Belum sempat Mas Eza berdiri lagi-lagi pukulan di layangkan ke tempatnya. Dan pelakunya adalah Mas Jaka. Aku berusaha melerai, tetapi tenaga Mas Jaka lebih kuat dariku. Saat ingin menampar Mas Eza kembali, aku segera berdiri dihadapan Mas Jaka. Sehingga membuat kepalan tangannya berhenti di udara.“Ini penyebab kamu ingin cerai, Hah?!” teriak Mas Jaka menggebu-gebu. “Apa maksudmu?” tanyaku dingin.“Tak usah berlaga sok suci, ternyata kau juga berselingkuh di belakangku. Tak salah jika aku meninggalkanmu!” bentaknya kembali lalu meludah tepat di sebelah kakiku. Mas Jaka berlalu pergi begitu saja, tanpa mendengarkan penjelasanku telebih dahulu. Dia benar-benar sudah terbakar api emosi tanpa bisa membedakan mana selingkuh dan yang bukan. Mas Jaka benar-benar berubah!Ya, wajar dia marah. Karena dia memang tidak pernah mengetahui bahwa Mas Eza adalah kakakku, bahkan saat menikah dulu Mas Eza tak hadir di pernikahanku. Tapi cara dia salah jika begitu, apalagi kata-kata terakhirnya be
Jaka hanya diam, sambil sesekali menyeka air mata yang mengalir dari sudut pipinya. Bukan kehendaknya pernikahannya berakhir seperti ini. Banyak impian yang masih belum terwujud, lagi dan lagi Jaka harus dihantui rasa bersalah. Harusnya dulu ia membiarkan Ara hamil, agar saat berpisah ada anak yang menjadi penghalangnya. Dia benar-benar seperti orang yang tak punya arah hidup kembali. Penyesalan dan penyesalan semakin menyeruak di dalam dadanya.Ada rasa sesak di dalam dada, namun ia berusaha menutupinya. Jujur, di dalam lubuk hati Jaka yang paling dalam tak pernah terpikirkan olehnya untuk menyakiti Ara. Namun, apa yang terjadi dia malah meninggalkan sebuah luka yang pastinya akan sangat sulit disembuhkan.Jaka mengusap wajahnya berkali-kali. Menarik nafas perlahan lalu menghembuskannya. Berkali-kali ia begitu.“Mas, kenapa kamu?” tanya Yose sambil memperhatikan wajah Jaka.“Tak apa,” jawabnya santai. Lalu melanjutkan pekerjaannya.“Ini ruangan jika aku baru sadar, kok bisa ber
***Keesokan paginya, Ara sudah bersiap untuk menghadiri sidang perceraiannya dengan Jaka, dia ditemani oleh keluarganya. Nandini minta maaf tak bisa ikut karena ada suatu hal yang harus benar-benar diselesaikan secepatnya.Tak masalah bagi Ara, Nandini memberikan kabar saja pada Ara sudah membuat hatinya bahagia. Ara memahami Nandini, karena dia juga dijadikan penerus dalam keluarganya sendiri.Di sepanjang perjalanan, Eza berusaha menyemangati adiknya. Memberikan kata-kata motivasi dan juga candaan untuk Ara. Menurut Ara hal ini memang sudah tak pantas untuk ditangisi, dia percaya bahwa ini memang takdir dalam kehidupan rumah tangganya.Dia tak menyalahkan takdir, tapi dia menyalahkan dirinya sendiri. Karena sudah lalai, sehingga diberikan cobaan yang begitu besar. Saat ini ia belum bisa memakai hijab, entahlah masih ada keraguan dalam dirinya. Mungkin nanti dia akan mencobanya perlahan demi perlahan agar ia terbiasa dan Istiqomah terhadap pendiriannya.Tak berselang lama akh
"Mas, kamu kenapa sih? Nggak ada gairah hidupnya sama sekali," ujar Yose menggoyangkan lengan sang suami."Bisakah kamu jangan menggangguku Yose. Aku sedang sangat sibuk sekarang," jawab Jaka ketus tanpa menoleh pada Yose.Yose berdecak kesal mendengar jawaban Jaka yang tak enak di telinga."Mas, aku ingin punya rumah seperti yang dimiliki oleh Ara," ujar Yose tiba-tiba membuat Jaka menghentikan kegiatan yang baru saja dikerjakannya. Karena sekian lama ia melupakan tugasnya sebagai pimpinan di perusahaan.Semenjak perceraiannya dengan Ara kemarin, banyak hal-hal buruk menghampiri Jaka. rasa penyesalan pun ada, bahkan sekarang ia masih berniat untuk memiliki Ara. Ia ingin membuat Ara kembali menjadi miliknya."Mas, aku sedang hamil. Jangan membuatku berbuat nekat yang bisa saja mencelakai anak ini," ancam Yose melihat sang suami acuh padanya. Yose benar-benar ingin menghajar Jaka yang tak memiliki rasa peka sedikit pun padanya. Bahkan saat sedang hamil besar pun, ia masih belum bisa be
