Part 26
Bu Siti menyikut lengan putrinya yang bersikap kekanakan. Mereka masuk ke dalam rumah, Mega makin dibuat kagum dengan desain interiornya yang mewah, elegan dan tak membosankan.“Wah, rumahnya bagus sekali, Mas!” Mega berseru, matanya berbinar-binar. “Aku mau tinggal di sini juga!”Damay dan Saga saling berpandangan, merasa sedikit canggung."Tapi ini rumah kami. Kamu kan juga sudah punya keluarga sendiri," sahut Saga.Mega menunduk, memandangi lantai marmer yang mengkilap. “Iya, tapi rumah bapak kan tidak sebesar ini. Di sini aku merasa lebih nyaman. Aku ingin tinggal di sini, Mas Saga. Rasanya di rumah kalian lebih menyenangkan. Boleh kan, Mas, Mbak?"“Tidak bisa, Mega!” suara Pak Taryo terdengar tegas. “Kakakmu sudah punya keluarga sendiri. Kamu juga sudah punya keluarga sendiri, Kamu tidak bisa tinggal di sini. Harusnya kamu bisa menghargai perasaan suami dan juga kakakmu."“Tapi, Pak…” Mega mencoba berargumePart 26bDamay tersenyum. "Aku tahu, hidup sama kamu pasti gak bakal kekurangan uang. Tapi aku juga ingin produktif dan memanfaatkan waktuku sebaik mungkin.""Baiklah, aku hargai keputusanmu. Tapi kamu jangan sampai kelelahan ya.""Terima kasih ya, Mas.""Seperti biasa, aku akan mengantar jemput kamu."Damay mengangguk. "Baik, Mas."Mereka baru saja menyelesaikan makan malamnya. Setelahnya, duduk bersama di ruang TV. Baru kali ini Damay punya waktu untuk bersantai. Di depan televisi 40 inch, ia bolak-balik mengganti channel."Kamu sedang cari channel apa? Pengen nonton apa?""Pengin nonton film horor, Mas, katanya ada film horor baru yang bagus lagi viral.""Apakah kamu yakin, mau nonton film horor? Gak takut?" Damay menggeleng pelan. "Kata temen filmnya seru banget.""Baiklah. Sebenarnya, kalau aku lebih suka film komedi atau aksi." Saga bertanya sembari mengangkat alisnya.
Part 27aSuara kicauan burung mewarnai pagi hari. Damay dan Saga sudah siap beraktivitas seperti biasa lagi. Gara-gara semalam membuat rasa canggung luar biasa diantara mereka."Mau diantar pakai motor atau mobil?" tanya Saga."Motor saja, Mas.""Okey. Udah siap semuanya? Gak ada yang ketinggalan?""Udah siap, Mas, gak ada yang ketinggalan kok.""Ya sudah ayo kita berangkat!"Damay mengangguk. Saga memakaikan helm itu ke istrinya dan tersenyum."Kenapa kamu selalu menunduk begitu?""Eh, aku gak apa-apa, Mas."Saga tertawa kecil. "Gak usah malu-malu begitu. Kamu cantik!" pujinya yang makin membuat Damay makin tersipu."Nanti sore pulang seperti biasa kan?""Iya, Mas, kalau gak ada lembur pulang seperti biasa. Tapi kadang ada lembur dadakan, jadi aku juga gak bisa pastikan.""Hmm, okey. Ya sudah, ayo naik!"Damay naik ke boncengan motornya. "Pegangan
Part 27bNova menepuk dahinya pelan. "Ya elah ini anak, mau dikasih kehidupan enak dan layak kok gak mau! Nih lihat foto Saga yang terbaru!" Nova menunjukkan foto-foto di ponselnya yang menampilkan wajah Saga yang dipotret diam-diam dari jarak tertentu oleh anak buahnya itu."Wow!" Mata Selina membulat melihat foto-foto Saga yang tengah menaiki motornya."Kok fotonya beda, gak seperti yang tante tunjukkin waktu itu? Yang ini terlihat lebih macho dan tampan.""Ini foto terbarunya, Lin."Selina mengangguk. "Ceritakan sedikit tentang Saga dan istrinya itu, Tante. Kenapa mereka bisa menikah, kata Tante mereka kepergok berbuat mesum?""Iya, itu benar.""Apa istrinya Saga sudah hamil?""Hmmm sepertinya sih belum hamil."Selina terdiam sejenak, lalu tiba-tiba tersemyum."Bagaimana kalau Tante pertemukan aku langsung dengan Saga? Tapi jangan sampai ada yang curiga kalau pertemuan dengannya sudah diatur
Part 28a Saga terkejut, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Saga menatap ayahnya dengan tatapan heran dan sedikit kecewa. "Tapi ayah, masalah kehamilan itu tidak bisa dipaksakan begitu saja. Kehamilan adalah anugerah Allah dan--" Ayahnya, Pak Biru, mengangguk tegas. "Ayah mengerti, Saga. Tapi kamu harus paham, ini penting bagi kelangsungan keluarga kita. Kau tahu betapa pentingnya memiliki keturunan untuk meneruskan garis keturunan keluarga kita?!" Saga menggigit bibirnya. Dia mencoba menahan kekesalannya. "Ayah, kita tidak bisa memaksakan kehendak seperti ini. Kehamilan itu butuh waktu dan proses yang alami. Dan hanya Allah yang bisa menentukan kapan waktu yang tepat." Pak Biru menghela nafas panjang. "Aku tahu kamu ingin melindungi istrimu, tapi ini penting bagi keluarga kita. Kami butuh keturunan untuk meneruskan nama keluarga ini." Saga merasakan tekanan semakin bertambah.
