Cinta lahir bersamaan dengan munculnya cinta Adam pada Hawa. Kemudian cinta menjadi bersemi bersamaan dengan cinta Yusuf pada Zulaiha. Tapi sayangnya cinta itu menjadi gila karena gilanya Majnun pada Laila. Lalu cinta itu mati bersamaan dengan matinya Romeo dan Juliet. Namun sekarang cinta itu hidup kembali dan berbunga bersamaan dengan mekarnya rasa cintaku padamu.***Orang tua Susan pulang dengan kecewa dan tangan kosong dari rumah setelah usaha membujukku untuk mencabut laporan tentang putrinya gagal."Nis, jangan dipikirkan lagi. Keputusan kita tentang Susan ini sudah final. Aku ingin Susan dihukum seadil-adilnya," kata mas Aris seraya menutup dan mengunci pintu ruang tamu."Siapa tamunya tadi?" tanya ayah yang keluar dari ruang makan."Orang tua Susan," jawab Mas Aris."Orang tua Susan? Untuk apa mereka kemari?" tanya ayah mengerutkan dahinya."Tentu saja untuk meminta kami mencabut laporan penyiraman air keras.""Jangan! Ayah tidak terima jika laporannya dicabut.""Bunda juga t
Honey, I just wanna tell you : Seeing your smile is happiness for me. Meanwhile, having you is the most beautiful gift in my life.***Aku mendelik pada mas Reyhan. Sementara mas Reyhan tersenyum kecil. Hatiku sudah ser-seran rasanya saat mas Reyhan berbisik di telingaku tadi.Akhirnya aku memilih melirik ke arah mbak Dewi saja agar mas Reyhan tidak mengetahui pipiku yang bersemu merah."Mas, perlu dibantu untuk berdoa setelah akad? " tawar pak penghulu pada mas Aris dan mas Reyhan.Mas Aris dan mas Reyhan menggeleng. "Saya sudah bisa pak," kata mas Reyhan seraya memegang kepalaku dan berdoa tepat diatas ubun-ubun, "Allahumma inni as'aluka min khoiriha wa khoirimaa jabaltaha 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarimaa jabaltaha 'alaih." (Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan dirinya dan kebaikan yang engkau tentukan atas dirinya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kejelekannya dan kejelekan yang Engkau tetapkan atas dirinya)Ya Allah, aku meleleh mendengar doanya semo
"Sayang bangun, sudah pagi. Salat dulu." Aku merasa pipiku dingin oleh sebuah sentuhan sehingga mau tak mau membuka mata dan langsung tampaklah wajah Reyhan di hadapanku."Apa semalam tidurmu nyenyak, Sayang?" tanya Mas Reyhan padaku dan aku hanya bisa cemberut."Semalam bagaimana mau nyenyak tidurku kalau Mas sering mengganggu? Colek sana, colek sini," sahutku manyun.Lelakiku yang sudah rapi dan wangi serta memakai baju koko tampak merasa bersalah."Maafkan Mas, Sayang.""Nggak masalah sih sebenarnya. Ini pengalaman pertama buatku dan aku menikmatinya. Jadi nggak usah merasa bersalah," sambungku lagi seraya tersenyum."Ya sudah kalau kamu menikmatinya. Bagaimana kalau sekarang mandi lalu salat, kemudian kita ulangi lagi yang semalam. Mau nggak?" tanya Mas Reyhan sambil tersenyum genit.Aku cemberut. "Ogah ah kalau diulang lagi. Aku masih merasa lelah. Apalagi nanti resepsi."Mas Rehan memandangku penuh rasa bersalah lagi."Ya sudah kalau begitu. Sekarang kamu mandi dulu lalu kita s
Aku tidak ingin kamu hanya menjadi seperti pelangi di langit ku, yang hanya muncul setelah hujan sejenak kemudian meninggalkan pergi.***"Reyhan, selamat atas pernikahannya dan terima kasih atas undangannya. Saya kemari sekaligus menyampaikan rasa kecewa tentang status anak kamu. Saya harap begitu cuti selesai, kamu langsung menuju ke ruangan saya untuk membicarakan kontrak kerja lagi. Apakah harus berhenti ataukah lanjut," kata dokter Wid sambil menjabat tangan mas Reyhan. Suara musik yang mengalun syahdu tidak bisa menghalangi telingaku mendengar perkataan dokter Wid yang pasti kecewa berat pada mas Reyhan, yang selama ini menjadi tangan kanannya.Dokter Wid lalu beralih dari mas Reyhan menuju kearahku lalu menyalamiku yang seolah membeku mendengar kata-kata beliau. Jadi beliau sudah tahu?!Reyhan hanya tersenyum saja melihat dokter Wid yang berlalu dari hadapannya.Sejenak aku terdiam, tapi aku lalu tersadar. "Apa-apaan sih dokter Wid dalam acara resepsi kita masih bisa ngomongin
