Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 27"Aku puas ... benar-benar puaaas! Tak kusangka usahaku untuk menghancurkan si Arin dengan menjebaknya malam kemarin ternyata berhasil," katanya lagi.Dadaku langsung bergemuruh. Darahku terasa berdesir hebat. Sementara tangan dan rahangku juga pelan-pelan mengencang.Mbak Opi, ternyata dia emang sengaja melakukan ini? Ya Tuhan, aku tak pernah menyangka dia sejahat itu.Aku mati-matian ingin menjelaskan padanya bahwa semua ini hanya salah paham, tapi ternyata semua ini memang rencananya? Keterlaluan, sebenarnya apa masalah dia denganku?Aku yang geram baru akan menendang pintu kamar dengan kencang saat aku ingat, tak perlu aku berlaku anarkis sekarang. Mengumpulkan bukti bahwa aku memang tak bersalah dan Mbak Opi adalah dalang di balik semua ini kurasa akan lebih baik dari pada sekarang aku harus melabraknya.Oke, saat itu juga buru-buru aku membuka ponsel dan menyalakan perekam video. Pintu kamar agak terbuka sedikit, mungkin gambarny
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 28POV OPI'OTW jalan-jalan sama misua dan keluarga tercinta.'Aku melotot saat melihat status WA si Arin pagi-pagi. Dia mengunggah sebuah foto selfie bersama keluarganya di depan mobil berikut beberapa koper dekat mereka.Si Arini mau jalan-jalan? Gak salah?Cepat aku bangkit dan mengintip dari jendela kamar. Benar rupanya, mereka tengah bersiap untuk pergi. Sopirnya yang kemarin dan ART rumah itu tengah sibuk memasukan koper-koper mereka ke dalam bagasi. Sementara si Arin dan suaminya baru saja masuk ke dalam mobil gagah mereka."Eh serius mereka mau jalan-jalan? Kok bisa sih? Bukannya harusnya rumah tangga mereka bubar ya? Kok malah pada jalan-jalan sih?" Aku menggerutu sendiri. Bingung sekaligus kesal melihat mereka hendak pergi sambil ketawa ketiwi. Seolah tak ada apa-apa antara mereka.Tak puas melihat dari jendela, aku pun pergi ke luar. Sayang, mereka malah udah otw dengan mobil mereka yang mengkilap itu. Argghh sial."Apaan sih
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 29"Loh Mas, tapi ... kenapa aku harus pergi? Aku ....""Mulai sekarang kamu bukan istriku lagi. Aku ceraikan kamu Opi. Sana balik ke rumah ibumu. Jelas?"Mataku melotot, dadaku sesak, sementara mulutku menganga."M-Mas kamu ... kamu ... kamu bener mau ceraikan aku?" tanyaku dengan tubuh yang sudah lemas dan mata yang terhalang kabut."Bukan mau, tapi udah. Gak denger kamu tadi aku ceraikan kamu? Dasar perempuan gak jelas," hardiknya.Dia lalu melengos ke depan pintu dan berusaha membukanya. Cepat kuhampiri dia lagi."Mas, Mas tunggu!""Apa lagi sih?""Tapi Mas, aku gak mau cerai sama kamu. Dan kamu gak bisa ceraikan aku sepihak gini dong."Matanya menyipit, "gak mau diceraikan sepihak? Kamu tenang aja Opi, karena aku pasti akan menceraiaknmu resmi di pengadilan secepatnya."Mataku makin melotot dengan dada yang bergemuruh hebat."Nggak. Bukan gitu Mas, aku gak mau cerai sama kamu. Kamu gak boleh ceraikan aku, Mas. Kita baikan ya. Aku maa
