"Ya ampun gue makin cantik aja kalo pake seragam olahraga!" Seyra menatap postur tubuh rampingnya di depan cermin kamar mandi. Tubuh moleknya dilapisi kaos olahraga yang ketat. Sehingga mempertontonkan lekuk tubuhnya. Seyra berpose dengan gaya centil di depan cermin. "Bisa gak, sih, tiap hari make olahraga aja?" Seyra mengoceh sejak tadi. Tidak dipedulikan oleh ketiga sahabatnya. Yang sibuk merias diri sebelum pelajaran olahraga di mulai. Saat ini ke empat gadis itu sedang berada di ruang ganti. Yang letaknya tepat di samping kamar mandi perempuan. Hanya ada mereka berempat. Karena, mereka menggunakan kamar mandi yang berada di gedung belakang sekolah. Tempat favorite mereka yang kemaren mereka gunakan untuk menindas Alin. "Bacot lo! Telinga gue sakit dengerin suara lo!" sentak Rachell sambil mengikat rambut panjangnya tinggi. Sehingga mempertontonkan leher jenjangnya. "Dasar sirik!" Seyra mendelik tak terima. Rachel menoleh pada Seyra. Sambil berkacak pinggang. "G
"Kita pemanasan dulu, guys!" teriak Rangga selaku ketua kelas XII I. Dia memasuki lapangan indoor bersama Farell sambil membawa bola basket. Rangga meletakan peralatan olahraga yang akan digunakan oleh XII I pada tribun. Dia menyuruh teman-teman sekelasnya untuk berbaris rapi. "Sebelumnya sambil nunggu Pak Aris datang. Gue yang bakal mimpin pemanasan kali ini!" Intrupsi dari Rangga membuat satu kelas mengikuti gerakan siswa itu memulai pemanasan. Barisan siswa dan siswi dipisah. Diberi jarak sekitar setengah meter. Barisan siswi berada di sebelah kanan. Sedangkan barisan siswa berada di sebelah kiri. Barisan tersebut terbagi menjadi tiga baris. Viana berada di posisi barisan pertama dari sebelah kiri. Di mana dirinya berada di dekat barisan siswa. Semua ini berkat Seyra yang memaksa dirinya untuk baris di dekat barisan siswa. Alasannya apa lagi selain Seyra ingin menarik perhatian Sagara. Lihatlah saat ini Seyra bahkan sudah melirik Sagara secara terang-terangan. "Woi, Sey
"Woi, lo kalo gak bisa main basket gak usah main, anjing!" Teriakan Sagara dengan wajah marahnya. Membuat siapapun takut melihatnya. Keadaan lapangan indoor mendadak hening. Semuanya syok kejadian beberapa saat yang lalu. Bola basket yang dilempar oleh Viana. Nyaris mengenai wajahnya jika saja dirinya tidak menangkapnya dengan sigap. Viana terlihat begitu panik dan merasa bersalah. Namun, gadis itu mencoba untuk menutupinya dengan raut angkuh. Serta tatapan sinis khas seorang Viana. "Sorry, gue gak sengaja!" kata Viana lempeng dengan wajah tanpa dosa. "Maaf doang?" sentak Sagara dengan urat-urat menonjol. "Ya terus gue harus apa? Lagian lo juga gak ada luka, kan? Bola basket ya tadi gak kena muka lo, kan?" cerocos Viana panjang lebar membuat Sagara kian kesal. Karena apa yang gadis itu katakan benar. Dirinya tidak terkena bola basket. Tapi, bukan berarti Viana tidak bersalah. Gadis itu hampir mencelakai orang lain. Tapi, cara minta maafnya terlihat tidak tulus. "Minta maaf sa
