Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 31POV ARIN"Ariin! Ya ampun Nak, syukurlah kamu udah sadar." Ibu mertua langsung memelukku yang masih dalam pembaringan ranjang rumah sakit.Aku sadar bagaimana kondisiku ketika aku membuka mata. Terakhir aku ingat, aku sedang dicekik oleh Mbak Opi di rumah ibu, mungkin aku hampir mati makanya sekarang aku dilarikan ke rumah sakit.Ya Allah kepalaku juga agak nyeri saat aku bergerak, tapi untunglah aku bisa sadar lagi."Arin, Ibu kata juga apa? Kamu itu jangan gegabah kalau mau pergi ke rumah ibumu, minta temenin Mumun 'kan bisa," kata Ibu mertua lagi, mengangkat dirinya dari dadaku.Ibu mertua tampak khawatir dengan kondisiku, mata beliau bengkak, mungkin habis menangis entah berapa lama."Maaf Bu, tapi Arin udah gak apa-apa kok.""Iya tapi kamu itu berhasil bikin kami semua khawatir selama seharian ini. Dari tadi pagi kamu masuk rumah sakit, baru sekarang kamu sadar. Siapa yang gak khawatir?"Aku mengulum senyum tipis, "maaf ya, Bu. A
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 32"Iya Jay. Tega banget perempuan itu fitnah adiknya sendiri. Untung aja Arin langsung dapat bukti kebenarannya bahwa dia gak bersalah, kalau nggak, mungkin kamu dan Arin udah entah gimana."Bang Jaya melirik ke arahku."Maafin Abang ya, Abang kemarin sempet kecewa sama kamu, Abang pikir kamu beneran tega karena Mas Agas sendiri ngaku kalau kalian punya hubungan," ucapnya kemudian."Agas itu emang stres Jay. Ibu saksinya kalau istrimu ini gak pernah selingkuh, jadi apa pun yang dikatakan pria itu, kamu gak boleh langsung percaya aja sama dia," kata Ibu mertua lagi.Bang Jaya mengangguk dan langsung menarikku dalam dadanya."Maaf ya.""Abang ih, malu ada Ibu.""Biarin, emang kenapa?"Aku menutup wajah dengan telapak tangan. Duh, merah banget pasti nih pipi karena mesra-mesraan diliatin sama bumer hehe."Nah gitu dong pada akur, apaan kemarin diem-dieman? Ribet Ibu lihatnya juga."Aku dan Bang Jaya menggelak tawa."Eh, besok pada ikut Ibu
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 33"B-Bu, ini ... ini ... ini gak seperti yang-""Apa semua ini Opi?!""B-Bu!"Plak!Tamparan dari tangan ibu mendarat keras di pipi Mbak Opi. Nyeri dan panas Aku yakin sekarang sedang menjalar ke seluruh tubuhnya. Hmh rasain kamu Mbak, ini baru permulaan."Jadi semua ini adalah ulahmu sendiri Opi? Untuk apa kamu melakukannya, hah?!""Bu, tap-tapi ini ... Opi bisa jelasin. Opi terpaksa melakukan ini Bu, karena Opi kesel sama si Arin sampai saat ini suami Opi selalu ingat dan nyebut-nyebut nama si Arin. Opi gak salah 'kan, Bu? Opi gak salah 'kan?""Diam kamu! Kamu bener-bener udah bikin Ibu kecewa!" sentak Ibu lagi, sebelum akhirnya Ibu masuk ke kamar dan membanting pintunya dengan kencang.Mbak Opi cepat menggedor pintu tersebut."Bu! Bu! Tapi Opi gak salah, Bu. Yang salah itu si Arin Bu, siapa suruh dia selalu jadi wanita idaman suami Opi, Bu! Bu, buka, Bu!"Mataku melebar, tanganku mengepal."Tutup mulut kamu itu, Mbak. Aku gak tahu me
