"Akhirnya kita jadi orang kaya juga Ke, tinggal di rumah mewah dan gede. Pokoknya gak kebayang banget sama Ibu. Dari semalam ibu gak bisa tidur memikirkan kita bakal makan enak dan hidup senang. Semuanya berkat Marisa -kakak kamu. Untung saja Marisa memilih Dio," ucap Bu Minah tak hentinya bersorak gembira sembari mengangungkan Dio.'Halah! Dulu aja di cemooh dan di hina malah mau di pisahkan dengan anaknya. Setelah tahu Dio orang kaya baru di unggul-unggulkan. Dasar manusia durjana, kalian lihat saja nanti aku akan akan menghancurkan senyuman ceria di wajahnya itu,' batin Kania bergemuruh kesal seraya memperhatikan tawa bahagia Bu Minah.Sedangkan Marisa hanya menatapn sedih rumah reod yang sudah tidak layak huni tersebut. Alngkah sedihnya seorang Marisa harus meninggalkan rumah yang sudah ditempatinya beberapa taun itu. Banyak kenangan bersama suaminya beresta Tasya. Suka maupun duka Marisa jalani di rumah reod itu. Menurut Marisa ini bukan hanya rumah butut saja melainkan istana bag
"Marisa," seru Dio membuyarkan pikiran Marisa yang sedang termenung sejenak.Marisa segera menghampiri kediaman Dio serta Bapak mertuanya -Pak Hadiman. Tak lupa juga ia mencium tangan mertuanya itu."Ini Marisa Yah, dia istri aku. Aku sudah menikah dengan Marisa sudah hampir dua tahun," Dio memperkenalkan sang istri pada Pak Hadiman."Selamat datang Nak, semoga kau betah disini. Tinggal bersama kami," sahut Pak Hadiman menyambut kedatangan sang menantu barunya begitu nyaman."Terimakasih Yah, insyaallah saya akan betah disini Yah."Tiba-tiba Dio menatap nyalang foto keluarga yang terpampang di dinding ruang tamu. Padahal hanya keluarga biasa. Namun, lelaki itu menatapnya begitu serius hingga matanya tidak berkedip sama sekali. Terlihat dari sorot matanya, bahwa Dio sedang merasa kesal."Maaf Yah, aku tinggal duluan. Kami sudah cape, aku dan Marisa akan beristirahat," pamit Dio seraya membawa barang-barang yang ia bawa. Sambil melenggang ke kamar Marisa melihat foto keluarga Dio. Dan
'Enak sekali mereka, siang bolong begini nonton Tv sambil rebahan di kursi sofa kesayanganku ditambah bekas makanan berserakan di sembarang arah. Membuat ruangan ini kotor. Dasar jorok!,' batin Nyonya Sonia kesal saat memperhatikan sang besan dan juga Keke sedang asik selonjoran di kursi sofa.Bibi Euis yang sadar bahwa Nyonya Sonia menatap kesal Bu Minah. Bibi Euis langsung menghampiri dan segera menegur Bu Minah."Maaf Bu, saya harap jangan buang makanan di sembarang arah. Apalagi makanan manis takutnya banyak semut.""Ih apaan sih kamu atur-atur kita! Jadi pembantu aja belagu. Lebih baik gosok tuh panci gosong di dapur!" pekik Keke yang tersinggung akan teguran Bi Euis. Sengaja Keke mendorong bahu Bi Euis.Atas perlakuan tidak sopan yang dilayangkan Keke pada Bi Euis membuat Nyonya Sonia yang memperhatikan semakin murka.Namun, Nyonya Sonia tidak melakukan apa-apa. Ia hanya melenggang menuju kamarnya yang berada di lantai atas."Ayo Ke, kita berenang. Cuaca bagus sekali," ajak Bu Mi
Marisa menghela nafasnya dengan pelan. Marisa yang sejak tadi membantu Bibi Euis -pembantu di rumah ini sudah hampir kepayahan. Badannya terasa pegal karena kerjaan yang tak ada hentinya. Rumah yang besar membuat Marisa kasihan bila melihat Bibi Euis wanita yang sudah tidak muda lagi melakukan pekerjaannya sendiri. Marisa meluruskan persendiannya hang sudah terasa pegal, "Bi, aku mau istirahat dulu ya. Aku ngantuk sekali, sudah hampir 2 malam aku tidak bisa tidur Bi," pamit Marisa untuk sejenak merebahkan tubuhnya yang sudah kelelahan.Sesekali mulut wanita muda menguap menandakan ia benar-benar sudah ngantuk."Iya Non, istirahat saja. Lagian 'kan Non disini tuan rumah, ngapain juga sih Non pake acara bantu Bibi segala. Jadi capek 'kan tuh badan. Kalau sudah capek begitu bagaimana malan bertarung panas di atas ranjang bersama Pak Dio, Non," goda Bibi Euis."Ngaco Bibi nih, bicara udah mulai ngawur. Kemana aja Bi," sahut Marisa sambil melenggang ke kamarnya yang berada di lantai atas.
