"Viana! Lo keterlaluan anjing!" Sagara berteriak sambil berlari mendekat pada tubuh Alin yang sudah tak berdaya. Alin sudah tak sadarkan diri di pangkuan Sagara. Viana menggeleng dengan ekspresi panik. Tubuhnya secara reflek bergetar ketakutan, dia terus menerus menggelengkan kepalanya. "Bu-bukan gue!" Viana semakin panik saat seluruh pasang mata menatap Viana penuh penghakiman. Dia menggeleng semakin panik, saat semua krang menuduh dia lah yang mendorong Alin. Kenyataannya tidak seperti itu, Viana merasa jiak dia menjelaskan yang sebenarnya terjadi itu percuma. Apalagi ketika di posisinya berdiri tidak ada CCTV yang bisa membuktikan hal yang sebenarnya terjadi."Nggak usah ngelak, bangsat! Kalo sampe terjadi apa-apa sama Alin! Lo yang bakal gue pegang, Viana!" Setelah mengatakan itu, Sagara mengangkat tubuh Alin. Dia membawa tubuh Alin menuju mobil Pak Darwis yang salah satu staff TU SMA Galaksi. Mereka akan membawa Alin pada rumah sakit terdekat. Darah Alin terus mengalir memb
"Maaf, aku gagal jagain Alin, Ma!"Sagara menundukan wajahnya di depan Kinan yang menatapnya penuh amarah. Ada rasa bersalah dan juga benci dalam diri Sagara melihat Kinan begitu marah mendengar Alin terjatuh dari atas tangga. Sagara termenung dalam diam, apakah jika dia yang ada di posisi Alin, Kinan akan semarah ini? Jawabannya tentu saja tidak, sudah banyak hal yang dilewati Sagara selama 18 tahun hidup. Kinan tidak pernah memperdulikan Sagara sebagai anaknya. Kinan tidak pernah menganggap kehadiran Sagara, Kinan hanya menganggap Sagara sebagai anjing pesuruh. Semua keinginan Kinan harus dipenuhi oleh Sagara, termasuk menjaga Alin— adik tirinya. "Kamu bisanya apa, Sagara? Saya cuma nyuruh kamu jagain Alin, kenapa kaya gitu aja nggak becus! Dasar beban!" Kinan menatap Sagara yang wajahnya mirip seperti Daniel penuh kebencian. Dia menoleh pada Alvaro, suaminya yang usianya lebih muda darinya. Dia menatap rasa bersalah pada Alvaro. "Sayang, aku minta maaf. Gara-gara anak sialan it
"Asal Tante tau aja! Kejadiannya nggak seperti yang orang lain kira!" Suara Viana bergetar menahan tangis. Perkataan Kinan membuat Viana sakit hati. Dia dikatai kriminal dan membawa nama Arthur. Tanpa Kinan mengatakan Arthur akan kecewa padanya, Viana sudah tahu itu. Tidak perlu orang lain yang mengatakannya itu akan semakin membuat Viana takut dan sedih. "Kamu masih mau ngelak, hah? Padahal udah jelas kalo kamu yang dorong Alin!" Kinan menunjukan secara jelas kebenciannya pada Viana melalui tatapannya. "Gara-gara kamu sekarang Alin masuk rumah sakit! Kalo sampe terjadi sesuatu sama Alin! Saya nggak segan-segan buat jeblosin kamu ke penjara!""Bu Kinan, tolong tenang dulu! Saya ingin menyelesaikan masalah ini secara ke keluargaan— "Perkataan Irwan dipotong oleh Kinan, membuat pria dengan jabatan kepala sekolah itu sedikit kesal. Tetapi, Irwan tetap mempertahankan keramahannya dan kesopanannya pada Kinan wali muridnya. "Kekeluargaan? Bapak masih nahan murid kriminal kaya dia?" Kin