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 34POV OPI"Astaga! Apa-apaan ini? Bu Hamidah kenapa komen begini di statusku?" Aku terkejut dan langsung bangkit dari kasur ketika membaca komentar Bu Hamidah tetangga seberang rumah ibu.Dasar gak waras. Bisa-bisanya dia bilang katanya aku udah gak sanggup balesin komentar dan semuanya hanya fitnah. Tahu dari mana dia semuanya hanya fitnah? Cepat kubalas saja komentarnya itu.'Gak usah sotoy deh Bu, gak tahu kenyataannya mening diem!'Klik!Dia langsung membalas lagi.'Saya tahu kenyataannya dan saya punya buktinya. Selain fitnah ternyata kamu juga tega ya mau menghabisi nyawa adikmu sendiri. Ih naudzubillah, terbuat dari apa hatimu itu Opi??'Mataku makin melotot, dadaku bergemuruh. Aku makin meradang saja rasanya.'Apa maksud Bu Hamidah? Gak usah asal ya kalau ngomong. Yang tahu kebenarannya 'kan saya. Ngapain situ yang sotoy?''Loh saya tahu loh kebenarannya. Saya udah lihat videonya. Apa perlu saya share juga bukti-buktinya kalau k
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 35POV IBU "Bu, tapi semua ini 'kan adalah rencana Ibu!" Langkahku mendadak mati ketika mendengar teriakan si Opi."Ya Bu, semua ini Ibu yang nyuruh 'kan? Semua ini Ibu yang rencanakan 'kan? Kenapa Ibu sekarang malah nyalahin Opi? Dan kenapa Ibu biarkan Opi dihukum seorang diri? Harusnya kita sama-sama dihukum 'kan, Bu?" cerocosnya lagi membuat tubuh ini refleks berbalik ke arahnya."Apa maksud kamu Opi?!" desisku geram.Dia menatapku tajam, "kenapa? Ibu gak mau ngaku? Kita sama-sama salah loh, Bu. Sekarang meningan Ibu akuin semuanya di depan si Jayanta," balasnya. "Ngaku apa? Salah apa? Jangan asal ngomong kamu ya!" sentakku kasar."Siapa yang asal ngomong sih, Bu? Ibu lupa kalau semua yang terjadi ini atas saran dari Ibu? Ibu 'kan yang nyuruh Opi jahatin si Arini biar dia gak banyak tingkah lagi? Ibu bilang, kalau Opi bisa sampai bikin si Arini mati, itu lebih bagus."Seketika mataku melotot penuh. Dadaku kembali bergemuruh. Apa-apa
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 36Astaga Arin. Anakku, kenapa dia nanya begitu? Dan kenapa raut wajahnya dingin banget?"Rin, Ibu mau jelasin sesuatu sama kamu," kataku pelan.Si Arin masih membuang pandang."Rin, sumpah Ibu gak salah Rin. Sumpah Ibu gak ikut-ikutan Mbakmu berbuat jahat apalagi sampai nyakitin kamu dan cucu ibu. Buat apa juga? Ibu gak mungkin tega 'kan?" kataku lagi.Si Arini memutar bola matanya. Sejurus dengan itu mertuanya juga menatapku dengan mata memicing."Tunggu-tunggu! Apa-apaan ini Arin? Apa yang ibumu ini katakan? Dia bilang menyakiti kamu dan cucunya? Emang ini ada apa? Kok dia bilang gitu?" cecarnya kemudian.Si Arin hanya menarik napas panjang, sementara si Jayanta yang bicara."Ibu mertua Bu, tega-teganya terlibat kejahatan yang dilakukan Mbak Opi sama Arin dan Nuna. Selain menyuruh Mbak Opi masuk ke rumah untuk mencekik Arin, ternyata motor yang hampir bikin Ibu dan juga Nuna terserempet itu juga suruhan mereka," terangnya."Apa?!" Mert
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 37"Ah kenapa penyesalan selalu datang belakangan sih?" Aku mengusap wajah tatkala bayangan si Arin melintas terus menerus.Anakku itu, dulu sangat penyayang dan dekat sekali denganku. Tapi semuanya berubah sejak aku mengizinkan kekasihnya yang tak lain adalah si Agas itu menikah dengan mbaknya.Aku nyesel. Bener-bener nyesel sekarang. Si Arin yang tersakiti tapi harus nerima paksaan dariku kala itu.Aku pikir menikahkan si Opi dengan si Agas adalah keputusan yang tepat, karena mereka juga udah saling suka secara diam-diam. Tapi ternyata aku salah.Percuma juga aku menikahkan si Opi dengan lelaki itu, nyatanya pernikahan mereka sekarang malah hancur berantakan.Si Agas gak sesuai ekspektasiku. Kupikir dia lelaki baik, kaya dan bertanggungjawab. Tapi nyatanya nggak, si Agas lebih buruk dari yang kukira.Hah, tapi untunglah dia gak jadi berjodoh sama si Arin. Si Arin anak baik-baik, sabar dan penyayang. Cuma sekarang aja dia berubah karena