Marisa dan Bibi Euis sudah menyiapkan beberapa makanan, mulai dari sop iga, daun singkong kesukaan Dio serta sambal terasi dan banyak lagi aneka lauk pauk yang lainnya.Marisa menghela nafasnya dengan tenang. Akhirnya ia sudah menyiapkan semua makanan sebelum suaminya pulang.Namun, karena adzan maghrib telah berkumandang Marisa pun segera melaksanakan sholat maghrib terlebih dahulu sambil menunggu sang suami pulang."Tumben Mas Dio belum pulang? Apa dia ada lemburan?" gumam Marisa ketika baru saja selesai beribadah. Sambil menunggu sang suami pulang Marisa meneruskan dengan membaca Al Quran, beberapa ayat telah selesai ia bacakan."Non, kita makan dulu. Mungkin perut non sudah keroncongan, dari tadi belum makan," sahut Bi Euis dari balik pintu kamar yang masih tertutup rapat."Sebentar Bi," kata Marisa sambil melipat mukena dan menyimpannya. Marisa melirik jam di dinding kamar, dengan jarum jam pendek sudah menunjuk ke angka 7, akan tetapi sang suami belum juga pulang."Bi, Mas Dio
"Gejala apa Bi? Bikin khawatir aja Bibi," sahut Dio."Sepertinya Non Marisa hamil," ungkap Bibi Euis menebak."Tapi baru saja aku selesai haid minggu kemarin Bi, mana mungkin aku hamil," tampik Marisa."Ih si Non gimana sih. Yang hamil juga bisa loh sambil haid. Malah Bibi dulu waktu hamil Suparman anak Bibi yang pertama. Bibi haid sambil hamil udah 2 bulan malah," papar Bibi Euis menjelaskan.Ada rasa bahagia di hati Marisa mendengar penjelasan Bi Euis, walaupun tebakan Bi Euis belum sepenuhnya benar. "Yang benar Bi, semoga saja benar kata Bi Euis," Dio sumringah dan langsung memeluk istrinya dengan penuh kebahagiaan yang tiada tara.Senyum lepas terukir di Bibir pria beranak satu itu. Hatinya berbunga-bunga dengan sejuta keceriaan."Ada apa ini? Kalian sedang apa berkumpul di dapur seperti itu?" tanya Nyonya Sonia yang datang menghampiri."Bu Marisa hamil," ungkap Dio."Hamil!" Nyonya Sonia terkejut mendengar ungkapan sang putra, "Benarkah?"Ada sedikit kebahagian yang terangkai di
"Dio, Ibu minta duit dong semua uang Ibu sudah habis, kamu 'kan sekarang kerja. Pasti kamu banyak duit," kata Bu Minah sambil menengadahkan sebelah tangan."Bu, aku kerja baru saja satu minggu.""Tapi 'kan kamu bos, perusahaan Ayah kamu bukan hanya 1, tapi banyak. Kamu sama mertua aja pelitnya minta ampun. Kalau gak mau ngasih setidaknya Ibu pinjam dong Dio," rengek Bu Minah, layaknya anak kecil yang minta jajan."Nanti sore ya Bu, aku sekarang buru-buru sekali. Ada banyak pekerjaan di kantor," pamit Dio segera melenggang ke arah mobil.Bu Minah yang sedang berdiri di ambang pintu utama tersenyum puas ketika mendengar sang menantu akan memberikannya uang."Janji ya kamu Dio. Awas kalau bohong," teriak Bu Minah lantang.Nyonya Sonia yang memperhatikan ikut kesal pada sang besan, yang minta uang semena-mena tanpa bekerja. "Waw, sudah seperti Nyonya besar ya sekarang. Enak banget mau uang tinggal minta sama anakku, terus kerjaan kamu apa?! Rebahan sambil megang hp, makan yang enak dan ti
