Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 1Tring!Sebuah pesan masuk dari Anita. Teman baikku.[Ciee yang sekarang jadi nasabah prioritas.]Keningku mengerut bingung.[Apa sih gak ngerti?] balasku.Tring!Kemudian dia mengirim sebuah gambar.[Itu suami kamu 'kan?]Kuteliti foto itu, foto punggung seorang lelaki berkaos hitam memakai sendal jepit dan celana kolor yang memang mirip dengan suamiku.Dia tengah duduk di depan teller sebuah bank. [Eh iya itu kayaknya suamiku Nit, ngapain ya dia di sana?][Ya nabunglah ngaco. Ngapain lagi? Suka merendah dan pura-pura gitu deh.]Hah? Suamiku nabung? Jadi nasabah prioritas pula? Idiiih gak mungkin. Yang aku tahu, bukannya nasabah prioritas itu gak asal ya? Ada syarat tertentu dan duit yang disimpennya juga tentu harus gede. Ratus-ratus minimanyalah ya pokoknya.Sedangkan suamiku? Kerjaannya aja cuma serabutan. Kadang ngojek, kadang jadi tukang kebun rumah orang, kadang jualan kaos, ah pokoknya apa aja deh, yang jelas duitnya gak akan s
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 2Yang aku tahu, sejak dulu ibu mertua sudah ditinggal wafat oleh bapak mertua. Sebab itulah Bang Jayanta tak tega membiarkan beliau tinggal sendiri di kampungnya, jadilah ibu mertua dibawa merantau oleh suamiku ke kota Tangerang.Dan setelah menikah aku diajak tinggal bersama beliau di rumah sederhana ini, rumah yang sengaja mereka sewa agar setelah kami menikah aku tetap bisa berkunjung ke rumah ibu dan sodara-sodaraku katanya.Sehari-harunya mertuaku hanya mengasuh Nuna anak pertamaku. Dan beliau juga jarang sekali dikunjungi oleh anak-anaknya yang lain karena mereka pada merantau ke pulau seberang. Makanya aku heran, kok mertuaku punya duit sebanyak ini ya? Satu juta rupiah kulihat sekarang ada di tanganku, tentu ini bukan duit yang sedikit bagi kami. Bahkan tak jarang ibu mertua juga suka tiba-tiba beliin Nuna snack mahal. "Nuna kasih ini nih Rin, biar cucu Ibu sehat," katanya waktu itu."Ini 'kan snack mahal Bu, dari mana Ibu pun
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 3"Kamu kok tahu Rin?" tanya Bang Jayanta dengan mata agak melebar."Iya, temen Arin tadi lihat Abang, sampe difotoin segala pas Abang lagi ada di depan teller, emang Abang ngapain sih di sana, Bang?"Bang Jayanta mendadak diam sambil melirik ke arah ibu mertua dengan ekor matanya. "Itu ... anu, Abang ....""Palingan cuma anterin makanan pesenan orang. Kamu katanya sekarang jadi pengantar makanan paruh waktu di restoran 'kan, Jay?" sambar Ibu mertua.Bang Jayanta yang sedang kebingungan kontan mengangguk sambil menjentikan jarinya."Nah iya bener. Bener apa kata Ibu Rin, tadi Abang lagi anterin makanan buat teller di sana," katanya dengan senyuman yang mendadak merekah."Ouuh gitu." Aku manggut-manggut.Kan bener apa kata aku, Bang Jayanta di sana palingan cuma lagi anterin makanan orang. Hmm.***Esok harinya. Aku sudah diantar Bang Jayanta pagi-pagi."Kita mau beli baju di mana Rin?""Pasar ajalah, Bang.""Beneran? Gak mau ke mall?""Y