"Ck! Lo lagi! Lo lagi! Sejujurnya hari ini gue gak tertarik buat ngajak lo main!" Kanara berjalan menghampiri Alin. Yang wajahnya dicengkeram oleh Viana. "Tapi, karena lo dateng sendiri dengan sengaja dorong Viana! Kita gak mungkin diem aja biarin lo pergi!" lanjut Kanara dengan tatapan angkuh."Aku gak sengaja, kak!" Suara Alin susah payah saat cengkeraman Viana semakin kuat."Gak sengaja lo bilang? Tinggal ngaku aja kalo lo dendem sama gue apa susahnya, sih?" sentak Viana menancapkan kuku panjangnya pada dagu Alin. Rasa perih membuat Alin meringis. "Sakit, kak! Lepas!" rintih Alin begitu pelan."Lepas? Setelah yang lo lakuin ke gue! Gue bakal biarin lo lepas gitu aja?" Viana menghempas cengkeraman pada dagu Alin. Membuat wajah gadis itu terlempar ke samping. Alin hampir saja terjatuh jika saja dirinya tidak berpegangan pada meja. Dia mundur 2 langkah dengan kedua mata berkaca-kaca."Aku minta maaf, kak! Aku gak sengaja sumpah!" Alin menangkup kedua tangannya di dada. "Maaf lo b
"Lo pikir gue peduli sama ancaman lo?" sentak Viana dengan dagu terangkat naik. Menunjukan bahwa ancaman Sagara bukan apa-apa untuknya."Lo siapa? Sampe gue harus nurutin ucapan lo? Harus peduli sama ancaman lo?" Viana menatap Sagara remeh. Tanpa memperdulikan wajah lelaki itu yang semakin mengeras."Gue gak pernah peduli lo mau nindas siapa aja! Tapi, hari ini lo nindas Alin! Sama aja lo cari masalah sama gue!" Sagara membalas tatapan remeh Viana dengan dingin. "Apa urusannya sama lo? Kenapa lo harus belain dia?" Viana menunjuk Alin penuh kebencian. "Urusan dia sama gue! Seharusnya lo gak perlu ikut campur sialan!" "Selain gak punya hati lo gak punya telinga? Lo urusan sama Alin sama aja lo urusan sama gue!" tekan Sagara menahan kemarahan yang sudah berada di puncak. Siap meledak kapan saja.Keadaan kantin semakin mencekam. Perdebatan Viana dan Sagara semakin panas. Tidak ada yang berani mendekat untuk menghentikan keduanya. Sagara dan Viana sama-sama memiliki kekuatan. Yang membua
"Boss, gawat markas dikepung sama geng Onryx!" teriak Kenzo berjalan tergopoh-gopoh. Menghampiri para sahabatnya yang sedang duduk di warung belakang sekolah.Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tadi. Mereka tidak langsung pulang ke rumah melainkan nongkrong terlebih dahulu. Di warung Pak Iding yang terletak di belakang sekolah. Kenzo yang baru saja kembali setelah mengambil motornya di parkiran sekolah. Membawa berita mengejutkan untuk para sahabatnya.Satya menghentikan sesi makannya. Mie kuah yang dipenuhi oleh cabe rawit itu mendadak tidak berselera lagi. Mendengar ucapan Kenzo beberapa saat yang lalu. Begitupun dengan Danish yang sedang menyeruput kopi panas di atas meja."Brengsek! Kerjaannya cari gara-gara terus mereka!" Satya bangkit dari duduknya. "Boss, kita gak bisa diem aja diginiin!" Danish menyambar jaket kulit miliknya.Sagara yang sejak tadi diam saja sambil mengemil kacang di piring kecil. Dia mulai bersuara sambil mengunyah kacang di dalam mulutnya."Cabut! Kita
"Obatin luka kalian dulu!" Sagara berjalan menuju sofa. Dan mendudukan diri di sana. Keadaan markas begitu berantakan. Membuat Sagara dan anggota geng Verdon lainnya. Berdecak kesal karena mereka harus gotong royong. Membersihkan kekacauan yang dibuat oleh geng Onryx.Pertarungan tadi geng Verdon yang memenangkannya. Geng Onryx kembali dengan kekalahannya. Banyak anggota geng Onryx banyak yang tumbang. Nyatanya kekuatan geng Verdon lebih tinggi dibandingkan geng Onryx. Dalam setiap pertarungan geng Verdon selalu menang. "Mau si Radit apa, sih? Kerjaannya buat rusuh aja!" decak Danish yang mulai mengobati lukanya secara mandiri. "Mereka pengen kita bubar. Tapi, ya mau dia ngacau parah juga gue gak sudi nururtin keinginan dia." Kenzo yanga baru saja kembali dari dapur. Menganbil es batu untuk mengompres. "Bahkan kalo ada perang pertumpahan darah juga geng Verdon gak bakal bubar!" sahut Satya tidak main-main. "Sehidup Semati Bersama Kami" Itu semboyan geng Verdon. Mereka tidak aka
