Ketika Nyonya Sonia sedang bersantai sambil minum kopi di taman halaman rumahnya. Tiba-tiba Kania datang untuk menemaninya. Kedatangan Kania sudah direncanakan Kania hanya untuk mengadukan perlakuan Dio yang kasar selama ini."Selamat pagi Tante, Tante hari ini kelihatan cantik sekali. Oh iya Tante rahasia awet mudanya gimana sih? Bagi dong tipsnya sama Kania," ujar Kania sambil memuji Nyonya Sonia. Sudah tidak ada lagi rasa canggung terhadap dua wanita tersebut apalagi Kania sedari dulu sudah dekat dan akrab terhadap Nyonya Sonia. Begitup dengan Nyonya Sonia ia sudah menyayangi Kania layaknya anak. Tadinya Nyonya Sonia selalu maksa Dio untuk bisa menikah tapi karena Dio selalu menolak dan keras kepala akhirnya Kania selalu gagal untuk memiliki Dio seutuhnya."Pagi juga Kania, tumben kamu kesini. Kamu gak kerja apa?""Aku malas Tante, akhir-akhir ini Dio selalu kasar padaku selalu marah-marah tak jelas maka dari itu aku malas kerja. Bahkan kemari juga Dio mengancam aku akan memcat a
Marisa tertidur pulas di sandaran bahu Bibi Euis. Tangan Bi Euis terus mengelus kepala Marisa dengan pelan, penuh kasih sayang. Apalagi Bi Euis sudah lama tidak bertemu dengan anak kandungnya yang berada di kampung halaman. Sedikit demi sedikit rasa rindu Bibi Euis terbalaskan ketika sedang bersama Marisa.Tiba-tiba suara gelas jatuh ke lantai. Marisa yang baru saja memejamkan mata terkejut dan bangkit dari sandaran habu Bi Euis."Bi apakah Bibi mendengar suara gelas pecah?" tanya Marisa sambil menyelidik."Tidak tahu Non, memangnya di mana?""Barusan Bi, sepertinya suara itu dari kamar Ayah mertuaku Bi," tebak Marisa asal-asalan.Marisa melenggang mencari tahu dari mana arah suara gelas pecah itu. Ia khawatir kalau suara itu dari kamar sang Ayah mertua. Apalagi saat ini Ayah mertuanya sedang sakit.Tok! Tok! Tok!"Ayah bolehkah aku masuk. Ini Marisa," seru Marisa dari balik pintu kamar Ayah mertuanya."Ma-marisa," jawab suara Ayah Hadiman sangat kecil, sangat susah daun telinga Marisa
Mendadak sayuran sudah pada habis bersih. Isi kulkas pun kosong melompong. Mumpung hari ini tidak ada kegiatan yang menyibukan Marisa. Marisa pun berinisiatif mengantar Bi Euis untuk ke pasar. Sekalian juga jalan-jalan sebab sudah jarang sekali wanita mudah itu keluar rumah.Karena jarak pasar tidak jauh dari rumah Dio, Bi Euis dan Marisa pun memilih berjalan kaki. Tadinya Tasya ingin ikut juga tapi karena sinar matahari begitu terik pagi ini. Marisa pun terpaksa melarang Tasya ikut.Padahal memang biasanya Tasya dulu selalu ikut, apalagi kalau tahu akan pergi ke pasar pasti anak itu bersemangat sebab ingin dibelikan gulali.Marisa dan Bibi Euis pun mengarungi tepi jalan raya. Sambil berbincang seru dengan Bi Euis.Ketika Marisa berniat akan membeli bawang merah dan bawang putih tak sengaja bola matanya melirik lelaki yang menurut pandangannya tidak asing. Tapi entah siapa? Marisa benar-benar lupa, tiba-tiba pikirannya blank."Kenapa wajah pria itu sangat tidak asing. Tapi siapa ya,"
