Cahaya matahari menerobos dari jendela kamar Rengganis dan Reyhan yang masih terkunci dan tertutup tirainya. Deru AC yang dingin membuat Rengganis mengeratkan selimutnya lagi di tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang. Rengganis merasakan sebuah sentuhan lembut membelai pipinya. Rengganis yang sebenarnya merasakan sentuhan itu pura-pura masih tidur untuk menikmatinya lebih lama lagi. Lalu Rengganis mendengar suara gerak tubuh mendekat ke arahnya. "I love you Sayang. Welcome back in our world."Lalu perlahan dirasakannya ciuman lembut di dahinya, hidungnya, pipinya, dan mengulum bibir tipisnya. "Hm ...."Rengganis melenguh menikmati ciuman sang suami. "Kalau masih ngantuk, nggak usah bangun. Aku masih ingin mencumbuimu," kata Reyhan sambil terus mencium bibir dan turun ke leher sang istri.Rengganis terkikik geli lalu membuka mata. "Kamu genit, Sayang," bisiknya pada sang suami yang mulai membelai tubuh sang istri. "Tapi kamu suka kan? Aku cuma bahagia sekali karena kamu telah m
Reyhan terdiam sejenak, lalu menjawab, "Dokter Syarif terimakasih atas tawarannya, tapi saya perlu mengkomunikasikan dengan istri saya dan keluarga terlebih dahulu. Bagaimana Dok?""Boleh. Memang harus dimusyawarahkan dulu. Kalau bisa keputusannya dalam waktu seminggu ini.""Baiklah. Nanti pasti akan saya kabari, Dokter. Terimakasih telah merekomendasikan saya.""Sama-sama Dokter. Semoga Dokter bisa memutuskan dengan bijak."Akhirnya Reyhan mengakhiri telepon setelah mengucap salam.Rengganis memandangi Reyhan. "Sayang, tadi telepon dari dokter Syarif kan?" tanya Rengganis.Reyhan mengangguk. "Iya. Sayang. Kamu tadi sudah dengar sendiri kan apa yang dikatakan oleh beliau?" tanya Reyhan menggenggam tangan sang istri. Rengganis mengangguk. "Bagaimana menurutmu, Yang?" tanya Reyhan. Jujur saja dulu dia sangat ingin bisa menempuh pendidikan dokter spesialis setelah lulus ujian ASN. Tapi sekarang, setelah Rengganis hampir kehilangan nyawa, Reyhan hanya ingin berada di dekat istrinya."Ak
"Lama banget kita nggak ketemu, Tam!" Seru Reyhan."Eh, iya. Kamu kok di sini?" tanya Tamara."Aku kuliah lagi. Ambil spesialis obsgyn. Kalau kamu ngapain di sini?" tanya Reyhan balik. "Aku lagi kuliah juga. Ambil obsgyn juga," sahut Tamara tampak bahagia setelah bertemu dengan Reyhan. Cinta pertamanya dulu saat SMA. "Kamu di sini sama siapa?" tanya Tamara sambil menengok ke belakang punggung Reyhan. Menyangka akan melihat wajah keluarga Reyhan. "Aku sendirian. Anak istriku di rumah. Baru datang pagi tadi. Sekalian langsung nyari kontrakan.""Wah, gitu ya. Sama dong. Aku juga sendirian di kota ini. Bedanya aku kos. Eh, bagaimana kalau kita makan bersama. Kamu belum makan kan?" tanya Tamara. "Belum. Boleh juga usul kamu. Yuk, makan. Karena ini pertemuan pertama kita, biar aku yang traktir," kata Reyhan tersenyum. "Hm, boleh juga."Tamara masuk ke dalam warung untuk mengikuti Reyhan duduk di dalamnya."Kamu mau pesan apa Tam?" tanya Reyhan yang melihat Tamara kebingungan menatap bu
Tamara langsung berdiri. Tapi dia segera sadar kalau Reyhan yang sedang menelepon istrinya ada di dekatnya. Tamara ingin menunjukkan citranya yang lembut dan ramah. "Mbak, maaf Mbak. Saya tidak sengaja. Saya ganti dulu pesanannya," sahut pramusaji dengan wajah penuh rasa bersalah. Tamara mencoba tersenyum walaupun hatinya terasa panas. Baju yang baru dibelinya dari toko langganan harus basah kuyup. Tamara pura-pura menarik tisu dan menempelkannya ke bajunya yang basah. "Oh ya Mbak. Nggak apa-apa. Lain kali hati-hati," sahut Tamara lalu segera duduk kembali. Reyhan dan Rengganis yang sedang melihat peristiwa itu melalui ponsel tampak khawatir."Bajumu basah mbak Tamara," kata Rengganis. "Enggak apa-apa Mbak. Nanti bisa dicuci," sahut Tamara tersenyum."Baiklah, Yang. Kami makan dulu. Kamu juga jangan lupa makan dan jaga kesehatan. Salam untuk anak-anak, mama dan bunda," kata Reyhan lalu mengakhiri panggilan setelah mengucap salam. "Ayo makan dulu, Tam," ajak Reyhan lalu mencuci
