"Apaaaa???" Kali ini keduanya berteriak terkejut."Apa hubungan Lucas dengan semua ini, Noah? Kau bilang penculikan ini adalah ide dari Lucas?" tanya Celine tak percaya.Noah nyengir dan ia mengangguk."Benar, Nona Celine. Semua ini adalah ide Tuan Lucas sepenuhnya. Tuan Lucas bilang beliau ingin menguji kekuatan cinta Anda berdua. Seberapa berjodohnya kalian satu sama lain. Jika Anda berdua bisa bekerja sama dalam menemukan Tuan Muda Ethan, maka Tuan Lucas bilang beliau akan mundur." sambung Noah."Dan saya hanya menjadi pelaksananya saja," sambung Noah.Saat Noah mengatakan hal tersebut, seorang pria di kejauhan sedang memantau mereka semua dengan menggunakan binocular nya."Kau menang, Steven! Dan aku kalah."Lucas menurunkan binocular nya sambil tersenyum sedih. Kedua matanya berkaca-kaca menahan air mata sakit yang hendak meruah keluar.Lucas berbalik dan pergi dari sana dalam keadaan patah hati.*****"Lucas, apa kau yakin dengan keputusanmu?" tanya Celine dengan sedih. Mereka
_25 TAHUN KEMUDIAN_"Kamu baik-baik saja?" tanya Karla saat melihat Sinta memegangi kepalanya. Ya ya, tentu saja kakak tirinya itu merasakan pusing karena ia yang sudah memasukkan obat ke dalam minuman sang kakak."Aku hanya merasa tidak enak," jawab Sinta singkat. Ia merasa kepalanya berputar dan ada sensasi aneh kini menjalar di sekujur tubuhnya."Bagaimana kalau kamu istirahat di salah satu kamar hotel ini, Kak? Kebetulan aku sudah booking untukku sendiri. Tapi kamu bisa pakai dulu untuk beristirahat, bagaimana?" Karla memberi tawaran."Ya ... ya, boleh saja. Mana kuncinya? Biar aku segera naik, kepalaku rasanya berputar-putar." Sinta menjawab sambil memegang kepalanya yang terasa sangat berat.Dengan senyum licik, Karla menyerahkan kunci kamar yang memang sudah ia pesan kepada sang kakak."Mau aku antar?" Karla menawarkan diri. Sinta hanya menggelengkan kepala dan dengan langkah yang sedikit terhuyung-huyung ia pun meninggalkan ballroom.Gadis cantik itu langsung menaiki lift dan
Setelah melangkah keluar dari kamar pria asing itu, Sinta pun langsung menyadari kalau dirinya masih berada di hotel yang sama—yang tak lain adalah milik ayahnya sendiri!Selain itu, Sinta juga baru menyadari kalau kamar yang biasanya dia tempati ternyata ada tepat di samping suite room yang ditempati pria asing tersebut.Tanpa pikir panjang lagi, Sinta pun segera masuk ke suite room miliknya, dan sosok Nadia yang sudah berada di dalam sana, tampak terkejut saat melihat Sinta yang datang dengan kondisinya yang terlihat ‘kacau’.“Nona Sinta! Apa yang terjadi? Anda dari mana saja?” tanya Nadia khawatir. Gadis berusia 26 tahun itu merupakan sekretaris dan juga orang kepercayaan Sinta.Sementara itu, Sinta sendiri adalah anak tunggal dari pernikahan pertama Rendra Pratama, yang tak lain merupakan CEO dari Syailendra Grup—salah satu perusahaan terbesar yang ada di Indonesia.Sinta yang saat ini telah berusia 28 tahun, telah menjabat sebagai salah satu Dikektur di Perusahaan ayahnya, dan di
