pov Reyhan."Waalaikumsalam, Rey, kamu dimana? Rengganis baru saja menghabiskan infus kemonya dan kini tidak sadarkan diri."Aku terbelalak dan terkejut."Astaghfirullah!""Ada apa Rey?" tanya dokter Santosa menatapku dengan pandangan khawatir."Istri saya, Dok. Tidak sadarkan diri pasca kemoterapi hari kedua," tukasku lirih. Hatiku berdentam-dentam hebat.'Ya Allah, mana yang lebih baik, aku melihatnya sekarat tanpa terapi atau aku melihatnya sekarat setelah aku berusaha mengobatinya.'"Rey, sekarang kamu jenguk dulu istrimu. Mumpung tidak ada pasienkan?"Aku memandang ke arah dokter Santosa."Baik Dok, terima kasih. Walaupun istri saya sakit, tapi saya tetap akan melakukan pekerjaan saya dengan profesional.'Akupun berpamitan pada dokter Santosa dan hampir berlari menuju ruangan Rengganis. "Istri dokter Reyhan langsung dipindahkan oleh dokter onkologi ke ICU," tukas seorang perawat yang sedang membersihkan bekas infus dan obat-obatan di kamar Rengganis.Aku tercekat dan segera berg
pov Reyhan 🌹Aku bisa mencintaimu, karena kamu bisa mencintai diriku apa adanya. Padahal aku sendiri belum bisa mencintai segala kekuranganku.***Aku menangis terisak dan mengarahkan telapak tangan Rengganis ke pipiku.Lama kelamaan, aku merasa jemari kurusnya bergerak di pipiku.Dan diantara air mata yang menderas, aku melihat mata Rengganis yang terbuka dan memandangku penuh rindu."Ya Allah, Rengganis! Kamu sadar sayang?!"Rengganis mengerjapkan mata perlahan. "Mas ...,"Hanya itu yang terucap dari bibir keringnya. "Sayang, Mas akan memanggil dokter Reva." Aku menciumi tangan Rengganis penuh syukur. Rengganis mengangguk perlahan. Aku segera bergegas keluar untuk mencari perawat agar memberikan kabar pada dokter Reva dan memberi tahu pada anak-anak kami bahwa mama mereka telah sadar.***"Saturasi oksigennya stabil pada angka 98, tensi normal. Kita pindah ke ruangan VIP lagi sore ini. Alat respirasinya juga sudah dilepas. Jadi yang terpasang hanya kanule oksigen, infus dan DC."
Cahaya matahari menerobos dari jendela kamar Rengganis dan Reyhan yang masih terkunci dan tertutup tirainya. Deru AC yang dingin membuat Rengganis mengeratkan selimutnya lagi di tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang. Rengganis merasakan sebuah sentuhan lembut membelai pipinya. Rengganis yang sebenarnya merasakan sentuhan itu pura-pura masih tidur untuk menikmatinya lebih lama lagi. Lalu Rengganis mendengar suara gerak tubuh mendekat ke arahnya. "I love you Sayang. Welcome back in our world."Lalu perlahan dirasakannya ciuman lembut di dahinya, hidungnya, pipinya, dan mengulum bibir tipisnya. "Hm ...."Rengganis melenguh menikmati ciuman sang suami. "Kalau masih ngantuk, nggak usah bangun. Aku masih ingin mencumbuimu," kata Reyhan sambil terus mencium bibir dan turun ke leher sang istri.Rengganis terkikik geli lalu membuka mata. "Kamu genit, Sayang," bisiknya pada sang suami yang mulai membelai tubuh sang istri. "Tapi kamu suka kan? Aku cuma bahagia sekali karena kamu telah m
Reyhan terdiam sejenak, lalu menjawab, "Dokter Syarif terimakasih atas tawarannya, tapi saya perlu mengkomunikasikan dengan istri saya dan keluarga terlebih dahulu. Bagaimana Dok?""Boleh. Memang harus dimusyawarahkan dulu. Kalau bisa keputusannya dalam waktu seminggu ini.""Baiklah. Nanti pasti akan saya kabari, Dokter. Terimakasih telah merekomendasikan saya.""Sama-sama Dokter. Semoga Dokter bisa memutuskan dengan bijak."Akhirnya Reyhan mengakhiri telepon setelah mengucap salam.Rengganis memandangi Reyhan. "Sayang, tadi telepon dari dokter Syarif kan?" tanya Rengganis.Reyhan mengangguk. "Iya. Sayang. Kamu tadi sudah dengar sendiri kan apa yang dikatakan oleh beliau?" tanya Reyhan menggenggam tangan sang istri. Rengganis mengangguk. "Bagaimana menurutmu, Yang?" tanya Reyhan. Jujur saja dulu dia sangat ingin bisa menempuh pendidikan dokter spesialis setelah lulus ujian ASN. Tapi sekarang, setelah Rengganis hampir kehilangan nyawa, Reyhan hanya ingin berada di dekat istrinya."Ak