Dio sedang serius dengan mengetik sesutu di laptop tepat yang tersimpan di hadapannya kini. Dio sedang menyelesaikan pekerjaannya yang sampai sore masih belum usai.Tiba-tiba Kania datang membawa semangkuk bakso kesukaan Dio."Hai Dio, aku yakin kamu pasti lapar 'kan? aku bawakan makanan faforit kamu," kata Kania sambil menyodorkan semangkuk bakso untuk Dio. Kebetulan Kania bekerja di perusahaan Dio, tepatnya Kania menjadi sekretaris Dio."Kania kamu simpan saja makan itu, aku sedang fokus menyelesaikan tugas dulu," ujar Dio. Namun, kania malah membantahnya. Kania menghampiri kediaman Dio yang masih duduk di kursinya. Kania menyentuh bahu Dio dengan perlahan. Tangan lembut itu begitu terasa dingin saat Kania menyentuh mengelus dada Dio. Betapa Dio terperanjat kaget, lalu beranjak dari duduknya, "Kania apa yang kamu lakukan, ini tidak sopan, bagaimana kalau karyawan lain melihat. Memalukan!" ketus Dio amat kesal."Andio Alfareza, aku 'kan tidak melakukan apapun kepadamu, aku hanya k
Melihat tindakan Kania itu membuat Bu Sonia iba memandang air matanya yang tidak henti mengucur deras.Hampir saja Bu Sonia memaafkan Kania namun dengan tiba-tiba Salsa datang bersama pria yang saat itu bersama Kania, yaitu Hendra."Jangan biarkan Ibu memaafkan dia Bu, air mata Kania tidak tulus sama sekali. Itu hanyalah sandiwara semata," sahut Salsa."Diam kamu Salsa kamu tidak apa-apa dengan urusanku!" sentak Kania pada Salsa.Kania tercengang kala melihat Hendra sudah berada di samping Salsa. 'Mengapa Hendra ada disini? Untuk apa dia bersama Salsa?' batin Kania bertanya seraya ada rasa cemas di benaknya."Jangan kamu bilang aku tidak tau urusanmu Kania. Jelas aku sangat tahu betul siapa kamu dan anak siapa yang kamu kandung itu, dulu kamu menghancurkan hidup aku dengan memfitnah berselingkuh dengan Diki, sekarang tak akan ku biarkan kamu melakukan itu lagi pada siapapun Kania!" tunjuk Salsa pada perut Kania.Aku dan Mas Dio juga mertuaku merasa heran. Apa yang dimaksud Salsa sebe
"Mama." Suara seruan anak kecil membuyarkan lamunan Salsa yang sedang termenung duduk di kursi halaman rumahnya.Salsa menoleh ke arah suara anak yang memanggilnya Mama barusan."Tasya," sahut Salsa. Bibir wanita itu membentuk senyuman manis di bibirnya. Tak terkira sama sekali di benaknya bahwa dia akan di panggil Mama oleh anak yang selama ini di tinggalkannya bertahun-tahun.Tasya berlari untuk memeluk sang Mama. Begitu Salsa merentangkan tangan seraya memeluk dengan erat Sanga anak."Nak Mama kangen padamu," bisiknya kala memeluk Tasya. Air matanya begitu deras mengucur membasahi pipi.Dio sungguh terharu tatkala melihat Tasya dan Salsa saling berpelukan. Ternyata tidak ada yang bisa memisahkan ibu dan anak kandung. Berdosakah Dio kerana terlalu melarang Marisa untuk mendekatkan Salsa dan Tasya."Ma, jangan tinggalin Salsa lagi ya, Mama mending tinggal bareng aja sama Papa Dio dan Tasya disana juga ada Ibu Marisa. Pasti Mama betah." Keinginan anak itu begitu polos."Mama tidak bis
Ketika Salsa memilih pulang saja karena Tasya sudah dibawa pergi oleh Bu Sonia. Begitu kejamnya wanita paruh baya itu hingga kini dia masih membenciku dan tidak mau memaafkan ku. Padahal aku dulu di jebak oleh Kania bukan keinginanku untuk berselingkuh dengan Diki -adik ipar Dio.Di tengah perjalan Salsa begitu lesu, anak kandungnya kini malah menjauh akibat dijauhkan oleh mertuanya itu. Bahkan Tasya pun tak merespon sama sekali pada Salsa.Entah harus melakukan apa lagi agar anak semata wayangnya itu tau dan aku menerima Salsa sebagai ibu kandungnya."Aku menyesal Nak, dulu telah meninggalkanmu dengan nenekmu yang jahat ini. Tapi kalau aku bawa kamu pergi dengan Mama. Aku takut tidak bisa merawatnya dan tidak bisa membahagiakannya. Setelah orang tuaku meninggal aku tidak tau harus bagaimana. Aku menyesal!" ungkap Salsa di sela perjalanan ia menangis histeris.Namun Salsa terus saja melangkah walaupun langkahnya begitu berat. Pada saat akan mengembang jalan Salsa melihat Sang anak yan