Sosok pria tampan bertubuh tinggi tegap dengan bahunya yang lebar serta otot perutnya yang membentuk sixpack dengan sempurna, tanpa adanya timbunan lemak yang berlebih itu—terlihat berjalan keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggulnya.Tetesan air yang mengalir dari ujung rambutnya yang masih basah itu, seakan menambah aura sexy dalam dirinya—membuat gadis mana pun yang melihatnya, pasti akan tergila-gila padanya!Pria itu tak lain adalah Ethan Wijaya. Di usianya yang masih tergolong muda, 33 tahun, Ethan telah menjabat sebagai seorang CEO, dan tentu saja, ada banyak gadis di luar sana yang siap merangkak ke atas tempat tidurnya dan berharap kalau mereka bisa menjadi pendamping hidup dari CEO Diamond Corporation.Sayangnya, tidak banyak orang yang tahu, jika hati sang pria tampan yang dikenal bersifat dingin ini, rupanya sudah ada yang punya.Ah, tidak.Koreksi!Lebih tepatnya, Ethan baru saja mengalami patah hati, setelah mendapati kekasih yang sangat dicintainya
“Iya, Nona Sinta. Ada apa?” sahut Nadia, siap menerima ‘tugas lainnya’ dari atasannya itu.“Nadia, kamu sudah mengurus semua CCTV di hotel yang merekamku ‘kan?” tanya Sinta kemudian.“Iya, sudah, Nona. Saya sudah menghapusnya secara permanen untuk di data keamanan, tapi untuk berjaga-jaga dan untuk penyelidikan ke depannya, saya sudah menyalin hard copy-nya.”Sinta tersenyum puas.Seperti biasanya, Nadia selalu memberikan hasil terbaik tanpa dia suruh atau ingatkan. Sinta benar-benar beruntung memiliki sekretaris sepertinya.“Kalau begitu, aku juga ingin kamu mengurus semua video CCTV yang merekam Karla,” titah Sinta kemudian.“Karla?” Nadia terdengar sedikit terkejut dan heran di waktu bersamaan saat tiba-tiba saja atasannya itu menyebut nama adik tirinya.Tidak biasanya Sinta membahas soal Karla.“Memangnya kenapa saya harus mengurus semua rekaman CCTV Karla juga?” tanya Nadia penasaran.Dia tidak mengerti. Apa Karla juga salah satu korban?Jika ya, Nadia sempat berpikir, jika dia t
Setelah kejadian di hari itu, baik Sinta, Karla dan mama Kalina kembali melanjutkan aktivitas mereka seperti biasa. Ketiganya bersikap seolah tidak terjadi apa-apa di hari itu.Sinta pun mulai kembali disibukkan dengan segudang pekerjaannya di kantor. Menjabat sebagai salah satu Direktur di perusahaan ayahnya membuat Sinta tak dapat membuang waktunya dengan percuma.“Ini teh-nya, Nona.” Nadia meletakkan secangkir teh hangat di atas meja Sinta.“Oke, thank you.” Senyum Sinta sambil menoleh padanya sekilas, lalu kembali fokus pada tumpukan laporan yang harus dia segera periksa dan tandatangani.Nadia pun mengangguk, tapi tak kunjung bergerak dari posisinya yang berdiri di hadapan meja kerja Sinta—membuat sang bos mau tidak mau, jadi beralih menatapnya.“Ada apa, Nadia? Kamu ngapain terus berdiri di sana?” tanya Sinta sembari tersenyum. Ia sudah sangat mengenal sekretarisnya ini.Jika Nadia sudah bersikap seperti ini, pasti ada yang dikhawatirkan oleh gadis tersebut.“Anda, baik-baik saj
Di tempat lain—tepatnya di sebuah hotel, sosok Ethan terlihat melangkah keluar dari kamarnya dengan raut wajahnya yang tampak kusut.“Damn! This is getting annoying!” gerutu pria itu sambil terus berjalan cepat.Bagaimana tidak?Semenjak kejadian satu minggu yang lalu—saat di mana ia bercinta dengan seorang gadis yang dia pikir merupakan salah satu gadis sewaan, Ethan tidak bisa lagi memuaskan hasratnya!Setiap kali dia bercinta dengan wanita lain yang ditemuinya, Ethan akan selalu tiba-tiba mengingat suara serta bayangan gadis ‘perawan’ itu, tapi tidak dengan wajahnya!Hal itulah yang semakin membuat Ethan kesal.Dia mengingat semua hal yang ada pada gadis itu, entah suaranya, hangat tubuhnya dan bagaimana tubuhnya bergetar di bawah pelukannya, tapi tidak dengan wajahnya!Bukankah itu sangat menyebalkan?“Pak Ethan.”Sosok pria lainnya yang bertubuh tinggi tegap serta memiliki paras yang rupawan pun, tampak berdiri menyapa Ethan yang melangkah keluar dari lobi utama.Dia adalah Devan
