Rengganis terpesona memandang aneka CCTV yang dijual di toko tersebut. Ada yang berbentuk beruang, pena, dan bohlam. Sebenarnya ada banyak sekali CCTV tapi dalam bentuk kamera pada umumnya. Perlahan tangan Rengganis menyisir berbagai macam bentuk CCTV tersebut. Dan setelah menimbang-nimbang sejenak, Rengganis memilih 3 CCTV berbentuk bohlam dan satu CCTV berbentuk pena. Setelah membayar belanjaannya dan mendengarkan cara mengkoneksikan CCTV ke Hpnya dari sang penjual, Rengganis dengan tersenyum puas pulang ke kontrakan Reyhan lagi. Rengganis baru saja menutup pintu dan melihat ketiga anaknya yang masih tertidur. Jarum jam masih menunjuk ke angka 9. Memang masih pagi. Sejak semalam, ketiga anaknya memang tidur larut karena merasa rindu dengan sang ayah. Rengganis sempat mendengar ayah beranak itu berteriak-teriak karena menonton film horor di laptop Reyhan. Tapi Rengganis yang tidak suka film horor memutuskan untuk tidur lebih awal. Dan akhirnya setelah subuh, karena masih menga
Reyhan baru saja merebahkan diri di kamar khusus yang disediakan untuk residence saat ponselnya bergetar. Reyhan mengerutkan kening saat membaca nama penelepon itu. Tamara. Berulang kali Reyhan menekan tombol merah di layar ponselnya. Tapi rupanya Tamara tidak menyerah. [Tolong temui aku malam ini. Tadi aku mencarimu saat operan dines, tapi kamu tidak ketemu. Aku hanya ingin meminta maaf secara resmi.]Reyhan mengerutkan dahi membaca pesan whatsapp dari Tamara. Sebenarnya ada rasa tidak enak jika dia mengacuhkan teman saat SMAnya itu. Tapi dia juga ingin menjaga kepercayaan Rengganis.Reyhan segera memasukkan pena pemberian istirnya ke saku depan kemejanya. Lalu dengan melepaskan jas putihnya, Reyhan meninggalkan kamar dan segera menuju ke luar UGD. [Oke. Kalau mau telepon, telepon saja.]Pesan Reyhan langsung centang biru dan tak lama kemudian Tamara langsung meneleponnya. "Rey, kamu dimana? Aku ingin bertemu sebentar saja sekarang.""Aku di depan UGD. Aku tunggu sekarang. Kalau
Reyhan baru saja tiba di kafetaria Gardenia dan langsung menuju ke meja resepsionis. "Reservasi meja nomor 23, dimana?" tanya Reyhan pada sang resepsionis."Oh, pak Reyhan ya? Meja nomor 23 di pojok ruangan dekat jendela. Sudah ada lembar menu di meja. Bisa langsung order makanan dan minuman ya," sahut resepsionis kafe ramah. Reyhan mendekat ke arah meja nomor 23. Dan seketika laki-laki yang duduk dan sedang membaca menu di atas meja mendongak ke arah Reyhan."Dokter Reyhan?" tanya Handoko sambil mengulurkan tangannya dan tersenyum ke arah lawan bicaranya."Iya." Reyhan menjabat tangan laki-laki di hadapannya. "Silakan duduk dan memesan menu," tawar Handoko. "Saya lelah dan ingin segera pulang karena baru saja pulang dinas. Jadi tolong segera sampaikan pointnya saja," sahut Reyhan tegas. Handoko tersenyum dan memindai Reyhan."Apa yang telah Tamara lakukan terhadap Dokter?" tanya Handoko lagi. Reyhan menatap Handoko lalu menghembuskan nafas kasar. "Hm, awalnya saya tidak ingin
Flash back On :Tamara sengaja menjauhi Reyhan agar Reyhan dan Rengganis tidak curiga padanya, seraya mencari cara terbaik untuk melakukan pendekatan tanpa menimbulkan kecurigaan. Sementara itu keputusannya untuk menceraikan suaminya sudah bulat. Dan atas saran pengacara, berkas gugatan diberikan ke pengadilan agama setelah 3 bulan pisah ranjang.Akhirnya setelah 3 bulan berlalu dan mengalami proses persidangan dan mediasi yang alot, Tamara resmi bercerai dengan Handoko. Sementara Doni, anknya memilih untuk ikut dengan mantan suaminya.Kemarin saat Tamara hendak menghidupkan lampu ruang tamu, dia melihat kalau sudah waktunya mengganti bohlam. Dengan malas, dia berjalan ke gudang hendak mengambil tangga dan memasang bohlam baru. Saat tiba-tiba sebuah ide datang melintas di kepalanya.Dan keesokan malamnya Tamara mengorbankan lengannya untuk disayat sedikit oleh orang suruhannya di dekat warung padang langganan Reyhan.Dan pucuk dicinta ulam tiba. Timingnya memang pas sekali saat Reyha
