Share

Part 3

Author: Ricny
last update Last Updated: 2024-02-22 18:57:45

Suami Miskinku di Ruang Nasabah Prioritas

Part 3

"Kamu kok tahu Rin?" tanya Bang Jayanta dengan mata agak melebar.

"Iya, temen Arin tadi lihat Abang, sampe difotoin segala pas Abang lagi ada di depan teller, emang Abang ngapain sih di sana, Bang?"

Bang Jayanta mendadak diam sambil melirik ke arah ibu mertua dengan ekor matanya.

"Itu ... anu, Abang ...."

"Palingan cuma anterin makanan pesenan orang. Kamu katanya sekarang jadi pengantar makanan paruh waktu di restoran 'kan, Jay?" sambar Ibu mertua.

Bang Jayanta yang sedang kebingungan kontan mengangguk sambil menjentikan jarinya.

"Nah iya bener. Bener apa kata Ibu Rin, tadi Abang lagi anterin makanan buat teller di sana," katanya dengan senyuman yang mendadak merekah.

"Ouuh gitu." Aku manggut-manggut.

Kan bener apa kata aku, Bang Jayanta di sana palingan cuma lagi anterin makanan orang. Hmm.

***

Esok harinya. Aku sudah diantar Bang Jayanta pagi-pagi.

"Kita mau beli baju di mana Rin?"

"Pasar ajalah, Bang."

"Beneran? Gak mau ke mall?"

"Ya maunya sih ke mall, tapi emang Abang punya duit?" candaku.

Dia terkekeh, "ya udah ke pasar ajalah, ke mall mah gampang kalau udah waktunya," katanya.

Hidih, aku menjebik, "kalau udah waktunya mulu perasaan. Kapan dong waktunya itu tiba? Apa-apa tuh Abang selaluuu aja bilang, nanti kalau udah waktunya, nanti kalau udah waktunya, gak bosen apa."

Bang Jayanta lagi-lagi terkekeh.

"Sabaaar, orang sabar jidatnya lebar."

Aku berdecak sambil mencubit pahanya dari belakang.

"Iya kayak Abang. Lebar tuh jidatnya."

"Hahaha."

Kami pun sampai di sebuah pasar. Tanpa ba-bi-bu, karena males lama-lama juga, cepat aku memilih baju yang sekiranya pantas dipakai ke acara arisan keluargaku di sebuah toko.

"Jangan lupa beli jilbab, tas, sendal sama daleman atas bawah bila perlu," kata Bang Jayanta sebelum aku masuk ke dalam.

"Dih, apaan dah. Kocak."

Dia terbahak.

-

Selesai membeli dua potong baju untukku dan untuk Nuna, jilbab dan juga tas, aku gegas keluar. Di luar aku celingukan saat tak kudapati Bang Jayanta di depan toko.

"Kemana itu orang? Motornya ada kok orangnya ngilang? Ah repot aja deh ah."

Aku mencari ke pinggir toko, dan ternyata benar, Bang Jayanta sedang ada di sana. Kuintip sedikit, dia tampak sedang mengobrol dengan seorang wanita seusia Mbak Opi.

"Pak, Si Eceu Alina datang terus tuh ke rumah, dia nanya-nanya terus di mana Bapak. Saya sampe bingung harus jawab apa. Karena kalau saya bilang Bapak sama Ibu udah bangkrut dan pulang kampung, dia gak percaya, sekalinya percaya dia pasti maksa minta alamat Bapak yang di kampung."

"Ck emang dasar gak tahu malu itu perempuan."

"Itulah Pak, saya juga gak habis pikir sama si Eceu. Maunya apa sih?"

"Ya udah, mulai sekarang perketat keamanan, suruh Mang Anwar kunci gerbang 24 jam, dan jangan biarkan terbuka walau hanya ditinggalkan sebentar, supaya perempuan itu gak bisa masuk lagi ke rumah lagi, paham?" tegas Bang Jayanta.

Mataku menyipit, telingaku meruncing. Apaan sih? Mereka lagi ngomongin siapa dah? Perempuan? Alina?

Terus gerbang katanya, gerbang siapa yang mereka maksud? Apa gerbang rumah tempat Bang Jayanta kerja nyambut rumput itu kali ya?