"Gue nggak nyangka kalo lo bakal senekat ini!" Sagara menatap Viana penuh kekecewaan. Dia mencoba untuk menyembunyikannya dibalik wajah datar khas seorang Sagara. Sagara baru saja kembali dari rumah sakit, setelah dia mendengar kondisi Alin yang saat ini koma. "Gu— "Viana tidak bisa melanjutkan perkatannya. Lidahnya mendadak kelu untuk mengeluarkan suaranya. Viana hanya mampu menunduk dengan kedua tangn yang saling meremas sisi baju tidur yang dia kenakan. "Lo tau keadaan Alin sekarang?" Sagara menarik napas panjang sebelum meanjutkan ucapannya. "Dia koma di rumah sakit!"Viana mengangkat wajahnya dengan ekspresi terkejut. Dia sudah menduga bahwa keadaan Alin akan separah ini. "Gue tau lo sebenci itu sama Alin, Vi! Tapi, gue nggak nyangka kalo lo bakal bertindak sejauh ini!" Sagara masih terus berbicara untuk mengeluarkan unek-unek dalam dirinya. Sagara begitu kecewa pada Viana. Kenapa Viana harus melakukan hal sekeji ini? "Gara! Gue mohon sama lo! Tolong dengerin penjelasan g
"Lo tenang aja! Gue bakal jagain lo!"Sagara melepaskan hekm full face dan metakannya di atas motor. Dia membantu Viana melepaskan helmnya. Sudah menjadi rutinitas pagi Sagara dalam beberapa hari terakhir. Berangkat dan pulang bersama Sagara, membantu gadis itu melepaskan helm dan naik turun dari motor besarnya."Apa, sih? Gue nggak takut, ya sama mereka!" Viana mendengus kesal mendengar ucapan Sagara yang seolah mengtakan Viana takut setelah kejadian kemaren. Sagara benar, Viana sedikit takut tapi bukan berarti dia tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Viana sanggup menghadapi semua murid SMA Galaksi seorang diri, karena dia tahu ketiga sahabatnya tidak akan berada di pihaknya. Melihat tatapan yang mereka tunjukan emaren membuat Viana sadar. Sedekat apapun hubungan mereka, tidak membuat mereka mempercayai Viana. Padahal seharusnya mereka tahu bahwa Viana tidak mungkin melakukan itu. Viana tersenyum pedih, dia sudah tidak memiliki siapapun lagi. "Gara! Makasih, udah percaya sama gue!
"Apa? Gue salah?" Meylani melangkah mendekati Viana dengan tatapan remeh. "Bukannya selama ini bokap lo nggak pernah peduli sama lo?" Dia memainkan kunci mobil di tangannya sambil menatap Viana."keliatan aja, sih! Bokap lo nggak pernah dateng ke sekolah dan malah digantiin sama asistenya!""Kalo bukan nggak peduli apa namanya?" Rasa irinya pada Viana semakin hari berubah menjadi benci. Dia selalu mencari tahu tentang Viana, memperhatikan Viana setiap kali di sekolah. Dia ingin mencari kelemahan Viana dari kebiasaan gadis itu setiap harinya. Berhasil! Meylani mendapatkan kelemahan Viana yaitu Arthur Rajendra yang tak pernah memperdulikan Viana selama ini. Dia tidak menyangka jika tebakannya benar, awalnya Meylani ragu bahwa Arthur adalah kelemahan Viana. "Tutup mulut lo, anjing! Lo nggak tau apa-apa tentang kehidupan gue!" Teriak Viana tertahan dengan kedua tangan saling mengepal kuat. Dia tidak suka jika kehidupannya diusik. Itu adalah hal sensitif untuk Viana, siapapun orangnya
"Nggak! Bukan gue yang dorong Alin!" Viana tertahan sambil menutup telinganya dengan kedua mata terpejam. Kedua bahunya bergetar ketakutan kala bayangan masa lalunya berputar bagai kaset rusak. Viana dengan trauma nasa lalunya tidak ada yang tahu selain Viana dan keluarganya. Dulu Viana yang terpuruk setelah kehilangan Alesha, ditambah mendapatkan perundungan di sekolah. Rasa iri di tengah teman-teman sekolahnya yang masih memiliki sosok Ibu. Di tambah dengan teman-temannya yang mengejek Viana kecil danmenjauhi Viana karena tidak memiliki sosok Ibu. "Seharusnya lo dikeluarin dari sekolah, anjing!"Teriakan murid itu memasuki indra pendengaran Viana. Padahal dia sudah menutup kedua telinganya menggunakan telapak tangannya. "Mentang-mentang bokap lo donatur tetap! Jadi, lo bisa bertingkah kaya sebangsat itu!"Makian pedas dengan lemparan tomat dan juga telur busuk mengenai Viana. Dari ujung kepala sampai ujung kaki Viana dipenuhi oleh tomat busuk dan pecahan telur. Bau busuk membuat