Tamara dengan berdebar memasuki pelataran Rumah Sakit Medika Sehat. Sebenarnya dia ketakutan jika bertemu dengan Reyhan, karena pria itu pasti sudah tahu tentang rencana dan obat tidurnya.Namun betapa terkejutnya Tamara, saat dia keluar dari mobilnya bertepatan dengan Reyhan yang juga keluar dari Avanzanya. Keduanya bertatapan agak lama dan Reyhan lalu menyunggingkan senyum pada Tamara. Tamara terpaku dan tidak bisa berkata apapun saat Reyhan hanya tersenyum dan melewatinya lalu menuju ke arah poli. Sementara jantungnya berdebar dengan cepat. Setelah yakin Reyhan tidak menunjukkan tanda-tanda melabrak atau semacamnya, Tamara berjalan kembali ke arah UGD.Baru beberapa langkah meninggalkan pelataran parkiran, tiba-tiba terdengar suara Reyhan memanggilnya."Tamara."Tamara segera menghentikan langkahnya tanpa menoleh ke belakang."Cuma mau tanya, gimana dengan luka kamu? Sudah pulang sembuh?" tanya Reyhan yang saat ini sudah berada di hadapan Tamara."Be-belum.""Apa kamu sudah minu
Tamara terkejut mendengar perkataan Rengganis. Tapi dia tidak dapat mengatakan apapun untuk menyangkalnya.Rengganis segera berdiri dan menuju pintu. "Saya pulang dulu Mbak. Saya tidak akan minta maaf pada Mbak atas perkataan saya. Karena Mbak Tamara pun belum meminta maaf setelah Mbak Tamara menggoda Mas Rey. Saya pergi dulu. Dan ini peringatan terakhir. Kalau Mbak Tamara menggoda mas Rey lagi, saya akan menjadi lebih bar-bar lagi. Bisa jadi saya akan mempermalukan Mbak di kampus dan rumah sakit tempat Mbak melakukan PPDS.Bukan karena saya tidak bisa mencari laki-laki lain. Tapi karena saya juga merasa bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan rumah tangga saya demi kebahagiaan anak-anak saya. Hm, semoga Mbak Tamara mendapatkan suami lajang yang tulus dan menyayangi Mbak sepenuh hati."Rengganis tersenyum dan berlalu meninggalkan Tamara yang hanya terbengong saja. Dan begitu Rengganis telah menghilang di balik pintu, Rengganis menjerit dan melempar vas bunga dari keramik yang ada di
Foto gadis kecil berusia 5 tahun itu, tidak salah lagi. Pasti foto Tamara. Tangan Rengganis gemetar saat melepas foto itu dari dompet itu karena ingin mengamatinya lebih jelas lagi. Saat foto itu sudah berada di tangan Rengganis, sebuah foto lagi jatuh. Rengganis memungutnya. Matanya seketika membulat saat melihat foto Tamara yang berusia 10 tahun dengan ibunya. Rengganis membalik lembaran foto itu dan tampaklah tulisan tangan di belakangnya. Tamara Citra bersama bunda. Fix. Pramusaji tua tadi adalah ayah Tamara. Rengganis segera memasukkan foto yang ada di tangannya ke dalam dompet kembali. Dan meneruskan makannya, meskipun dia sudah tidak berselera. Pikirannya bercabang kemana-mana. Apa Tamara tahu bahwa ayahnya berada di kota ini? Lalu kenapa foto Tamara ada dalam dompetnya? Apa keluarga baru dari ayah Tamara tidak marah karena ayah Tamara masih menyimpan foto anaknya dan mendiang istrinya?Berbagai pertanyaan membuat Rengganis tanpa sadar hanya menggerakkan-gerakkan sendok di
Tamara mendelik melihat laki-laki setengah abad yang berdiri di hadapannya adalah orang yang seharusnya bertanggung jawab pada hidupnya justru merupakan orang yang paling membuat hidup Tamara dan ibunya sangat menderita. "Tamara, ini Ayah, Nak. Apa kamu lupa?"Tamara menyedekapkan kedua tangannya. "Hm, tentu saja aku tidak akan pernah melupakanmu Yah," sahut Tamara sambil memandang ayahnya tajam."Alhamdulillah, kalau masih inget sama Ayah. Kamu sudah sukses ya Tam. Apa kamu sudah berkeluarga?" tanya Ayah Tamara antusias dengan masih berdiri di depan pintu. Tamara mengangkat satu alisnya. "Kemana saja kamu selama ini? Apa kamu tahu penderitaan aku dan ibu setelah kamu minggat bersama pelacur itu?" tanya Tamara kesal. Rama menelan ludah dengan susah payah. "Maafkan Bapak Nduk. Bapak sangat menyesal dengan apa yang dulu Bapak lakukan. Makanya Bapak kesini untuk meminta maaf padamu.""Enak saja meminta maaf. Setelah kamu minggat, ibu pontang panting kerja menjadi buruh cuci dari rumah