"Yakin kamu mau pulang sendiri? aku juga bisa kok Mar, antarkan kamu dulu, tapi kayaknya bentar lagi. Tanggung ini kerjaan dikit lagi. Mending kamu pulang di antar taxi onlin aja ya, biar aku yang pesankan," ujar Dio sambil sibuk dengan laptop di hadapannya. Dio begitu fokus ketika ia sedang kerja tanpa menghiraukan sang istri yang masih berdiri, Marisa bersandar ke dinding tembok sambil bersidekap menyaksikan sang suami yang sibuk dengan kerjaannya."Mar,kok kamu gak ngomong sih?" tanya Dio dengan mata menatap layar laptop.Marisa hanya menggaruk kepalanya yang sudah sangat gatal. Ada rasa jenuh mulai merasuki dirinya. Melihat sang suami terus sibuk menghadap layar laptop membuat Marisa pun tidak ada pilihan lain selain pulang."Kamu ngomong sama aku atau sama laptop kamu sih, tuh mata mandangnya ke laptop terus emang mata gak pedih gitu! Padahal 'kan kamu seharusnya lihat aku, aku udah berusaha dandan suapaya kamu betah bila saat memandang aku. Ini boro-boro di pandang di lirik aja k
Membuat badan Marisa oleng takseimbang. Akhirnya Marisa tersungkur jatuh ke bawah. Untung saja tidak ada luka yang parah, hanya saja kakinya kena duri bunga yang berada di taman."Bangun!" ucap seseorang mencoba membangunkan, wanita yang yang tidak di kenal oleh Marisa mencoba membantu Marisa bangkit. Marisa hanya terperangah melihat muka orang yang sama sekali tidak di kenalnya. Wanita itu tampak cantik, putih, bertubuh ideal dan sudah pasti baik, karena sudah mau memmbatu Marisa.Kini reaksi Kania pun jadi ikut berbeda, Marisa terpaku sambil agak terkejut saat kedatangan wanita tersebut. Entah siapa dia, cantiknya luar biasa."Elo! Masih sanggup lo muncul sisini lagi perempuan jalang!" ucap Kania begitu kasar pada wanita tersebut."Itu bukan urusanmu aku berada disini atau dimana! Yang jelas kali ini aku tidak menganggu atau menyakiti siapapun wanita pengkhianat. Ternyata kamu masih hidup ya. Entah sampai kapan kamu akan bertahan hidup," ledeknya kepada Kania dengan begitu angkuh."
"Bu, aku sudah selesai membuat susu jahenya. Bolehkan aku masuk?" seru Kania di balik pintu.Tak lama kemuadian mertuanya membuka lagi yang kedua kali daun pintu tersebut.Marisa sudah siap tersenyum manis sambil menyangga minuman susu jahe di atas nampan yang di sangganya.Tapi, ada yang sedikit berbeda dengan penampilan sang mertua. Kali ini Nyonya Sonia sudah terlihat rafi dan cantik. "Saya mau pergi! Kamu bikin minuman lama banget, benar-bemar menguras kesabaran saya," ketus Nyonya Sonia menolak kembali minuman yang di sangga Marisa."Tapi Bu, membuat susu jahe alami secara dadakan itu tidak mudah. Aku harus memperlukan banyak waktu, makannya lama,"ujar Marisa membela diri.'Lebih baik saya cari minuman di luar saja," pekik sang mertua sambil berjalan melewati Marisa yang masih terpaku di ambang pintu.Lagi-lagi Marisa harus menelan kekecewaan akibat minuman buatannya tidak di hargai sama sekali oleh sang mertua. Bruk!Tak sengaja tubu samg mertua menyenggol tangan Marisa yang ma