"Masih nggak percaya sama ucapan gue?" Sagara menyapu pandang ke seluruh kantin. Reflek para murid yang semula menatap ke arah Sagara kini menunduk kala Sagara menatap mereka satu persatu. "Omong kosong, anjir! Lo tanya bukti sama gue? Tapi, lo juga nggak ngasih bukti atas omong kosong lo itu!"Meylani melupakan rasa takutnya pada Sagara. Dia memaksakan diri untuk melawan Sagara. Sagara mengangguk dengan tangan yang mengepal semakin kuat. "Gue bakal buktiin ke kalian, tapi nanti!"Setelah itu dia berbalik dengan amarah yang tertahan. Dia tidak bisa melampiaskan emosinya pada Meylani. Dia takut jika dirinya akan kebablasan dan menyakiti Meylani. Bukan apa-apa dia hanya tidak ingin menyakiti perempuan. Dia keluar dari kantin dengan langkah lebar. Sagara mengeluarkan ponsel dari saku celananya untuk menghubungi sahabatnya. Tadi dia menyuruh Satya untuk membeli seragam di koperasi untuk Viana. Dia juga menyuruh Danish dan Kenzo untuk mencari tahu bukti kejadian Alin terjatuh. "Sagara
"Pergi, brengsek! Gue nggak butuh lo!"Viana berteriak mengusir Ravin agar pergi dari hadapannya. Dia menolak saat pria itu ingin menenangkan dirinya yang tengah menangis. Kondisi perempuan itu begitu kacau, rambutnya yang berantakan, serta wajahnya yang memerah dipenuhi oleh air mata, serta seragamnya yang sudah keluar tidak rapi lagi. Penampilan Viana sangat mengenaskan saat ini. "Viana, tolong jangan keras kepala dulu! Aku tau kamu marah sama aku, tapi tolong biarin aku anterin kamu pulang!"Ravin kembali mendekat dengan jaket miliknya yang ingin dia kenakan pada Viana. Ravin rela melepaskan jaket pada tubuhnya dan menyerahkan pada Viana. Tapi, gadis yang kini bukan lagi kekasihnya itu menolak niat baiknya dengan kasar. Padahal apa yang Ravin lakukan saat ini begitu tulus. Viana mengangkat wajahnya yang kini dipenuhi oleh air mata yang terus mengalir dari pipinya. Dia mengusapnya dengan kasar air mata yang tak kunjung berhenti itu. "Nggak usah sok baik, brengsek. Sikap lo yang p
"Agatha!" Suara yang tampak familiar di telinga Agatha terdengar marah. Wanita yang tengah mengandung itu terkejut dan membalikan tubuhnya. Kedua matanya terbelalak saat melihat sosok Ravin berdiri menjulang dengan jarak dekat. "Ravin?" Agatha tidak bisa menyembunyikan keterkejutanya. Wanita itu sampai menutup mulutnya saking syoknya dengan kehadiran Ravin di sini. Dua detik setelahnya keterkejutan Agatha berubah kepanikan. "Apa yang lo lakuin sama pacar gue, Agatha?!" Ravin menatap Agatha begitu tajam. Membuat wanita itu bergetar ketakutan. "Pacar? Bukannya Viana sama kamu udah putus?" Meskipun takut Agatha tetap membalas pertanyaan Ravij dengan pertanyaan lain. "Inget, ya, Vin. Bayi yang ada di dalam perut aku itu anak kamu, seharusnya kamu sekarang tanggung jawab atas perbuatan kamu ke aku. Bukan malah mikirin perempuan murahan itu!" Mendengar ucapan Agatha yang mengatakan Viana perempuan murahan. Membuat Ravin naik pitam, wajahnya seketika mengeras. "Tutup mulut lo, b