Part 28b"Boleh, Mas, lagi pula kan orang tuamu yang mengundang kita. Sepertinya kita memang tidak sopan, habis nikah malah belum silaturahmi kesana karena banyak kegiatan.""Tapi yang kukhawatirkan, kamu akan bertemu mama tiriku. Apa kamu tidak apa-apa?"Damay mengangguk mengerti. "Aku tidak apa-apa, Mas. Bukankah ada kamu di sampingku? Jadi aku gak perlu khawatir bukan?"Saga mengangguk sambil tersenyum. Ia menyesap teh buatan sang istri. "Manis, seperti kamu," ucapnya menggoda Damay.'Sepertinya aku harus membuat Damay nyaman dan jatuh cinta padaku,' batin Saga. Ia memejamkan mata sejenak. ***Pukul 19.30 WIBSaga dan Damay duduk di ruang tengah, menatap layar televisi yang menyala. Saga meraih remote control dan mematikan televisi itu. "Bagaimana kalau kita keluar sebentar, Sayang?" ajaknya kepada Damay.Damay menoleh ke arah suaminya den ekspresi heran. "Keluar? Ke mana?"Saga tersenyum l
Part 29aDering telepon membuyarkan mereka membuat suasana jadi canggung. "Mas, angkat dulu teleponnya," ujar Damay saat telepon itu berbunyi berkali-kali.Saga mengangguk dan meraih ponselnya."Halo?" "Halo, Mas Saga, ini Mega." Suara itu terdengar ragu dan gemetar."Oh, hai, Mega. Ada apa?""Mas, sampaikan ke Mbak Damay, ada berita buruk."Saga mengernyitkan keninganya. "Apa yang terjadi?""Bapak, dia..." Suara Mega terputus sebentar, sebagai upaya untuk mengendalikan emosinya. "Bapak kecelakaan, jatuh dari motor, Mas, sekarang dibawa ke rumah sakit.""Bagaimana kondisinya?""Katanya cedera cukup parah. Dokter sedang melakukan pemeriksaan lebih lanjut.""Dimana bapak di rawat?""Tadinya di puskesmas, Mas, tapi langsung dirujuk ke RSUD.""Baiklah, kami segera datang."Saga menutup panggilan telepon itu. Menatap sang istri yang tampak bertanya-tany
Part 29bDamay mengangguk pelan. Waktu terus berlalu tanpa tanda-tanda bapak akan sadar. Suasana makin terasa hening. Detik-detik terasa begitu berat Denyut jantung bapaknya adalah detik yang berharga baginya. Damay merindukan senyumnya, suara tawanya, dan kehangatan pelukannya.***Damay terbangun saat tangannya digenggam oleh tangan bapaknya. Dia menoleh dan melihat mata bapaknya kini sedang terbuka, meskipun lemah."Pak?!" seru Damay, air mata bahagia mengalir di pipinya. "Alhamdulillah, bapak sadar! Aku panggil dokter dulu, Pak!"Tangan lemah Pak Taryo justru menggenggam erat putrinya. Kepalanya menggeleng lemah. "Kenapa, bapak butuh sesuatu?"Pak Taryo beralih menatap Saga. Lelaki itupun mendekat. "Ada apa, Pak?"Tangan Pak Taryo yang gemetaran meraih tangan Saga lalu disatukan dengan tangan putrinya. Mulutnya sedikit terbuka seolah memberikan isyarat mengatakan sesuatu. Saga
Part 30a "Damay, kami ikut berduka atas kepergian Pak Taryo, semoga amal ibadah almarhum diterima oleh Allah SWT dan ditempatkan di sisi yang terbaik," ujar Aksara yang datang bersama para karyawan toko kue, rekan kerja Damay. "Terima kasih ya Mas dan teman-teman semua sudah datang." "Iya, May, kamu yang sabar ya, jangan bersedih lagi, kalau ada apa-apa kamu masih punya aku buat tempat cerita, " ucap Dewi berusaha menenangkan teman dekatnya. Dewi merangkul Damay yang kembali terisak. Di saat hati tengah melankolis, butiran bening itu tanpa sadar menitik di pipi. Kehadiran mereka cukup mengusir rasa sedih untuk sementara waktu. *** Dua hari setelah kepergian bapak, Damay masih terlihat murung. Bukan hanya Damay, tapi ibu dan Mega pun masih terlihat berduka, seolah tak ada semangat di rumah itu, meskipun selebihnya mereka tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Hanya saja, Damay yang terlihat l