"Gue gak nyangka, sih, kalo selera cewek lo yang kaya gitu!" ucap Viana dengan tatapan meremehkan.Sagara yang baru saja memasuki apartement. Tampak mengabaikan Viana yang bersiap mengajak ribut. Dia melangkah menuju kamarnya. Namun, Viana mencegahnya dengan menghalangi langkah Sagara."Muka lo kenapa?" tanya Viana dengan nada tak acuh. "Bukan urusan lo!" balas Sagara dingin. Dia menggeser tubuhnya dan berjalan melewati Viana. Tapi, lagi dan lagi gadis itu mengahalanginya. "Lo bilang gak ada pacar, Gar!" sentak Viana dengan ekspresi kesal. "Terus kenapa lo malah belain Alin, sialan?!" lanjut Viana dengan tatapan marah.Sagara terkejut saat melihat Viana yang tiba-tiba emosi. Padahal gadis itu tadi terlihat baik-baik saja. Saat bertanya padanya saja Viana hanya menggunakan nada sinis. Tidak ada emosi seperti ini."Lo kenapa, sih?" Sagara pun tak kalah membentak. Dia masih kesal dengan kejadian di kantin siang tadi. Di mana Viana menindas Alin Nazila. "Gue yang harusnya tanya kaya g
"Jadi mereka beneran pacaran, Vi?"Teriakan cempreng Ajeng membuat Viana berdecak kesal. "Anjing! Lo masih ngeraguin ucapan gue? Kabar yang gue kasih ini akurat, tajam dan terpercaya!" Viana memutar kedua matanya malas. Dia menyandarkan tubuhnya pada meja di belakangnya. "Emang Viana beneran tau kalo Alinjing sama bebep Sagara pacaran?"Seyra yang sudah lama naksir dengan Sagara tentu saja tak terima dengan berita itu. Sehingga dia bertanya pada Kanara dan juga Rachell. Tidak mungkin dia rela bertanya pada Viana langsung yang ada langsung kena semprot. Rachell mernyengit keningnya bingung. Sebelum buru-buru berucap, "Kok, tanya gue, sih anjir? Lo tau kan gue gak suka ngurus hidup orang!" Seyra hanya menyengir saja. Selama ini Rachell hanya ikut-ikutan saja sahabatnya itu. Berbeda dengan Kanara yang selalu aktif mencari informasi tentang target-target mereka. "Na? Lo pasti kan?" Seyra memasang wajah sok ikut pada Kanara. Kanara menjawab dengan singkat, padat, dan jelas. "Gak!"
"Ya udah kalo lo mau putus! Kita putus sekarang!" Viana tanpa pikir panjang menyetujui keputusan Ravin. Jangan karena Viana mencintai Ravin, jadi lelaki itu bersikap seenaknya padanya. Ravin pikir Viana akan meminta maaf dan memohon pada Ravin untuk menarik perkataannya itu. Sayangnya tidak, Viana bukan perempuan yang bisa diremehkan begitu saja. Ketika ada yang menantang seperti itu, dia akan menantang balik. Di dunia ini selain Tuhan dan Arthur. Viana tidak takut dengan siapapun termasuk pada Ravin. Meskipun lelaki itu merupakan kekasihnya. Ravin ingin putus sekarang juga Viana akan menyanggupinya. Dia sejak kemaren dibuat stres demgan perkataan sahabatnya mengenai perselingkuhan. Mungkin mengakhiri hubungannya dengan Ravij bisa membuat dirinya terbebas dari kesalahan fatal yaitu perselingkuhan."Kok kamu gitu, sih, Vi? Jadi bener kalo kamu udah bosan dan engga cinta lagi sama aku?" Ravin kembali mengubah kosa katanya pada Viana. Dia sedikit panik Viana menyetujui begitu saja per
