Malam ini aku harus tampil dengan mewah. Agar Nyonya Mala yang tak lain Ibu mertuaku terkesima melihat penampilanku.Hemh ... keluarga yang selalu menilai seseorang dari status sosialnya."Pak Ahmad, anterin saya, ya!" pintaku pada sopir pribadi."Baik, Mbak Rubi."Tadinya Ardian ingin menjemputku. Tapi aku memang menolaknya. "Mau ke mana kamu, Bi?" tanya Mama Intan yang tiba-tiba datang. "Mama Intan?" ucapku sembari melayangkan pelukan.""Mama ke sini tadinya pengen ngobrol denganmu, Bi. Tapi sepertinya kamu ingin pergi?""Ardian mengundang Rubi makan makan malam, Ma.""Makan malam? Hebat sekali kamu, Bi. Baru bertemu sekali. Ardian sudah langsung mengundangmu malam malam. ""Semua berkat Mama Intan yang sudah merubah Sundari menjadi sosok Rubi.""Ya sudah. Kamu pergi saja! Besok temui Mama di kantor, ya!" jelas Mama Intan sembari menepuk bahuku dan berlalu pergi."Kita berangkat sekarang, Mbak Rubi?" "Iya, Pak." Aku pun langsung melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil.Segera kute
Kali ini aku memang belum mendapat kesempatan untuk memberitahu Bapak dan Ibu kalau aku adalah Sundari.Perubahanku memang sangat jauh berbeda dari Sundari satu tahun yang lalu. Makanya Bapak dan Ibu juga tidak mengenaliku. Bahkan, diriku sendiri saja kadang masih tidak percaya kalau Rubi adalah Sundari.Hemh .... Bagaimanapun, aku harus mencari cara agar bisa bicara dengan Bapak ataupun Ibu.Kurang ajar. Kalian telah menjadikan kedua orang tuaku sebagai pembantu."Rubi ... ayo dimakan! Jangan malu-malu! Anggap saja di rumah sendiri! Siapa tahu berjodoh sama Ardian."Seketika netraku membulat sempurna mendengar ucapan dari Nyonya Mala.Berjodoh?Maksud dia, aku berjodoh dengan Ardian? Heh ... aku ini menantu kamu Nyonya Mala. Istri dari Ardian. Tapi aku tidak ingin berjodoh dengannya. "Mama ... kenapa bicara seperti itu? Ngga enak sama Rubi," sela Ardian."Tapi Kak Ardian memang sangat cocok dengan Kak Rubi. Kak Ardian ganteng dan Kak Rubi cantik. Lagian status sosial kita seimbang,
"Bagaimana acara makan malam dengan Ardian dan keluarganya, Bi? Sukses?" tanya Mama Intan dengan menangkupkan kedua tangan dan menempelkan dagunya.Aku pun yang duduk di hadapan Mama Intan mengacungkan dua jempol. "Sukses, Ma. Meskipun ada hal yang tidak pernah Rubi duga."Mama Intan merubah posisi duduknya dengan menyandarkan punggung ke sandaran kursi. "Hal tak terduga? Maksudnya?" "Bapak dan Ibu, ternyata mereka juga ada di rumah tersebut, Ma. Ardian dan keluarganya menjadikan orang tuaku sebagai pembantu."Kuremas tanganku dengan perasaan begitu terluka jika mengingat perlakuan Ardian dan keluarganya terhadap diriku dan juga orang tuaku."Keterlaluan. Apa orang tuamu sudah mengetahui kalau Rubi adalah Sundari?"Dengan gelengan kepala aku menjawab pertanyaan dari Mama Intan."Terus. Apa rencana kamu selanjutnya, Bi?""Rubi sudah mendapatkan cara agar bisa bicara dengan Ibu, Ma."Aku pun menjelaskan semua tentang rencana yang telah kususun pada Mama Intan. Dan Mama Intan sangat men
"Kenapa Bapak dan Ibu bisa di rumah Ardian? Dan jadi pembantu di sana?" tanyaku sangat penasaran."Waktu itu, Ardian dan Bu Mala ke rumah kita, Nduk. Mereka mencari kamu. Saat itu Bapak dan Ibu bingung dengan maksud mereka. Lalu kami minta penjelasan. Kata Bu Mala, kamu pergi dari rumah dengan membawa perhiasan miliknya yang harganya ratusan juta. Bu Mala bilang akan terus mencarimu dan akan memasukkan kamu ke dalam penjara. Bapak dan Ibu ingin sekali mengganti semuanya agar kamu tidak dipenjara, Nduk. Tapi dari mana uang sebanyak itu? Akhirnya Bapak dan Ibu bekerja di rumah Bu Mala untuk menggantikan semua perhiasan tersebut tanpa mendapat gaji dan sampai lunas seharga perhiasan."Mereka menfitnahku. Dan memanfaatkan kebohongan yang dibuat Bu Mala untuk menjadikan kedua orang tuaku sebagai pembantu tanpa mengeluarkan gaji setiap bulannya. Orang-orang tidak punya hati dan pikiran. Teganya mereka melakukan semua itu pada kami. Itukah yang dimaksud orang kaya?"Ibu .... Sundari tidak mu