"Mas, a-aku boleh minta sesuatu dari kamu lagi?" ucap Kania ketika melihat Dio yang telah sibuk dengan laptop di hadapannya."Minta apa? Kalau untuk minta uang maaf aku tidak bisa kasih," sergah Dio.Belum juga Kania berbicara tapi Dio sudah terus terang berbicara seperti itu, seolah sudah tahu kalau Kania akan meminta uang."Mas, tapi aku sangat butuh uang itu sekarang, bolehkan aku minta lagi," bujuk Kania ketika Dio tidak mau memberinya."Kania, kemarin kamu minta uang. Dan sekarang kamu minta uang lagi, kamu pikir gampang cari uang tinggal manjat gitu, aku juga harus kerja keras untuk mendapatkan uang banyak!" gerutu Dio."Mas kok kamu pelit banget sih, aku ini sedang hamil anak kamu! Pengeluaran aku banyak harusnya kamu mengerti dengan keadaan aku yang saat ini berbadan dua!" Kania kembali menggerutu Dio balik."Pokoknya Mas sekarang tidak mau memberimu uang lagi, pengeluaran kamu sekarang semakin banyak tapi Mas tidak tahu uang itu kamu pakai untuk apa?!""Ya untuk keperluan aku
"Mana sih tuh orang jam segini masih belum datang juga! Katanya butuh duit! Malah gue yang harus nunggu!" gerutu Kania pada Hendri. Pria yang di tunggunya belum kunjung datang juga.Wanita itu terus saja celingukan sambil sesekali melirik ponsel untuk melihat jam.Salsa tak sengaja lewat melihat Kania sedang gelisah menunggu seseorang. Akhirnya Salsa berniat menemui Kania yang berada di restoran tersebut."Panik bener wajahnya," sindir Salsa ketika menghampiri Kania yang telah duduk di kursi dalam restoran tersebut.Kania menyimpan ponsel yang baru saja ia ambil. Kania menoleh ke arah Salsa. Wanita itu nampak kesal saat yang di tunggu Hendra yang datang malah musuh bebuyutannya."Heh ngapai Lo disini? Kasihan banget gak diakui sama anak sendiri emangnya enak. Makannya Lo jagain anak Lo dari bayi, biar gak di gondok sama si Marisa. Lo tu insaf jangan mesum mulu. Jadinya begini anak sendiri aja gak mau mengakui kalau Lo adalah ibu kandung yang udah ngelahirin dia. Kasihan, kasihan, kasi
Ting! Benda pipih yang yang tergeletak di atas meja terus saja berbunyi, namun tak ada satupun orang yang mengangkatnya. Entah ponsel siapa? Ku hampiri ponsel yang tersimpan di atas meja itu, memastikan. Dan ternyata adalah ponsel maduku sendiri.Awalnya aku tak ingin mengambilnya, apalagi harus diantarkan pada Kania, rasanya malas sekali. Namun suara deringan ponsel itu tak berhenti membuat berisik.Tak ada pilihan lain, tak ada salahnya kalau aku berikan ponsel miliknya Kania itu. Siapa itu memang telepon penting."Kania, Kania," seruku di balik pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Entah di mana keberadaan wanita itu. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup rapat, apakah mungkin di dalam kamar mandi. Lalu ku memberanikan diri masuk ke dalam bilik kamarnya."Kalau ku angkat, takutnya penting. Apalagi nomornya dari nomor baru, tapi kalau dibiarkan suara dering nya cukup mengganggu," gumamku seraya mencari keberadaan maduku.Saat mata ini tak sengaja melihat ke halaman belakang