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 4Astagfirullah. Apa jangan-jangan mereka itu sebenernya orang jahat yang sedang menyamar jadi orang biasa? Mereka lalu menjadikanku mangsa mereka agar mereka bisa melancarkan aksi mereka?Eh tapi, aksi apa? Apa tujuan mereka melakukan ini? Dan kenapa harus aku? Apa hubungannya mereka sama aku?Enggak! Ya ampuun Ariniii lebay amat deh ini otaknya mikirnya. Mereka baik gitu sama aku. Mana ada mereka orang jahat, kebanyakan nonton sinetron emang nih aku."Iya Bu, maaf. Tadi itu Mbak Mumun tiba-tiba aja dateng nepuk pundak. Jaya juga sampe kaget, biasanya 'kan Mbak Mumun gak belanja ke pasar Sifon." Suami bicara lagi.Aku kembali menguping."Hih ada-ada aja sih. Kalian hati-hati dong, ujian kita buat Arini itu belum selesai. Masih ada beberapa tahap yang harus dia lewati."Hah, ujian? Ujian apaan dah? Kenapa gitu aku mesti diuji?"Iya iya. Ya udah ah, Jaya mau ke kamar dulu. Capek."Bang Jayanta terdengar bangkit dari kursi. Cepat-cepat aku
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 5"Ibu! Cukup ya. Dulu Arin hampir nikah sama Mas Agas yang kaya raya itu, tapi siapa yang menggagalkannya? Ibu dan Mbak Opi 'kan? Ibu nyuruh supaya Arin ikhlas dan diam gak usah banyak omong ketika Mbak Opi ketahuan selingkuh dengan Mas Agas. Terus sekarang ketika Arin berusaha ikhlas dan menata hidup Arin dengan pilihan Arin sendiri, Ibu malah sering mempermasalahkannya hanya karena menurut Ibu, Bang Jaya itu orang miskin. Emang apa salahnya sih Bu kalau suamiku itu miskin? Miskin bukan berarti hina 'kan?" cecarku panjang lebar.Geram banget aku tuh, baru aja dateng ibu udah ngerusak suasana dengan membeda-bedakan kasta."Dan Ib-""Permisi." Ucapanku terpotong saat mertuaku muncul. Aku cepat menoleh."Ya, Bu. Ada apa? Apa perlu sesuatu?" "Rin, bisa jaga Nuna sebentar? Ibu mau numpang ke toilet.""Oh iya Bu, sini. Toiletnya ada di belakang ya," kataku sambil menunjukan arah toilet. Aku mengambil Nuna dari gendongan mertua, beliau lalu
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 6"Iya uangnya biar buat Ibu aja, tadi 'kan kita gak bawa apa-apa buat Ibu, jadi biar uang arisan itu untuk hadiah Ibu aja," kata Bang Jaya yakin."Lah kok gitu sih?"Kesal, aku pun bangkit menarik tangan suami sebentar keluar."Abang, apaan sih, kok duit arisannya malah mau dikasih ke Ibu? 'Kan kita juga butuh Bang buat periksa rutin dan beli-beli makanan sehat buat utun."Bang Jaya mengibas tangan, "kalau soal buat belanja sehari-hari dan periksa utun, kamu tenang aja Rin, Abang ada uang kok.""Ya tapi, Bang-""Bener apa kata Jaya Rin, kasih aja uangnya ke ibumu, biar kalian nggak dihina-hina dan dibedakan lagi," potong Ibu mertua yang tiba-tiba sudah ada di teras."Eh Bu, udah pulang?""Udah cuma muter sekitaran sini aja, Nuna juga udah tidur nih.""Oh tidur ya Bu. Ya udah kita langsung balik aja kali ya, arisannya juga udah selesai.""Ya udah ayok.""Bentar Arin pamit dulu ke dalam." Aku berbalik badan. "Tapi eh, seriusan ini uang ari
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 7"Soal yang katanya kamu mau dijodohkan sama anak juragan jengkol, yakin kamu gak mau nikah sama dia? Dia pasti mau kok meski sekarang kamu udah punya anak Rin. Kamu 'kan masih muda, cantik dan kuat.""Astagfirullah Ibu, apaan sih. Mikirnya kok sampai ke sana? Jelas aja Arin gak mau, Bu. Jangankan sekarang saat anak udah mau anak dua. Andai Arin jadi janda sekali pun, Arin gak akan mau nikah sama dia," terangku panjang lebar."Loh kenapa? Kan dia kaya raya Rin, gak seperti anak Ibu yang hanya ...." Ibu mertua berubah sedih.Aku cepat mengusap bahu beliau."Gak penting Bang Jaya orang kaya atau bukan Bu, karena bagi Arin, Bang Jaya itu spesial. Lebih dari siapa pun. Dan posisinya jelas gak akan bisa digantikan oleh siapa pun. Jadi tolong berhenti nyebut-nyebut nama lelaki lain ya, Bu. Kita fokus aja ke kehidupan kita. Keluarga kecil kita. Nuna yang lagi lucu-lucunya dan utun yang berapa bulan lagi akan siap meramaikan rumah kita juga. Oke