Tak terasa, satu bulan telah berlalu dari kejadian besar yang menimpa dirinya. Hubungan bersama kekasihnya hancur, keperawanannya hilang. Semuanya terjadi hanya dalam waktu satu malam saja.Dan hal itu, membuat Rania terus saja menyibukkan dirinya sendiri dengan pekerjaan agar tidak mengingat kejadian malam itu.Sampai saat ini, ia juga belum tahu siapa orang yang telah bercumbu mesra dengannya malam itu. Keadaan benar-benar Tidak mendukungnya untuk mengingat laki-laki itu, karena ia berada dalam pengaruh obat.Bahkan ketika pagi, karena terkejut dengan keadaan yang ada, ia sampai lupa untuk melihat wajah laki-laki itu. Sungguh bodoh sekali bukan? Tapi, itulah dirinya.Saat ini, ia sedang melakukan presentasi untuk pekerjaannya pada klien. Tapi, ketika sedang mencoba menjelaskan tentang ide dari persentase itu sendiri, tiba-tiba saja ia jatuh pingsan.Sontak saja, hal itu langsung membuat semua orang yang ada disana pun kaget. Memang tadi, salah satu rekan nya sudah bertanya padanya,
Sinta hampir saja terpesona dengan sosok Devan yang ada di hadapannya, kata-kata lembut namun teratur benar-benar membuat Sinta lupa diri sesaat.Tapi itu hanya terjadi beberapa menit saja sebelum Sinta menarik tangannya dengan tersenyum, merasa sedikit canggung dengan suasana yang tercipta saat ini. Devan pun merasakan hal itu, ia menggaruk kan tengkuknya yang tidak gatal untuk melepaskan kecanggungan yang tercipta itu."Oh iya, aku bersih diri dulu ya, badanku lengket-lengket semua. Kamu tidur aja dulu, lagian ini juga sudah malam, kasihan bayimu."Sinta menganggukkan kepalanya dan kemudian mereka berdua pun berpisah, dengan Sinta pergi ke jalur kanan menuju kamarnya Dan Devan pergi ke jalur kiri menuju kamarnya juga. Apartemen itu memiliki dua kamar, lumayan besar untuk mereka yang hanya tinggal berdua.Setelah sampai di kamarnya, Sinta menutup pintu. Tak lupa mengunci pintu agar Devan tidak bisa masuk.Ia memegang dadanya, detak jantung terasa begitu cepat sekali, Ada apa ini? apa
Shinta nampak tertunduk lesu, padahal dia hanya ingin mengirit uang yang dikeluarkan oleh Devan untuknya selama ini, laki-laki itu telah terlalu banyak mengeluarkan uang untuknya dan ia merasa sedikit tidak enak akan hal itu."Maaf, aku hanya tidak ingin terlalu banyak menggunakan uangmu. Apalagi beberapa peralatan bayi terbilang cukup mahal.""Aku sama sekali tidak masalah akan hal itu, kapan selama ini kamu mendengar aku mengungkit Semua pengeluaran untukmu?" jawab Devan, ia membantu dan mencukupi Sinta selama ini karena benar-benar tulus dari dasar hatinya yang paling dalam, bukan karena ada apanya. meskipun perasaannya ditolak mentah-mentah oleh Sinta, Ia tetap juga berbaik hati kepada wanita ini, bukan? jadi apalagi yang kurang saat ini?"Terima kasih Devan, terima kasih sekali. aku beruntung karena di saat seperti ini, Aku malah dipertemukan dengan orang sebaik kamu. jasamu tidak akan pernah bisa aku lupakan, bahkan sampai aku mati sekalipun nanti. Ketika anak ini lahir, aku aka