I fall in love with you because you love me when I can't love myself.***"Sandrina?" gumamnya.Aku juga tidak kalah kagetnya karena aku ingat betul siapa Sandrina itu."Tolong! Ada yang berprofesi dokter di sini? Atau tenaga medis? Gadis ini dadanya tidak bergerak lagi."'Ya benar! Walaupun aku belum pernah melihat fotonya, tapi aku yakin dia pasti ibu Bian. Garis wajah dan lengkung bibirnya yang sensual sama persis dengan bocah itu. Kenapa dia di sini. Apa mas Reyhan sengaja mengajakku ke sini untuk mencari ibu Bian lagi? Tapi perempuan itu butuh tenaga medis untuk menyelamatkan nyawanya. Ya Tuhan, jika mas Reyhan yang melakukan CPR, hatiku tidak ikhlas karena kalau memberikan nafas buatan, bib*r mereka akan langsung bersentuhan. Bagaimana ini?'Hatiku berperang antara rasa cemburu dan rasa kemanusiaan. Kugenggam tangan mas Reyhan yang berdiri di sebelahku.Dingin dan tatapan matanya seakan juga menyiratkan kegalauan dan kebimbangan hati.'Mas Reyhan. Apakah masih ada namanya di hat
There is only one happiness in this life, to love and be loved by right people.***"Insyallah saya lebih baik dalam mengasuhnya daripada sang ibu kandung yang menelantarkannya. Dan jangan coba-coba mendekati suami saya setelah Mbak dengan semena-mena membuangnya. Tolong jangan hadir sebagai orang ketiga diantara kami. Terimakasih atas pengertiannya," kataku seraya memandang tajam pada Sandrina yang mendelik padaku. Dan kulihat tangannya yang putih terkepal diatas meja."Kalem saja Mbak. Bukankah mbak sudah punya suami juga? Jadi mari kita berusaha melakukan yang terbaik untuk keluarga kita."Aku tersenyum tapi Sandrina masih terdiam dan tampaknya tidak ingin membalas ucapanku.Tiba-tiba ponsel di cluth merk prad*nya berdering. Dengan tergesa dia meraih ponsel dan memucat saat membaca nama di layarnya."Tunggu saja Ganis. Saya pastikan kita akan segera bertemu lagi. Bagaimanapun Bian itu darah daging saya."Sandrina mengacungkan telunjuknya ke arahku. Dan aku menurunkan telunjuknya d
Loving you make me broken, but somehow leaving you can't make me feeling better.***Bayangan Sandrina bertemu dengan Fabian lalu membawa bocah itu pergi dari kehidupan kami tiba-tiba tergambar di pelupuk mata."Mama! Kakak!" Fabian melambaikan tangan pada kami."Sayang!" Aku memberikan kecup jauh untuk balita tampan itu."Mama dimana?" tanya Bian lagi."Bagaimana ini Nis? Kita jemput Fabian di pintu masuk hotel. Daripada nanti dia bertemu dengan Sandrina lebih dulu."Reyhan menoleh padaku dan terlihat bingung."Baiklah Mas, ayo kita jemput mami dan Bian." Aku menarik tangan Reyhan dan kami berjalan menuju gapura pintu masuk hotel."Mama!"Fabian berlari dan melompat kearahku. "Hap!"Aku menangkap tubuh mungilnya lalu melanjutkan langkah menuju papi dan mami kemudian mencium punggung tangan keduanya."Bian sudah makan?" tanyaku sambil mengelus kepalanya perlahan. "Belum, Ma.""Ayo makan dulu ke resto. Restonya bagus dan ada kolam renangnya." Aku berjalan mendahului Reyhan dan orang
You'll know if you fall in love when you close your eyes but you can still see him in your mind.*"Ayo Mas. Kita masukMas Reyhan mengangguk dan kamipun perlahan mengetuk pintu ruang direktu"Assalamualaikum, Dok," sapaku membuka pintu ruangan direktur dan langsung disambut oleh dinginnya A"Wa'alaikumsalam. Masuk. Sudah saya tunggu, dokter ReyhanSuara bariton dokter Wid membuatku sedikit grogi padahal bukan aku yang hendak ditinjau tentang kontrak kerjany"Duduk Rey. Kenapa kamu ikut kesini, Nis? Kan hal ini tidak ada kaitannya dengan kamu? Atau anak itu anak kalian sebelum menikahBaru saja duduk di sofa bercorak bunga, tiba-tiba dokter Wid sudah membombardir dengan aneka pertanyaa"Dokter, anak saya tidak ada kaitannya dengan Rengganis, tapi ..."Tapi saya sekarang adalah istri mas Reyhan dan ibu sambung dari Fabian. Jadi ijinkan saya juga ikut duduk di sini untuk membesarkan hati suami sayaAku memotong kata-kata mas Reyhan lalu menggenggam tangannya erat. Teraba semakin dingin