Tamara pulang ke rumah dalam keadaan berbunga-bunga. Setelah memarkirkan mobil di garasi, dengan langkah perlahan, Tamara membuka kunci pintu depan rumahnya. Berharap bahwa suaminya sudah tidur. Di tangan kanan dan kirinya terpegang sejumlah tas karena setelah makan malam dengan Reyhan, Tamara belanja baju terlebih dahulu sekalian jalan-jalan di mall karena bajunya yang basah tersiram es teh oleh pramusaji warung penyetan tadi.Dengan langkah mengendap-endap, dia memasuki kamar tidurnya. Sebenarnya dia merasa bersalah karena membohongi Reyhan. Tamara bilang bahwa dia kos dan rumahnya berjarak satu jam dari kampus. Tapi kenyataannya rumah suami Tamara hanya berjarak 20 menit dari kampus. Tamara hanya ingin mampir ke kontrakan Reyhan dan membuat pemuda itu tidak sungkan padanya karena memikirkan suami Tamara.Klik.Tamara dengan perlahan menutup pintu kamar. Dan dengan berjingkat mendekat kearah ranjangnya. Springbed super besar. Tampak di bawah temaram lampu tidur, sesosok tubuh ber
Swift putih yang dikendarai Tamara memasuki pelataran parkiran Rumah Sakit Medika Sehat.Tamara turun dari mobilnya dan matanya berbinar saat melihat avanza hitam milik Reyhan sudah parkir di tempat parkir rumah sakit.Tamara segera bergegas masuk ke dalam poli untuk meletakkan tasnya dan kemudian mengikuti apel pagi dengan karyawan rumah sakit yang lain. Matanya tak lepas dari sosok Reyhan yang baginya tampak sangat mempesona."Tunggu saja Rey. Aku akan membuatmu berpaling dari istri kurusmu itu."***"Halo, Pak Handoko, Bu Tamara ke Rumah Sakit Medika Sehat, dan sekarang masuk ke dalam. Apa yang harus saya lakukan?" tanya Dani, asisten Handoko.Handoko berpikir sejenak. "Ikuti Tamara ke dalam rumah sakit. Kalau ada laki-laki yang ngobrol dengannya, kabari saya.""Baik Pak."Dani memutuskan sambungan telepon selulernya, mengenakan topi dan masker lalu beranjak masuk ke dalam rumah sakit. Dani membaca penunjuk arah yang tergantung di langit-langit koridor. Dia memang baru pertama ka
Tamara menyeringai kesakitan. "Lepasin Pa. Kamu menyakitiku!" Seru Tamara. "Enggak. Jawab dulu. Siapa laki-laki ini? Apa dia yang membuatmu ingin bercerai dariku? Apa kurangnya aku daripada dia? Pasti aku yang lebih kaya!"Tamara berpikir cepat. 'Jika aku mengakui Reyhan sebagai selingkuhan, bisa saja Reyhan dalam bahaya karena perbuatan Handoko. Tapi jika aku tidak mengakui tentang Reyhan, Handoko bahkan memiliki lebih dari satu bukti.""Kenapa diam? Bahkan hari ini kamu mengikuti pemuda itu ke rumahnya kan? Tidak ada yang bisa menghalangiku untuk menyelidiki apa yang kamu lakukan seharian ini."Tamara bertambah terkejut. Segera dilepaskannya masker yang menutupi wajahnya. "Dia hanya rekan kerja dan teman satu SMA. Kami bertemu karena dia juga menjalani PPDS di rumah sakit dan kampus yang sama. Apa salahnya kalau kami saling mengobrol saja dan aku ingin mengetahui kontrakannya? Jangan terlalu buruk sangka. Aku mau berpisah denganmu karena semakin lama aku merasa kamu sudah semakin
Rengganis mengarah kan ponselnya pada penampilan Tamara. Lalu memotretnya beberapa kali. Tamara dan Reyhan yang terkejut dengan tindakan Rengganis yang di luar perkiraan hanya bisa terpaku. Kemudian Rengganis menoleh pada ketiga buah hatinya. "Bian, tolong ajak kedua adik kamu ke dalam kamar dulu ya. Kemarin kata Papa di rumah ini ada tiga kamar. Kalian bawa tenda lipat kan? Pilih salah satu kamar yang paling besar dan bikin tenda nya di sana. Papa sama Mama mau ada perlu dengan Tante ini," pinta Rengganis pada Fabian."Iya Ma."Fabian lalu menggiring kedua adiknya ke dalam rumah seperti perintah Rengganis. "Nama kamu Tamara kan? Apa yang kamu lakukan di kontrakan suami saya?" tanya Rengganis sambil memandang mata Tamara tajam. "Aku ... Aku ....,""Tunggu sebentar. Mari kita bicarakan di dalam kontrakan dulu. Hal ini harus clear. Atau kamu mau foto kamu yang amburadul ini saya berikan pada pihak kampus dan kantor polisi. Apa kamu tidak tahu bahwa sekarang ada pasal yang bisa menjer