"Dasar bangsat, manusia biadab. Nyesel saya sudah mau ikut arisan sama penipu kaya dia. Enak saja uang saya di tipu. Aduh gimana ini," kata Bu Minah menggerutu sendiri.Marisa serta Bi Euis tercengang melihat Bu Minah yang sudah pulang, marah-marah sendiri kayak orang kesurupan."Apanya yang biadab Bu?" tanya Marisa heran melihat sang Ibu."Palingan juga kalah togel Non, makannya marah-marah sendiri kaya orang …" ujar Bi Euis menghentikan ucapannya."Orang apa!" sentak Bu Minah."Marisa," Bu Minah memeluk tubuh anaknya sambil menangis histeris, "Ibu ditipu. Semua uang dari suami kamu telah dibawa kabur sama Bu Mega.""Apa! Semuanya uang di bawa kabur. Uang lima juta loh Bu, bukan uang sedikit. Kok bisa?""Tadinya Ibu pikir mau arisan,makannya kita ketemuan di restoran mahal setelah sampai disana, ya sudah Ibu berikan semua uangnya pada Bu Mega. Setelah ia minta izin untuk ke toilet ternyata dia tidak balik-balik lagi sampai sekarang.""Astaghfirullah Ibu." Kedua tangan Marisa memegang
Esok harinya."Mas, kemarin aku denger curhatan temen loh, ceritanya mengandung bawah. Aku aja ikut sedih dengernya," papar Marisa yang baru saja bangun tidur.Sang suami yang sedang berdandan serapi mungkin, karena sebentar lagi dia sudah harus siap menghadapi pekerjaannya yang amat menumpuk, sebab kemarin Dio pulang buru-buru. "Cerita apaan sih?" tanya Dio sambil melilitkan dasinya di kerah baju kemeja putih. Membuat ketampanan Dio semakin terpancarkan."Yakin kamu mau denger Mas? Nanti kamu mewek lagi gimana aku nenanginnya," ujar Marisa bercanda.Semenjak Marisa pindah rumah ke rumah mertuanya yang mewah, kini tutur kata wanita itu sedikit ceplas ceplos. Kayaknya karena sering curhat sama Bi Euis deh Marisa jadi gitu."Cerita saja. Memangnya kenapa dengan temanmu itu?""Jadi gini loh Mas …" Belum juga Marisa melanjutkan ucapannya Dio sudah luruh ke bawah sembari menangis."Mas, kamu kenapa? Belum juga aku cerita, kamu jangan ngelucu mulu dong," tanya Marisa balik. Heran melihat
Dio menghela nafasnya yang kasar sambil terus memandang hujan yang semakin deras. Dia bingung harus pulang bagaimana, sedangkan perutnya terasa berbunyi menginginkan diisi.Bedang reaksi wajah Kania yang terlihat amat sumringah saat bersama dengan pria idamannya walaupun suami orang. Kania menatap saksama seluruh tubuh Dio saat ini. Berbadan kekar dan tinggi membuat karisma Dio terpancar. Gagah perkasa dan ketampanannya sangat membuat wanita terkagum-kagum. Wanita mana yang akan menolak apalagi Kania, sudah mengaguminya sejak dari dulu.Kania sadar bahwa pria yang saat ini sedang memandangi air hujan dari balik jendela itu sedang merasakan kelaparan.Akhirnya Kania mengambil bekal dari dalam tasnya yang sejak dari rumah ia bawa.Terdengar helaan nafas lembut Dio beberapa kali, lelaki itu menyesal telah membohongi sang buah hati. Akhirnya tidak bisa pulang karena terjebak dengan air hujan yang deras. Tidak mungkin kalau Dio harus berlari di tengahnya air hujan dan percikan kilat.Kan
POV MARISA.Beruntung saja anak sambungku telah tertidur pulas di pangkuanku. Dengan pelan aku memindahkan badan mungil anakku di atas ranjang. Aku mulai merangkak pelan melenggang keluar dari kamar. Tak lupa juga menyuruh Bi Euis untuk menjaga jika saja tiba-tiba Tasya terjaga dari tidurnya.Bi Euis sudah mengiyakan untuk tidur menemani Tasya. Akupun merasa tenang. Tok! Tok! Tok!Terpaksa aku harus mengetuk pintu lagi sang mertua. Kalau saja saat ini tidak butuh bantuannya mungkin dari tadi juga aku sudah menyusul suamiku ke kantornya sendiri.Mertuaku belum kunjung juga membuka pintu kamarnya. Detik demi detik aku menunggu di depan pintu.Lalu ku urungkan kembali mengetuk pintu walaupun hati merasakan takut mengganggu."Bu, apa sudah tidur?" teriakku sambil mengetuk daun pintu kamar mertua.Ceklek!Ibu mertuaku membuka pintu."Mari kita ke kantor Dio,"ajaknya dengan tergesa. Karena hujan masih begitu deras, akhirnya kami menaiki kendaran roda empat milik mertuaku dan mobil tersebu
