Untuk sesaat, Kenriki tidak menjawab pertanyaan Erna, sampai kemudian Rick memberikan isyarat padanya untuk tidak mengatakan pada Erna bahwa Kenriki datang bersama teman akrab, dan akhirnya Kenriki mengatakan pada Erna bahwa ia diantar oleh seorang teman karena tidak memiliki ongkos naik taksi sebab baru mulai bekerja.Setelah mendengar hal itu, Erna meminta Kenriki untuk masuk ke rumahnya, ia juga tidak mau teman Kenriki ikut masuk, dan Kenriki hanya mengiyakan saja sampai akhirnya pembicaraan mereka diakhiri."Bagaimana?" tanya Rick dan Laura bersamaan, dengan wajah yang tegang."Erna minta aku untuk masuk, tapi dia percaya kalau aku datang tidak dengan kalian, hanya saja, dia keberatan kalau kalian ikut masuk....""Orang tua dia enggak ada, kan? Ayahnya masih di luar, ibunya gimana?" tanya Laura bertubi-tubi."Aku tidak tahu kalau ibunya, mungkin ada di dalam, tapi dia minta aku meninggalkan kalian sendirian di luar, jadi bagaimana?""Kau harus tanya hatimu sendiri bagaimana, kalau
"Bukan seperti itu, bukankah ini kamar perempuan? Masuk kamar perempuan tidak dianjurkan untuk seorang muslim kalau perempuan itu bukan istrinya, kan?"Kenriki berusaha untuk mencari alasan agar ia tidak terlalu kentara untuk bersikap waspada. Erna tertawa kecil mendengar pernyataan Kenriki, dan entah kenapa tawa Erna membuat perasaannya tidak nyaman.Namun, karena ingin segera menyelesaikan masalah, Kenriki berusaha untuk mengesampingkan perasaan tidak nyamannya itu, dan berusaha untuk berpikir positif bahwa apa yang sekarang ia lakukan adalah bentuk usaha. "Duduklah, kau tidak melihat seberapa usahaku untuk menyambutmu?" Suara Erna terdengar, karena perempuan itu yakin di luar tidak ada orang dan baginya asisten rumah tangga tidak akan mungkin bisa mengganggunya, ia tidak lagi mempermasalahkan tentang pintu kamar yang dibiarkan Kenriki terbuka sedikit.Mendengar perintah Erna, Kenriki menarik kursi yang ada di samping tempat tidur dan menduduki kursi itu dengan jarak yang tidak be
"Kau tidak takut kalau masalah ini aku bawa ke jalur hukum?" tanya Kenriki dengan nada suara yang datar, mencoba untuk tetap menguasai diri."Kau punya uang untuk menyewa pengacara?""Ada sejumlah orang yang akan membantuku untuk memperkarakan hal ini.""Sakti, Dewa dan psikiater itu?""Dan Dokter Linda.""Kalau aku masuk penjara, apakah kau pikir kau akan mendapatkan obat ini?"Erna mempermainkan botol obat yang ada di tangannya, hingga suara isinya yang bergerak di dalam botol tersebut terdengar jelas di telinga."Kau benar-benar keterlaluan, Erna. Baiklah, terserah kamu saja, aku tidak akan mengharapkan kamu memberikan obat itu lagi, terserah kau mau bicara apa, aku sudah lelah berdebat dengan kamu."Kembali Kenriki bergerak untuk berbalik, namun, gerakannya lagi-lagi tertahan saat Erna bersuara lagi dengan nada suara yang meninggi."Aku akan memberikan obat ini, tapi dengan satu syarat!""Apakah kau tidak bisa memberikan sesuatu tanpa syarat?""Tentu saja tidak bisa, karena tidak
"Kau gila, Erna!"Kenriki memaki dengan suara tersendat, dan Erna tidak peduli dengan makian yang diberikan oleh Kenriki. Perempuan itu terlanjur bersemangat untuk mempergunakan kesempatan, di mana sekarang ia bisa menguasai suami Laura tersebut. Ia mencondongkan tubuhnya, tidak peduli dengan keadaan dirinya yang memakai pakaian setengah terbuka lantaran tadi Kenriki salah tarik pakaian. Obat yang ia tawarkan pada Kenriki ia jepitkan di antara bibirnya, dan gerakannya terhenti ketika bibirnya yang menjepit obat sudah mendekati bibir Kenriki, Kenriki ingin memalingkan wajahnya, agar Erna tidak merealisasikan apa yang dipikirkan gadis tersebut, namun kedua tangan perempuan itu memegang wajah Kenriki, hingga Kenriki yang tidak bisa bergerak lantaran sekujur tubuhnya terasa berubah menjadi batu tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghindari apa yang dilakukan oleh Erna. Dengan isyarat, Erna meminta Kenriki membuka mulut. Obat penawar yang dijepitkan di antara bibirnya menyentuh bibir Kenr