Oh iya mungkin aja. Terus bisa jadi perempuan yang lagi ngobrol sama suamiku itu juga si mbak-mbak yang kerja di rumah itu. Eh tapi kok dia manggil ke suamiku bapak sih? Udah kayak ke bos aja, hih.

"Paham, Pak. Paham. Nanti saya bilang ke Mang Anwar."

"Terus ini kamu ngapain belanja jauh-jauh? Sama siapa ke sini?" tanya suami lagi.

"Hehe dianter Mang Anwar Pak, sengaja Mumun belanja jauh, habisan di rumah bete gak ada kerjaan kalau gak ada tuan rumahnya. Makanya udah mau setahun ini Mumun belanja yang jauh biar sekalian healing," jawab wanita bernama Mumun itu lagi sambil cengengesan.

"Oh ya udah sana, saya juga mau jemput istri saya ke dalam, dia lagi belanja baju di toko."

"Walah sama istrinya, Pak? Kenalin dong, Pak. Kenalin yah, yah, yah." Wanita itu bersemangat, membuat senyumku tiba-tiba merekah.

Tapi suami malah mengibas tangan, "ish nanti aja, jangan sekarang. Sekarang belum waktunya," tolaknya.

"Yaaah, belum waktunya terus, Pak. Padahal pengen lihat Nyo-"

Brak!

Tiba-tiba aku ditabrak seseorang sampai belanjaanku jatuh ke lantai. Kontan saja, Bang Jayanta memunculkan diri dari pinggir toko.

"Eh Rin, gak apa-apa?" tanyanya cemas.

"Gak apa-apa, Bang." Aku bangkit dibantu Bang Jayanta, sementara mataku tertuju pada punggung wanita paruh baya yang sedang terburu-buru pergi meninggalkan area toko bersama seorang lelaki yang tadi menabrakku.

"Ayo balik, udah selesai 'kan belanjanya?"

"Tunggu Bang, tadi itu siapa?"

"Siapa?" Bang Jayanta larak-lirik ke kanan kirinya.

"Itu Bang, tadi, yang ngobrol sama Abang di pinggir toko."

Bang Jayanta mengibas tangan, "bukan siapa-siapa. Cuma temen Abang tadi ngajakin ngobrol bentar. Ayo."

-

-

Kami sampai di rumah pukul sebelas siang. Setelah mengisi perut untuk kedua kalinya, aku langsung pamit istirahat karena lumayan capek juga.

"Ya udah gih istirahat, Nuna biar Ibu yang jaga," kata mertuaku sambil berlalu ke teras.

Aku mengangguk dan gegas pergi ke kamar. Setelah sekitar 10 menit aku berbaring, dan baru saja akan masuk dalam lelap saat samar-samar kudengar suami sedang mengobrol bersama mertua di teras.

"Untung tadi ada yang nabrak Arin Bu, hampir aja Arin tahu semuanya karena ternyata tadi dia denger Jaya lagi ngobrol sama Mbak Mumun," katanya.

"Eh yang bener? Tapi Arin gak apa-apa ditabrak gitu?"

"Gak apa-apa, orang pelan doang supaya Jaya berehenti ngobrol."

"Terus-terus Arin nanya soal Mumun gak?"

"Iya, Bu. Jaya bilang dia temen Jaya. Ya emang bener 'kan?"

"Iya. Tapi kok bisa itu anak ketemu sama kamu di pasar? Ngapain dia di sana?"

"Tahu gak jelas banget, katanya sengaja belanja jauh biar sekalian healing."

"Ck ck ck emang bener-bener itu anak. Oh ya, emang tadi kalian ngobrolin apaan? Kira-kira Arin denger gak?"

"Ya biasa Bu, ngobrolin keadaan rumah sama itu si Alina, ternyata dia gak ada kapoknya, gak tahu malu emang dia."

"Astaga, Jayanta. Bisa nggak kamu tuh jangan ceroboh? Kalau di tempat umum gitu apalagi kamu lagi pergi sama Arin, kamu jangan asal ngobrol soal kehidupan kita sama siapa pun. Kemarin kamu keciduk lagi di bank prioritas, sekarang kamu ketahuan lagi ngobrol sama si Mumun, besok apa lagi? Bisa-bisa istri kamu itu tahu siapa kita yang sebenarnya sebelum waktunya tiba," geram Ibu mertua.