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 8Karena kedengaran makin sengit, aku pun bangkit menengok dari kaca jendela. Mertuaku masih ngomel-ngomel dan adu mulut rupanya sama ibu-ibu rempong itu.Ah, aku jadi terharu. Entah kenapa, mertuaku sebaik itu. Beliau bahkan bersikap layaknya seorang ibu kandung yang sedang membela anaknya."Rin." Aku mengerjap dan cepat mengusap sudut mata yang sudah basah.Bang Jaya tiba-tiba sudah ada di dekatku. Dia baru pulang. Aku sampai tak sadar saat dia naik ke teras."Kenapa? Ngapain di sini?""Gak apa-apa, Bang. Tumben udah balik jam segini?" Aku balik bertanya."Gak, Abang cuma mau ngasih ini buat kamu. Terus mau berangkat lagi." Bang Jaya memberikanku plastik dari minimarket yang setelah kutengok ternyata isinya beberapa dus susu ibu hamil."Abang beli susu ibu hamil sebanyak ini? Duitnya dari mana? Abang 'kan baru jalan.""Adalah tadi Abang dapet rejeki," jawabnya santai. "Rejeki dari mana, Bang? Ini 'kan susu mahal. Terus Abang juga 'kan
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 B"Iya, Mbak."Mulutku menganga, kusingkap selimut yang menutup kakiku. Dan jantungku langsung terasa ditarik ke dasar perut."K-kakiku? Nggaaak!" Aku teriak dan mengamuk.Cepat mereka mendorongku keluar. Ibuku langsung menyambut di depan pintu."Wita, tenang Wit, tenang.""Bu, kaki Wita Bu, kaki Wita. Kenapa dipotong?""Karena kamu terluka parah Juwita. Gak apa-apa kamu bisa pakai kaki palsu. Gak usah khawatir."Aku melotot, kaki palsu?"Nggak! Nggak! Nggaaak!" Aku kembali histeris dan berontak.Dalam sekejap, duniaku seperti hancur berkeping-keping. Amblas dan tak tersisa. Bagaimana nggak? Kakiku dipotong sebelah? Astaga itu artinya aku gak akan bisa hidup normal lagi.***"Semua ini gara-gara kamu Opi! Tanggung jawab kamu! Kamu yang sudah membuat aku kehilangan kakiku sebelah!" Aku menjambak rambutnya ketika dia kutemui di kantor polisi."Mbak Juwita! Apaan sih. Mbak sendiri yang salah, kenapa jadi Opi yang disalahin? Coba aja dulu
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 ALagi pula, ide ini 'kan bukan ideku, melainkan ide si Opi. Jadi kalau andai ada apa-apa, maka si Opi yang akan ditambah hukumannya, bukan aku yang akan diseret ke dalam penjara. Hmm bener. Anggap aja, ini adalah harga yang harus dia bayar untuk mengganti uang yang dikeluarkan untuk membayar pengacaranya nanti."Oke. Kalau gitu Mbak coba pakai cara kamu Pi, tapi sekali lagi Mbak ingatkan, pengacara yang akan Mbak sewa nanti bukan untuk membebaskanmu dari tuduhan, dia hanya membantu kamu membela diri, paham?"Dia mengangguk setuju. Aku lalu pergi dari sana.Setelah dari kantor polisi itu, aku mulai membuat strategi penculikan si Arin. Beberapa Minggu kemudian, setelah sidang putusan si Opi dilakukan, aku baru menjalankan idenya."Mbak harus berhasil membuatnya mati, aku bener-bener benci sama," desis si Opi sambil mencengkram kuat-kuat besi sel.Hmh, dasar bodoh. Tanpa dia suruh pun aku akan melakukannya, tapi tentu aku tak akan gegab