Mendengar apa yang dikatakan oleh Rick, Pak Erwin segera membawa Laura dan Rick untuk masuk ke rumahnya. Wajahnya terlihat tegang. Mereka segera naik ke lantai atas dan lamat-lamat mereka mendengar suara bising di lantai atas pertanda di atas memang sedang terjadi kekacauan.Saat mereka bertiga masuk, mereka melihat ibunya Erna dibantu oleh asisten rumah tangganya menahan Erna yang histeris. Sementara itu, Laura yang melihat suaminya tergeletak di lantai segera memburu sang suami untuk memeriksa keadaan suaminya begitu juga Rick. PLAKK!!Sebuah tamparan diberikan oleh Pak Erwin pada Erna karena Erna tidak mau mendengar kalimat bujukan yang diucapkan oleh istri dan dirinya sendiri, justru sang anak semakin histeris hingga situasi kamar semakin kacau terdengar dan hal itu membuat Pak Erwin langsung menampar sang anak, agar Erna bisa sadar dan menghentikan aksinya yang membabi buta. Spontan Erna terdiam menerima perlakuan sang ayah yang tidak ia sangka, sementara sang ibu membenarkan p
Kenriki hanya mengeratkan pelukannya ketika mendengar apa yang diucapkan oleh sang istri padanya. Ia ingin bicara bahwa ia suka mendengar apa yang diucapkan oleh sang istri tapi tetap saja tidak ada suara yang keluar dari mulutnya, namun dari dekapan erat Kenriki, Laura tahu bahwa saat ini suaminya senang dengan apa yang tadi dikatakannya.Hingga beberapa saat lamanya, Kenriki perlahan menarik diri ketika tubuhnya mulai merasa aman setelah mendapatkan pelukan dari istrinya beberapa menit."Terima kasih...."Ucapan itu akhirnya bisa keluar dari mulut Kenriki, dan Laura menarik napas lega mendengar suaminya sudah mulai bisa mengeluarkan suara.Jemari tangannya mengusap wajah suaminya yang penuh keringat, dan perlahan Laura mendekat lalu tahu-tahu mengecup bibir Kenriki seolah memberikan kekuatan pada laki-laki itu untuk bisa bicara dengan lancar."Tarik napas dan keluarkan perlahan, lakukan itu berulang kali, biar kamu enggak merasa sesak."Laura bicara seperti itu karena ia merasa san
"Aku enggak suka kamu ngomong begitu! Aku sudah bilang, Pasha itu cuma masa lalu aku, masa depan aku itu kamu, jadi apapun yang terjadi, aku ingin tetap kamu yang bersamaku di masa sekarang dan masa depanku!""Tapi, aku sudah memutuskan untuk tidak mau mengharapkan obat penawar itu lagi, Laura...."Suara Kenriki masih terdengar lemah saat mengucapkan kata-kata itu, namun dari sorot matanya, Laura bisa melihat suaminya memang serius sekarang ini hingga ia akhirnya tidak meneruskan kalimatnya yang sebenarnya belum semuanya ia keluarkan lewat kata-kata karena ia tidak suka sang suami bicara seperti tadi."Baiklah. Aku paham. Untuk masalah obat itu, enggak perlu dipikirkan, yang penting sekarang kamu dan aku baik-baik saja, untuk resiko yang mungkin akan timbul akibat perbuatan para perempuan yang membeli kamu dulu, semoga aja, itu enggak akan seperti yang dikatakan oleh Erna, seperti halnya sekarang, aku yang hamil anak kamu, bukankah dulu juga kita merasa ini seperti mimpi? Kamu enggak
"Tidak, Erna. Mami tidak bisa membantu lagi, karena selama ini juga Mami sudah berusaha untuk membantu kamu, tapi kamu yang tidak pernah menjaga kepercayaan yang Mami berikan, Mami bilang kamu tidak boleh melakukan sesuatu yang sekiranya membahayakan Kenriki lagi, tapi kamu menyentuh dia seperti itu, sama saja membuat dirinya celaka.""Jadi, Mami tidak mau membuat Riki sembuh? Obat ini perlu untuk dia minum, Mi!""Kenriki sudah tidak berharap obat itu lagi!"Tiba-tiba saja sebuah suara terdengar, dan Erna juga ibunya spontan berpaling. Pak Erwin masuk ke kamar sang anak sambil bicara seperti tadi."Pi, apa maksudnya? Riki perlu obat itu, kenapa dia enggak berharap obat itu lagi?" Sebenarnya, Erna masih melakukan aksi mogok bicara dengan sang ayah karena ayahnya sudah menamparnya tadi. Namun, karena ayahnya bicara tentang Kenriki, mau tidak mau, Erna melupakan sejenak apa yang dilakukan oleh sang ayah padanya dan merespon perkataan itu dengan wajah yang terlihat tidak percaya. Pak Er