"Na, yang bener aja sih! Mana ada gue selingkuh dari Ravin!" Viana memaksakan diri untuk tertawa. Disela rasa gugup yang menyerang Viana. Tebakan Kanara begitu tepat. Berhasil membuat Viana ketar-ketir. Viana kesulitan untuk merespon Kanara saat ini."Ya, gue mah asal nebak aja! Lagian akhir-akhir ini lo aneh banget, Vi!" Kanara meletakan ponselnya di kolong meja. Memutar sedikit tubuhnya ke samping untuk menghadap Viana. "Enggak lah! Lo tau kan secinta apa gue sama Ravin?" Viana memainkan pulpen di atas meja. Untuk menghilangkan rasa gugupnya. Sialan, Viana tidak pandai berbohong di depan ketiga sahabatnya. Dia sudah biasa menceritakan semuanya pada mereka. "Ya, bagus, sih, kalo lo engga selingkuh dari Ravin! Ya, lo tau sendiri kan? Perselingkuhan itu kesalahan yang gak ada obatnya!" Kanara mengatakan itu dengan santai. Tidak tahu bagaimana perasaan Viana saat ini. Perkataan ketiga sahabatnya tentang perselingkuhan. Kemaren menghantui Viana semalaman sampai tidak bisa tidur. D
"Sayang! Jadi mau berangkat bareng engga nih?" Sagara mengejar langkah Viana yang keluar dari lift. Sagara tidak perlu mengulur waktu untuk memulai aksinya. Dia mendadak menjadi cowok gila yang mengejar seorang perempuan. Semalam dia mendapatkan ilmu dari Kenzo. Sahabatnya yang merupakan titisan buaya. "Lo ngomong sekali lagi gue bakar hidup-hidup, ya!" Viana begitu muak mendengar ucapan Sagara. Panggilan lelaki itu membuat dirinya jijik. Sama sekali tidak membuat Viana baper. Dia menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap Sagara dengan kesal. "Lo pikir cara murahan lo ini bisa buat gue naksir gitu sama lo? Ogah banget! Bukannya gue baper yang ada jijik! Denger, ya! Jijik!" Viana menekan kata jijik dengan kedua mata melotot. "Gue terlalu maksa ya? Maaf ya sayang, niat gue tuh biar lo engga perlu pesen grab lagi!" Sagara pura-pura menatap Viana dengan rasa bersalah. Sungguh akting dirinya tidak nanggung-nanggung. Sagara sudah melakukan banyak adegan semalam bersama Ke
"Kenapa engga diangkat?"Tanya Sagara saat mereka sudah duduk berhadapan di meja makan. Dengan nasi goreng yang audah berada di piring masing-masing. "Gue mau nikmatin rejeki dalam bentuk nyata!" jawab Viana dengan tenang. Boleh mengobrol apabila aedang makan. Tapi, secara langsung. Apabila lewat telfon tentu saja dirinya menolak. Karena fokusnya akan terpecah.Sagara terdiam mendengar jawaban itu. Dia tampak salah tingkah menatap Viana. Sagara mengira jika alasan Viana menolak telponnya karena ada dia di sini."Kenapa?" tanya Viana saat melihat gelagat aneh Sagara.Lelaki itu menggeleng. Dan melanjutkan makannya tanpa ada pembicaraan lagi. Keduanya mulai fokus dengan makanan masing-masing. Viana yang makan dengan tenang, sedangkan Sagra sambil bermain ponsel. "Hargai makanan yang ada. Mainan hpnya nanti lagi!" tegur Viana dengan acuh tak acuh.Sagara terkejut. Sebelum akhirnya menuruti Viana menutup ponselnya. Meletakannya asal di atas meja. Baru kali ini ada yang menegur Sagara be
"Lo dari mana aja?" sentak Sagara kala melihat Viana memasuki apartement. Viana melirik sekilas Sagara. Sebelum melangkah menuju kamarnya. Dia secara terang-terangan tidak memperdulikan Sagara. Membuat Sagara naik pitam."Lo belum jawab pertanyaan gue, anjing!" Sagara bangkit, menarik kasar tangan Viana. Viana yang tidak siap berbalik. Dan menabrak dada bidang Sagara. Keduanya sama-sama terkejut. Viana mendongak menatap Sagara yang menatapnya juga. Keduanya melakukan kontak mata selama 10 detik. Sebelum Viana mendorongnya dengan keras. Membuat tubuh Sagara sedikit terhuyung ke belakang."Apa urusannya sama lo? Mau gue pergi kek, mau gue kemana aja juga bukan urusan lo!" Viana menatap Sagara kesal.Gara-gara telpon Sagara semalam. Dirinya jadi diserang oleh sahabatnya dengan berbagai macam pertanyaan. Terutama Kanara yang tidak berhenti mendesak dirinya. Sungguh Viana sudah tidak nyaman sejak semalam. Tapi, dia juga ingin pulang tidak mungkin. Selain malas bertemu Sagara, saat telpon