Sesuai dengan perjanjian kemarin kini Bu Minah sudah siaga berada di balik pintu kamar Dio, menunggu Dio terbangun dari tidurnya dan membuka pintu kamar. Ceklek!Mendadak malah Marisa yang keluar duluan dari dalam kamar."Ibu, ngapai disini?" tanya Marisa heran ketika melihat sang ibu sudah berada di depan pintu kamarnya."Mana suami kamu?""Mau ngapain Bu? Ada perlu apa sama Mas, Dio?""Ibu mau minta uang dari kemarin katanya mau di tranfer hingga sekarang belum masuk juga. Beraninya dia membohongi Ibu. Mentang-mentang sudah kaya," gerutu Bu Minah kesal. "Mana Dia?" Bu Minah akhirnya menerobos masuk kedalam kamar anaknya. "Astaghfirullah," Dio terkejut bukan kepalang saat baru saja keluar dari kamar mandi melihat sang mertua sudah berada di dalam kamar. Apalagi kala itu Dio hanya menggunakan CD saja untuk menutupi kejantanannya.Dio terperangah dan malu, lalu menutupi anunya dengan hanya kedua tangannya. Karena sang mertua sudah berada di hadapannya.Bu Minah pun menutup matanya
Ketika Nyonya Sonia sedang bersantai sambil minum kopi di taman halaman rumahnya. Tiba-tiba Kania datang untuk menemaninya. Kedatangan Kania sudah direncanakan Kania hanya untuk mengadukan perlakuan Dio yang kasar selama ini."Selamat pagi Tante, Tante hari ini kelihatan cantik sekali. Oh iya Tante rahasia awet mudanya gimana sih? Bagi dong tipsnya sama Kania," ujar Kania sambil memuji Nyonya Sonia. Sudah tidak ada lagi rasa canggung terhadap dua wanita tersebut apalagi Kania sedari dulu sudah dekat dan akrab terhadap Nyonya Sonia. Begitup dengan Nyonya Sonia ia sudah menyayangi Kania layaknya anak. Tadinya Nyonya Sonia selalu maksa Dio untuk bisa menikah tapi karena Dio selalu menolak dan keras kepala akhirnya Kania selalu gagal untuk memiliki Dio seutuhnya."Pagi juga Kania, tumben kamu kesini. Kamu gak kerja apa?""Aku malas Tante, akhir-akhir ini Dio selalu kasar padaku selalu marah-marah tak jelas maka dari itu aku malas kerja. Bahkan kemari juga Dio mengancam aku akan memcat a
Marisa tertidur pulas di sandaran bahu Bibi Euis. Tangan Bi Euis terus mengelus kepala Marisa dengan pelan, penuh kasih sayang. Apalagi Bi Euis sudah lama tidak bertemu dengan anak kandungnya yang berada di kampung halaman. Sedikit demi sedikit rasa rindu Bibi Euis terbalaskan ketika sedang bersama Marisa.Tiba-tiba suara gelas jatuh ke lantai. Marisa yang baru saja memejamkan mata terkejut dan bangkit dari sandaran habu Bi Euis."Bi apakah Bibi mendengar suara gelas pecah?" tanya Marisa sambil menyelidik."Tidak tahu Non, memangnya di mana?""Barusan Bi, sepertinya suara itu dari kamar Ayah mertuaku Bi," tebak Marisa asal-asalan.Marisa melenggang mencari tahu dari mana arah suara gelas pecah itu. Ia khawatir kalau suara itu dari kamar sang Ayah mertua. Apalagi saat ini Ayah mertuanya sedang sakit.Tok! Tok! Tok!"Ayah bolehkah aku masuk. Ini Marisa," seru Marisa dari balik pintu kamar Ayah mertuanya."Ma-marisa," jawab suara Ayah Hadiman sangat kecil, sangat susah daun telinga Marisa
Mendadak sayuran sudah pada habis bersih. Isi kulkas pun kosong melompong. Mumpung hari ini tidak ada kegiatan yang menyibukan Marisa. Marisa pun berinisiatif mengantar Bi Euis untuk ke pasar. Sekalian juga jalan-jalan sebab sudah jarang sekali wanita mudah itu keluar rumah.Karena jarak pasar tidak jauh dari rumah Dio, Bi Euis dan Marisa pun memilih berjalan kaki. Tadinya Tasya ingin ikut juga tapi karena sinar matahari begitu terik pagi ini. Marisa pun terpaksa melarang Tasya ikut.Padahal memang biasanya Tasya dulu selalu ikut, apalagi kalau tahu akan pergi ke pasar pasti anak itu bersemangat sebab ingin dibelikan gulali.Marisa dan Bibi Euis pun mengarungi tepi jalan raya. Sambil berbincang seru dengan Bi Euis.Ketika Marisa berniat akan membeli bawang merah dan bawang putih tak sengaja bola matanya melirik lelaki yang menurut pandangannya tidak asing. Tapi entah siapa? Marisa benar-benar lupa, tiba-tiba pikirannya blank."Kenapa wajah pria itu sangat tidak asing. Tapi siapa ya,"
