hal itu kepada Ethan.Lalu kini Sinta sedang melangk
Terkadang, ingatan yang melekat di kepala yaitu momen yang cukup berkesan. Sebenarnya, Sinta belum bisa memutuskan atau menentukan bahwa pertemuannya dengan Ethan hari itu di restoran bisa dikatakan melekat atau berkesan. Namun, entah kenapa tanpa sadar Sinta sempat memikirkannya dalam sekelebat saja. Bukan ingatan yang serius sebenarnya, hanya saja mengingat sosoknya tanpa bisa Sinta kendalikan. Namun, Sinta sudah melupakannya. Ingatan tak sengaja itu tak akan memengaruhinya sehingga perlu mengingatnya seharian penuh.Hanya saja saat itu Sinta mengingat sosok Ethan hanya untuk berpikir bahwa mereka tidak akan pernah bertemu lagi di lain hari atau di lain waktu atau bahkan di kehidupan selanjutnya. Meski dunia itu sempit, tapi semesta tidak mungkin merencanakan kebetulan untuk mempertemukan mereka kembali. Tidak ada alasan untuk itu, kecuali mereka akan berteman atau semacamnya. Namun, Sinta tidak memiliki minat akan hal itu kepada Ethan.Lalu kini Sinta sedang melangk
Wanita itu menghela napas pelan setelah kepergian Ethan. Entah mengapa, pikirannya mendadak terpusat pada lelkainiti terus menerus.Dia tidak menyangka, di balik sikap Ethan yang terkesan cuek, ternyata memiliki luka yang begitu dalam. Ditinggalkan kekasih dengan berselingkuh adalah hal yang sangat menyakitkan.Sinta tidak bisa membayangkan, bagaimana perasaan Ethan sekarang. Pasti lelaki itu sangat terpukul dengan kedatangan wanita tadi, lalu teringat lagi akan pengkhianatan yang sudah didapatkan.Apalagi, tadi dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana rait wakha seorang Ethan. Apa lelaki itu akan baik-baik saja?“Ah, mengapa aku harus memikirkan lelaki itu? Apa hubungannya denganku? Toh, dia bukan siapa-siapa,” gumam Sinta, menyadarkan diri jika dia terlalu berlebihan dalam menaruh empati pada Ethan.Lantas, kembali melanjutkan makan yang sempat tertunda akibat tak sengaja mendengarkan obrolan Ethan dan wanita tadi.Nyatanya, meski Sinta sudah berusaha untuk melupakan obr
Sore ini lelaki tampan bernama Devan itu baru saja pulang dari kantornya. Dia menghentikan mobil miliknya di garasi dan langsung saja bergegas masuk ke dalam rumah. Dia ingin segera menemui Sinta dan mendengarkan cerita dari perempuan itu.Dengan sedikit tergesa, Devan pun membuka pintu utama dan masuk begitu saja tanpa salam dan apa pun. Lelaki berusia 28 tahun itu melangkahkan kakinya menuju ke dapur, pasalnya dia tidak menemukan Sinta di ruang tamu maupun di ruang televisi. Namun, di dapur juga tidak ada."Apa Sinta sedang ada di kamarnya ya?" gumam Devan sembari membuka kulkas dan menuangkan air dingin yang ada di botol ke gelas lalu meminumnya.Setelahnya Devan kembali ke ruang televisi sambil merenggangkan dasinya agar sedikit longgar. Dan ternyata Sinta sudah berada di sana sambil memegang segelas jus jeruk kesukaannya."Ternyata kamu sudah pulang Rey?" tanya Sinta sambil membenarkan duduknya."Iya, baru saja sampai." Devan langsung duduk di samping Sinta dan menyandarkan dirin
Devan terduduk lemas tepat di pinggiran jalan, kenyataan yang ia terima tadi begitu pahit dan menyakitkan.Kini ia pun tak punya lagi opsi-opsi yang bisa membuat ia menjadi pemenang di sini."Kenapa? kenapa harus Ethan?" lagi, pertanyaan itulah yang terus saja ia lontarkan karena hanya pertanyaan itu yang tak pernah bisa diubah jawabannya ."Rasanya sangat menyakitkan sekali," ucap Devan, ia memegang dadanya merasakan denyut jantung yang berpacu begitu lambat."Sinta, kenapa malam itu kamu masuk ke kamar Ethan, bukan kamar yang seharusnya kamu masuk? kenapa kamu begitu ceroboh sekali?"Kini tak ada lagi kata-kata yang bisa diucapkan oleh Devan, laki-laki itu hilang arah.Ia duduk, membiarkan dirinya itu dilihat oleh orang-orang yang lalu, ia tidak peduli selagi ia tidak mengganggu siapapun di sini.Devan menarik nafasnya dalam dalam, masih belum bisa ia terima, namun kenyataan lebih menyakitkan akan ia terima Jika ia tidak menerima kenyataan ini.Seenggaknya sekarang ia bisa berpikir