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 38"Ibunya Arin!" panggilnya lagi.Terpaksa aku berbalik badan dan gegas mendekat pagar rumah."Ya, Bu. Kenapa?""Gak belanja? Tumben," basa-basinya."Nggak Bu, masih ada sayuran kemarin," jawabku bohong."Oalah, saya kira libur masak."Aku nyengir saja."Sini dulu bentar ibunya Arin," ajak Bu Nur. Dia agak maksa sampai bela-belain mepet ke pagar."Mau apa ah saya males, mau masak," tolakku beralasan."Ih bentar aja. Cuma mau nanya, itu si Opi gimana sekarang? Beneran dipenjara?"Aku menarik napas berat. Ibu-ibu di sini emang pada gak punya perasaan, kalau nanya asal jeplak aja. Gak dipikir atau disaring dulu. Mentang-mentang kepo, seenaknya aja asal nanya. Astaga males banget deh."Ibunya Arin! Malah bengong." Dia melambaikan tangannya tepat di depan wajahku.Aku mengerjap dan buru-buru menguasai diri."Eh maaf. Tapi nanya apa tadi, Bu?" tanyaku balik. Pura-pura saja aku tak denger."Si Opi gimana? Beneran dipenjara?"Aku hanya menganggu
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 B"Iya, Mbak."Mulutku menganga, kusingkap selimut yang menutup kakiku. Dan jantungku langsung terasa ditarik ke dasar perut."K-kakiku? Nggaaak!" Aku teriak dan mengamuk.Cepat mereka mendorongku keluar. Ibuku langsung menyambut di depan pintu."Wita, tenang Wit, tenang.""Bu, kaki Wita Bu, kaki Wita. Kenapa dipotong?""Karena kamu terluka parah Juwita. Gak apa-apa kamu bisa pakai kaki palsu. Gak usah khawatir."Aku melotot, kaki palsu?"Nggak! Nggak! Nggaaak!" Aku kembali histeris dan berontak.Dalam sekejap, duniaku seperti hancur berkeping-keping. Amblas dan tak tersisa. Bagaimana nggak? Kakiku dipotong sebelah? Astaga itu artinya aku gak akan bisa hidup normal lagi.***"Semua ini gara-gara kamu Opi! Tanggung jawab kamu! Kamu yang sudah membuat aku kehilangan kakiku sebelah!" Aku menjambak rambutnya ketika dia kutemui di kantor polisi."Mbak Juwita! Apaan sih. Mbak sendiri yang salah, kenapa jadi Opi yang disalahin? Coba aja dulu
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 ALagi pula, ide ini 'kan bukan ideku, melainkan ide si Opi. Jadi kalau andai ada apa-apa, maka si Opi yang akan ditambah hukumannya, bukan aku yang akan diseret ke dalam penjara. Hmm bener. Anggap aja, ini adalah harga yang harus dia bayar untuk mengganti uang yang dikeluarkan untuk membayar pengacaranya nanti."Oke. Kalau gitu Mbak coba pakai cara kamu Pi, tapi sekali lagi Mbak ingatkan, pengacara yang akan Mbak sewa nanti bukan untuk membebaskanmu dari tuduhan, dia hanya membantu kamu membela diri, paham?"Dia mengangguk setuju. Aku lalu pergi dari sana.Setelah dari kantor polisi itu, aku mulai membuat strategi penculikan si Arin. Beberapa Minggu kemudian, setelah sidang putusan si Opi dilakukan, aku baru menjalankan idenya."Mbak harus berhasil membuatnya mati, aku bener-bener benci sama," desis si Opi sambil mencengkram kuat-kuat besi sel.Hmh, dasar bodoh. Tanpa dia suruh pun aku akan melakukannya, tapi tentu aku tak akan gegab