"Dasar bangsat, manusia biadab. Nyesel saya sudah mau ikut arisan sama penipu kaya dia. Enak saja uang saya di tipu. Aduh gimana ini," kata Bu Minah menggerutu sendiri.Marisa serta Bi Euis tercengang melihat Bu Minah yang sudah pulang, marah-marah sendiri kayak orang kesurupan."Apanya yang biadab Bu?" tanya Marisa heran melihat sang Ibu."Palingan juga kalah togel Non, makannya marah-marah sendiri kaya orang …" ujar Bi Euis menghentikan ucapannya."Orang apa!" sentak Bu Minah."Marisa," Bu Minah memeluk tubuh anaknya sambil menangis histeris, "Ibu ditipu. Semua uang dari suami kamu telah dibawa kabur sama Bu Mega.""Apa! Semuanya uang di bawa kabur. Uang lima juta loh Bu, bukan uang sedikit. Kok bisa?""Tadinya Ibu pikir mau arisan,makannya kita ketemuan di restoran mahal setelah sampai disana, ya sudah Ibu berikan semua uangnya pada Bu Mega. Setelah ia minta izin untuk ke toilet ternyata dia tidak balik-balik lagi sampai sekarang.""Astaghfirullah Ibu." Kedua tangan Marisa memegang
Melihat tindakan Kania itu membuat Bu Sonia iba memandang air matanya yang tidak henti mengucur deras.Hampir saja Bu Sonia memaafkan Kania namun dengan tiba-tiba Salsa datang bersama pria yang saat itu bersama Kania, yaitu Hendra."Jangan biarkan Ibu memaafkan dia Bu, air mata Kania tidak tulus sama sekali. Itu hanyalah sandiwara semata," sahut Salsa."Diam kamu Salsa kamu tidak apa-apa dengan urusanku!" sentak Kania pada Salsa.Kania tercengang kala melihat Hendra sudah berada di samping Salsa. 'Mengapa Hendra ada disini? Untuk apa dia bersama Salsa?' batin Kania bertanya seraya ada rasa cemas di benaknya."Jangan kamu bilang aku tidak tau urusanmu Kania. Jelas aku sangat tahu betul siapa kamu dan anak siapa yang kamu kandung itu, dulu kamu menghancurkan hidup aku dengan memfitnah berselingkuh dengan Diki, sekarang tak akan ku biarkan kamu melakukan itu lagi pada siapapun Kania!" tunjuk Salsa pada perut Kania.Aku dan Mas Dio juga mertuaku merasa heran. Apa yang dimaksud Salsa sebe
"Mama." Suara seruan anak kecil membuyarkan lamunan Salsa yang sedang termenung duduk di kursi halaman rumahnya.Salsa menoleh ke arah suara anak yang memanggilnya Mama barusan."Tasya," sahut Salsa. Bibir wanita itu membentuk senyuman manis di bibirnya. Tak terkira sama sekali di benaknya bahwa dia akan di panggil Mama oleh anak yang selama ini di tinggalkannya bertahun-tahun.Tasya berlari untuk memeluk sang Mama. Begitu Salsa merentangkan tangan seraya memeluk dengan erat Sanga anak."Nak Mama kangen padamu," bisiknya kala memeluk Tasya. Air matanya begitu deras mengucur membasahi pipi.Dio sungguh terharu tatkala melihat Tasya dan Salsa saling berpelukan. Ternyata tidak ada yang bisa memisahkan ibu dan anak kandung. Berdosakah Dio kerana terlalu melarang Marisa untuk mendekatkan Salsa dan Tasya."Ma, jangan tinggalin Salsa lagi ya, Mama mending tinggal bareng aja sama Papa Dio dan Tasya disana juga ada Ibu Marisa. Pasti Mama betah." Keinginan anak itu begitu polos."Mama tidak bis