Bang Jayanta hanya diam. Sementara mataku kontan menyipit, "emang mereka sebenarnya siapa?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
hadis wijaya
cerita ny oke
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 4

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 4Astagfirullah. Apa jangan-jangan mereka itu sebenernya orang jahat yang sedang menyamar jadi orang biasa? Mereka lalu menjadikanku mangsa mereka agar mereka bisa melancarkan aksi mereka?Eh tapi, aksi apa? Apa tujuan mereka melakukan ini? Dan kenapa harus aku? Apa hubungannya mereka sama aku?Enggak! Ya ampuun Ariniii lebay amat deh ini otaknya mikirnya. Mereka baik gitu sama aku. Mana ada mereka orang jahat, kebanyakan nonton sinetron emang nih aku."Iya Bu, maaf. Tadi itu Mbak Mumun tiba-tiba aja dateng nepuk pundak. Jaya juga sampe kaget, biasanya 'kan Mbak Mumun gak belanja ke pasar Sifon." Suami bicara lagi.Aku kembali menguping."Hih ada-ada aja sih. Kalian hati-hati dong, ujian kita buat Arini itu belum selesai. Masih ada beberapa tahap yang harus dia lewati."Hah, ujian? Ujian apaan dah? Kenapa gitu aku mesti diuji?"Iya iya. Ya udah ah, Jaya mau ke kamar dulu. Capek."Bang Jayanta terdengar bangkit dari kursi. Cepat-cepat aku

    Last Updated : 2024-02-22
  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 5

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 5"Ibu! Cukup ya. Dulu Arin hampir nikah sama Mas Agas yang kaya raya itu, tapi siapa yang menggagalkannya? Ibu dan Mbak Opi 'kan? Ibu nyuruh supaya Arin ikhlas dan diam gak usah banyak omong ketika Mbak Opi ketahuan selingkuh dengan Mas Agas. Terus sekarang ketika Arin berusaha ikhlas dan menata hidup Arin dengan pilihan Arin sendiri, Ibu malah sering mempermasalahkannya hanya karena menurut Ibu, Bang Jaya itu orang miskin. Emang apa salahnya sih Bu kalau suamiku itu miskin? Miskin bukan berarti hina 'kan?" cecarku panjang lebar.Geram banget aku tuh, baru aja dateng ibu udah ngerusak suasana dengan membeda-bedakan kasta."Dan Ib-""Permisi." Ucapanku terpotong saat mertuaku muncul. Aku cepat menoleh."Ya, Bu. Ada apa? Apa perlu sesuatu?" "Rin, bisa jaga Nuna sebentar? Ibu mau numpang ke toilet.""Oh iya Bu, sini. Toiletnya ada di belakang ya," kataku sambil menunjukan arah toilet. Aku mengambil Nuna dari gendongan mertua, beliau lalu

    Last Updated : 2024-02-22
  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 6

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 6"Iya uangnya biar buat Ibu aja, tadi 'kan kita gak bawa apa-apa buat Ibu, jadi biar uang arisan itu untuk hadiah Ibu aja," kata Bang Jaya yakin."Lah kok gitu sih?"Kesal, aku pun bangkit menarik tangan suami sebentar keluar."Abang, apaan sih, kok duit arisannya malah mau dikasih ke Ibu? 'Kan kita juga butuh Bang buat periksa rutin dan beli-beli makanan sehat buat utun."Bang Jaya mengibas tangan, "kalau soal buat belanja sehari-hari dan periksa utun, kamu tenang aja Rin, Abang ada uang kok.""Ya tapi, Bang-""Bener apa kata Jaya Rin, kasih aja uangnya ke ibumu, biar kalian nggak dihina-hina dan dibedakan lagi," potong Ibu mertua yang tiba-tiba sudah ada di teras."Eh Bu, udah pulang?""Udah cuma muter sekitaran sini aja, Nuna juga udah tidur nih.""Oh tidur ya Bu. Ya udah kita langsung balik aja kali ya, arisannya juga udah selesai.""Ya udah ayok.""Bentar Arin pamit dulu ke dalam." Aku berbalik badan. "Tapi eh, seriusan ini uang ari

    Last Updated : 2024-03-12
  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 7