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 30"Bu, oleh-oleh nih dari ibu mertua," katanya, sambil menaruh plastik besar yang entah isinya apa ke atas meja.Ibu membuang muka dan melipat tangannya di dada."Gak usah, bawa lagi aja sana. Gak Sudi Ibu terima oleh-oleh dari anak yang udah bikin malu keluarga dan bikin rumah tangga Mbakmu sendiri hancur," ketus Ibu.Aku cekikikan dalam hati. Rasain kamu Arin. Emang enak diketusin ibu."Ibu tuh kenapa sih? Oleh-oleh dari ibu mertua sama Arin yang bikin malu apa hubungannya?" respon si Arin akhirnya."Ya ada tentu aja. Bagi Ibu, haram hukumnya makan makanan dari orang yang gak tahu malu kayak mau. Karena apa? Karena Ibu bisa kena sial dan ikutan nanggung dosa kamu nantinya!" pekik Ibu, membuat si Arin seketika menarik napas berat dan panjang.Sementara aku masih memilih diam. Mayan, kekeselanku tadi sedikit terobati saat melihat si Arin diomeli dan makin dibenci sama ibu begitu. Haha."Udah sana kamu balik! Bawa lagi tuh semua yang kamu
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 31POV ARIN"Ariin! Ya ampun Nak, syukurlah kamu udah sadar." Ibu mertua langsung memelukku yang masih dalam pembaringan ranjang rumah sakit.Aku sadar bagaimana kondisiku ketika aku membuka mata. Terakhir aku ingat, aku sedang dicekik oleh Mbak Opi di rumah ibu, mungkin aku hampir mati makanya sekarang aku dilarikan ke rumah sakit.Ya Allah kepalaku juga agak nyeri saat aku bergerak, tapi untunglah aku bisa sadar lagi."Arin, Ibu kata juga apa? Kamu itu jangan gegabah kalau mau pergi ke rumah ibumu, minta temenin Mumun 'kan bisa," kata Ibu mertua lagi, mengangkat dirinya dari dadaku.Ibu mertua tampak khawatir dengan kondisiku, mata beliau bengkak, mungkin habis menangis entah berapa lama."Maaf Bu, tapi Arin udah gak apa-apa kok.""Iya tapi kamu itu berhasil bikin kami semua khawatir selama seharian ini. Dari tadi pagi kamu masuk rumah sakit, baru sekarang kamu sadar. Siapa yang gak khawatir?"Aku mengulum senyum tipis, "maaf ya, Bu. A
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 32"Iya Jay. Tega banget perempuan itu fitnah adiknya sendiri. Untung aja Arin langsung dapat bukti kebenarannya bahwa dia gak bersalah, kalau nggak, mungkin kamu dan Arin udah entah gimana."Bang Jaya melirik ke arahku."Maafin Abang ya, Abang kemarin sempet kecewa sama kamu, Abang pikir kamu beneran tega karena Mas Agas sendiri ngaku kalau kalian punya hubungan," ucapnya kemudian."Agas itu emang stres Jay. Ibu saksinya kalau istrimu ini gak pernah selingkuh, jadi apa pun yang dikatakan pria itu, kamu gak boleh langsung percaya aja sama dia," kata Ibu mertua lagi.Bang Jaya mengangguk dan langsung menarikku dalam dadanya."Maaf ya.""Abang ih, malu ada Ibu.""Biarin, emang kenapa?"Aku menutup wajah dengan telapak tangan. Duh, merah banget pasti nih pipi karena mesra-mesraan diliatin sama bumer hehe."Nah gitu dong pada akur, apaan kemarin diem-dieman? Ribet Ibu lihatnya juga."Aku dan Bang Jaya menggelak tawa."Eh, besok pada ikut Ibu
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 33"B-Bu, ini ... ini ... ini gak seperti yang-""Apa semua ini Opi?!""B-Bu!"Plak!Tamparan dari tangan ibu mendarat keras di pipi Mbak Opi. Nyeri dan panas Aku yakin sekarang sedang menjalar ke seluruh tubuhnya. Hmh rasain kamu Mbak, ini baru permulaan."Jadi semua ini adalah ulahmu sendiri Opi? Untuk apa kamu melakukannya, hah?!""Bu, tap-tapi ini ... Opi bisa jelasin. Opi terpaksa melakukan ini Bu, karena Opi kesel sama si Arin sampai saat ini suami Opi selalu ingat dan nyebut-nyebut nama si Arin. Opi gak salah 'kan, Bu? Opi gak salah 'kan?""Diam kamu! Kamu bener-bener udah bikin Ibu kecewa!" sentak Ibu lagi, sebelum akhirnya Ibu masuk ke kamar dan membanting pintunya dengan kencang.Mbak Opi cepat menggedor pintu tersebut."Bu! Bu! Tapi Opi gak salah, Bu. Yang salah itu si Arin Bu, siapa suruh dia selalu jadi wanita idaman suami Opi, Bu! Bu, buka, Bu!"Mataku melebar, tanganku mengepal."Tutup mulut kamu itu, Mbak. Aku gak tahu me
