"Iya, seperti yang saya katakan tadi, ini semua ada risikonya, jadi Anda bisa memilih salah satu dari dua alternatif tersebut dan saya yakin pilihan Anda sebuah pilihan yang sudah dipikirkan dengan baik."Pak Erwin hanya bisa manggut-manggut mendengar apa yang diucapkan oleh dokter yang mengawasi anaknya tersebut. Apa yang harus ia putuskan sekarang? Semua keputusan ada risikonya dan ia harus memutuskan karena jika tidak, akan ada Kenriki atau Erna yang mendapatkan sesuatu yang tidak baik dari masalah yang sekarang membelit mereka."Apa yang akan Om lakukan sekarang? Apakah Om sudah memutuskan dari dua pilihan yang diajukan oleh dokter tadi?"Ketika sang dokter sudah keluar dari kamar di mana Erna berada, Sakti melontarkan pertanyaan itu pada ayah Erna dan ibunya Erna juga menanti jawaban apa yang akan diucapkan oleh suaminya terkait pertanyaan Sakti dan dua pilihan yang diberikan oleh dokter anak mereka."Menuruti apa kata Erna, akan membuat kondisi Kenriki menjadi semakin parah, aku
"Ya, begitu kira-kira, karena Kenriki sedang masa pemulihan, oleh sebab itu ia tidak boleh tertekan dan merasa terancam, kau harus patuh untuk aturan itu Lyoudra, jangan menambah masalah lagi, paham?""Sial, kalau dia merawatku tapi ditempeli Laura buat apa? Aku tidak bisa berduaan juga dengan Kenriki, membosankan banget!"Lyoudra memaki demikian dengan suara yang pelan, ia berpikir suaranya tidak didengar oleh yang lain padahal itu salah, Laura mendengar, tapi pura-pura tak mendengar karena tidak mau membuat situasi kacau, Lyoudra tidak sadar hal itu dan ia mengarahkan pandangannya pada Kenriki yang mengalihkan tatapannya setiap kali sang kakak ipar memandang wajahnya. Membuat Lyoudra semakin sebal karena Kenriki selalu menghindari kontak mata dengannya."Ya, udah. Tapikan Laura itu lagi hamil muda emangnya enggak capek ikut ke rumah sakit terus? Mending di rumah aja, aku juga enggak mungkin gangguin pria yang sudah buat hamil saudaraku sendiri.""Kenriki ke sini saat dia usai kerja,
Bisikan Lyoudra cukup terdengar jelas di telinga Kenriki dan itu membuat sekujur tubuh Kenriki seolah membeku.Gerakan tangannya terhenti seketika, Kenriki ingin menarik tangannya yang mulai membersihkan keringat di wajah sang kakak ipar, tapi melihat gelagat Kenriki yang ingin menarik tangannya, satu tangan Lyoudra di bawah perlahan menyentuh paha Kenriki yang terlapisi celana kain berwarna hitam yang dipakainya untuk bekerja, sentuhan itu tidak diam di tempat. Jemari Lyoudra perlahan melakukan usapan lembut di sana, ini membuat Kenriki bergerak mundur namun posisinya tertahan dengan tiang infus dan peralatan kemoterapi hingga gerakan mundur yang dilakukan oleh Kenriki tidak membuat posisi mereka jadi berjauhan agar jemari tangan sang kakak ipar tidak mengenai pahanya."Jawab, Riki, kau tidak menikmati apa yang dilakukan oleh Laura padamu, bukan?" Kembali Lyoudra berbisik disertai jemari tangannya yang semakin jauh mengelus permukaan celana yang dikenakan Kenriki hingga kini jemari
Mendengar apa yang diucapkan oleh Kenriki, Lyoudra benar-benar terlihat sangat terkejut sampai ia hanya bisa menatap adik iparnya dengan mulut terbuka.Detik berikutnya, perempuan itu kembali histeris meminta Kenriki dan Mitha untuk keluar dari ruangan kemoterapi. Apa yang dilakukan oleh Lyoudra membuat dokter segera meminta keduanya untuk keluar dari ruangan kemoterapi karena khawatir Lyoudra semakin tidak bisa dikendalikan.Ketika mereka di luar, Laura langsung menyambut dengan wajah yang terlihat khawatir lantaran melihat wajah suaminya yang pucat dan berkeringat."Apa yang terjadi? Kak Lyoudra bikin ulah lagi? Dia mengamuk?" tanyanya bertubi-tubi, dan Mitha menjawab singkat pertanyaan Laura sambil menatap ke arah Kenriki, untuk memastikan suami Laura itu tidak kenapa-kenapa."Kamu baik-baik saja?" tanyanya pada Kenriki, dan Kenriki hanya mengangguk mendengar pertanyaan Mitha."Kata-kata kamu tadi itu benar, meskipun Lyoudra mengamuk, tapi kamu enggak salah.""Tapi, harusnya aku bi