Ting nong!Suara bel rumah berbunyi, aku yang sedang mengepel lantai melenggang untuk membuka pintu tersebut, Kania yang saat ini sedang berasama mertuaku ikut serta akan membuka pintu, namun segera ku tahan. "Biar aku saja Kania," cegahku pada Kania yang hendak akan melenggang juga."Ya sudah sana Lo buka!" titah Kania sambil mendelikan mata.Kania serta Bu Sonia duduk kembali sambil melanjutkan perbincangannya. Aku segera melenggang untuk membuka pintu."Siapa ya?" gumamku seraya membuka pintu.Pada saat itu aku di kejutkan dengan kedatangan Salsabila, wanita itu berdiri di ambang pintu."Siang Mar? Tasya ada di rumah?" tanyanya."Ada kok, ada Bil. Kamu masuk saja kerumah, aku antarkan ke kamarnya," kataku sambil mempersilahkan wanita itu masuk kedalam rumah.Kami berjalan di depan serta Salsa mengikuti dari belakang. Ketika melihat Salsa Bu Sonia serta Kania terperangah. Reaksi mereka begitu susah diartikan. Mereka sepertinya amat kesal ketika melihat Salsa menginjakan kaki di ruma
"Ada apa Mas?""Bila mengapa kamu selalu muncul dimanapun aku berada," ungkap Dio."Mas bolehkah aku jujur padamu, sebenarnya aku mencarimu di setiap waktu. Aku mencari Tasya juga, karena bagaimanapun dia adalah anakku Mas, aku yang melahirkannya." Tatapan Bila begitu tulus.Aku dikejutkan dengan hal itu, ternyata Salsa mantan istri Mas Dio adalah Bila sahabat aku sendiri."Mas, jadi kalian…" ungkapku begitu terkejut tatkala melihat semua itu.Dio dan Salsa menoleh ke arahku bersamaan. Tak ada satu patah kata pun yang menjawab ungkapanku.Aku memberanikan diri untuk menghampiri kediaman Mas Dio dan Salsa, tangan mereka masih saling berpegangan."Mas Bila ini mantan istri kamu yang kamu bilang sudah mati itu?!" tanyaku membuat Bila seketika tercengang."Apa Mas, jadi selama ini kamu anggap aku ini sudah mati," kata Salsa menunjuk dirinya sendiri."Bil, jadi yang kamu maksud suami kamu yang entah dimana itu adalah Mas Dio suamiku juga?" Tebakku tercengang.Kami semua menjadi bimbang dan
"Tapi Bu, aku tidak tau apa-apa. Bahkan Bi Euis juga tahu aku tidak kemasukan bangkai cicak itu pada dalam rujak, mungkin bisa saja bangkai cicak itu terjatuh ketika aku dan Bi Euis sedang sibuk mengerjakan hal lainnya," elakku, semoga saja mertuaku tidak terlalu menyalahkan diri ini. Kalau saja dia tau bahwa aku sengaja, bisa-bisa aku lebih dibenci olehnya."Bohong! Jangan banyak ngelak kamu Marisa! Mana mungkin cicak ini jatuh sendiri tanpa dibantu oleh tangan seseorang. Saya tidak mau tau kamu harus dihukum seberat-beratnya. Hukuman yang pantas untukmu kamu lebih baik minggat dari rumah ini!" Telunjuk mertuaku mengarah jelas padaku.Sungguh aku terbelenggu tatkala mendengar ancaman itu, baru kali ini mertuaku semarah ini."Bu, tidak segampang itu. Aku tidak setuju kalau ibu mengusir Marisa dari sini, dan jika saja ibu mengusir istri pertamaku, maka aku sebagai suaminya akan ikut kemanapun Marisa pergi." Suara pria itu terdengar lantang. Mas Dio tak setuju jika aku pergi dari rumah