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 47POV Juwita."Suamimu kemana Rin?" tanyaku pada Arini, yang tak lain adalah adik iparku.Hari itu Mas Lukman disuruh ke rumah ibunya untuk mengantarkan beras atau uang katanya. Hah, aku malas sebetulnya. Baru juga pulang dari luar kota udah disuruh-suruh aja ke rumah mertua.Aku tuh udah jengah juga sebetulnya. Makin hari mereka itu makin gak berguna aja. Ibu mertua bisanya cuma minta-minta, anaknya juga bisanya cuma numpang hidup. Mentang-mentang aku kaya, enak banget mereka hidup gratisan.Makanya udah beberapa minggu ini tak kuberikan Mas Lukman uang seperti biasanya, karena aku tahu dia selalu pakai uang itu untuk memuaskan keinginan ibunya yang tak habis-habis itu."Ibu butuh uang katanya buat belanja sehari-hari Wit.""Ya terus? Ibumu yang butuh kok ngomong sama aku?""Ya bukannya gitu, tapi 'kan biasanya emang kita yang ngasih.""Sekarang gak lagi."Kesel banget. Serasa diperas dan dimanfaatkan terus rasanya, apalagi si nenek tua
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 BIbunya Mbak Juwita yang juga tengah bersama mereka sempat menatap kami tajam sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan rawat inap."Kenapa dia, Bang? Kenapa Mbak Juwita teriak-teriak gitu?""Kakinya diamputasi.""Apa? Emangnya separah itu?""Iya. Kemarin Ibu juga sempet jenguk dia sebelum operasi. Memang kepadanya parah," kata Ibu.Astagfirullah. Aku bergidig ngeri. Padahal selama ini aku tahu Mbak Juwita orang baik, tapi entah kenapa dia jadi terjerumus dalam tindakan yang gegabah seperti itu. Hanya karena perasaannya pada Bang Jaya dia sampai tega mengurungku selama tiga bulan lamanya. Dan bahkan kemarin dia tega akan menyakiti anak sekecil Nuna.Naudzubillah. Semoga dengan balasan yang Allah kasih ini dia bisa bertaubat dan menyesali semua perbuatannya.__Sampai di rumah aku disambut begitu baik oleh ibu mertua dan Nuna yang terlihat sangat ceria."Yeey Mamam dan adik utun udah pulaaang," sorak Ibu mertua memeragakan Nuna.Aku ce
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 AAku mengerjap, "oh iya, boleh kok, Mbak. Silakan aja datang, gak usah sungkan."Aku dan Mbak Juwita emang gak pernah ada masalah. Selama dia menjadi kakak iparku, dia juga baik dan hubungan kami selalu akur."Makasih ya Rin." Mbak Juwita menepuk pundakku.Dia lalu izin membawa Nuna main ke luar. Sementara itu aku dan Bang Jaya, juga ibu mertua aktivitas seperti biasa._Syukurlah Nuna benar-benar anteng di tangan Mbak Juwita. Seharian ini aku dan ibu mertua jadi bisa istirahat dengan tenang."Rin, Nuna ngantuk kayaknya. Dia rewel tapi kayaknya minta minum susu. Bisa kamu ke bawah buatin dia susu?" pinta Mbak Juwita. Dia berdiri di bibir pintu kamarku yang memang sengaja kubuka lebar. Habis diajak main Nuna rupanya rewel, mungkin ngantuk dan dia emang biasa minum susu sebelum tidur."Oh iya Arin bikinin dulu, Mbak." Aku bangkit dari kasur karena Bang Jaya kebetulan sedang gak ada di rumah. Mumun juga tadi katanya lagi pergi belanja
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 45Kutengok sekeliling. Benar ternyata, aku sudah mengenali tempat itu sekarang. Walau gelap tapi aku tahu, kami ada di dekat stasiun kereta sekarang."Ini di dekat stasiun 'kan, Mas?" tanyaku memastikan."Iya Mbak. Turunlah di sini, karena di depan ada cctv. Saya gak mungkin antar Mbak sampai ke sana. Oh ya, dari sini, Mbak bisa naik taksi atau ojek saja. Oke?"Aku mengangguk dan buru-buru turun sebelum orang itu berubah pikiran. Walau bagaimana pun dia orang suruhan pria yang sudah mengurungku selama tiga bulan ini, bagaimana kalau tiba-tiba dia berubah pikiran atau kembali punya pikiran jahat? Nauzubillah.Dengan langkah lebar-lebar aku menyebrang ke pangkalan ojek yang tak jauh dari sana."Bang, ke komplek perumahan Buana Permai ya, jalan Nurul Huda 12."Kang ojek mengangguk dan segera melajukan motornya setelah aku duduk di belakang dengan aman.Sampai di depan pos, ojek tak diizinkan masuk karena memang portal perumahan sudah ditut
