Di dalam mobil, Aksara memutar lagu Mahalini dan menoleh ke arah Mutia. "Mbak Mut, apa pernah mendengar lagu ini?" tanya Aksara. "Pernah. Larasati pernah memutar lagu itu di hpnya.""Bisa meniru kan lagu ini nggak?" tanya Aksara seraya melajukan mobilnya keluar dari salon. Mata Mutia membeliak. "Apa menirukan lagu ini?" "Iya. Ayo dicoba dulu. Karena kalau Mbak Mutia beneran bisa nyanyi, mbak Mut akan bekerja jadi penyanyi di restoran milik teman saya," ucap Aksara membuat Mutia terkesiap. "Nyanyi di restoran, Pak?""Iya. Makanya anggap saja ini cek sound. Gih, nyanyi dulu, mbak."Mutia menghela nafas panjang dan mulai fokus mendengar kan musik lalu menirukan lagunya.Suara Mutia yang merdu membuat Aksara tersenyum dan terhanyut dalam lirik lagu Mutia. Lelaki itu mendengar kan lagu yang dibawakan oleh Mutia sampai selesai. Aksara bertepuk tangan sekilas saat Mutia menyudahi lagunya. Lalu mengacungkan dua jempol nya di hadapan Mutia. "Sepertinya kamu bakalan diterima kerja, Mbak,
Ridho melongo mendengar ucapan Novela karena setiap mendengar nama Andi, dia langsung teringat pada korupsi dan peristiwa pemukulan Andi pada nya kemarin. "Mas, mas Ridho! Kok melamun sih?" tanya Novela sambil mengibaskan tangannya di hadapan wajah Ridho. Membuat lelaki itu tergagap. "Nggak, aku cuma baru ingat kalau aku kenal dengan papamu, Yang.""Kan benar, kalau kamu pasti kenal papaku karena dia memang sudah lama bekerja di perusahaan itu. Ya sudah lupakan saja. Kita bahas yang lain karena sejak papa ku menikah lagi, aku tidak ingin lagi mengetahui kabar, maupun bertemu dengan nya lagi, Mas."Ridho manggut-manggut. "Yang, aku tahu ini mungkin bukan saat yang tepat untuk mengatakannya karena kamu juga pasti tidak ingin ikut campur dengan urusan papa kamu. Tapi aku merasa perlu mengatakan kabar terbaru tentang ayah kamu di perusahaan papaku. Karena kabarnya kurang bagus."Novela tercengang. Awalnya dia memang tidak ingin mengetahui kabar sedikit pun tentang ayahnya, tapi entah k
Seketika ruang makan menjadi hening. "Hm, kalau soal itu, mama tenang saja. Papa berpikiran terbuka. Tidak pernah melarang saya atau adik saya dalam mencari calon pendamping. Singkat nya, kami tidak punya standar khusus untuk mencari pendamping yang penting baik dan sayang sama keluarga, Ma.Lagipula papa juga duda sih. Enam bulan lalu, mama meninggal karena kecelakaan."Mawar menutup mulutnya. "Oh, maaf Ridho, mama tidak tahu."Ridho tersenyum. "Tidak apa-apa, Ma. Mama nggak salah kok."Ridho menjeda kalimatnya. "Oh, ya. Ridho ingin mengucapkan terimakasih pada Mama.""Hm, terimakasih untuk apa, Dho?""Yang pertama untuk makan malam ini. Yang kedua, terima kasih karena mama telah melahirkan seorang gadis yang cantik dan multitalenta seperti Nova."Wajah Nova memerah. "Cie, Nova. Kayak nya sebentar lagi ada yang mau dilamar nih! Wah, boleh juga gombalan kamu, Mas!" seru Aksara mengacungkan kedua jempol nya. **Andi duduk di mobilnya di depan rumah yang tampak sederhana itu. Rumah ti
Beberapa hari yang lalu,Larasati melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang ke arah luar kota. Setelah melalui beberapa perjalanan, dia lalu berhenti di sebuah rumah mewah. Rumah salah satu kenalannya.Larasati menyeret kopernya dan melangkah menuju ke teras rumah temannya, lalu mengetuk pintu. Berharap bisa menginap di rumah temannya yang juga simpanan gadun Sultan, sampai dia menemukan lelaki lain yang tepat.Larasati telah menekan bel pintu selama tiga kali. Dengan sabar dia menunggu di depan pintu rumah temannya.Pintu terbuka dari dalam, tampak wajah Nisa terkejut melihat Larasati yang berdiri di depan pintu rumahnya. "Larasati? Lama sekali kamu nggak kelihatan. Ayo masuk dulu! Kemarin aku kok lihat berita nggak enak di akun medsosmu ya?" tanya Nisa sambil memeluk Larasati sekilas. "Huhuhu, iya. Ceritanya panjang. Aku boleh masuk dan tinggal di rumah mu dulu nggak? Aku butuh teman cerita."Temannya mengangguk lalu membuka pintu rumahnya lebih lebar dan menyuruh Larasati untuk