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 34POV OPI"Astaga! Apa-apaan ini? Bu Hamidah kenapa komen begini di statusku?" Aku terkejut dan langsung bangkit dari kasur ketika membaca komentar Bu Hamidah tetangga seberang rumah ibu.Dasar gak waras. Bisa-bisanya dia bilang katanya aku udah gak sanggup balesin komentar dan semuanya hanya fitnah. Tahu dari mana dia semuanya hanya fitnah? Cepat kubalas saja komentarnya itu.'Gak usah sotoy deh Bu, gak tahu kenyataannya mening diem!'Klik!Dia langsung membalas lagi.'Saya tahu kenyataannya dan saya punya buktinya. Selain fitnah ternyata kamu juga tega ya mau menghabisi nyawa adikmu sendiri. Ih naudzubillah, terbuat dari apa hatimu itu Opi??'Mataku makin melotot, dadaku bergemuruh. Aku makin meradang saja rasanya.'Apa maksud Bu Hamidah? Gak usah asal ya kalau ngomong. Yang tahu kebenarannya 'kan saya. Ngapain situ yang sotoy?''Loh saya tahu loh kebenarannya. Saya udah lihat videonya. Apa perlu saya share juga bukti-buktinya kalau k
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 B"Iya, Mbak."Mulutku menganga, kusingkap selimut yang menutup kakiku. Dan jantungku langsung terasa ditarik ke dasar perut."K-kakiku? Nggaaak!" Aku teriak dan mengamuk.Cepat mereka mendorongku keluar. Ibuku langsung menyambut di depan pintu."Wita, tenang Wit, tenang.""Bu, kaki Wita Bu, kaki Wita. Kenapa dipotong?""Karena kamu terluka parah Juwita. Gak apa-apa kamu bisa pakai kaki palsu. Gak usah khawatir."Aku melotot, kaki palsu?"Nggak! Nggak! Nggaaak!" Aku kembali histeris dan berontak.Dalam sekejap, duniaku seperti hancur berkeping-keping. Amblas dan tak tersisa. Bagaimana nggak? Kakiku dipotong sebelah? Astaga itu artinya aku gak akan bisa hidup normal lagi.***"Semua ini gara-gara kamu Opi! Tanggung jawab kamu! Kamu yang sudah membuat aku kehilangan kakiku sebelah!" Aku menjambak rambutnya ketika dia kutemui di kantor polisi."Mbak Juwita! Apaan sih. Mbak sendiri yang salah, kenapa jadi Opi yang disalahin? Coba aja dulu
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 ALagi pula, ide ini 'kan bukan ideku, melainkan ide si Opi. Jadi kalau andai ada apa-apa, maka si Opi yang akan ditambah hukumannya, bukan aku yang akan diseret ke dalam penjara. Hmm bener. Anggap aja, ini adalah harga yang harus dia bayar untuk mengganti uang yang dikeluarkan untuk membayar pengacaranya nanti."Oke. Kalau gitu Mbak coba pakai cara kamu Pi, tapi sekali lagi Mbak ingatkan, pengacara yang akan Mbak sewa nanti bukan untuk membebaskanmu dari tuduhan, dia hanya membantu kamu membela diri, paham?"Dia mengangguk setuju. Aku lalu pergi dari sana.Setelah dari kantor polisi itu, aku mulai membuat strategi penculikan si Arin. Beberapa Minggu kemudian, setelah sidang putusan si Opi dilakukan, aku baru menjalankan idenya."Mbak harus berhasil membuatnya mati, aku bener-bener benci sama," desis si Opi sambil mencengkram kuat-kuat besi sel.Hmh, dasar bodoh. Tanpa dia suruh pun aku akan melakukannya, tapi tentu aku tak akan gegab