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 47POV Juwita."Suamimu kemana Rin?" tanyaku pada Arini, yang tak lain adalah adik iparku.Hari itu Mas Lukman disuruh ke rumah ibunya untuk mengantarkan beras atau uang katanya. Hah, aku malas sebetulnya. Baru juga pulang dari luar kota udah disuruh-suruh aja ke rumah mertua.Aku tuh udah jengah juga sebetulnya. Makin hari mereka itu makin gak berguna aja. Ibu mertua bisanya cuma minta-minta, anaknya juga bisanya cuma numpang hidup. Mentang-mentang aku kaya, enak banget mereka hidup gratisan.Makanya udah beberapa minggu ini tak kuberikan Mas Lukman uang seperti biasanya, karena aku tahu dia selalu pakai uang itu untuk memuaskan keinginan ibunya yang tak habis-habis itu."Ibu butuh uang katanya buat belanja sehari-hari Wit.""Ya terus? Ibumu yang butuh kok ngomong sama aku?""Ya bukannya gitu, tapi 'kan biasanya emang kita yang ngasih.""Sekarang gak lagi."Kesel banget. Serasa diperas dan dimanfaatkan terus rasanya, apalagi si nenek tua
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 BIbunya Mbak Juwita yang juga tengah bersama mereka sempat menatap kami tajam sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan rawat inap."Kenapa dia, Bang? Kenapa Mbak Juwita teriak-teriak gitu?""Kakinya diamputasi.""Apa? Emangnya separah itu?""Iya. Kemarin Ibu juga sempet jenguk dia sebelum operasi. Memang kepadanya parah," kata Ibu.Astagfirullah. Aku bergidig ngeri. Padahal selama ini aku tahu Mbak Juwita orang baik, tapi entah kenapa dia jadi terjerumus dalam tindakan yang gegabah seperti itu. Hanya karena perasaannya pada Bang Jaya dia sampai tega mengurungku selama tiga bulan lamanya. Dan bahkan kemarin dia tega akan menyakiti anak sekecil Nuna.Naudzubillah. Semoga dengan balasan yang Allah kasih ini dia bisa bertaubat dan menyesali semua perbuatannya.__Sampai di rumah aku disambut begitu baik oleh ibu mertua dan Nuna yang terlihat sangat ceria."Yeey Mamam dan adik utun udah pulaaang," sorak Ibu mertua memeragakan Nuna.Aku ce
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 AAku mengerjap, "oh iya, boleh kok, Mbak. Silakan aja datang, gak usah sungkan."Aku dan Mbak Juwita emang gak pernah ada masalah. Selama dia menjadi kakak iparku, dia juga baik dan hubungan kami selalu akur."Makasih ya Rin." Mbak Juwita menepuk pundakku.Dia lalu izin membawa Nuna main ke luar. Sementara itu aku dan Bang Jaya, juga ibu mertua aktivitas seperti biasa._Syukurlah Nuna benar-benar anteng di tangan Mbak Juwita. Seharian ini aku dan ibu mertua jadi bisa istirahat dengan tenang."Rin, Nuna ngantuk kayaknya. Dia rewel tapi kayaknya minta minum susu. Bisa kamu ke bawah buatin dia susu?" pinta Mbak Juwita. Dia berdiri di bibir pintu kamarku yang memang sengaja kubuka lebar. Habis diajak main Nuna rupanya rewel, mungkin ngantuk dan dia emang biasa minum susu sebelum tidur."Oh iya Arin bikinin dulu, Mbak." Aku bangkit dari kasur karena Bang Jaya kebetulan sedang gak ada di rumah. Mumun juga tadi katanya lagi pergi belanja
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 45Kutengok sekeliling. Benar ternyata, aku sudah mengenali tempat itu sekarang. Walau gelap tapi aku tahu, kami ada di dekat stasiun kereta sekarang."Ini di dekat stasiun 'kan, Mas?" tanyaku memastikan."Iya Mbak. Turunlah di sini, karena di depan ada cctv. Saya gak mungkin antar Mbak sampai ke sana. Oh ya, dari sini, Mbak bisa naik taksi atau ojek saja. Oke?"Aku mengangguk dan buru-buru turun sebelum orang itu berubah pikiran. Walau bagaimana pun dia orang suruhan pria yang sudah mengurungku selama tiga bulan ini, bagaimana kalau tiba-tiba dia berubah pikiran atau kembali punya pikiran jahat? Nauzubillah.Dengan langkah lebar-lebar aku menyebrang ke pangkalan ojek yang tak jauh dari sana."Bang, ke komplek perumahan Buana Permai ya, jalan Nurul Huda 12."Kang ojek mengangguk dan segera melajukan motornya setelah aku duduk di belakang dengan aman.Sampai di depan pos, ojek tak diizinkan masuk karena memang portal perumahan sudah ditut