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 7"Soal yang katanya kamu mau dijodohkan sama anak juragan jengkol, yakin kamu gak mau nikah sama dia? Dia pasti mau kok meski sekarang kamu udah punya anak Rin. Kamu 'kan masih muda, cantik dan kuat.""Astagfirullah Ibu, apaan sih. Mikirnya kok sampai ke sana? Jelas aja Arin gak mau, Bu. Jangankan sekarang saat anak udah mau anak dua. Andai Arin jadi janda sekali pun, Arin gak akan mau nikah sama dia," terangku panjang lebar."Loh kenapa? Kan dia kaya raya Rin, gak seperti anak Ibu yang hanya ...." Ibu mertua berubah sedih.Aku cepat mengusap bahu beliau."Gak penting Bang Jaya orang kaya atau bukan Bu, karena bagi Arin, Bang Jaya itu spesial. Lebih dari siapa pun. Dan posisinya jelas gak akan bisa digantikan oleh siapa pun. Jadi tolong berhenti nyebut-nyebut nama lelaki lain ya, Bu. Kita fokus aja ke kehidupan kita. Keluarga kecil kita. Nuna yang lagi lucu-lucunya dan utun yang berapa bulan lagi akan siap meramaikan rumah kita juga. Oke

    Last Updated : 2024-03-13
  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 8

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 8Karena kedengaran makin sengit, aku pun bangkit menengok dari kaca jendela. Mertuaku masih ngomel-ngomel dan adu mulut rupanya sama ibu-ibu rempong itu.Ah, aku jadi terharu. Entah kenapa, mertuaku sebaik itu. Beliau bahkan bersikap layaknya seorang ibu kandung yang sedang membela anaknya."Rin." Aku mengerjap dan cepat mengusap sudut mata yang sudah basah.Bang Jaya tiba-tiba sudah ada di dekatku. Dia baru pulang. Aku sampai tak sadar saat dia naik ke teras."Kenapa? Ngapain di sini?""Gak apa-apa, Bang. Tumben udah balik jam segini?" Aku balik bertanya."Gak, Abang cuma mau ngasih ini buat kamu. Terus mau berangkat lagi." Bang Jaya memberikanku plastik dari minimarket yang setelah kutengok ternyata isinya beberapa dus susu ibu hamil."Abang beli susu ibu hamil sebanyak ini? Duitnya dari mana? Abang 'kan baru jalan.""Adalah tadi Abang dapet rejeki," jawabnya santai. "Rejeki dari mana, Bang? Ini 'kan susu mahal. Terus Abang juga 'kan

    Last Updated : 2024-03-15
  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 9

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 9Tak punya harta maksudnya. Tapi kalau soal hati dan lainnya, mereka kaya banget."Ah kamu nih, sabar dong Jay, tinggal dikit lagi rencan-""Ehek ehek ehek." Nuna terbangun.Aku tepok jidat. Astagfirullah Nak, kenapa mesti bangun sekarang sih? Tanggung dah ah 'kan jadinya.Karena Nuna udah terlanjur bangun, cepat aku menggendongnya dari atas kasur. Tak lama Bang Jaya juga masuk ke dalam kamar."Nuna bangun ya Rin?""Iya, Bang." "Sini. Biar Abang yang gendong. Kamu mandi aja gih takut belum mandi."Aku mengangguk dan buru-buru pergi ke kamar mandi. Selesai melakukan ritual bersih-bersih yang terhitung hanya 3 menitan itu aku gegas balik ke kamar. Udah punya anak gak ada banget waktu buat lama-lama di kamar mandi. Gak tenang aja rasanya. Takut Nuna nangis. Padahal ada mertua sih yang jaga. Tapi tetep aja gak tenang."Udah sana pergi. Jangan-jangan bener apa kata Mbak Mumun, perempuan itu emang gak tahu malu. Sini biar Nuna Ibu yang jaga.

    Last Updated : 2024-03-16
  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 10

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 10Aku akhirnya urung mengejar ibuku. Sementara Mas Agas cepat menghampiri kami."Kamu gak apa-apa Rin?" tanyanya dengan wajah yang agak cemas."Gak apa-apa," jawabku kecut."Maaf ya Rin, Mas gak tahu Ibu bakal marah-marah gitu. Tahu gitu Mas gak akan anter Ibu ke sini."Aku hanya diam."Mau Mas anter ke dokter gak? Takutnya kenapa-kenapa sama janin kamu.""Apaan sih gak usah," ketusku."Agaasss! Buruan balik. Ngapain sih kamu masih di sana. Ketularan miskin baru tahu rasa kamu!" teriak Ibuku dari luar pagar.Astagfirullah. Andai bukan ibuku, udah kulakban saja mulutnya itu. Bikin malu."Ya udah kalau gitu Mas permisi ya Rin," pamit Mas Agas kemudian.Aku tetap diam sambil membuang muka. Mas Agas berbalik badan dan baru akan pergi saat ibu mertua kembali memanggilnya."Agas.""Ya, Bu?" sahutnya sambil kembali memutar badan ke arah kami."Bilang sama mertuamu itu, andai besok kami jadi orang kaya, maka haram hukumnya dia menginjakan kaki d

