Laura terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Kenriki. Ini membuat Kenriki menghentikan langkahnya, seolah ingin tahu jawaban apa yang dikatakan oleh Laura atas syarat yang ia ajukan tersebut."Baiklah. Aku berjanji."Akhirnya, Laura bicara demikian untuk menyanggupi persyaratan yang diberikan oleh Kenriki padanya. "Kau tidak boleh mengingkarinya.""Asalkan kamu bisa melakukannya dengan baik."Laura benar-benar harus menahan rasa malu hingga ia berusaha untuk menepis apapun yang ia pikirkan tentang perbuatan nekatnya, ia hanya ingin membuat Kenriki merasa tidak punya pilihan lain selain menyentuhnya.Dia benar-benar menantangku untuk melakukan sesuatu yang dia tahu sendiri aku tidak bisa melakukannya, peduli amat dengan janji yang aku berikan pada Pasha, aku hanya ingin menyelesaikan masalah ini agar hidupku kembali tenang seperti awal sebelum aku mengenal wanita ini!Hati Kenriki bicara demikian seiring tangannya yang perlahan membuka kemeja yang dipakainya. Apa yang dilakukan ole
Kata-kata yang diucapkan Laura di dalam hati, cukup membuat Laura semakin berani untuk memancing Kenriki agar pria itu melakukan hal yang sama pada tubuhnya. Mereka sudah bersentuhan kulit di bagian atas tubuh mereka meskipun ia masih memakai bra, namun ini adalah sebuah kemajuan bagi Laura, karena tidak seperti biasanya, jika disentuh tanpa terhalang benang sehelai pun, sang suami akan spontan mendorong dan melakukan penolakan tapi kali ini tidak, meskipun Laura tahu sang suami sangat sulit mengatasi perasaannya sendiri lantaran Laura bisa merasakan betapa tubuh sang suami gemetar tiada henti. Perlahan, mereka membaringkan tubuh mereka ke atas tempat tidur. Laura bisa merasakan Kenriki berusaha untuk membalas apa yang dilakukannya pada permukaan kulit dada dan perutnya, sampai akhirnya, Kenriki menggulingkan tubuhnya yang tadi sempat menindih tubuh sang isteri dan sempat terpancing untuk menyentuh bagian area sensitif istrinya meskipun itu diurungkannya."Aku tidak bisa!" katanya d
"Tidak mau? Ya, sudah, lupakan, tinggalkan aku sendiri.""Kenapa hanya aku yang kau minta untuk berusaha melawan perasaan? Aku juga kesulitan karena bagiku itu tidak mudah, Ken! Apakah kamu juga berusaha untuk melawan rasa takutmu itu? Kamu sama aku sama-sama berjuang, aku bukan Kak Lyoudra yang bisa melakukan hal itu dengan mudah!"Frustasi dengan perbuatannya sendiri, sekaligus tuntutan sang suami, Laura akhirnya beranjak dari tempatnya dan berbalik melangkah masuk ke kamar mandi sekedar untuk menenangkan perasaannya setelah bicara demikian pada Kenriki. Melihat hal itu, Kenriki terdiam. Ia tidak bisa berkata-kata lagi selain menyandarkan tubuhnya ke tepi tempat tidur. Kepalanya pusing. Pikirannya semakin kacau, bayangan Laura beserta sentuhannya tadi membuat ia berdebar. Padahal, apa yang dilakukan Laura bukan ciuman yang sempurna. Kenriki sangat tahu, Laura bahkan tidak pandai melakukan hal itu, tapi kenapa ia merasa berdebar?***Lyoudra kembali mendatangi rumah sakit setelah se
"Jee!!" Secara bersamaan, Erna dan juga Lyoudra memanggil Jee dengan suara yang sama tegasnya."Kagak usah manggil! Kagak mau nama gue disebut kalian, mau ngapain, emang?" tanya Jee sambil menatap Erna dan Lyoudra satu persatu."Oh, iya, sekalian gue mau kasih tau sama lu, Dra, gue bukan mantan lu, BUKAN MANTAN LU, jadi kalo gue denger lu mengatakan ke orang-orang gue mantan lu, awas aja gue ratain hidung lu!" lanjut Jee pada Lyoudra.Ini membuat Erna tersenyum geli karena melihat wajah perempuan di depannya jadi merah padam mendengar ucapan yang keluar dari mulut Jee."Aku mau bicara sama kamu, tapi enggak di sini!" kata Lyoudra sambil meraih salah satu tangan Jee, namun Jee menepis tangan itu dengan kasar."Gue kagak ada hal yang perlu dibicarakan sama lu!" ketus Jee, galak."Tapi aku ada, Jee!""Ya, udah! Ngomong di sini!""Enggak! Suruh dulu perempuan itu pergi!" kata Lyoudra sambil mengarahkan pandangannya kepada Erna. "Kalo gue minta dia pergi, lu juga harus pergi, kalian berd