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 47POV Juwita."Suamimu kemana Rin?" tanyaku pada Arini, yang tak lain adalah adik iparku.Hari itu Mas Lukman disuruh ke rumah ibunya untuk mengantarkan beras atau uang katanya. Hah, aku malas sebetulnya. Baru juga pulang dari luar kota udah disuruh-suruh aja ke rumah mertua.Aku tuh udah jengah juga sebetulnya. Makin hari mereka itu makin gak berguna aja. Ibu mertua bisanya cuma minta-minta, anaknya juga bisanya cuma numpang hidup. Mentang-mentang aku kaya, enak banget mereka hidup gratisan.Makanya udah beberapa minggu ini tak kuberikan Mas Lukman uang seperti biasanya, karena aku tahu dia selalu pakai uang itu untuk memuaskan keinginan ibunya yang tak habis-habis itu."Ibu butuh uang katanya buat belanja sehari-hari Wit.""Ya terus? Ibumu yang butuh kok ngomong sama aku?""Ya bukannya gitu, tapi 'kan biasanya emang kita yang ngasih.""Sekarang gak lagi."Kesel banget. Serasa diperas dan dimanfaatkan terus rasanya, apalagi si nenek tua
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 BIbunya Mbak Juwita yang juga tengah bersama mereka sempat menatap kami tajam sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan rawat inap."Kenapa dia, Bang? Kenapa Mbak Juwita teriak-teriak gitu?""Kakinya diamputasi.""Apa? Emangnya separah itu?""Iya. Kemarin Ibu juga sempet jenguk dia sebelum operasi. Memang kepadanya parah," kata Ibu.Astagfirullah. Aku bergidig ngeri. Padahal selama ini aku tahu Mbak Juwita orang baik, tapi entah kenapa dia jadi terjerumus dalam tindakan yang gegabah seperti itu. Hanya karena perasaannya pada Bang Jaya dia sampai tega mengurungku selama tiga bulan lamanya. Dan bahkan kemarin dia tega akan menyakiti anak sekecil Nuna.Naudzubillah. Semoga dengan balasan yang Allah kasih ini dia bisa bertaubat dan menyesali semua perbuatannya.__Sampai di rumah aku disambut begitu baik oleh ibu mertua dan Nuna yang terlihat sangat ceria."Yeey Mamam dan adik utun udah pulaaang," sorak Ibu mertua memeragakan Nuna.Aku ce
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 AAku mengerjap, "oh iya, boleh kok, Mbak. Silakan aja datang, gak usah sungkan."Aku dan Mbak Juwita emang gak pernah ada masalah. Selama dia menjadi kakak iparku, dia juga baik dan hubungan kami selalu akur."Makasih ya Rin." Mbak Juwita menepuk pundakku.Dia lalu izin membawa Nuna main ke luar. Sementara itu aku dan Bang Jaya, juga ibu mertua aktivitas seperti biasa._Syukurlah Nuna benar-benar anteng di tangan Mbak Juwita. Seharian ini aku dan ibu mertua jadi bisa istirahat dengan tenang."Rin, Nuna ngantuk kayaknya. Dia rewel tapi kayaknya minta minum susu. Bisa kamu ke bawah buatin dia susu?" pinta Mbak Juwita. Dia berdiri di bibir pintu kamarku yang memang sengaja kubuka lebar. Habis diajak main Nuna rupanya rewel, mungkin ngantuk dan dia emang biasa minum susu sebelum tidur."Oh iya Arin bikinin dulu, Mbak." Aku bangkit dari kasur karena Bang Jaya kebetulan sedang gak ada di rumah. Mumun juga tadi katanya lagi pergi belanja
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 45Kutengok sekeliling. Benar ternyata, aku sudah mengenali tempat itu sekarang. Walau gelap tapi aku tahu, kami ada di dekat stasiun kereta sekarang."Ini di dekat stasiun 'kan, Mas?" tanyaku memastikan."Iya Mbak. Turunlah di sini, karena di depan ada cctv. Saya gak mungkin antar Mbak sampai ke sana. Oh ya, dari sini, Mbak bisa naik taksi atau ojek saja. Oke?"Aku mengangguk dan buru-buru turun sebelum orang itu berubah pikiran. Walau bagaimana pun dia orang suruhan pria yang sudah mengurungku selama tiga bulan ini, bagaimana kalau tiba-tiba dia berubah pikiran atau kembali punya pikiran jahat? Nauzubillah.Dengan langkah lebar-lebar aku menyebrang ke pangkalan ojek yang tak jauh dari sana."Bang, ke komplek perumahan Buana Permai ya, jalan Nurul Huda 12."Kang ojek mengangguk dan segera melajukan motornya setelah aku duduk di belakang dengan aman.Sampai di depan pos, ojek tak diizinkan masuk karena memang portal perumahan sudah ditut