Di dalam hari terdalam Jaka, ia ingin menghubungi nomor Ara lagi, tapi apa boleh buat. Ternyata Ara sudah mengganti nomornya. Rasa kecewa bercampur sedih teraduk menjadi satu. Padahal saat ini Jaka masih berharap mereka masih bisa menjalin komunikasi dengan baik, walau sudah menjadi mantan.Jaka melirik perut Yose sekilas, dapat diperkirakan dalam waktu dua Minggu anak yang berada dalam perut Yose akan segera melihat dunia.Dalam hati kecilnya, Jaka sedikit meragukan apakah anak yang berada dalam perut Yose itu benar-benar anaknya, atau dia hanya sebagai kambing hitam yang semua salah dilimpahkan padanya.Sebenarnya ini terlalu rumit untuk Jaka pikirkan, tapi jika mengingat apa saja yang pernah dilaluinya bersama dengan Yose. Itu semua sedikit menghilangkan keraguan yang sering muncul di benaknya."Mas, woi!" teriak Yose tak sopan di depan Jaka, hingga membuat Jaka sedikit tersentak. Jaka menatap Yose dengan pandangan tajam."Kamu nggak sopan banget sama aku!" tegas Jaka kesal melihat
Setelah mengantarkan Ara ke rumah orang tua mereka. Eza lalu kembali melanjutkan perjalanan, untuk menyampaikan amanat yang sudah diberikan oleh sang Adik.Di pertengahan jalan tak sengaja matanya menatap Nandini yang sedang bersama dengan seorang lelaki. Matanya menyipit, kenapa Nandini begitu mesra dengan pria itu.Padahal kemarin Nandini bilang dia sedang di luar kota, tapi sekarang malah bertemu di depan Alfa****.Eza lalu bergegas memarkirkan mobil dan berusaha tenang saat menemui Nandini."Nandini ...," panggil Eza lembut. Nandini yang merasa namanya dipanggil menoleh ke belakang. Raut wajahnya sempat terkejut saat mendapati Eza di depannya."Hai ...," sapa Nandini. Dia merasa canggung, karena jarang berkomunikasi dengan Eza."Halo, kamu gimana kabarnya?" tanya Eza sambil melirik lelaki tampan di sebelah Nandini. Lelaki itu terlihat seperti keturunan chindo."Aku ... aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?" tanya Nandini balik. Ia memilin bajunya, rasa grogi sekarang sedang meng
"Jaka mencintai Yose, Pa, jadi jangan pernah menjelekkan Yose di depan Jaka." Jaka berdiri dengan raut wajah berang. Ia menatap sang Ayah dengan sangat tajam, dengan tatapan yang kian menusuk. Bahkan tangannya pun mengepal sekarang.Plak!Anton melayangkan tamparan pada Jaka, putra semata wayangnya. Ia begitu kehilangan harap, saat melihat Jaka benar-benar tak bisa dikendalikan lagi. Entah apa yang sudah merasuki pikiran Jaka, hingga ia sama sekali tak dapat berpikir jernih kembali."Aku benar-benar tak menyangka kau seperti ini, Jaka! Entah dosa apa yang sudah kuperbuat di masalalu. Hingga bisa memiliki anak lelaki sepertimu yang sifatnya benar-benar tidak masuk diakal!" bentak Firdaus. Ia sama sekali tak perduli dengan darah yang mengalir dari sudut bibir sang Putra. Menurutnya itu masih belum sepadan dengan rasa kecewa yang ia dan istrinya rasakan saat ini."Apa yang kau banggakan dari menantu seperti Ara, Pa! Jelas-jelas dia tak bisa memberikanmu seorang cucu. Kau hanya ditipu ole
POV JAKA!Aku terkejut mendapati Eza sudah berdiri di belakangku dengan tangan yang mengepal. Pandangan matanya begitu menusuk hingga ke sanubariku."Kenapa kau tak terima?" tanyaku seolah-olah menantang dirinya. Padahal jujur, jauh dari hati kecilku. Aku sedikit merasa takut dengan wajah sangar yang dimiliki Eza.Bukannya menjawab Eza malah tertawa sangat keras. Seperti sedang meremehkan aku."Jelas, aku memang tidak terima!" ucapnya penuh penekanan lalu berjalan mendekat ke arahku. Aku buru-buru memundurkan langkah dan berdiri tepat di sebelah Papa."Wah, rupanya kau takut padaku ya, Jaka. Aku pikir nyalimu sudah sangat besar, hingga berani membuat adikku terluka bahkan menangis berkali-kali karena sikapmu yang tidak masuk diakal!" ujarnya lalu tertawa kembali. Dengan perasaan dongkol, entah dapat keberanian darimana. Aku langsung melangkah maju lagi menghampiri dia."Siapa bilang aku takut padamu, Aku Jaka tidak akan pernah takut pada lelaki sepertimu. Apa karena kau kira badanmu l