Yunki nyaris tidak mempunyai waktu untuk istirahat. Setibanya di hotel, Pak Ong langsung membacakan serangkaian jadwal hingga waktu makan siang nanti. Yunki mengangguk-angguk tanda mengerti seiring tungkai yang melangkah ke arah ruang rapat di hotel tersebut. Lelah? Tentu saja. Namun, kini dia memiliki seseorang untuk diperjuangkan yang dapat dipastikan akan menjadi ibu dari mini-mininya.
Astaga, mini-mini. Yunki bahkan mengulum senyum saat membayangkannya--lebih tepatnya, membayangkan proses perkembangbiakan mini-mini. Ya Tuhan, tolong sadarkan Yunki, saat ini bahkan masih terlalu pagi untuk berfantasi.
"Sajangnim, apa Anda mendengarkan?" tanya Pak Ong dengan satu alis terangkat, jelas sedikit kesal karena pertanyaannya sejak tadi tidak digubris atasannya itu.
Masih dengan senyum yang terkulum diam-diam Yunki mendongak. "Apa?" Lalu berdeham tatkala dilihatnya alis Pak Ong tampak mengkerut semakin dalam.
"Apa Anda akan makan siang di hotel ini at
Selama ini Jimmy berpikir bahwa sang ibu memang berambisi untuk merebut Shin Geum Corp dari tangan Yunki. Namun, hal itu tentu saja selalu gagal karena Yunki selalu bertindak dan mengambil keputusan untuk perusahaan sebijak mungkin dan Jimmy selalu takjub akan kinerja kakaknya tersebut.Tidak terbesit sedikit pun di dalam sirkuit otaknya untuk kembali menorehkan luka pada Keluarga Shin dan hari ini seolah segala usahanya gagal, tatkala Jimmy menatap sang ibu dengan berapi-api menunjukkan bukti bahwa pernikahan yang Yunki jalani dengan Jihye adalah pernikahan di atas sebuah perjanjian.Jimmy jelas kaget dengan kenyataan yang ibunya sampaikan dan mau tidak mau wajah Jihye terpeta jelas dalam bayangannya. Bagaimana bisa gadis sebaik Jihye terlibat dalam hal seperti ini?"Jadi, bagaimana mungkin orang seperti Shin Yunki bisa memimpin perusahaan besar seperti Shin Geum Corp, pernikahan saja dia anggap main-main, apa kalian tidak takut uang kalian akan hancur? Aku har
Pernah tidak kalian berada di suatu posisi senang sekaligus khawatir secara bersamaan? Hal ini tengah dirasakan Jihye manakala mengingat kembali roman-roman patah hati para wanita yang terang-terangan menjadi jajaran pemuja sang suami. Lagi pula siapa yang mampu menolak pesona si Kucing Salju itu, sih? Jihye saja yang awalnya menolak berakhir terbawa perasaan dan merona setiap saat oleh perlakuannya.Jihye bergidik membayangkan situasi macam apa yang tengah menunggunya esok hari, terlebih Gaeun yang tadi berteriak dan langsung pingsan di tempat. Gadis itu nyaris dapat menimang bagaimanashock-nya Gaeun atas kenyataan pahit yang dia terima. Jangan
Apa mungkin dia bisa mengacungkan jari tengah pada takdir memuakkan ini? Bahkan tidak pernah terbesit pada tempurung otaknya jika hal ini akan terjadi padanya. Rasanya sungguh tidak terpeta, seolah kalah dalam suatu permainan yang nyaris dia menangkan.Seo Jihye bahkan menjadi wanita dalam urutan terakhir untuk dijadikan rival utama. Lihatlah, dari segi penampilan saja Yuri jelas lebih unggul. Bagaimana mungkin Yunki bisa memilih Jihye sebagai istri? Apa mungkin dia tahu bahwa Jihye adalah adik kandungnya? Apa dia menaruh dendam? Bagaimana mungkin Jihye tega menikungnya setajam ini? Apa dia marah karena ditinggalkan?Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus-menerus bermunculan seiring hati yang terasa panas bak gasolin yang dilemparkan ke dalam api. Yuri teramat marah, terutama saat manik sang adik menatapnya penuh kemenangan di atas panggung. Jantungnya seolah terjun bebas ke dasar lambung dengan hati mencelus sempurna tatkala Shin Yunki--sang mantan kekasih--yang kembali
Seperti apa yang dibayangkan Jihye tadi malam, salah satu hal yang menjadi kelesahnya adalah Yuri. Senyum yang Jihye dapatkan dari reaksi menggelikan Gaeun seakan hilang begitu saja tatkala presensi wanita itu hadir di ruangan tersebut.Yuri terlihat berjalan santai dengan wajah angkuh melirik Jihye sekilas lantas menyunggingkan senyum miring meremehkan. "Nona Se--ah maafSamonim, bisakah kita berbicara di ruanganku?" ajaknya."Tentu," jawab Jihye tersenyum, mengundang belalakan mata dari Gaeun yang duduk di sebelahnya tampak ngeri membayangkan hal apa yang akan terjadi di antara mereka."Hye, hati-hati," bisik Gaeun."Tentu." Jihye tidak tahu kenapa dia harus menjawabtentupada Gaeun seolah dia akan menghadapi amukan badai.Sampai di ruangan, Yuri masih mempertahankan sikap angkuhnya, membalikkan badan, bersedekap dengan manik memindai penampilan Jihye dari atas ke bawah. "Apa aku harus memberikan tepuk tangan yan