"Lo iblis, Agatha! Gue salah apa sama lo?" Viana memegangi kepalanya yang terasa pening. Pandangan dia sedikit memburam, tapi Viana berusaha keras untuk mempertahankan kesadarannya. "Lo yang buat Ravin nggak mau tanggung jawab sama gue!" Agatha menatap penuh dendam pada Viana. Itu alasan dirinya yang mengajak Viana untuk bertemu agar rencana yang dia susun dilakukan lebih mudah. Agatha sangat menginginkan kehancuran Viana, dia ingin Viana merasakan apa yang terjadi padanya saat ini. Masa depannya hancur karena dia hamil di luar nikah, dia harus menjadi Ibu muda di saat perempuan seumuran dengannya masih menikmati masa-masa SMA. Hal yang memperparah keadaannya saat ini, Ravin menolak bertanggung jawab setelah membuat dirinya hamil. "Lo nyalahin gue?" Viana menatap tak percaya pada Agatha. "Gue nggak ada urusan sama Ravin dan lo, Agatha! Kenapa Lo jadi nyalahin gue?" "Jelas salah lo, Viana! Kalo lo nggak pernah muncul di kehidupan Ravin, mungkin dari dulu gue udah bahagia
"Mau Ravin tanggung jawab sama lo atau nggak itu bukan urusan gue!" Viana melipatkan kedua tangannya di depan dada. Gadis itu justru tersenyum lebar seakan memuas pada Agatha yang kini mencak-mencak di depannya. Viana tahu bahwa dirinya jahat saat bahagia mendengar Ravin yang tidak ingin bertanggung jawab atas perbuatannya pada Agatha. Mengakibatkan perempuan itu hamil di usianya yang masih sangat muda. Namun, rasa sakit hati dan kebenciannya yang kini tersemat pada dadanya pada Agatha dan juga mantan kekasihnya itu membuat Viana merasa bahagia di atas penderitaan Agatha. Viana menyalahkan Agatha yang menjadi penyebab utama hubungannya dengan Ravin kandas. Pasalnya, Viana sangat yakin apabila Agatha tidak menggoda Ravin terlebih dahulu mereka tidak akan menjalin sebuah hubungan perselingkuhan di belakang Viana. Namun, bukan karena dia menyalahkan Agatha, Ravin tidak salah sama sekali, ya. Ravin juga salah, karena pria itu yang dengan mudahnya terpancing oleh godaan perempuan muraha
"Hai, Viana! Udah lama kita nggak ketemu!" Agatha muncul dari belakang tubuh Viana, suaranya begitu ceria menyambut kehadiran sahabat lamanya. Dia berdiri di depan Viana, dengan senyum manis yang menyimpan segala rencana buruk di baliknya. "Lo mau apa? Gue nggak ada waktu banyak buat ladenin jalang kaya lo!" Viana menatap angkuh pada Agatha. Dia mengabaikan basa-basi Agatha yang memuakan. Alasan dia ke sini atas permintaan Agatha, yang menelpon dirinya saat berada di lobby apartement tadi. Entah apa yang membuat dia menyetujui keinginan Agatha dengan mudah. Seharusnya Viana langsung masuk ke apartement menemui Sagara dan menanyakan kebenaran Sagara yang merupakan Kakak dari Alin. Namun, tepat pada pukul 07.24 malam kota Swinden. Viana justru berdiri berhadapan dengan Agatha di depan sebuah rumah yang sudah tak terpakai lagi. Dinding-dinding rumah yang dipenuhi oleh jamur, pintu kayu yang sudah hancur, kaca jendela yang pecah dan berserakan di lantai, dan lantai yang sudah kot
"Papa nggak mau tau kamu harus nerima kehadiran Alisha sebagai Mama kamu! Dia lagi hamil adik kamu, Viana!" Arthur menggenggam tangan Alisha dengan lembut. Dia mengusap punggung tangan Alisha dengan ibu jarinya. Tatapannya tak lepas dari Viana yang kini sudah menangis. "Nggak akan pernah, Pa! Sampai kapanpun, aku nggak bakal nerima ini!" Viana menggeleng berkali-kali dengan dadanya yang terasa sesak. Dia begitu syok atas apa yng terjadi pada Arthur dan Alisha. Mereka menikah selama ini di belakang Viana. Sungguh hal yang sangat mengejutkan untuk Viana. "Viana, jangan keras kepala!" Arthur menatap penuh ancaman pada Viana. "Aku nggak nyangka Papa semudah itu lupain Mama! Aku nggak pernah nyangka kalo Papa bakal cari wanita lain buat gantiin posisi Mama! Dan aku lebih nggak nyangka lagi kalo wanita itu adik Mama sendiri!" Viana menatap Arthur dan Alisha dengan tatapan jijik. Kedua pasangan di depannya begitu menjijikan. Keduanya pintar berakting selama 2 tahun ini di