Devan mondar-mandir di depan pintu UGD, sudah hampir setengah jam ia berada di situ bersama dengan pembantunya. Tadi ketika ia membawa Sinta untuk pergi ke rumah sakit, ia meninggalkan pesan kepada bi Diah untuk datang ke rumah sakit, karena Sinta akan melahirkan. Sedikit banyak Ia membutuhkan bantuan wanita itu, bi Diah pernah melewati masa di mana ia melahirkan. seorang laki-laki seperti dirinya, mana mengerti semuanya ini, bukan?"Duduk dulu Mas dan tenangkan diri, berdoa kepada yang di atas semoga semuanya baik-baik saja." ucap Bi Diah."Bagaimana saya bisa tenang, sementara hampir setengah jam berlalu belum ada kabar berita yang saya dapatkan dari dalam. Bagaimana kondisi Sinta? apakah semuanya baik-baik saja, atau tidak? saya ingin tahu semuanya itu agar bisa tenang Bi," ucap Devan.Bi Diah pun merasa sedikit tegang karena sejak tadi belum ada tanda-tanda laporan bahwa persalinan berjalan dengan lancar."Mari kita berdoa untuk keselamatan Mbak Sinta,"Devan menganggukan kepalany
Sinta hampir saja terpesona dengan sosok Devan yang ada di hadapannya, kata-kata lembut namun teratur benar-benar membuat Sinta lupa diri sesaat.Tapi itu hanya terjadi beberapa menit saja sebelum Sinta menarik tangannya dengan tersenyum, merasa sedikit canggung dengan suasana yang tercipta saat ini. Devan pun merasakan hal itu, ia menggaruk kan tengkuknya yang tidak gatal untuk melepaskan kecanggungan yang tercipta itu."Oh iya, aku bersih diri dulu ya, badanku lengket-lengket semua. Kamu tidur aja dulu, lagian ini juga sudah malam, kasihan bayimu."Sinta menganggukkan kepalanya dan kemudian mereka berdua pun berpisah, dengan Sinta pergi ke jalur kanan menuju kamarnya Dan Devan pergi ke jalur kiri menuju kamarnya juga. Apartemen itu memiliki dua kamar, lumayan besar untuk mereka yang hanya tinggal berdua.Setelah sampai di kamarnya, Sinta menutup pintu. Tak lupa mengunci pintu agar Devan tidak bisa masuk.Ia memegang dadanya, detak jantung terasa begitu cepat sekali, Ada apa ini? apa
Shinta nampak tertunduk lesu, padahal dia hanya ingin mengirit uang yang dikeluarkan oleh Devan untuknya selama ini, laki-laki itu telah terlalu banyak mengeluarkan uang untuknya dan ia merasa sedikit tidak enak akan hal itu."Maaf, aku hanya tidak ingin terlalu banyak menggunakan uangmu. Apalagi beberapa peralatan bayi terbilang cukup mahal.""Aku sama sekali tidak masalah akan hal itu, kapan selama ini kamu mendengar aku mengungkit Semua pengeluaran untukmu?" jawab Devan, ia membantu dan mencukupi Sinta selama ini karena benar-benar tulus dari dasar hatinya yang paling dalam, bukan karena ada apanya. meskipun perasaannya ditolak mentah-mentah oleh Sinta, Ia tetap juga berbaik hati kepada wanita ini, bukan? jadi apalagi yang kurang saat ini?"Terima kasih Devan, terima kasih sekali. aku beruntung karena di saat seperti ini, Aku malah dipertemukan dengan orang sebaik kamu. jasamu tidak akan pernah bisa aku lupakan, bahkan sampai aku mati sekalipun nanti. Ketika anak ini lahir, aku aka
Devan tersenyum, "memangnya apa yang ada dalam pikiranmu itu?" tanya Devan.Sinta mencoba membenarkan posisinya agar lebih terasa enak saat ini, Devan membantu Sinta untuk duduk."Tadi ketika aku pulang dan ingin ke kamarku, aku mendengar kamu menyebut mama, Itulah kenapa aku tahu kalau tadi kamu bermimpi tentang mama," jelas Devan yang langsung di anggukkan oleh Sinta, hampir saja ia menuduh Devan yang tidak, tidak.Ia menoleh ke arah jam di dinding yang saat ini sudah menunjukkan pukul 11.00 malam, apakah tadi ia tertidur setelah makan malam? Ah, memang rasanya sangat melelahkan sekali ternyata."Kamu baru pulang?" tanya Sinta."Iya, sekitar hampir 15 menitan yang lalu lah.""Kenapa begitu larut sekali pulangnya? apakah begitu banyak pekerjaan di kantor?" tanya Sinta.Devan menggelengkan kepalanya, "hanya ada beberapa berkas yang harus aku kerjakan saja, mengingat tadi pun kita sudah pergi hampir setengah hari.""Apa kamu sudah makan?"tanya Sinta, ia baru teringat bahwa masih ada be