"Terima kasih ya, Bi. Kamu sudah mengundang kami makan malam dengan menu yang begitu spesial," ucap Ardian setelah selesai makan."Sama-sama, Ardian. Kemarin kamu dan keluarga juga sudah menjamuku dengan hidangan yang tak kalah spesial."Nyonya Mala melirik ke arah Ibu yang duduk di sampingku. Terlihat sekali kalau dia tidak suka."Oh ya, Bik. Nanti Bibik saya antar, ya.""Baik, Non Rubi. Sekarang Bibik permisi ke belakang dulu bantuin beres-beres yang lainnya," terang ibu dengan sedikit menyenggol lenganku.Mungkin Ibu memberiku kode agar mengikuti beliau. Tapi aku harus menunggu sejenak agar mereka tidak curiga. "Oh iya, saya sampai lupa. Saya punya sesuatu untuk Tante dan juga Flo. Sebentar ya, saya ambilkan dulu."Netra mereka terlihat begitu berbinar. Pasti mereka sangat mengharapkan sesuatu dariku. Segera aku beranjak dari tempat duduk. Ibu sudah menunggu di ruang tengah. "Ada apa, Bu?""Nduk. Ibu harap kamu bisa menahan emosi kalau nanti mereka bersikap kurang baik pada Ibu
Maafin Sundari ya, Pak. Harus bicara yang mungkin membuat hati Bapak sedih ketika mendengarnya. Sundari terpaksa bilang sakit Bapak akan menular pada Ardian dan keluarganya. Kalau Sundari tidak bilang seperti itu, pasti mereka tidak akan mengizinkan Bapak dibawa ke rumah sakit."Mbak Rubi, taksinya sudah datang," terang Pak Ahmad."Non ... Bapak tidak usah dibawa ke rumah sakit! Nanti juga sembuh."Aku menggelengkan kepala. "Bapak harus ke rumah sakit!""Sudah. Nurut saja kenapa, sih! timpal Nyonya Mala dengan wajah terlihat risih. "Hey ... bilang sama suami kamu agar mau dibawa ke rumah sakit! Nanti kalau penyakitnya nular bagaimana? Sudah beruntung ada Rubi yang mau menolong. Dia itu bukan perempuan sembarangan. Orang kaya raya. Dengan status sosial level tinggi saja mau bantuin orang miskin seperti kalian.""Orang susah aja belagu. Nolak tawaran Kak Rubi," sambung Flo.Tanganku rasanya ingin menampar Nyonya Mala dan Flo. Tapi belum waktunya. Karena ini baru awal. Dan memang harus l
"Pagi Bu Rubi," sapa Nayla."Pagi Nay. Apa hari ini ada jadwal bertemu dengan pemilik perusahaan Ardi Jaya?" Perusahaan milik Ardian."Ada, Bu Rubi. Pagi ini. Dan gantian kita yang datang langsung ke perusahaan beliau."Datang ke perusahaan milik Ardian? Mungkin aku bisa mendapat sesuatu di sana. Perusahaan itu harus jatuh di tanganku."Okey. Kamu siapkan semuanya!"Lipstik berwarna merah merona memoles lagi bibirku dengan rambut indah tergerai serta netra yang memakai soflens warna cokelat membuatku terlihat lebih menawan."Kita berangkat sekarang, Nay!""Baik, Bu."---Netraku memandang ke arah gedung perusahaan milik Ardian. Baru kali ini aku datang ke sini. Selama menikah, jangankan dikenalkan sebagai istri, di rumah pun aku tidak boleh keluar dan hanya dijadikan pembantu.Kami keluar dari mobil dan berjalan masuk ke kantor tersebut.Nayla langsung menuju resepsionis yang ada di lobby untuk menanyakan Ardian pada sekretaris di sana. Sekretaris tersebut terlihat langsung menelepo
Ardian menatap tanpa berkedip ketika diriku berdiri persis di hadapannya."Sampai kapan kamu akan menatapku seperti itu, Ardian?"Meski terlihat gugup, dia tetap berusaha tersenyum padaku. "Ma - maaf. Kamu begitu cantik, Bi.""Terima kasih. Kita berangkat sekarang?"Ardian mengulurkan tangan. Telapak tangannya membentang mengharapkan tanganku mendarat di atasnya.Kini tangannya menggenggam erat tanganku. Tidak masalah. Karena kami adalah suami istri. Meskipun Ardian tidak tahu kalau aku adalah Sundari.Ardian membukakan pintu mobil dan mempersilahkan aku masuk. Istimewa sekali cara dia memperlakukan Rubi."Kita mau ke mana?" tanyaku."Ke tempat yang romantis," jawabnya sedikit menggoda.Romantis ...? Bisa juga cara dia merayuku. Ardian melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Sesekali pandangannya menoleh ke arahku. Senyuman hangat pun terlukis di bibirnya.---Tempat yang begitu indah dan dihias berbagai macam bunga serta cahaya lilin membuat suasana begitu romantis. Ardian benar-b