Devan tersenyum, "memangnya apa yang ada dalam pikiranmu itu?" tanya Devan.Sinta mencoba membenarkan posisinya agar lebih terasa enak saat ini, Devan membantu Sinta untuk duduk."Tadi ketika aku pulang dan ingin ke kamarku, aku mendengar kamu menyebut mama, Itulah kenapa aku tahu kalau tadi kamu bermimpi tentang mama," jelas Devan yang langsung di anggukkan oleh Sinta, hampir saja ia menuduh Devan yang tidak, tidak.Ia menoleh ke arah jam di dinding yang saat ini sudah menunjukkan pukul 11.00 malam, apakah tadi ia tertidur setelah makan malam? Ah, memang rasanya sangat melelahkan sekali ternyata."Kamu baru pulang?" tanya Sinta."Iya, sekitar hampir 15 menitan yang lalu lah.""Kenapa begitu larut sekali pulangnya? apakah begitu banyak pekerjaan di kantor?" tanya Sinta.Devan menggelengkan kepalanya, "hanya ada beberapa berkas yang harus aku kerjakan saja, mengingat tadi pun kita sudah pergi hampir setengah hari.""Apa kamu sudah makan?"tanya Sinta, ia baru teringat bahwa masih ada be
Nadia kembali tertawa terbahak-bahak diseberang sana hingga menampakkan dua buah lubang pipih yang membuat wanita itu semakin cantik sekali Jika tertawa seperti ini."Oh iya, dia akan memanggil anda apa? Bunda? Mama? Mami? Ibu? atau apa?""Ah, benar juga ya, kenapa selama ini aku tidak kepikiran untuk memilih panggilan yang pas? menurutmu, cocoknya panggilannya apa ya?""Ibu,""Ah, tidak. terlalu gimana gitu. Aku tidak mau dipanggil ibu yang lain dong."Nampak Nadia sedikit berpikir untuk mencari panggilan yang pas saat ini."Mami.. Mungkin,"Kali ini Sinta pula yang tertawa terbahak-bahak, membuat Nadia bingung apa yang salah dengan yang ia ucapkan tadi."Kenapa Anda tertawa?""Kenapa harus mami? apakah kamu juga merasakan kalau panggilan itu tidak pas untukku?" tanya Sinta."Kenapa sampai tidak pas? banyak kok orang sekarang anak-anaknya memanggil dengan panggilan mami.""Tidak, aku tidak mau. cari yang lain saja,"Nadia sedikit kesal dengan ucapan dari Sinta itu, sejak tadi tidak m
Sinta menggelengkan kepalanya, jujur ia sendiri pun belum yakin dengan pasti tentang Apa yang dirasakan oleh hatinya itu terhadap Ethan.Galau atau dilema? kata apa yang pas untuk menggambarkan perasaannya saat ini.Di satu sisi, ia memikirkan tentang anak nya ini. disisi lain juga, ada Ethan yang kalaupun ia mencintai Demian, pastilah Ethan tidak akan ingin menerima anaknya ini. Apalagi jika ia memaksakan diri untuk menerima perasaan Devan. Meskipun saat ini Devan mengatakan ia akan menerima anaknya, tapi jelas berbeda rasanya jika nanti mereka memiliki anak. Pasti Devan akan lebih condong ke anak kandung daripada anak sambung nanti.Lagian baik Ethan ataupun juga Devan mereka berdua berhak mendapat gadis yang baik-baik, bukanlah dirinya ini yang sudah kotor bahkan tidak tahu siapa laki-laki yang telah membuat Ia hamil."Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu, semuanya masih terlalu abu-abu untuk aku berikan sebagai jawaban."Devan menganggukkan kepalanya, meskipun seperti itu, Ia te
Di ruangan yang terbilang cukup besar itu, Sinta duduk seorang diri. Ia masih teringat dengan jelas kejadian dulu, saat di mana Devan mengungkapkan perasaan padanya.Entahlah, bagaimanapun ia mencoba, ia tetap tidak bisa menjadi seperti apa yang diinginkan oleh Devan, meskipun hanya sedikit saja, rasa itu benar-benar tidak ada.Sinta menatap ke sekeliling ruangan yang hampir sudah 7 bulan ia tempati. tempat di mana ia berteduh dari panasnya matahari dan dinginnya hawa hujan yang turun, dan Devan adalah laki-laki yang telah membawa dirinya ke tempat ini.Ia menyandarkan dirinya pada sandaran sofa yang ada di dalam kamarnya sambil mengelus lembut perutnya itu. Tiba-tiba ia kembali teringat dengan percakapannya dengan Nadia tadi. Bisa ia lihat, Bagaimana frustasinya Nadia saat Ia menceritakan semuanya tadi.Ingatannya melayang di mana malam tragedi itu terjadi, obat perangsang yang menjalari tubuhnya itu, benar-benar sulit untuk ia kendalikan. Andai saja malam itu tidak pernah ada, mungk