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 44POV ArinIbu datang menemuiku hari ini. Akhirnya terpaksa aku harus menemui ibu setelah berkali-kali aku menolaknya melalui Mbak Mumun."Kasihan Nya, ibunya kayak lesu dan berharap banget ketemu Nyonya Arin," kata Mbak Mumun ketika memanggilku ke kamar."Biarin ajalah Mbak, saya males," responku santai.Aku yang sedang membaca majalah tak mau beranjak sebetulnya. Tapi melihat Mbak Mumun yang mematung di bibir pintu agak lama membuatku risih juga."Ya udah saya turun."Akhirnya aku turun. Ibu datang membawa sayur kacang merah kesukaanku. Tapi terpaksa aku menolaknya karena aku mendadak suka alergi sejak kehamilan keduaku ini. Selain itu, aku juga masih malas menerima sesuatu dari ibu. Dulu beliau menolak pemberianku habis-habisan, sekarang aku ingin beliau merasakan apa yang kurasakan sekarang. Betapa gak enaknya ada dalam posisi itu.Tring!Suara pesan masuk yang entah dari siapa membuatku mengerjap.[Suamimu kecelakaan. Dia ada di ja
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 43"Iya Bang, ini Arin. Ini Arin Bang, istri Abang," katanya, sambil terus memelukku."Arin ... kok bisa?" tanyaku setengah tak sadar.Aku masih belum percaya dengan apa yang kulihat ini. Benarkah ini Arin istriku? Bagaimana bisa dia masih hidup? Lalu yang kami makamkan tiga bulan lalu itu siapa?"Abang. Arin belum mati, Bang. Arin belum mati. Arin masih hidup, Bang," katanya lagi. Seolah tahu dengan apa yang ada di dalam pikiranku."Kalau gitu saya permisi Mas Jaya, Mbak Arin," kata Pak Supri kemudian.Aku mengangkat wajah, Arin juga berbalik menghadapnya."Oh iya Pak, makasih udah antar saya sampai depan rumah ya," ucap Arin."Iya Mbak Arin sama-sama. Mari, Mas."Beliau kembali bertugas setelah melemparkan senyuman lebar padaku. Sementara aku kembali menatapi Arin dari bawah hingga atas.Ya Tuhan, aku benar-benar tak percaya. Arin sekarang ada di hadapanku lagi, perutnya juga sudah makin membesar.Mataku tak terasa basah. Pelan aku berj
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 42"Ah Jay, ayolah. Suruh aku duduk atau berikan aku air dulu. Apa susahnya?""Aku sibuk. Dan rumah ini haram menyuruhmu duduk apalagi memberimu air," ketusku. Biarlah, aku mau perempuan itu cepat balik."Kata-katamu itu Jay. Kenapa sih? Aku datang ke sini dengan niat baik, aku mau mengucapkan duka cita atas kepergian istrimu. Kamu malah memperlakukanku begini," rajuknya."Ya udah. Urusanmu menyampaikan duka cita udah selesai 'kan? Sekarang silakan balik. Aku gak punya banyak waktu."Dia menarik napas panjang, "Jaaay, aku-""Eh eh eh ngapain kamu di sini pencuri?!" potong Ibu yang baru saja keluar.Alina langsung bangkit, dan dia baru akan mengalami ibuku saat dengan cepat ibu malah mengambil sandal tepleknya dari kaki."Pergi kamu! Atau sandal ini akan menampar pipimu," usir beliau sambil mengangkat sandal itu.Kontan saja si Alina mengatup-ngatup."T-Tante, tunggu Tan, jangan emosi dulu, Alin datang ke sini cuma mau menyampaikan duka ci