"Lama banget kita nggak ketemu, Tam!" Seru Reyhan."Eh, iya. Kamu kok di sini?" tanya Tamara."Aku kuliah lagi. Ambil spesialis obsgyn. Kalau kamu ngapain di sini?" tanya Reyhan balik. "Aku lagi kuliah juga. Ambil obsgyn juga," sahut Tamara tampak bahagia setelah bertemu dengan Reyhan. Cinta pertamanya dulu saat SMA. "Kamu di sini sama siapa?" tanya Tamara sambil menengok ke belakang punggung Reyhan. Menyangka akan melihat wajah keluarga Reyhan. "Aku sendirian. Anak istriku di rumah. Baru datang pagi tadi. Sekalian langsung nyari kontrakan.""Wah, gitu ya. Sama dong. Aku juga sendirian di kota ini. Bedanya aku kos. Eh, bagaimana kalau kita makan bersama. Kamu belum makan kan?" tanya Tamara. "Belum. Boleh juga usul kamu. Yuk, makan. Karena ini pertemuan pertama kita, biar aku yang traktir," kata Reyhan tersenyum. "Hm, boleh juga."Tamara masuk ke dalam warung untuk mengikuti Reyhan duduk di dalamnya."Kamu mau pesan apa Tam?" tanya Reyhan yang melihat Tamara kebingungan menatap bu
Tamara langsung berdiri. Tapi dia segera sadar kalau Reyhan yang sedang menelepon istrinya ada di dekatnya. Tamara ingin menunjukkan citranya yang lembut dan ramah. "Mbak, maaf Mbak. Saya tidak sengaja. Saya ganti dulu pesanannya," sahut pramusaji dengan wajah penuh rasa bersalah. Tamara mencoba tersenyum walaupun hatinya terasa panas. Baju yang baru dibelinya dari toko langganan harus basah kuyup. Tamara pura-pura menarik tisu dan menempelkannya ke bajunya yang basah. "Oh ya Mbak. Nggak apa-apa. Lain kali hati-hati," sahut Tamara lalu segera duduk kembali. Reyhan dan Rengganis yang sedang melihat peristiwa itu melalui ponsel tampak khawatir."Bajumu basah mbak Tamara," kata Rengganis. "Enggak apa-apa Mbak. Nanti bisa dicuci," sahut Tamara tersenyum."Baiklah, Yang. Kami makan dulu. Kamu juga jangan lupa makan dan jaga kesehatan. Salam untuk anak-anak, mama dan bunda," kata Reyhan lalu mengakhiri panggilan setelah mengucap salam. "Ayo makan dulu, Tam," ajak Reyhan lalu mencuci
Tamara pulang ke rumah dalam keadaan berbunga-bunga. Setelah memarkirkan mobil di garasi, dengan langkah perlahan, Tamara membuka kunci pintu depan rumahnya. Berharap bahwa suaminya sudah tidur. Di tangan kanan dan kirinya terpegang sejumlah tas karena setelah makan malam dengan Reyhan, Tamara belanja baju terlebih dahulu sekalian jalan-jalan di mall karena bajunya yang basah tersiram es teh oleh pramusaji warung penyetan tadi.Dengan langkah mengendap-endap, dia memasuki kamar tidurnya. Sebenarnya dia merasa bersalah karena membohongi Reyhan. Tamara bilang bahwa dia kos dan rumahnya berjarak satu jam dari kampus. Tapi kenyataannya rumah suami Tamara hanya berjarak 20 menit dari kampus. Tamara hanya ingin mampir ke kontrakan Reyhan dan membuat pemuda itu tidak sungkan padanya karena memikirkan suami Tamara.Klik.Tamara dengan perlahan menutup pintu kamar. Dan dengan berjingkat mendekat kearah ranjangnya. Springbed super besar. Tampak di bawah temaram lampu tidur, sesosok tubuh ber
Swift putih yang dikendarai Tamara memasuki pelataran parkiran Rumah Sakit Medika Sehat.Tamara turun dari mobilnya dan matanya berbinar saat melihat avanza hitam milik Reyhan sudah parkir di tempat parkir rumah sakit.Tamara segera bergegas masuk ke dalam poli untuk meletakkan tasnya dan kemudian mengikuti apel pagi dengan karyawan rumah sakit yang lain. Matanya tak lepas dari sosok Reyhan yang baginya tampak sangat mempesona."Tunggu saja Rey. Aku akan membuatmu berpaling dari istri kurusmu itu."***"Halo, Pak Handoko, Bu Tamara ke Rumah Sakit Medika Sehat, dan sekarang masuk ke dalam. Apa yang harus saya lakukan?" tanya Dani, asisten Handoko.Handoko berpikir sejenak. "Ikuti Tamara ke dalam rumah sakit. Kalau ada laki-laki yang ngobrol dengannya, kabari saya.""Baik Pak."Dani memutuskan sambungan telepon selulernya, mengenakan topi dan masker lalu beranjak masuk ke dalam rumah sakit. Dani membaca penunjuk arah yang tergantung di langit-langit koridor. Dia memang baru pertama ka