"Oke, Nis. Akan kutunjukkan semua pesona ku padanya. Semoga saja dia laki-laki yang tidak suka mentengin medsos dan tidak tahu apa yang telah kualami."Larasati lalu berjalan mengikuti Niss menuju ke arah Herman. "Pak Herman, kenalin nih teman saya, namanya Larasati," kata Nisa. Larasati tersenyum dan dengan percaya diri dia mengangguk. Herman ternganga sejenak melihat Larasati dari ujung rambut sampai ujung kaki. Lelaki itu mengulurkan tangannya ke arah Larasati dan Larasati pun menjabat tangan Herman dengan mantap. "Apa kamu mau kita ngobrol di sana?" tanya Herman seraya menuding ke arah pojok lobi hotel yang digunakan untuk ruang pernikahan. Larasati mengangguk. Keduanya lalu berjalan seraya mengobrol ringan di pojok hotel. Rupanya Herman masih ingat kalau Larasati adalah salah satu model di acara promo perusahaan nya dulu. "Apa kamu masih suka jadi model-model di perusahaan, Ras?" "Iya Pak. Karena saya harus membantu keluarga saya yang ada di kampung," ucap Larasati berboh
"Tentu saja saya kenal sekali. Larasati ini kan mantan istri siri saya!" seru Andi dengan yakin dan tegas. Herman dan Larasati sontak terkejut mendengar pengakuan dari Andi. "Tidak mungkin!" desis Herman menatap tajam pada Larasati. Sedangkan Larasati membalas tatapan Herman dengan wajah memelas. "Aku bisa jelasin, Mas," ratap Larasati dengan suara mencicit. Andi yang melihat ketakutan Larasati bersorak gembira dalam hatinya.'Rasakan kamu Larasati! Kamu kira kamu bisa bebas merayu laki-laki kaya lagi setelah apa yang kamu lakukan? Hari ini waktunya aku membuatmu terperosok ke dalam jurang, wahai Larasati!'"Oh, enggak cuma itu, Pak Herman! Larasati ini selain istri siri saya, eh dia selingkuh dengan tukang kebun saya. Bayangkan saja, Pak! Betapa menjijikan nya dia kan? Bahkan aku punya video nya saat sedang di ranjang bersama dengan tukang kebunku!"Herman terdiam dan wajah Larasati memucat. Mendadak Larasati bersimpuh dan berlutut di depan Herman. "Aku bisa jelasin, Mas. Sungg
Mutia mengangguk. Tapi selanjutnya dia sadar kalau ibunya tidak bisa melihat anggukan kepala nya. "Iya, ibu benar.""Lalu pekerjaan kamu sebagai asisten rumah tangga gimana? Apa kamu masih bisa hidup di kota? Kalau kamu dipecat majikanmu, kamu kembali ke desa saja. Kita kerja apa adanya di sini. Nggak apa-apa, Nduk. Dan kenapa kok kamu bisa kirim uang banyak kemarin untuk biaya ujian adik kamu?" tanya Ibunya beruntun. Mutia lalu menceritakan pekerjaan barunya sekarang yang menjadi penyanyi kafe dan rencananya kuliah. "Alhamdulillah kalau ada yang membantu kamu kuliah. Kamu memang pinter dan cerdas dari kecil, Nduk. Maaf ibu tidak bisa membantu membiayai mu. Justru membuatmu terbebani. Kalau almarhum bapakmu masih hidup dan tahu anak perempuan sulungnya begitu kuat, dia pasti bahagia," sahut Ibu Mutia dengan mata berkaca-kaca."Ibu, sudahlah. Kondisinya kan mengharuskan Mutia yang jadi tulang punggung. Mutia tidak keberatan kok. Mutia hanya meminta agar ibu selalu percaya pada Mutia
Larasati melongo. "Ja-jadi untuk asetnya, saya nggak dapat apa-apa dari mas Herman?" tanyanya tercengang. Herman mengangguk. "Tentu saja. Dan oh ya satu lagi peraturan dari saya."Belum habis rasa keterkejutan Larasati karena syarat pertama dari Herman, lelaki berusia lebih dari setengah abad itu sudah mengajukan aturan lain sebelum menikah. "Kalau saya ketahuan selingkuh, saya bersedia menyerahkan rumah ini dan beberapa mobil untuk mu. Tapi bila kamu yang ketahuan selingkuh, kamu harus mengembalikan uang nafkah yang pernah kuberikan padamu. Bagaimana? Apa kamu masih mau meneruskan rencana pernikahan kita? Kalau kamu tidak mau, kamu bisa mundur dan saya akan mencari pengganti calon istri. Tapi bila kamu bersedia menuruti syarat tadi, maka ayo kita menikah dengan menandatangani surat perjanjian pra nikah lebih dulu," ujar Herman membuat Larasati termangu. 'Astaga, dasar tua bangka pelit! Dia perhitungan sekali masalah uang dan harta! Padahal dia sudah bau tanah, masih aja memikirk