"Lo liatin siapa, sih, Sey?" Rachell bertanya saat melihat perubahan ekspresi Seyra. Gadis itu seperti orang linglung. Seyra menoleh dengan tatapan kosong. Dia tidak begitu mempercayai apa yang dirinya lihat. Tapi, itu nyata sekali. Dirinya tidak mungkin salah lihat. Itu Ravin, tapi dengan siapa? "Hah? Emm, gue tadi liat Ra—" Seyra menghentikan ucapannya. Kala kembali menoleh tapi tidak menemukan Ravin di tempat tadi. 'Kemana Ravin?' tanya Seyra dalam hati. "Sey? Ra? Siapa?" Viana menatap Seyra dengan dahi berkerut. Seyra dengan cepat menggenggam tangan Viana. Dia mencoba tersenyum disela perasaan campur aduk yang dia rasakan. Jika benar itu Ravin, bersama perempuan lain. Seyra bukannya berprasangka buruk tapi melihat Ravin merangkul perempuan itu. Terlihat mesra sekali seperti sepasang kekasih. Sialnya, Seyra tidak bisa melihat wajah perempuan itu. Dia membayangkan perasaan Viana mengetahui Ravin berselingkuh. Dia menggigit bibir bawahnya dengan gelisah. Menatap Viana yang k
"Iya, awal-awal kita kenal mah kaya gitu. Pas awal masuk semester 2, abis liburan tuh, ya. Mereka mulai tuh nindasin banyak murid. Padahal pas itu mereka masih kelas 10!" Kenzo menjelaskan tentang Viana dan ketiga sahabatnya pada Sagara. "Tapi, karena keluarga mereka yang sangat berpengaruh di SMA Galaksi. Gak ada yang berani negur, bahkan guru-guru aja cuma ngasih mereka hukuman aja!" "Kenapa mereka tiba-tiba jadi pembully?" Tanpa sadar Sagara terus bertanya tentang Viana. Hal yang tak begitu penting dalam hidupnya. Meskipun Viana merupakan istri sahnya. Tapi, dia tidak pernah peduli tentang gadis sinting itu. Untuk kali ini, Sagara tidak tahu apa yang terjadi padanya. Sampai begitu tertarik mengetahui tentang Viana. "Gue gak tau alasannya. Orang-orang juga kaget pas itu, soalnya awal mereka masuk sekolah itu kaya cewek baik-baik. Tapi, pas abis liburan langsung berubah gitu!" Kali ini Danish yang menjawab pertanyaan Sagara. "Tumben banget lo tertarik sama hal kaya gini. Suka Lo
"Boss, muka lo kenapa? Kaya gak dikasih jatah aja!" celetuk Kenzo melihat ekspresi suram Sagara. "Dark banget, ya, Bund!" Nada suara Danish ngikutin trend Ibu-ibu jaman sekarang. "Jijik banget lo!" Satya menggeplak kepala Danish. Membuat sang empu meringis. "Apa, sih, anjing?" Danish melotot kesal. Satya tidak memperdulikan Danish. Dia menatap Sagara yang sejak tadi. Misah-misuh di tempat sambil menatap layar ponselnya. Dia bangkit berpindah duduk di samping ketua geng Verdon itu. "Ada masalah apan bree? Galau sendiri aja gak ngajak-ngajak!" Satya menepuk pundak Sagara membuat lelaki itu menoleh. "Weh, si boss galau, nih! Galauin siapa? Dedek gemes kelas sepuluh itu?" Kenzo menyahut dengan cepat. "Cakep, njir! Imut, gemoy gitu cocok lah sama gue!" Sagara menatap Kenzo tajam. Mendengar ucapan lelaki itu. "Lo sentuh dia, lo berurusan sama gue!" Tatapan Sagara penuh peringatan. "Dia juga gak mungkin mau sama buaya kaya lo!" Danish mengangkat kakinya di atas meja. Sambil