Kania hanya menatapku dengan begitu nyalang, aku tahu betul di balik wajahnya yang sedang menunduk ia melemparkan senyum sinis padaku. Entah apa maksud dari senyuman sinis itu. Aku mengambil air dari galon yang tak jauh jaraknya dari ruangan Dio. aku tak sengaja melihat toples kecil aneh di bawah galon itu. Aku tak paham sama sekali itu toples kecil bekas apa, yang jelas toples sampah itu seperti bekas obat.Aku memandangnya sambil mengernyitkan dahi, menatap bingung toples kecil tersebut. Namun, tak ingin banyak pikiran. Aku membuang toples itu pada tong sampah yang berada di belakangku.Aku kembali ke ruangan Dio sambil menggenggam gelas yang berisi air penuh di bawa olehku.Aku menatap kesal sang suami yang hanya ditutupi oleh helaian selimut yang tipis. Mas, Dio belum sadarkan diri sampai saat ini.Byurrr!Ku semburkan air segelas yang ku ambil tadi pada wajah sang suami. Aku kesal aku marah, aku kecewa terhadapnya."Marisa lancang sekali kamu, menyiram air itu pada Dio!" sentak
Melihat tindakan Kania itu membuat Bu Sonia iba memandang air matanya yang tidak henti mengucur deras.Hampir saja Bu Sonia memaafkan Kania namun dengan tiba-tiba Salsa datang bersama pria yang saat itu bersama Kania, yaitu Hendra."Jangan biarkan Ibu memaafkan dia Bu, air mata Kania tidak tulus sama sekali. Itu hanyalah sandiwara semata," sahut Salsa."Diam kamu Salsa kamu tidak apa-apa dengan urusanku!" sentak Kania pada Salsa.Kania tercengang kala melihat Hendra sudah berada di samping Salsa. 'Mengapa Hendra ada disini? Untuk apa dia bersama Salsa?' batin Kania bertanya seraya ada rasa cemas di benaknya."Jangan kamu bilang aku tidak tau urusanmu Kania. Jelas aku sangat tahu betul siapa kamu dan anak siapa yang kamu kandung itu, dulu kamu menghancurkan hidup aku dengan memfitnah berselingkuh dengan Diki, sekarang tak akan ku biarkan kamu melakukan itu lagi pada siapapun Kania!" tunjuk Salsa pada perut Kania.Aku dan Mas Dio juga mertuaku merasa heran. Apa yang dimaksud Salsa sebe
"Mama." Suara seruan anak kecil membuyarkan lamunan Salsa yang sedang termenung duduk di kursi halaman rumahnya.Salsa menoleh ke arah suara anak yang memanggilnya Mama barusan."Tasya," sahut Salsa. Bibir wanita itu membentuk senyuman manis di bibirnya. Tak terkira sama sekali di benaknya bahwa dia akan di panggil Mama oleh anak yang selama ini di tinggalkannya bertahun-tahun.Tasya berlari untuk memeluk sang Mama. Begitu Salsa merentangkan tangan seraya memeluk dengan erat Sanga anak."Nak Mama kangen padamu," bisiknya kala memeluk Tasya. Air matanya begitu deras mengucur membasahi pipi.Dio sungguh terharu tatkala melihat Tasya dan Salsa saling berpelukan. Ternyata tidak ada yang bisa memisahkan ibu dan anak kandung. Berdosakah Dio kerana terlalu melarang Marisa untuk mendekatkan Salsa dan Tasya."Ma, jangan tinggalin Salsa lagi ya, Mama mending tinggal bareng aja sama Papa Dio dan Tasya disana juga ada Ibu Marisa. Pasti Mama betah." Keinginan anak itu begitu polos."Mama tidak bis