"Kamu tidak bisa menyimpulkan sesuatu yang kamu sendiri belum tau kebenarannya, Lyoudra, sudahlah, meskipun kamu kakak Laura, tapi kamu tidak berhak untuk ikut campur dalam masalah pribadi dia dengan suaminya, jadi tolong jangan membuat keributan.""Kamu tidak mau membeberkan? Baiklah, aku akan mencari tahu masalah itu pada yang lain, titik!"Lyoudra berlalu dari hadapan Mitha, lalu ia melirik ke arah Jee yang saat itu acuh meskipun tahu ia menatap pria itu berharap Jee mau memberikan dirinya kesempatan untuk bicara. Namun, karena Lyoudra kesal dengan Erna, gadis itu memutuskan untuk pergi saja sembari berpikir pada siapa ia akan menyelidiki masalah Kenriki? Sepeninggal Lyoudra, Mitha mengarahkan pandangannya pada Jee, dan Jee paham dengan arti tatapan itu, hingga ia langsung berpaling ke arah Erna dan mendelik pada gadis itu yang memberikan isyarat padanya untuk mengikuti dirinya untuk bicara. "Pergi!" usirnya, dan Rei langsung mengikuti Mitha untuk meninggalkan Jee walaupun Jee se
"Soal apa? Tentang masa lalu dia yang player? Pacaran double? Gue dan teman-teman gue tau kok. Jadi kagak perlu lu kasih tau lagi, lagipula, semua orang itu punya masalalu, Mbak! Yang penting itu masa yang sekarang, berubah baik atau kagak!"Rei menanggapi perkataan Erna dengan santai, lalu ia berbalik untuk kembali meninggalkan Erna, seolah apa yang ingin disampaikan gadis itu tidak membuat Rei tertarik."Selain dia yang suka gonta-ganti pasangan, dia juga terlibat skandal dengan para istri pejabat di luar negeri, aku cuma mau minta dia untuk jadi saksi agar kelakuan temannya itu bisa tercium publik, apakah itu juga kau tahu?"Rei terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh perempuan seksi tersebut. Sebenarnya ia tidak tahu. Banyak sejarah suram Jee yang ia tidak tahu dan ia tidak mau tahu. Yang penting sekarang Jee bukan sosok yang dulu lagi, Rei sudah merasa itu sudah cukup, namun perkataan Erna lumayan membuat ia ingin tahu, teman yang mana dimaksud perempuan itu? Apakah ia juga ken
"Kalau soal itu aku kurang tahu, nanti coba aku ngomong sama Laura untuk memastikan...."Aku enggak bisa mengatakan masalah Kenriki yang menderita sindrom trauma pada orang lain tanpa izin Laura, meskipun Rei enggak mungkin ngomong ke orang-orang, tapi tetap aja, itu rahasia pernikahan Laura dengan Kenriki....Ucapan Mitha diakhiri dengan kalimat perempuan itu di dalam hati. Rasanya ia sekarang gelisah. Apakah benar Kenriki yang dimaksud Rei itu Kenriki suami Laura? Jika benar, itu berarti sindrom trauma yang dialami Kenriki karena terlibat prostitusi, kah? Mitha jadi ingat kata-kata Pasha, kalau Kenriki itu punya sejarah pergaulan bebas di luar negeri, membuat ia semakin penasaran dengan kebenarannya. Sementara itu, Jee yang mencari Erna tidak bisa menemukan perempuan itu di manapun hingga kakak kembar Taky tersebut kembali dengan wajah yang terlihat lelah sekaligus kesal."Kemana sih tuh, cewek? Ilang aja gue cari, demit apa?" omelnya sambil menghempaskan bokongnya di salah satu k
"Apa aku pernah bicara tentang Pasha sama kamu, ya?"Laura tidak bisa menahan rasa terkejutnya ketika mendengar Mitha melontarkan pertanyaan seperti itu padanya. Ia tidak ingat, apakah ia pernah membicarakan tentang Pasha atau tidak pada Mitha. Yang jelas, Laura sangat terkejut perempuan itu membahas masalah Pasha sekarang."Ah, aku minta maaf, aku kenal dengan Pasha, dia itu pria berdarah Aceh, yang punya nama Pasha Rizuki Arrahman itu, kan?" Mitha buru-buru melanjutkan, karena melihat wajah Laura yang seperti orang kebingungan bercampur salah tingkah sekaligus malu masalah itu diketahui oleh Mitha."Kamu kenal dia rupanya....""Iya, aku kenal dia, beberapa hari yang lalu aku ketemu dia, dia banyak cerita soal masa lalu, tapi sebenarnya aku bukan mau bahas itu sampe manggil kamu buat ketemu di sini, ini ada sangkut pautnya dengan pertanyaan kamu tadi, dan aku juga mau bahas tentang Kenriki juga."Laura mengusap wajahnya sesaat, berusaha untuk memaklumi apa yang diucapkan oleh Mitha.
"Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."