Ketika Salsa memilih pulang saja karena Tasya sudah dibawa pergi oleh Bu Sonia. Begitu kejamnya wanita paruh baya itu hingga kini dia masih membenciku dan tidak mau memaafkan ku. Padahal aku dulu di jebak oleh Kania bukan keinginanku untuk berselingkuh dengan Diki -adik ipar Dio.Di tengah perjalan Salsa begitu lesu, anak kandungnya kini malah menjauh akibat dijauhkan oleh mertuanya itu. Bahkan Tasya pun tak merespon sama sekali pada Salsa.Entah harus melakukan apa lagi agar anak semata wayangnya itu tau dan aku menerima Salsa sebagai ibu kandungnya."Aku menyesal Nak, dulu telah meninggalkanmu dengan nenekmu yang jahat ini. Tapi kalau aku bawa kamu pergi dengan Mama. Aku takut tidak bisa merawatnya dan tidak bisa membahagiakannya. Setelah orang tuaku meninggal aku tidak tau harus bagaimana. Aku menyesal!" ungkap Salsa di sela perjalanan ia menangis histeris.Namun Salsa terus saja melangkah walaupun langkahnya begitu berat. Pada saat akan mengembang jalan Salsa melihat Sang anak yan
"Mas, a-aku boleh minta sesuatu dari kamu lagi?" ucap Kania ketika melihat Dio yang telah sibuk dengan laptop di hadapannya."Minta apa? Kalau untuk minta uang maaf aku tidak bisa kasih," sergah Dio.Belum juga Kania berbicara tapi Dio sudah terus terang berbicara seperti itu, seolah sudah tahu kalau Kania akan meminta uang."Mas, tapi aku sangat butuh uang itu sekarang, bolehkan aku minta lagi," bujuk Kania ketika Dio tidak mau memberinya."Kania, kemarin kamu minta uang. Dan sekarang kamu minta uang lagi, kamu pikir gampang cari uang tinggal manjat gitu, aku juga harus kerja keras untuk mendapatkan uang banyak!" gerutu Dio."Mas kok kamu pelit banget sih, aku ini sedang hamil anak kamu! Pengeluaran aku banyak harusnya kamu mengerti dengan keadaan aku yang saat ini berbadan dua!" Kania kembali menggerutu Dio balik."Pokoknya Mas sekarang tidak mau memberimu uang lagi, pengeluaran kamu sekarang semakin banyak tapi Mas tidak tahu uang itu kamu pakai untuk apa?!""Ya untuk keperluan aku
"Mana sih tuh orang jam segini masih belum datang juga! Katanya butuh duit! Malah gue yang harus nunggu!" gerutu Kania pada Hendri. Pria yang di tunggunya belum kunjung datang juga.Wanita itu terus saja celingukan sambil sesekali melirik ponsel untuk melihat jam.Salsa tak sengaja lewat melihat Kania sedang gelisah menunggu seseorang. Akhirnya Salsa berniat menemui Kania yang berada di restoran tersebut."Panik bener wajahnya," sindir Salsa ketika menghampiri Kania yang telah duduk di kursi dalam restoran tersebut.Kania menyimpan ponsel yang baru saja ia ambil. Kania menoleh ke arah Salsa. Wanita itu nampak kesal saat yang di tunggu Hendra yang datang malah musuh bebuyutannya."Heh ngapai Lo disini? Kasihan banget gak diakui sama anak sendiri emangnya enak. Makannya Lo jagain anak Lo dari bayi, biar gak di gondok sama si Marisa. Lo tu insaf jangan mesum mulu. Jadinya begini anak sendiri aja gak mau mengakui kalau Lo adalah ibu kandung yang udah ngelahirin dia. Kasihan, kasihan, kasi
Ting! Benda pipih yang yang tergeletak di atas meja terus saja berbunyi, namun tak ada satupun orang yang mengangkatnya. Entah ponsel siapa? Ku hampiri ponsel yang tersimpan di atas meja itu, memastikan. Dan ternyata adalah ponsel maduku sendiri.Awalnya aku tak ingin mengambilnya, apalagi harus diantarkan pada Kania, rasanya malas sekali. Namun suara deringan ponsel itu tak berhenti membuat berisik.Tak ada pilihan lain, tak ada salahnya kalau aku berikan ponsel miliknya Kania itu. Siapa itu memang telepon penting."Kania, Kania," seruku di balik pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Entah di mana keberadaan wanita itu. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup rapat, apakah mungkin di dalam kamar mandi. Lalu ku memberanikan diri masuk ke dalam bilik kamarnya."Kalau ku angkat, takutnya penting. Apalagi nomornya dari nomor baru, tapi kalau dibiarkan suara dering nya cukup mengganggu," gumamku seraya mencari keberadaan maduku.Saat mata ini tak sengaja melihat ke halaman belakang