Kini mereka sudah berada di apartemen. Tak ada satu peralatan bayi pun yang mereka bawa.Bi Diah datang tergopoh-gopoh dari arah dapur untuk menyambut kedatangan majikannya.Alisnya naik ke atas ketika tidak melihat satu barang pun yang dibawa oleh Devan maupun Sinta."Di mana belanjaannya Mas dan Mbak? "Tanya bi dia.Mendengar itu Devan dan juga Sinta langsung saling adu tetap satu sama lainnya. Bertemu dengan Nadia dan mengobrol dengan wanita itu membuat ia lupa dengan tujuan awal pergi ke mall."Tadi kita hanya lihat-lihat saja kok, pas ada yang suka tapi warnanya terlalu norak, pas warnanya bagus eh motifnya yang tidak sesuai keinginan Sinta, jadi untuk hari ini kami memutuskan tidak membeli apapun. Mungkin aku akan mencari lagi waktu yang pas agar kami berdua bisa berbelanja peralatan bayi." Jawab Devan.Sebenarnya Devan tidak perlu berbohong pun, Bi Diah tidak akan memaksa majikannya untuk menjawab, toh Ia hanya sekedar berbasa-basi saja tadi.Bi Diah menganggukkan kepalanya dan
Rasa haru benar-benar tak bisa untuk di tepis. Tak pernah mereka sangka bahwa mereka akan di pertemukan lagi seperti ini."Aku rindu sekali dengan Nona muda.""Sama Nad, sama banget. Aku juga merindukan kamu. Selama ini aku coba mencari kamu, tahu."Setelah merasa cukup puas saling melepaskan rindu satu sama lainnya, kembali mereka saling tatap."Apa yang terjadi Nad?" tanya Sinta setelah cukup lama memperhatikan sosok Nadia itu.Alih-alih menjawab, Nadia malah balik bertanya, "Bagaimana dengan anda Nona? Kapan akan melahirkan? Bolehkah saya memegang perut Anda?"Sinta menganggukkan kepala, ia mengambil tangan Nadia dan membawa tangan itu untuk mengusap lembut perutnya yang buncit.Dari sana, Nadia bisa untuk merasakan tendangan bayi di dalam perut. Sepertinya anak Sinta sangat aktif Sekali."Aktif sekali ya, nona?""Iya, tapi aku cukup senang merasakan pergerakannya selama ini." jawab Sinta, meskipun belum tahu siapa ayah dari anak yang ia kandung, tapi ia benar-benar menyukai anak i
“Pagi ...”Devan sedikit terkejut saat Sinta tiba-tiba menyapanya pagi ini, di saat dia berpikir, jika gadis ini akan kembali menghindarinya karena pembicaraan mereka tadi malam.“O-oh, pagi,” balas Devan kemudian, terlihat kikuk dan salah tingkah.Devan pun memperhatikan Sinta dengan seksama, memastikan tidak ada yang aneh dari gadis itu.“Kenapa kamu lihatin aku kayak gitu? Aku tambah gendutan?” seloroh Sinta, memprotes dan bersikap seperti biasanya.“H-huh? O-oh, nggak kok ... namanya juga Ibu hamil ‘kan?” Devan lantas menyahut dan tersenyum dengan canggung.Dia benar-benar tidak mengerti, kenapa Sinta tetap bersikap biasa kepadanya? Apa gadis itu tidak marah kepadanya?Setelah semua hal yang terjadi tadi malam?“Omong-omong ...” Sinta lantas kembali bersuara sambil memoleskan selai kacang pada roti gandumnya. “Mulai hari dan seterusnya, aku nggak akan keluar dari apartement lagi. Aku juga ... nggak akan berhubungan dengan bosmu lagi,” terang Sinta yang jelas saja tak membuat Devan