    Last Updated : 2024-03-18
  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 11

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 11Aku menarik napas berat. Ibu mertua ternyata sengaja bela-belain pindah ke rumah Bu Sabeni supaya bisa nunjukin kehidupanku setelah ibuku hina tadi pagi. Ya ampun, segitu sayangnya ibu mertua padaku."Dan kalau soal bersih-bersih rumah kamu juga gak perlu khawatir, karena nanti akan ada yang bantuin kita di rumah ini," kata Ibu mertua lagi.Keningku mengerut, "hah ada yang bantuin, Bu? Siapa?""Ada pokoknya nanti datang. Dia yang akan jadi ART kita di sini.""ART?""Iya ART, kenapa? Kamu kayak gak percaya gitu."Aku nyengir, "hehe bukan gitu Bu, tapi apa gak salah kita pakai ART?""Nggak. Emangnya kenapa?"Aku menggigit bibir, "bukannya ART itu mahal ya, Bu? Sayang 'kan uangnya.""Halah gak apa-apa, yang penting ada yang bantuin kita," respon mertua santai sambil mengibaskan tangan di depan wajahnya.Lagi, aku mengigit bibir."Bu, maaf nih ya sebelumnya. Emang sih kalau ada ART itu nanti kita jadi ada yang bantuin, tapi masalahnya, em

    Last Updated : 2024-03-19

Latest chapter

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 48 B (End)

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 B"Iya, Mbak."Mulutku menganga, kusingkap selimut yang menutup kakiku. Dan jantungku langsung terasa ditarik ke dasar perut."K-kakiku? Nggaaak!" Aku teriak dan mengamuk.Cepat mereka mendorongku keluar. Ibuku langsung menyambut di depan pintu."Wita, tenang Wit, tenang.""Bu, kaki Wita Bu, kaki Wita. Kenapa dipotong?""Karena kamu terluka parah Juwita. Gak apa-apa kamu bisa pakai kaki palsu. Gak usah khawatir."Aku melotot, kaki palsu?"Nggak! Nggak! Nggaaak!" Aku kembali histeris dan berontak.Dalam sekejap, duniaku seperti hancur berkeping-keping. Amblas dan tak tersisa. Bagaimana nggak? Kakiku dipotong sebelah? Astaga itu artinya aku gak akan bisa hidup normal lagi.***"Semua ini gara-gara kamu Opi! Tanggung jawab kamu! Kamu yang sudah membuat aku kehilangan kakiku sebelah!" Aku menjambak rambutnya ketika dia kutemui di kantor polisi."Mbak Juwita! Apaan sih. Mbak sendiri yang salah, kenapa jadi Opi yang disalahin? Coba aja dulu

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 48 A

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 ALagi pula, ide ini 'kan bukan ideku, melainkan ide si Opi. Jadi kalau andai ada apa-apa, maka si Opi yang akan ditambah hukumannya, bukan aku yang akan diseret ke dalam penjara. Hmm bener. Anggap aja, ini adalah harga yang harus dia bayar untuk mengganti uang yang dikeluarkan untuk membayar pengacaranya nanti."Oke. Kalau gitu Mbak coba pakai cara kamu Pi, tapi sekali lagi Mbak ingatkan, pengacara yang akan Mbak sewa nanti bukan untuk membebaskanmu dari tuduhan, dia hanya membantu kamu membela diri, paham?"Dia mengangguk setuju. Aku lalu pergi dari sana.Setelah dari kantor polisi itu, aku mulai membuat strategi penculikan si Arin. Beberapa Minggu kemudian, setelah sidang putusan si Opi dilakukan, aku baru menjalankan idenya."Mbak harus berhasil membuatnya mati, aku bener-bener benci sama," desis si Opi sambil mencengkram kuat-kuat besi sel.Hmh, dasar bodoh. Tanpa dia suruh pun aku akan melakukannya, tapi tentu aku tak akan gegab