Ting nong!Suara bel rumah berbunyi, aku yang sedang mengepel lantai melenggang untuk membuka pintu tersebut, Kania yang saat ini sedang berasama mertuaku ikut serta akan membuka pintu, namun segera ku tahan. "Biar aku saja Kania," cegahku pada Kania yang hendak akan melenggang juga."Ya sudah sana Lo buka!" titah Kania sambil mendelikan mata.Kania serta Bu Sonia duduk kembali sambil melanjutkan perbincangannya. Aku segera melenggang untuk membuka pintu."Siapa ya?" gumamku seraya membuka pintu.Pada saat itu aku di kejutkan dengan kedatangan Salsabila, wanita itu berdiri di ambang pintu."Siang Mar? Tasya ada di rumah?" tanyanya."Ada kok, ada Bil. Kamu masuk saja kerumah, aku antarkan ke kamarnya," kataku sambil mempersilahkan wanita itu masuk kedalam rumah.Kami berjalan di depan serta Salsa mengikuti dari belakang. Ketika melihat Salsa Bu Sonia serta Kania terperangah. Reaksi mereka begitu susah diartikan. Mereka sepertinya amat kesal ketika melihat Salsa menginjakan kaki di ruma
"Ada apa Mas?""Bila mengapa kamu selalu muncul dimanapun aku berada," ungkap Dio."Mas bolehkah aku jujur padamu, sebenarnya aku mencarimu di setiap waktu. Aku mencari Tasya juga, karena bagaimanapun dia adalah anakku Mas, aku yang melahirkannya." Tatapan Bila begitu tulus.Aku dikejutkan dengan hal itu, ternyata Salsa mantan istri Mas Dio adalah Bila sahabat aku sendiri."Mas, jadi kalian…" ungkapku begitu terkejut tatkala melihat semua itu.Dio dan Salsa menoleh ke arahku bersamaan. Tak ada satu patah kata pun yang menjawab ungkapanku.Aku memberanikan diri untuk menghampiri kediaman Mas Dio dan Salsa, tangan mereka masih saling berpegangan."Mas Bila ini mantan istri kamu yang kamu bilang sudah mati itu?!" tanyaku membuat Bila seketika tercengang."Apa Mas, jadi selama ini kamu anggap aku ini sudah mati," kata Salsa menunjuk dirinya sendiri."Bil, jadi yang kamu maksud suami kamu yang entah dimana itu adalah Mas Dio suamiku juga?" Tebakku tercengang.Kami semua menjadi bimbang dan
"Tapi Bu, aku tidak tau apa-apa. Bahkan Bi Euis juga tahu aku tidak kemasukan bangkai cicak itu pada dalam rujak, mungkin bisa saja bangkai cicak itu terjatuh ketika aku dan Bi Euis sedang sibuk mengerjakan hal lainnya," elakku, semoga saja mertuaku tidak terlalu menyalahkan diri ini. Kalau saja dia tau bahwa aku sengaja, bisa-bisa aku lebih dibenci olehnya."Bohong! Jangan banyak ngelak kamu Marisa! Mana mungkin cicak ini jatuh sendiri tanpa dibantu oleh tangan seseorang. Saya tidak mau tau kamu harus dihukum seberat-beratnya. Hukuman yang pantas untukmu kamu lebih baik minggat dari rumah ini!" Telunjuk mertuaku mengarah jelas padaku.Sungguh aku terbelenggu tatkala mendengar ancaman itu, baru kali ini mertuaku semarah ini."Bu, tidak segampang itu. Aku tidak setuju kalau ibu mengusir Marisa dari sini, dan jika saja ibu mengusir istri pertamaku, maka aku sebagai suaminya akan ikut kemanapun Marisa pergi." Suara pria itu terdengar lantang. Mas Dio tak setuju jika aku pergi dari rumah