Ketika Salsa memilih pulang saja karena Tasya sudah dibawa pergi oleh Bu Sonia. Begitu kejamnya wanita paruh baya itu hingga kini dia masih membenciku dan tidak mau memaafkan ku. Padahal aku dulu di jebak oleh Kania bukan keinginanku untuk berselingkuh dengan Diki -adik ipar Dio.Di tengah perjalan Salsa begitu lesu, anak kandungnya kini malah menjauh akibat dijauhkan oleh mertuanya itu. Bahkan Tasya pun tak merespon sama sekali pada Salsa.Entah harus melakukan apa lagi agar anak semata wayangnya itu tau dan aku menerima Salsa sebagai ibu kandungnya."Aku menyesal Nak, dulu telah meninggalkanmu dengan nenekmu yang jahat ini. Tapi kalau aku bawa kamu pergi dengan Mama. Aku takut tidak bisa merawatnya dan tidak bisa membahagiakannya. Setelah orang tuaku meninggal aku tidak tau harus bagaimana. Aku menyesal!" ungkap Salsa di sela perjalanan ia menangis histeris.Namun Salsa terus saja melangkah walaupun langkahnya begitu berat. Pada saat akan mengembang jalan Salsa melihat Sang anak yan
"Mas, a-aku boleh minta sesuatu dari kamu lagi?" ucap Kania ketika melihat Dio yang telah sibuk dengan laptop di hadapannya."Minta apa? Kalau untuk minta uang maaf aku tidak bisa kasih," sergah Dio.Belum juga Kania berbicara tapi Dio sudah terus terang berbicara seperti itu, seolah sudah tahu kalau Kania akan meminta uang."Mas, tapi aku sangat butuh uang itu sekarang, bolehkan aku minta lagi," bujuk Kania ketika Dio tidak mau memberinya."Kania, kemarin kamu minta uang. Dan sekarang kamu minta uang lagi, kamu pikir gampang cari uang tinggal manjat gitu, aku juga harus kerja keras untuk mendapatkan uang banyak!" gerutu Dio."Mas kok kamu pelit banget sih, aku ini sedang hamil anak kamu! Pengeluaran aku banyak harusnya kamu mengerti dengan keadaan aku yang saat ini berbadan dua!" Kania kembali menggerutu Dio balik."Pokoknya Mas sekarang tidak mau memberimu uang lagi, pengeluaran kamu sekarang semakin banyak tapi Mas tidak tahu uang itu kamu pakai untuk apa?!""Ya untuk keperluan aku
"Mana sih tuh orang jam segini masih belum datang juga! Katanya butuh duit! Malah gue yang harus nunggu!" gerutu Kania pada Hendri. Pria yang di tunggunya belum kunjung datang juga.Wanita itu terus saja celingukan sambil sesekali melirik ponsel untuk melihat jam.Salsa tak sengaja lewat melihat Kania sedang gelisah menunggu seseorang. Akhirnya Salsa berniat menemui Kania yang berada di restoran tersebut."Panik bener wajahnya," sindir Salsa ketika menghampiri Kania yang telah duduk di kursi dalam restoran tersebut.Kania menyimpan ponsel yang baru saja ia ambil. Kania menoleh ke arah Salsa. Wanita itu nampak kesal saat yang di tunggu Hendra yang datang malah musuh bebuyutannya."Heh ngapai Lo disini? Kasihan banget gak diakui sama anak sendiri emangnya enak. Makannya Lo jagain anak Lo dari bayi, biar gak di gondok sama si Marisa. Lo tu insaf jangan mesum mulu. Jadinya begini anak sendiri aja gak mau mengakui kalau Lo adalah ibu kandung yang udah ngelahirin dia. Kasihan, kasihan, kasi
Ting! Benda pipih yang yang tergeletak di atas meja terus saja berbunyi, namun tak ada satupun orang yang mengangkatnya. Entah ponsel siapa? Ku hampiri ponsel yang tersimpan di atas meja itu, memastikan. Dan ternyata adalah ponsel maduku sendiri.Awalnya aku tak ingin mengambilnya, apalagi harus diantarkan pada Kania, rasanya malas sekali. Namun suara deringan ponsel itu tak berhenti membuat berisik.Tak ada pilihan lain, tak ada salahnya kalau aku berikan ponsel miliknya Kania itu. Siapa itu memang telepon penting."Kania, Kania," seruku di balik pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Entah di mana keberadaan wanita itu. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup rapat, apakah mungkin di dalam kamar mandi. Lalu ku memberanikan diri masuk ke dalam bilik kamarnya."Kalau ku angkat, takutnya penting. Apalagi nomornya dari nomor baru, tapi kalau dibiarkan suara dering nya cukup mengganggu," gumamku seraya mencari keberadaan maduku.Saat mata ini tak sengaja melihat ke halaman belakang