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 44POV ArinIbu datang menemuiku hari ini. Akhirnya terpaksa aku harus menemui ibu setelah berkali-kali aku menolaknya melalui Mbak Mumun."Kasihan Nya, ibunya kayak lesu dan berharap banget ketemu Nyonya Arin," kata Mbak Mumun ketika memanggilku ke kamar."Biarin ajalah Mbak, saya males," responku santai.Aku yang sedang membaca majalah tak mau beranjak sebetulnya. Tapi melihat Mbak Mumun yang mematung di bibir pintu agak lama membuatku risih juga."Ya udah saya turun."Akhirnya aku turun. Ibu datang membawa sayur kacang merah kesukaanku. Tapi terpaksa aku menolaknya karena aku mendadak suka alergi sejak kehamilan keduaku ini. Selain itu, aku juga masih malas menerima sesuatu dari ibu. Dulu beliau menolak pemberianku habis-habisan, sekarang aku ingin beliau merasakan apa yang kurasakan sekarang. Betapa gak enaknya ada dalam posisi itu.Tring!Suara pesan masuk yang entah dari siapa membuatku mengerjap.[Suamimu kecelakaan. Dia ada di ja
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 43"Iya Bang, ini Arin. Ini Arin Bang, istri Abang," katanya, sambil terus memelukku."Arin ... kok bisa?" tanyaku setengah tak sadar.Aku masih belum percaya dengan apa yang kulihat ini. Benarkah ini Arin istriku? Bagaimana bisa dia masih hidup? Lalu yang kami makamkan tiga bulan lalu itu siapa?"Abang. Arin belum mati, Bang. Arin belum mati. Arin masih hidup, Bang," katanya lagi. Seolah tahu dengan apa yang ada di dalam pikiranku."Kalau gitu saya permisi Mas Jaya, Mbak Arin," kata Pak Supri kemudian.Aku mengangkat wajah, Arin juga berbalik menghadapnya."Oh iya Pak, makasih udah antar saya sampai depan rumah ya," ucap Arin."Iya Mbak Arin sama-sama. Mari, Mas."Beliau kembali bertugas setelah melemparkan senyuman lebar padaku. Sementara aku kembali menatapi Arin dari bawah hingga atas.Ya Tuhan, aku benar-benar tak percaya. Arin sekarang ada di hadapanku lagi, perutnya juga sudah makin membesar.Mataku tak terasa basah. Pelan aku berj
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 42"Ah Jay, ayolah. Suruh aku duduk atau berikan aku air dulu. Apa susahnya?""Aku sibuk. Dan rumah ini haram menyuruhmu duduk apalagi memberimu air," ketusku. Biarlah, aku mau perempuan itu cepat balik."Kata-katamu itu Jay. Kenapa sih? Aku datang ke sini dengan niat baik, aku mau mengucapkan duka cita atas kepergian istrimu. Kamu malah memperlakukanku begini," rajuknya."Ya udah. Urusanmu menyampaikan duka cita udah selesai 'kan? Sekarang silakan balik. Aku gak punya banyak waktu."Dia menarik napas panjang, "Jaaay, aku-""Eh eh eh ngapain kamu di sini pencuri?!" potong Ibu yang baru saja keluar.Alina langsung bangkit, dan dia baru akan mengalami ibuku saat dengan cepat ibu malah mengambil sandal tepleknya dari kaki."Pergi kamu! Atau sandal ini akan menampar pipimu," usir beliau sambil mengangkat sandal itu.Kontan saja si Alina mengatup-ngatup."T-Tante, tunggu Tan, jangan emosi dulu, Alin datang ke sini cuma mau menyampaikan duka ci