Tidak ada yang lebih melegakan dari menghabiskan masa tua dalam kebahagiaan. Menyeruput teh hijau yang masih mengepul dari cangkir dengan ukiran bunga lotus sembari menatap bentangan alam yang ada di hadapan. Jangan lupakan buntalan-buntalan kecil yang senantiasa berlarian riang meramaikan hari-harinya. Sunhee berpikir hal seperti itu akan terjadi tak lama lagi dalam hidupnya.Sudut bibirnya terangkat saat mengetahui tentang sang cucu yang sudah berani mengumumkan pada semua orang bahwa dirinya telah menikah."Jadi, Yunki mengumumkannya karena desakan Minkyung?" tanya Sunhee pada Bu Ahn yang berdiri di sampingnya.Bu Ahn mengangguk. "Menurut Pak Ong, Nyonya Choi begitu berusaha untuk menjatuhkan kredibilitas tuan muda di depan para pemegang saham."Sunhee berdecak lirih membayangkan situasi macam apa yang dihadapi cucu kesayangannya saat itu. "Minkyung memang wanita mengerikan, bertolak belakang sekali dengan anaknya, Jimmy." Tangan keriputnya kemba
Hidup itu hanya sekali dan sudah selayaknya kita mengisinya dengan sesuatu yang menyenangkan. Tentu itu adalah sebuah fakta dan Yuri menggenggamnya dengan penuh keyakinan.Tumbuh besar dalam asuhan seorang ibu matrealistis dan seorang ayah sambung yang penuh intrik menjadikan Bae Yuri menjadi pribadi penuh tipu daya. Yuri bahkan tidak mengerti, bagaimana bisa sang ibu berakhir menikah dengan ayah kandungnya yang sangat miskin. Barangkali, sang ibu tersadar tatkala dirinya telah melahirkan Jihye. Hidup serba kekurangan itu sangat menyedihkan terlebih jika kau terlahir cantik. Kau tahu? Kecantikanmu seakan sia-sia.Memosisikan diri terjun di lingkungan parachaebol, memanfaatkan kecantikannya untuk menggaet para calon pewaris tunggal di suatu perusahaan besar dan berakhir mendapatkan Shin Yunki dalam pelukan, tentu sebuah tangkapan besar. Seperti ajaran sang ibu, Yuri tidak pernah memakai hati dalam menjalin hubungan kendati Yunki memperlakukannya dengan sa
“Oppa... walau seluruh dunia sudah mengetahui aku istrimu, tidak baik kalau bercinta di kantor," protes Jihye berusaha mengurai kungkungan sang suami yang menguncinya posesif."Aku merindukanmu, Hye," ucap Yunki dengan suara dalam yang menggoda sambil mencuri dua tiga kecupan singkat di bibir Jihye.Kalau sudah begini Jihye biasanya pasrah, tetapi lain cerita kalau di kantor. Astaga, apa katanya tadi? Rindu? Yang benar saja, mereka bahkan bertemu setiap hari. Apa kadar budak cintanya semakin tinggi, ya? Jihye menangkup bibirnya sendiri, rasanya tidak professional walau jarum jam telah menapak ke angka lima lebih sepuluh yang berarti jam kerja sudah berakhir."Oppa, aku minta izin pulang telat, ya? Yuribujangnimmemintaku menemaninya.Kau jadi makan malam dengan rekan bisnismu, kan?"Mau tidak mau Yunki mengernyit. "Dia masih memperlakukanmu sebagai asisten setelah tahu kau istriku?"Ji
Shoppinguntuk sebagian besar wanita adalah sebuah penyembuhan. Setelahnya kau akan merasa bahagia dengan hati lebih ringan. Begitu pun dengan Sunhee, dia baru saja tiba di rumah besar setelah sebelumnya mengantar Jihye pulang. Cucu menantu kesayangannya itu dengan senang hati bersedia menemaninya berbelanja di mal.Baginya, Jihye memang cucu menantu ideal. Dia dapat menempatkan diri dalam membangun konversasi menyenangkan dengan wanita tua seperti dirinya, oleh karena itu tidak berlebihan jika Sunhee sangat menyayangi Jihye.Baru beberapa langkah tungkainya menapak teras, senyumnya terbentang tatkala mendapati presensi sang cucu kesayangan mendekat."Aigo, Yunki-yatadi aku baru saja mengantar Jihye pulang, kukira kau tidak kemari." Sunhee merentangkan kedua tangannya berniat memeluk Yunki. Namun, alih-alih menyambut, Yunki malah menatap Sunhee dengan air muka tidak terbaca."Nenek, kita harus bicara," ucapnya serius.