"Papa, kok bisa dateng sama Tante Alisha?" Langkah Viana yang menuruni undakan tangga seketika memelan. Dia terkejut dengan kehadiran Arthur bersama Alisha. Bi Mira hanya mengatakan jika Arthur akan pulang, tapi tidak memberitahu Alisha akan datang juga. Alisha bergerak maju memeluk Viana yang sudah berdiri di depannya. Viana menggunakan sweater berwarna putih dengan bawahan celana pendek di atas lutut. "Hi, Viana, gimana kabar kamu?" Alisha menyala Viaan dengan suara lembut. "Aku baik, Tante sendiri gimana?" Viana bertanya balik dengan raut kebingungan. Apakah ini hanya sebuah kebetulan saja mereka datang bersamaan? Atau mereka sudah janjian untuk kembali ke kota Swinden bersama? Arthur menyela perbincangan Viana dan juga Alisha. "Viana, ada yang mau Papa bicarain sama kamu!" Arthur mulai duduk di sofa tunggal sambil mengangkat satu kaki di atas paha. Dia menyuruh Viana dan Alisha duduk di sofa panjangan beriringan. Viana menanti ucapan yang keluar dsri mulut Arthur denga
"Ini rumah Mama gue, Gar!" Viana mulai berjongkok di depan makam dengan batu nisan bertuliskan nama Alesha Kayline. Wanita berhati malaikat yang sudah melahirkan Viana ke dunia yang penuh kejutan ini."Halo, Mama, maaf, ya, Nana baru bisa dateng lagi!" Viana mengusap batu nisan Alesha dengan lembut. Dia meletakan bunga mawar putih di atasnya. Sagara ikutan berjongkok di samping Viana. "Hallo, Mama, saya Sagara suami Viana!" Viana terkejut mendengar Sagara yang memanggil Alesha dengan sebutan Mama. Bukannya tidak boleh hanya saja dia tidak menyangka saja. Sagara akan secepat itu tanpa rasa canggung. Viana berdehem pelan, dia menatap gundukan tanah di depannya lagi. "Mama, Nana kangen sama Mama. Papa masih kaya yang terakhir aku ceritain ke Mama. Papa jarang ada di rumah buat Nana. Papa nggak pernah peduli sama Nana lagi!"Tanpa sadar air mata Viana menetes membahasi pipinya. Sudah lama dia tidak mengunjungi makam Alesha. Dulu minimal 2 Minggu sekali dia datang. Terakhir dia datan
"Gue udah tau kalo dia selingkuh!"Viana menatap datar selembar foto yang disodorkan oleh Ajeng. Foto mesra Ravin dan Agatha di sebuah kamar apartement. Dia melirik mading yang dipenuhi oleh foto tidak seonoh Ravin dan Agatha lainnya. Bohong, jika Viana mengatakan dia baik-baik saja. Masih ada sedikit sisa perasaan untuk Ravin, tapi rasa kecewa dan sakit lebih besar dari itu. Rasa cinta Viana yang begitu besar dihancurkan oleh Ravin begitu saja dengan mudah. "Ayo, gue anter ke kelas!" Sagara merangkul Viana dan membawa gadis itu menjauh dari kerumunan. Dia tidak terkejut dengan foto-foto Ravin dengan Agatha di mading. Karena semua itu adalah ulahnya. Dia menyuruh Satya untuk menempelkan foto Ravin dan Agatha yang dikirimkan oleh nomor asing dua minggu yang lalu.Viana mendongak menatap Sagara dengan senyum manis. "Ayo, tapi gue mau ke kantin dulu!" Sagara mengacak pelan rambut Viana, lalu dia segera melangkah menjauhi para murid yang menatapnya tak berkedip."Serius? Dia biasa aja