"Itu bukan kesalahan kamu, tapi kesalahan Kak Lyoudra sendiri, mungkin terdengar sakars, tapi itulah yang memang terjadi, bukan?"Kenriki ingin merespon perkataan sang istri, namun, tiba-tiba saja, pintu ruang kemoterapi terbuka, keduanya langsung berdiri, bersamaan dengan itu ayah serta ibunya Laura juga menyusul, dan mereka semua langsung menghampiri dokter yang berdiri di ambang pintu ruang kemoterapi tersebut."Apakah kemoterapi anak saya sudah selesai, Dok?" tanya ibunya Laura yang baru datang ke rumah sakit untuk menggantikan sang suami menjaga Lyoudra. "Maaf, kemoterapi hari ini terpaksa tidak bisa dituntaskan, kondisi pasien tidak stabil, terus mengamuk dan jika diteruskan percuma saja, nanti diatur kemoterapi kembali tapi pastikan kondisi pasien stabil dan psikisnya tidak tertekan."Ketika dokter itu baru saja selesai menjawab pertanyaan ibunya Laura, suster mendorong kursi roda di mana Lyoudra duduk di atasnya. Wajahnya terlihat kacau, jelas sekali Lyoudra tidak senang dili
Setelah bicara demikian, Mitha pamit dari hadapan kedua orang tua Laura dan Lyoudra. Perempuan itu sebenarnya hanya lewat, namun karena mendengar apa yang diucapkan oleh ibunya Laura dan Lyoudra, sementara pintu ruang rawat inap Lyoudra terbuka, Mitha jadi mendengar apa yang diucapkan wanita itu dengan jelas dan ia akhirnya ikut bicara. Tadinya, setelah mengucapkan kata-kata itu, Mitha ingin langsung masuk untuk melihat keadaan Lyoudra, tapi dari tempatnya berdiri, ia sudah bisa melihat keadaan gadis itu, Mitha mengurungkan niatnya untuk masuk dan memilih pamit pergi dan kata pamit Mitha hanya ditanggapi oleh ayah Lyoudra yang sibuk menenangkan istrinya setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Mitha."Apa benar Lyoudra melakukan itu, Pa? Mama seperti tidak percaya...."Suara sang istri masih terdengar bicara seperti itu berulangkali hingga membuat sang suami membawa istrinya keluar dari ruangan rawat inap Lyoudra, khawatir anaknya itu bangun dan mendengar apa yang sedang mereka bica
Rick memberikan isyarat pada Kenriki untuk menerima tawaran yang diberikan oleh Erna, namun Kenriki tidak bereaksi. Pria itu seolah ragu karena sudah pernah melakukan hal itu namun gagal, bahkan nyaris membahayakan nyawanya, bagaimana ia bisa mempercayai seorang Erna kembali?Rick menuliskan sesuatu di ponselnya agar Kenriki bisa membaca pesan yang ditulisnya tanpa diketahui oleh Erna yang menunggu jawaban dari Kenriki di seberang sana.Kenriki dan Laura membaca pesan yang ditulis Rick di ponselnya yang kemudian diperlihatkan pada keduanya agar Kenriki dan Laura paham apa yang ia maksudkan.Setelah membaca pesan dari Rick, Kenriki memandang istrinya dan istrinya memberikan isyarat agar Kenriki memutuskan sendiri menerima atau tidak saran dari Rick sebab, Laura percaya Kenriki tahu apa yang terbaik untuk dirinya.Kenriki menatap sesaat pada Rick, lalu, ia mendekatkan ponsel itu ke mulutnya untuk berbicara pada Erna.{Semua yang aku minta kamu kabulkan? Apakah kamu bisa dipercaya?}Pria
Untuk sesaat, Kenriki tidak menjawab pertanyaan Erna, sampai kemudian Rick memberikan isyarat padanya untuk tidak mengatakan pada Erna bahwa Kenriki datang bersama teman akrab, dan akhirnya Kenriki mengatakan pada Erna bahwa ia diantar oleh seorang teman karena tidak memiliki ongkos naik taksi sebab baru mulai bekerja.Setelah mendengar hal itu, Erna meminta Kenriki untuk masuk ke rumahnya, ia juga tidak mau teman Kenriki ikut masuk, dan Kenriki hanya mengiyakan saja sampai akhirnya pembicaraan mereka diakhiri."Bagaimana?" tanya Rick dan Laura bersamaan, dengan wajah yang tegang."Erna minta aku untuk masuk, tapi dia percaya kalau aku datang tidak dengan kalian, hanya saja, dia keberatan kalau kalian ikut masuk....""Orang tua dia enggak ada, kan? Ayahnya masih di luar, ibunya gimana?" tanya Laura bertubi-tubi."Aku tidak tahu kalau ibunya, mungkin ada di dalam, tapi dia minta aku meninggalkan kalian sendirian di luar, jadi bagaimana?""Kau harus tanya hatimu sendiri bagaimana, kalau
"Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."