Ting nong!Suara bel rumah berbunyi, aku yang sedang mengepel lantai melenggang untuk membuka pintu tersebut, Kania yang saat ini sedang berasama mertuaku ikut serta akan membuka pintu, namun segera ku tahan. "Biar aku saja Kania," cegahku pada Kania yang hendak akan melenggang juga."Ya sudah sana Lo buka!" titah Kania sambil mendelikan mata.Kania serta Bu Sonia duduk kembali sambil melanjutkan perbincangannya. Aku segera melenggang untuk membuka pintu."Siapa ya?" gumamku seraya membuka pintu.Pada saat itu aku di kejutkan dengan kedatangan Salsabila, wanita itu berdiri di ambang pintu."Siang Mar? Tasya ada di rumah?" tanyanya."Ada kok, ada Bil. Kamu masuk saja kerumah, aku antarkan ke kamarnya," kataku sambil mempersilahkan wanita itu masuk kedalam rumah.Kami berjalan di depan serta Salsa mengikuti dari belakang. Ketika melihat Salsa Bu Sonia serta Kania terperangah. Reaksi mereka begitu susah diartikan. Mereka sepertinya amat kesal ketika melihat Salsa menginjakan kaki di ruma
"Ada apa Mas?""Bila mengapa kamu selalu muncul dimanapun aku berada," ungkap Dio."Mas bolehkah aku jujur padamu, sebenarnya aku mencarimu di setiap waktu. Aku mencari Tasya juga, karena bagaimanapun dia adalah anakku Mas, aku yang melahirkannya." Tatapan Bila begitu tulus.Aku dikejutkan dengan hal itu, ternyata Salsa mantan istri Mas Dio adalah Bila sahabat aku sendiri."Mas, jadi kalian…" ungkapku begitu terkejut tatkala melihat semua itu.Dio dan Salsa menoleh ke arahku bersamaan. Tak ada satu patah kata pun yang menjawab ungkapanku.Aku memberanikan diri untuk menghampiri kediaman Mas Dio dan Salsa, tangan mereka masih saling berpegangan."Mas Bila ini mantan istri kamu yang kamu bilang sudah mati itu?!" tanyaku membuat Bila seketika tercengang."Apa Mas, jadi selama ini kamu anggap aku ini sudah mati," kata Salsa menunjuk dirinya sendiri."Bil, jadi yang kamu maksud suami kamu yang entah dimana itu adalah Mas Dio suamiku juga?" Tebakku tercengang.Kami semua menjadi bimbang dan
"Tapi Bu, aku tidak tau apa-apa. Bahkan Bi Euis juga tahu aku tidak kemasukan bangkai cicak itu pada dalam rujak, mungkin bisa saja bangkai cicak itu terjatuh ketika aku dan Bi Euis sedang sibuk mengerjakan hal lainnya," elakku, semoga saja mertuaku tidak terlalu menyalahkan diri ini. Kalau saja dia tau bahwa aku sengaja, bisa-bisa aku lebih dibenci olehnya."Bohong! Jangan banyak ngelak kamu Marisa! Mana mungkin cicak ini jatuh sendiri tanpa dibantu oleh tangan seseorang. Saya tidak mau tau kamu harus dihukum seberat-beratnya. Hukuman yang pantas untukmu kamu lebih baik minggat dari rumah ini!" Telunjuk mertuaku mengarah jelas padaku.Sungguh aku terbelenggu tatkala mendengar ancaman itu, baru kali ini mertuaku semarah ini."Bu, tidak segampang itu. Aku tidak setuju kalau ibu mengusir Marisa dari sini, dan jika saja ibu mengusir istri pertamaku, maka aku sebagai suaminya akan ikut kemanapun Marisa pergi." Suara pria itu terdengar lantang. Mas Dio tak setuju jika aku pergi dari rumah