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 47

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 47POV Juwita."Suamimu kemana Rin?" tanyaku pada Arini, yang tak lain adalah adik iparku.Hari itu Mas Lukman disuruh ke rumah ibunya untuk mengantarkan beras atau uang katanya. Hah, aku malas sebetulnya. Baru juga pulang dari luar kota udah disuruh-suruh aja ke rumah mertua.Aku tuh udah jengah juga sebetulnya. Makin hari mereka itu makin gak berguna aja. Ibu mertua bisanya cuma minta-minta, anaknya juga bisanya cuma numpang hidup. Mentang-mentang aku kaya, enak banget mereka hidup gratisan.Makanya udah beberapa minggu ini tak kuberikan Mas Lukman uang seperti biasanya, karena aku tahu dia selalu pakai uang itu untuk memuaskan keinginan ibunya yang tak habis-habis itu."Ibu butuh uang katanya buat belanja sehari-hari Wit.""Ya terus? Ibumu yang butuh kok ngomong sama aku?""Ya bukannya gitu, tapi 'kan biasanya emang kita yang ngasih.""Sekarang gak lagi."Kesel banget. Serasa diperas dan dimanfaatkan terus rasanya, apalagi si nenek tua

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 46 B

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 BIbunya Mbak Juwita yang juga tengah bersama mereka sempat menatap kami tajam sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan rawat inap."Kenapa dia, Bang? Kenapa Mbak Juwita teriak-teriak gitu?""Kakinya diamputasi.""Apa? Emangnya separah itu?""Iya. Kemarin Ibu juga sempet jenguk dia sebelum operasi. Memang kepadanya parah," kata Ibu.Astagfirullah. Aku bergidig ngeri. Padahal selama ini aku tahu Mbak Juwita orang baik, tapi entah kenapa dia jadi terjerumus dalam tindakan yang gegabah seperti itu. Hanya karena perasaannya pada Bang Jaya dia sampai tega mengurungku selama tiga bulan lamanya. Dan bahkan kemarin dia tega akan menyakiti anak sekecil Nuna.Naudzubillah. Semoga dengan balasan yang Allah kasih ini dia bisa bertaubat dan menyesali semua perbuatannya.__Sampai di rumah aku disambut begitu baik oleh ibu mertua dan Nuna yang terlihat sangat ceria."Yeey Mamam dan adik utun udah pulaaang," sorak Ibu mertua memeragakan Nuna.Aku ce

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 46 A

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 AAku mengerjap, "oh iya, boleh kok, Mbak. Silakan aja datang, gak usah sungkan."Aku dan Mbak Juwita emang gak pernah ada masalah. Selama dia menjadi kakak iparku, dia juga baik dan hubungan kami selalu akur."Makasih ya Rin." Mbak Juwita menepuk pundakku.Dia lalu izin membawa Nuna main ke luar. Sementara itu aku dan Bang Jaya, juga ibu mertua aktivitas seperti biasa._Syukurlah Nuna benar-benar anteng di tangan Mbak Juwita. Seharian ini aku dan ibu mertua jadi bisa istirahat dengan tenang."Rin, Nuna ngantuk kayaknya. Dia rewel tapi kayaknya minta minum susu. Bisa kamu ke bawah buatin dia susu?" pinta Mbak Juwita. Dia berdiri di bibir pintu kamarku yang memang sengaja kubuka lebar. Habis diajak main Nuna rupanya rewel, mungkin ngantuk dan dia emang biasa minum susu sebelum tidur."Oh iya Arin bikinin dulu, Mbak." Aku bangkit dari kasur karena Bang Jaya kebetulan sedang gak ada di rumah. Mumun juga tadi katanya lagi pergi belanja