Nadia kembali tertawa terbahak-bahak diseberang sana hingga menampakkan dua buah lubang pipih yang membuat wanita itu semakin cantik sekali Jika tertawa seperti ini."Oh iya, dia akan memanggil anda apa? Bunda? Mama? Mami? Ibu? atau apa?""Ah, benar juga ya, kenapa selama ini aku tidak kepikiran untuk memilih panggilan yang pas? menurutmu, cocoknya panggilannya apa ya?""Ibu,""Ah, tidak. terlalu gimana gitu. Aku tidak mau dipanggil ibu yang lain dong."Nampak Nadia sedikit berpikir untuk mencari panggilan yang pas saat ini."Mami.. Mungkin,"Kali ini Sinta pula yang tertawa terbahak-bahak, membuat Nadia bingung apa yang salah dengan yang ia ucapkan tadi."Kenapa Anda tertawa?""Kenapa harus mami? apakah kamu juga merasakan kalau panggilan itu tidak pas untukku?" tanya Sinta."Kenapa sampai tidak pas? banyak kok orang sekarang anak-anaknya memanggil dengan panggilan mami.""Tidak, aku tidak mau. cari yang lain saja,"Nadia sedikit kesal dengan ucapan dari Sinta itu, sejak tadi tidak m
Sinta menggelengkan kepalanya, jujur ia sendiri pun belum yakin dengan pasti tentang Apa yang dirasakan oleh hatinya itu terhadap Ethan.Galau atau dilema? kata apa yang pas untuk menggambarkan perasaannya saat ini.Di satu sisi, ia memikirkan tentang anak nya ini. disisi lain juga, ada Ethan yang kalaupun ia mencintai Demian, pastilah Ethan tidak akan ingin menerima anaknya ini. Apalagi jika ia memaksakan diri untuk menerima perasaan Devan. Meskipun saat ini Devan mengatakan ia akan menerima anaknya, tapi jelas berbeda rasanya jika nanti mereka memiliki anak. Pasti Devan akan lebih condong ke anak kandung daripada anak sambung nanti.Lagian baik Ethan ataupun juga Devan mereka berdua berhak mendapat gadis yang baik-baik, bukanlah dirinya ini yang sudah kotor bahkan tidak tahu siapa laki-laki yang telah membuat Ia hamil."Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu, semuanya masih terlalu abu-abu untuk aku berikan sebagai jawaban."Devan menganggukkan kepalanya, meskipun seperti itu, Ia te
Di ruangan yang terbilang cukup besar itu, Sinta duduk seorang diri. Ia masih teringat dengan jelas kejadian dulu, saat di mana Devan mengungkapkan perasaan padanya.Entahlah, bagaimanapun ia mencoba, ia tetap tidak bisa menjadi seperti apa yang diinginkan oleh Devan, meskipun hanya sedikit saja, rasa itu benar-benar tidak ada.Sinta menatap ke sekeliling ruangan yang hampir sudah 7 bulan ia tempati. tempat di mana ia berteduh dari panasnya matahari dan dinginnya hawa hujan yang turun, dan Devan adalah laki-laki yang telah membawa dirinya ke tempat ini.Ia menyandarkan dirinya pada sandaran sofa yang ada di dalam kamarnya sambil mengelus lembut perutnya itu. Tiba-tiba ia kembali teringat dengan percakapannya dengan Nadia tadi. Bisa ia lihat, Bagaimana frustasinya Nadia saat Ia menceritakan semuanya tadi.Ingatannya melayang di mana malam tragedi itu terjadi, obat perangsang yang menjalari tubuhnya itu, benar-benar sulit untuk ia kendalikan. Andai saja malam itu tidak pernah ada, mungk
Kini mereka sudah berada di apartemen. Tak ada satu peralatan bayi pun yang mereka bawa.Bi Diah datang tergopoh-gopoh dari arah dapur untuk menyambut kedatangan majikannya.Alisnya naik ke atas ketika tidak melihat satu barang pun yang dibawa oleh Devan maupun Sinta."Di mana belanjaannya Mas dan Mbak? "Tanya bi dia.Mendengar itu Devan dan juga Sinta langsung saling adu tetap satu sama lainnya. Bertemu dengan Nadia dan mengobrol dengan wanita itu membuat ia lupa dengan tujuan awal pergi ke mall."Tadi kita hanya lihat-lihat saja kok, pas ada yang suka tapi warnanya terlalu norak, pas warnanya bagus eh motifnya yang tidak sesuai keinginan Sinta, jadi untuk hari ini kami memutuskan tidak membeli apapun. Mungkin aku akan mencari lagi waktu yang pas agar kami berdua bisa berbelanja peralatan bayi." Jawab Devan.Sebenarnya Devan tidak perlu berbohong pun, Bi Diah tidak akan memaksa majikannya untuk menjawab, toh Ia hanya sekedar berbasa-basi saja tadi.Bi Diah menganggukkan kepalanya dan