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 44POV ArinIbu datang menemuiku hari ini. Akhirnya terpaksa aku harus menemui ibu setelah berkali-kali aku menolaknya melalui Mbak Mumun."Kasihan Nya, ibunya kayak lesu dan berharap banget ketemu Nyonya Arin," kata Mbak Mumun ketika memanggilku ke kamar."Biarin ajalah Mbak, saya males," responku santai.Aku yang sedang membaca majalah tak mau beranjak sebetulnya. Tapi melihat Mbak Mumun yang mematung di bibir pintu agak lama membuatku risih juga."Ya udah saya turun."Akhirnya aku turun. Ibu datang membawa sayur kacang merah kesukaanku. Tapi terpaksa aku menolaknya karena aku mendadak suka alergi sejak kehamilan keduaku ini. Selain itu, aku juga masih malas menerima sesuatu dari ibu. Dulu beliau menolak pemberianku habis-habisan, sekarang aku ingin beliau merasakan apa yang kurasakan sekarang. Betapa gak enaknya ada dalam posisi itu.Tring!Suara pesan masuk yang entah dari siapa membuatku mengerjap.[Suamimu kecelakaan. Dia ada di ja
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 43"Iya Bang, ini Arin. Ini Arin Bang, istri Abang," katanya, sambil terus memelukku."Arin ... kok bisa?" tanyaku setengah tak sadar.Aku masih belum percaya dengan apa yang kulihat ini. Benarkah ini Arin istriku? Bagaimana bisa dia masih hidup? Lalu yang kami makamkan tiga bulan lalu itu siapa?"Abang. Arin belum mati, Bang. Arin belum mati. Arin masih hidup, Bang," katanya lagi. Seolah tahu dengan apa yang ada di dalam pikiranku."Kalau gitu saya permisi Mas Jaya, Mbak Arin," kata Pak Supri kemudian.Aku mengangkat wajah, Arin juga berbalik menghadapnya."Oh iya Pak, makasih udah antar saya sampai depan rumah ya," ucap Arin."Iya Mbak Arin sama-sama. Mari, Mas."Beliau kembali bertugas setelah melemparkan senyuman lebar padaku. Sementara aku kembali menatapi Arin dari bawah hingga atas.Ya Tuhan, aku benar-benar tak percaya. Arin sekarang ada di hadapanku lagi, perutnya juga sudah makin membesar.Mataku tak terasa basah. Pelan aku berj
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 42"Ah Jay, ayolah. Suruh aku duduk atau berikan aku air dulu. Apa susahnya?""Aku sibuk. Dan rumah ini haram menyuruhmu duduk apalagi memberimu air," ketusku. Biarlah, aku mau perempuan itu cepat balik."Kata-katamu itu Jay. Kenapa sih? Aku datang ke sini dengan niat baik, aku mau mengucapkan duka cita atas kepergian istrimu. Kamu malah memperlakukanku begini," rajuknya."Ya udah. Urusanmu menyampaikan duka cita udah selesai 'kan? Sekarang silakan balik. Aku gak punya banyak waktu."Dia menarik napas panjang, "Jaaay, aku-""Eh eh eh ngapain kamu di sini pencuri?!" potong Ibu yang baru saja keluar.Alina langsung bangkit, dan dia baru akan mengalami ibuku saat dengan cepat ibu malah mengambil sandal tepleknya dari kaki."Pergi kamu! Atau sandal ini akan menampar pipimu," usir beliau sambil mengangkat sandal itu.Kontan saja si Alina mengatup-ngatup."T-Tante, tunggu Tan, jangan emosi dulu, Alin datang ke sini cuma mau menyampaikan duka ci