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 45

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 45Kutengok sekeliling. Benar ternyata, aku sudah mengenali tempat itu sekarang. Walau gelap tapi aku tahu, kami ada di dekat stasiun kereta sekarang."Ini di dekat stasiun 'kan, Mas?" tanyaku memastikan."Iya Mbak. Turunlah di sini, karena di depan ada cctv. Saya gak mungkin antar Mbak sampai ke sana. Oh ya, dari sini, Mbak bisa naik taksi atau ojek saja. Oke?"Aku mengangguk dan buru-buru turun sebelum orang itu berubah pikiran. Walau bagaimana pun dia orang suruhan pria yang sudah mengurungku selama tiga bulan ini, bagaimana kalau tiba-tiba dia berubah pikiran atau kembali punya pikiran jahat? Nauzubillah.Dengan langkah lebar-lebar aku menyebrang ke pangkalan ojek yang tak jauh dari sana."Bang, ke komplek perumahan Buana Permai ya, jalan Nurul Huda 12."Kang ojek mengangguk dan segera melajukan motornya setelah aku duduk di belakang dengan aman.Sampai di depan pos, ojek tak diizinkan masuk karena memang portal perumahan sudah ditut

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 44

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 44POV ArinIbu datang menemuiku hari ini. Akhirnya terpaksa aku harus menemui ibu setelah berkali-kali aku menolaknya melalui Mbak Mumun."Kasihan Nya, ibunya kayak lesu dan berharap banget ketemu Nyonya Arin," kata Mbak Mumun ketika memanggilku ke kamar."Biarin ajalah Mbak, saya males," responku santai.Aku yang sedang membaca majalah tak mau beranjak sebetulnya. Tapi melihat Mbak Mumun yang mematung di bibir pintu agak lama membuatku risih juga."Ya udah saya turun."Akhirnya aku turun. Ibu datang membawa sayur kacang merah kesukaanku. Tapi terpaksa aku menolaknya karena aku mendadak suka alergi sejak kehamilan keduaku ini. Selain itu, aku juga masih malas menerima sesuatu dari ibu. Dulu beliau menolak pemberianku habis-habisan, sekarang aku ingin beliau merasakan apa yang kurasakan sekarang. Betapa gak enaknya ada dalam posisi itu.Tring!Suara pesan masuk yang entah dari siapa membuatku mengerjap.[Suamimu kecelakaan. Dia ada di ja

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 43

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 43"Iya Bang, ini Arin. Ini Arin Bang, istri Abang," katanya, sambil terus memelukku."Arin ... kok bisa?" tanyaku setengah tak sadar.Aku masih belum percaya dengan apa yang kulihat ini. Benarkah ini Arin istriku? Bagaimana bisa dia masih hidup? Lalu yang kami makamkan tiga bulan lalu itu siapa?"Abang. Arin belum mati, Bang. Arin belum mati. Arin masih hidup, Bang," katanya lagi. Seolah tahu dengan apa yang ada di dalam pikiranku."Kalau gitu saya permisi Mas Jaya, Mbak Arin," kata Pak Supri kemudian.Aku mengangkat wajah, Arin juga berbalik menghadapnya."Oh iya Pak, makasih udah antar saya sampai depan rumah ya," ucap Arin."Iya Mbak Arin sama-sama. Mari, Mas."Beliau kembali bertugas setelah melemparkan senyuman lebar padaku. Sementara aku kembali menatapi Arin dari bawah hingga atas.Ya Tuhan, aku benar-benar tak percaya. Arin sekarang ada di hadapanku lagi, perutnya juga sudah makin membesar.Mataku tak terasa basah. Pelan aku berj

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 42

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 42"Ah Jay, ayolah. Suruh aku duduk atau berikan aku air dulu. Apa susahnya?""Aku sibuk. Dan rumah ini haram menyuruhmu duduk apalagi memberimu air," ketusku. Biarlah, aku mau perempuan itu cepat balik."Kata-katamu itu Jay. Kenapa sih? Aku datang ke sini dengan niat baik, aku mau mengucapkan duka cita atas kepergian istrimu. Kamu malah memperlakukanku begini," rajuknya."Ya udah. Urusanmu menyampaikan duka cita udah selesai 'kan? Sekarang silakan balik. Aku gak punya banyak waktu."Dia menarik napas panjang, "Jaaay, aku-""Eh eh eh ngapain kamu di sini pencuri?!" potong Ibu yang baru saja keluar.Alina langsung bangkit, dan dia baru akan mengalami ibuku saat dengan cepat ibu malah mengambil sandal tepleknya dari kaki."Pergi kamu! Atau sandal ini akan menampar pipimu," usir beliau sambil mengangkat sandal itu.Kontan saja si Alina mengatup-ngatup."T-Tante, tunggu Tan, jangan emosi dulu, Alin datang ke sini cuma mau menyampaikan duka ci

DMCA.com Protection Status